BREAKING NEWS

Watsapp

Showing posts with label KAJIAN. Show all posts
Showing posts with label KAJIAN. Show all posts

Thursday, June 13, 2024

TERJEMAH NIHAYATUZZAEN MUQODIMAH PART 5

 TERJEMAH NIHAYATUZZAEN

MUQODIMAH PART 5


الحمد لله الذي هدانا لهذا) أي دلنا لهذا العمل ( وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله)

Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami kepada ini (yaitu, menuntun kami kepada perbuatan / mengarang kitab ini, dan kami tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak menunjukkan kami.


وَهَذِه الْجُمْلَة مستأنفة أَو حَال لَكِنَّهَا فِي معنى التَّعْلِيل , وَمَا نَافِيَة , وَكَانَ فعل نَاقص, ونا اسْمهَا وخبرها مَحْذُوف مُتَعَلق للام الْجُحُود الزَّائِدَة.

أَي مَا كُنَّا مرَادا هدايتنا.

Kalimat ini ( لولا أن هدانا الله ) merupakan kalimat baru atau sebagai keadaan ( حال), tetapi dalam makna alasan. "Maa" adalah kata penafian ( ما نفي ), "kaana" adalah kata kerja tidak sempurna 

(فعل ناقص),

 "naa" adalah subjeknya ( فاعل ), dan predikatnya ( خبر ) dihilangkan karena terkait dengan "laam al-juhud" yang jadi tambahan, yaitu seolah-olah berkata "Tidaklah kita dimaksudkan untuk mendapatkan petunjuk kecuali karena Allah memberi petunjuk kepada kita".


وَأَن هدَانَا الله مُبْتَدأ وَالْخَبَر مَحْذُوف وجوبا، وَجَوَاب لَوْلَا مَحْذُوف دلّ عَلَيْهِ قَوْله وَمَا كُنَّا لنهتدي أَي لَوْلَا هِدَايَة الله مَوْجُودَة مَا اهتدينا 


 "An hadaanallahu" adalah mubtada (subjek), dan khabar (predikat) dihilangkan secara wajib, dan jawabnya "lawla" dihilangkan yang menunjukkan pada kalimat "maa kunna linahtadia" yaitu seandainya tidak ada petunjuk dari Allah, kita tidak akan mendapatkan petunjuk.


 وَالْحَمْد اللَّفْظِيّ . لُغَة الثَّنَاء بِآلَة النُّطْق لأجل الْجَمِيل الِاخْتِيَارِيّ حَقِيقَة أَو حكما , مَعَ قصد التَّعْظِيم ظَاهرا وَبَاطنا سَوَاء كَانَ فِي مُقَابلَة نعْمَة أم لَا

Segala puji dalam arti literal ( ucapan ) adalah ungkapan pujian dengan alat ucapan untuk suatu kebaikan yang dipilih secara sukarela, baik dalam kenyataan atau secara hukum, dengan maksud untuk memuliakan baik secara lahir maupun batin, baik sebagai balasan atas nikmat atau tidak.


(وَالصَّلَاة وَالسَّلَام) أَي الدُّعَاء لله بِالرَّحْمَةِ المقرونة بتعظيم, وَالدُّعَاء لله بالتحية بالسلامة من الْآفَات (على سيدنَا مُحَمَّد رَسُول الله) رِسَالَة عَامَّة للإنس وَالْجِنّ على وَجه التَّكْلِيف . ولغيرهم على وَجه التشريف . 


"(Shalawat dan salam) artinya Berdoa kepada Allah agar diberikan rahmat yang disertai dengan penghormatan, dan berdoa kepada Allah agar diberikan salam, keselamatan dari segala bencana (atas junjungan kita Muhammad Rasulullah) yang risalahnya umum untuk manusia dan jin dalam hal kewajiban, dan untuk yang lainnya sebagai penghormatan,


وشرعه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم بَاقٍ إِلَى يَوْم الْقِيَامَة لَا ينسخه شرع آخر لعدم وجوده بعده. وَوَقع نسخ بعض شَرعه بِبَعْضِه ,  


 Dan syariatnya Nabi Muhamnad ﷺ, , itu tetap berlaku sampai hari kiamat, sebab tidak ada syariat lain yang menggantinya karena tidak ada lagi syariat setelahnya. 

