SELAMAT BERAKTIVITAS
Banyak santri bercita-cita jadi seperti kyainya, punya pondok atau mengajar. Tapi tak semua santri mujur dari segi ekonomi, gak semuanya anak pengusaha, orang kaya, dan gak semua mendapat rizki melalui lini menjanjikan seperti pns dan semisalnya. Jika ia pengajar honorer problemnya masih sama, tak pernah kunjung usai, itu itu aja yaitu kekurangan upah gaji ngajar
Protes atau menggerutu di belakang sudah bosan, sia-sia, bak menegakkan benang basah. Alangkah baiknya cari tambahan sendiri, berdagang, berbisnis kecil-kecilan, walau terkesan remeh-temeh gak papa, asal halal no problem. Andai bisa sedikit menurunkan bandrol gengsi, semua akan baik-baik saja, suara gamang dunia miring seputar peramplopan tak akan muncul lagi. Kan aku sarjana, aku kan guru yang di hormati, aku kan pakar ini itu, jatuh harga diriku dong. Sudahlah, tak usah di bantah, cukup renungkan saja
Imam Ibrahim bin adham pernah menjadikan dirinya sebagai kuli pekerja demi mendapatkan gaji agar tak minta-minta. Sulaiman al-khowwas berprofesi sebagai pengutip biji-bijian gandum sisa orang panen. Huzaifah al-mara'syi pembuat batu-bata, ia jual buat kehidupan sehari-hari. Bahkan nabi Daud bekerja sebagai pengrajin pelepah kurma. Nabi Idris berprofesi sebagai sebagai tukang jahit. Nabi Zakaria tukang kayu. Nabi Adam petani, dan nabi Musa penggembala.
Bahkan sosok raksasa Syafi'iiyah masa lalu sekelas imam al-mawardi tak malu-malu berprofesi berjualan air mawar. Imam al-Qoffal jadi tukang ahli kunci. Hingga kedua ulama tersebut lebih dikenal dengan nama profesinya ketimbang nama aslinya.
Semoga bermanfaat dan memotivasi kita semuanya. Aamiin ya Rabbal Alamin
Post a Comment