Sebagian syariatnya ada yang dihapus dengan sebagian syariat lainnya.


  وَهُوَ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم أفضل الْمَخْلُوقَات جَمِيعًا , ويليه سيدنَا إِبْرَاهِيم, ثمَّ سيدنَا مُوسَى , ثمَّ سيدنَا عِيسَى , ثمَّ سيدنَا نوح , وَهَؤُلَاء أولو الْعَزْم, ثمَّ بَقِيَّة الرُّسُل , ثمَّ الْأَنْبِيَاء غير الرُّسُل , ثمَّ الرؤساء الْأَرْبَعَة من الْمَلَائِكَة, وهم جِبْرِيل ثمَّ مكيائيل ثمَّ إسْرَافيل ثمَّ عزرائيل .

  

Beliau, Nabi Muhammad ﷺ , adalah makhluk paling utama dari semuanya, makhluk paling utama berikutnya adalah, junjungan kita Ibrahim, kemudian junjungan kita Musa, kemudian junjungan kita Isa, kemudian junjungan kita Nuh, mereka adalah ULUL AZMI, kemudian diikuti oleh rasul-rasul lainnya, kemudian para nabi yang bukan rasul, kemudian empat pemimpin dari malaikat yaitu Jibril, kemudian Mikail, kemudian Israfil, kemudian Izrael, 


 ثمَّ عوام الْبشر وَالْمرَاد بهم غير الْأَنْبِيَاء من الْأَوْلِيَاء, كَأبي بكر , وَعمر , وَعُثْمَان , وَعلي وأشباههم , ثمَّ عوام الْمَلَائِكَة, وَالْمرَاد من عدا الرؤساء الْأَرْبَعَة , كحملة الْعَرْش , وهم الْآن أَرْبَعَة.

 

kemudian orang awam dari manusia yang dimaksud di sini adalah selain nabi seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan yang semisalnya, kemudian Awam dari malaikat, yang dimaksud di sini adalah selain empat pemimpin malaikat, seperti para pembawa 'Arsy yang sekarang berjumlah empat,


 فَإِذا كَانَ يَوْم الْقِيَامَة أَيّدهُم الله تَعَالَى بأَرْبعَة أُخْرَى, وكالكروبيين بِفَتْح الْكَاف وَتَخْفِيف الرَّاء وهم مَلَائِكَة حافون بالعرش طائفون بِهِ

 

 jika hari kiamat datang , Allah Ta'ala akan menambah jumlah mereka ( dengan malaikat empat lainya ) menjadi delapan, dan juga seperti para karubiyun , dibaca fathah huruf kafnya, dan dibaca tipis ro,nya, mereka adalah malaikat yang mengelilingi 'Arsy dan tawaf di sekitarnya.


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Saturday, February 12, 2022

MENGENAL NABI KHIDIR AS (3)

 


Mengenal Nabi Khidir AS (3)

Setelah Nabi Musa As bertemu dengan Khidir, terjadilah perbincangan antara keduanya, yang membuat banyak ulama mengernyitkan dahi. Perbincangan ini secara jelas menggambarkan jarak kedudukan antara kedua hamba yang agung ini. Bagaimanapun Musa As adalah nabi yang masuk dalam kategori Ulul Azmi, dia dikaruniai mukjizat yang banyak, Allah SWT berbicara langsung padanya dan Taurat datang padanya tanpa perantara. Tapi kali ini dia begitu merendah di hadapan hamba yang Allah muliakan ini. Beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Musa benar-benar menghadirkan dirinya sebagai murid yang penuh kerendahan hati, dan Khidir menampilkan ketegasan yang penuh wibawa.

“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ (QS. al-Kahfi: 66-68)

Jawaban Khidir kepada Musa menghubungkan antara kesabaran dengan pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat relevan. Sebab orang memang sering tidak bersabar atas sesuatu yang tidak diketahuinya. Ali bin Abi Thalib ra, pernah berkata: “Manusia adalah musuh apa yang tidak diketahuinya”.

 Tapi mendengar jawaban Khidir, Musa justru menegaskan niatnya untuk bersabar dan tidak akan menentang Khidir dalam suatu urusan apapun. Mendengar jawaban Musa, akhirnya Khidir memberikan syarat, agar Musa jangan menanyakan apapun sampai nanti Khidir sendiri yang akan menerangkan semua tindakannya pada Musa.[2] Setelah mengikat perjanjian, keduanya akhirnya berjalan. Al Quran menceritakan kisah perjalanan dua manusia agung ini dalam surat al-Kahfi: 71-82 sebagai berikut:

“Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.’

Dia (Khidir) berkata: ‘Bukankah aku telah berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’ Musa berkata: ‘Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’

Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.’

Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?’

Musa berkata: ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.’

Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.’

Khidir berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.

Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.

Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya).

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'”

Dari perspektif orang awam, kita setidaknya bisa menginsyafi, bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu, termasuk setiap kejadian dan rangkaian peristiwa yang kita lalui setiap saat. Tidak ada sesuatupun yang mewujud tanpa diliputi oleh Rahmat Allah, termasuk masa lalu, kini dan masa depan. Semua terangkai indah dalam naungan rahmatnya.

Dari tinjauan yang lebih dalam, kita bisa menilai bahwa ayat-ayat di atas mengisahkan perbedaan sudut pandang Nabi Khidir yang telah disingkapkan padanya alam gaib dan Nabi Musa yang hanya melihat secara indrawi. Kisah ini secara sederhana ingin mengemukakan sedikitnya tiga hal: pertama, alam eksistensi terdiri dari aspek yang tampak (syahadah) dan aspek yang tak tampak (ghaib); kedua, dua aspek ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi; ketiga, pengetahuan seseorang tentang aspek gaib pasti akan mempengaruhinya di alam nyata. Oleh sebab itu, makin luas ilmu gaib yang diberikan Allah pada seseorang, makin berbeda pula perilaku orang itu di alam indrawi.

Bagaimanapun, semua uraian di atas hanyalah salah satu kemungkinan hikmah yang bisa dipetik dari kisah luar biasa ini. Karena hakikatnya, kisah di dalam Al Quran pastilah memiliki hikmah yang jauh lebih luas dan dalam. Siapapun pasti akan kelelahan menyelami hakikat setiap huruf, kata, dan kisah yang tertuang di dalamnya. Demikian juga dengan kisah perjalanan Khidir dan Musa. Meski begitu, di kalangan umat Islam, kisah ini demikian masyhur dan dituturkan mulia dari sekolah dasar hingga kalangan mufasir kawakan.

Setiap orang, mulai dari yang paling awam hingga ulama dapat meraup hikmah dari kisah perjalanan Khidir dan Musa. Meskipun kisah ini sebenarnya dilingkupi berbagai kesamaran. Dalam kisah ini tidak ada nama tempat yang jelas. Tidak ada waktu yang menunjukkan kapan dan berapa lama proses belajar itu terjadi. Bahkan tokoh utama dalam cerita ini pun tidak jelas sosoknya, usianya, perawakannya, bahkan namanya. Setiap mufasir sudah berusaha  secara optimal untuk menjelaskannya. Namun kisah ini masih tetap memeram misteri dan kedalaman hikmah yang tinggi. Sebagaimana Musa Kazhim & Alfian Hamzah sampaikan dalam bukunya, “Pada akhirnya Khidir tetaplah kekayaan Tuhan yang tersimpan rapat. Orang tidak pernah tau di mana dia sekarang ini, dimana rumahnya, dan seperti apa kehidupannya. Orang bahkan hanya mengenalnya dengan warna. Ya, warna. Khidir, dalam bahasa Arab, merujuk hijau, warna kehidupan.”


Selesai

MENGENAL NABI KHIDIR AS (2)

 *Mengenal Nabi Khidir AS (2)*

Untuk memulai tulisan ini, kami ingin mengutip pemaparan yang sangat apik tentang jejak ruhani Nabi Khidir, yang ditulis oleh Musa Kazhim & Alfian Hamzah dalam buku _“Menyerap Energi Ketuhanan”_, halaman 2-4. Berikut  tulisnya:

(Terlahir sebagai seorang pangeran, Khidir sebenarnya sudah mendapatkan semua kemewahan dunia yang diinginkannya). Tapi keinginan Khidir bukan itu. Dia ingin sesuatu yang sempurna, yang abadi, yang bisa menjawab segala ketidakpuasan sekali untuk selamanya. Tapi, dia juga sadar bahwa dunia ini terlalu licin untuk keinginan besarnya itu. Toh singgasana bisa lapuk, kekayaan bisa hangus, kecantikan bisa memudar, hasrat bisa surut, umur lebih-lebih. Tapi jiwanya sudah terlanjur gelisah. Pasti ada sesuatu seperti yang dia inginkan itu. Pasti ada dan dia harus menemukannya sebelum usianya habis._

Dia kemudian meneruskan pencariannya. Dia mencari dan terus mencari. Hingga akhirnya dia berhenti di sebuah titik; dia menemukan Tuhan. Awalnya dia hanya melihat kehadiran Tuhan pada hal-hal yang tampak besar di mata; pada awan yang berarak, di langit yang tak bertiang, pada bumi yang membentang, pada sungai yang berkelok, pada burung yang melayang, pada manusia yang beragam. Dia terpukau dan mulai menenggelamkan dirinya dalam kebaktian. Ini wujud syukurnya._

Dari situ, ia mulia merasakan kejernihan hati dan pikiran; merasa mulai terhubung langsung dengan Tuhan Yang Tinggi. Dia juga senang bisa menyadari betapa kasih sayang dan perhatian Tuhan terus menyokong kehidupannya, membuatnya bisa hadir dan menikmati segala yang ada di dunia ini – dari sebelumnya tak pernah ada sama sekali. Dia lalu semakin tenggelam dalam peribadatan. Syukurnya menjadi tak putus-putus._

Hingga suatu ketika. Dia tiba-tiba merasa seperti orang yang sedang digulung tsunami kesadaran baru. Dia mendadak bisa merasakan bahwa dunia yang sedang dia pijak, dunia yang berputar, dunia tempat miliaran orang bergerak kesana kemari, dunia yang menampung segala keragaman dan tingkah penghuninya, hanyalah sebuah mimpi! Ya, mimpi, ilusi. Semua ini di matanya hanyalah mimpi. Mimpi yang terlihat “nyata” pada mereka yang nuraninya tertidur pulas._

_Kini, dalam kesadaran barunya itu, yang dia saksikan hanyalah Tuhan. Dia bisa melihat Tuhan hadir di segala penjuru; di tikungan jalan, di tembok yang tegak, pada laut yang bergerak, pada tubuhnya sendiri. Dia bisa merasakan Tuhan hadir di kedua matanya, dalam desah nafasnya, pada lengkung alisnya, pada pori-pori wajahnya, dalam detak jantungnya, dalam denyut nadinya…, ‘bahkan lebih dekat lagi’._

Dia terpesona dengan semua itu sebelum akhirnya menyadari betapa dia tidak bisa lagi mengenali dirinya. Dia bahkan tak mampu berkata-kata lagi. Dia bisu layaknya buih yang pingsan dalam dekapan samudera. Tapi dalam kesadarannya yang baru itu dan perasaan dekat dan akrab kepada Tuhan yang menyertainya – dia masih goyah seperti nyiur di tepi pantai. Dia belum mampu mengendalikan kesadaran barunya itu sepenuhnya. Dia belum bisa berlama-lama dalam kemesraan dengan Tuhan._

Belakangan, dia menyadari kalau ternyata dunia dan alam kesadaran baru yang hadir dalam jiwanya adalah perempuan yang dimadu. Perhatian kepada yang satu menimbulkan iri kepada yang lain. Dia harus memilih. Dan pilihannya jatuh pada yang terakhir; dia ingin sebuah kemesraan abadi dengan Tuhan Yang Kuasa, apapun ongkosnya. Dia ingin tak ada lagi mendengar kata perpisahan. Dia mendambakan kebaktian abadi. Tuhan Yang Kaya rupanya menjawab semua keinginannya. Zat Agung menarik jiwanya ke Kerajaan-Nya, mendudukkannya di dekat Singgasana sebelum akhirnya mengambil alih seluruh dirinya dan menjadikannya “Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” Jalannya kini sudah terbuka lebar. Ilmu langsung dari Tuhan membuat dia bisa menahan kematian tak kunjung bisa mendekatinya, hingga hari ini. Ilmu juga yang membuat dia bisa membawa nafas kehidupan kemanapun kakimu melangkah, hingga detik ini._

Pada akhirnya, ilmu yang dimiliki Khidir-lah inti dari semua cerita yang diurai oleh Al Quran tentang dirinya. Allah SWT mengurai kisah tentang hamba yang istimewa ini cukup panjang dalam surat Al Kahfi dari ayat 60 hingga ayat 82. Tidak tanggung-tanggung, sosok yang datang untuk berguru padanya adalah salah seorang nabi yang berkualifikasi _ ulul Azmi _.

Kisah ini dimulai dengan komitmen Nabi Musa As untuk mencari sosok ‘abid yang Allah SWT perintahkan Musa As untuk menemuinya. _“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun.” *(QS. al-Kahfi: 60)*_

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, asal mula munculnya komitmen ini yaitu ketika Nabi Musa As ditanya oleh kaumnya tentang, ‘siapakah orang yang paling alim? Ia menjawab, ‘aku’, maka Allah SWT menegurnya karena tidak memiliki ilmu tentang itu. Kemudian Allah SWT mewahyukan pada Musa As agar berguru kepada seorang ‘abid yang tinggal di pertemuan dua laut (majma’ al-Bahrain). Tentang siapa nama hamba yang dimaksud dan dimana persisnya laut itu berada, tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al Quran. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu terletak di wilayah Suriah dan Palestina, ada juga yang mengatakan tempat tersebut di wilayah dekat Azerbaijan, dan ada juga yang mengatakan tempat tersebut adalah wilayah Toraja di ujung Maroko.

Selain tempat, Allah SWT juga memberikan tanda lain bagi Musa As tentang tempat tersebut, yaitu apabila ikan yang dibawanya menjadi hidup dan melompat ke laut. Terkait dengan tanda yang kedua ini, beberapa riwayat ada yang mengatakan bahwa pertemuan dua laut yang dimaksud adalah sumber air kehidupan (ma’ al-hayah), sehingga orang yang meneguknya akan kekal abadi dan bangkai yang berada di sekitarnya akan hidup kembali.

Al Quran menceritakan bahwa ketika tanda itu sudah muncul, murid Nabi Musa As tidak menyadarinya. Ia baru menyadari ketika Nabi Musa bertanya padanya tentang makanan yang dibawanya. Muridnya lalu menceritakan peristiwa luar biasa yang disaksikannya, dimana ikan yang dibawanya tiba-tiba melompat keluar dan berenang ke laut. Mendengar ini, Nabi Musa gembira karena sudah sampai pada tujuannya. Akhirnya mereka kembali menyusuri jejak yang mereka lalui sebelumnya, hingga akhirnya sampai ke tempat yang di maksud. Di sanalah kemudian ia bertemu dengan Khidir.

Allah SWT berfirman:

_“Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: ‘Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan kita ini.’ Muridnya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari’; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” *(QS. al-Kahfi: 61-65)*_

Bersambung…_

*Mengenal Nabi Khidir AS (3)*


MENGENAL NABI KHIDIR AS (1)

 *Mengenal Nabi Khidir AS (1)*


Namanya sangat masyhur, meski sosoknya demikian misterius. Bahkan namanya-pun bukan nama sebenarnya. Orang-orang hanya mengenalnya dengan sebutan Khidir, yang artinya hijau. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa hijau adalah simbol keberkahan.

Di dalam Al Quran, ada beberapa sosok agung dalam sejarah yang tidak disebutkan namanya. Tapi lakon hidup yang mereka mainkan demikian penting, hingga Allah SWT mengabadikan kisah-kisah mereka dalam Al Quran. Seperti dalam *Surat Yasin ayat 20_*, Allah SWT berfirman: “Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, ‘Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu’.”_

Selain itu, ada juga kisah tentang Ashabul Kahfi yang kisahnya demikian masyhur. Allah SWT berfirman, “Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?’ Lalu Allah mematikan (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah SWT) bertanya, ‘Berapa lama engkau tinggal (di sini)?’ dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari’. Allah berfirman. ‘Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. ‘Maka ketika telah nyata baginya, ia pun berkata, ‘saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’.”_ *_(QS. Al Baqarah: 259)_*

Tapi dari sejumlah tokoh besar yang diceritakan Al Quran, kisah soal Nabi Musa As yang berguru pada Khidir adalah yang paling banyak menyita perhatian para mufassir dan kaum Muslimin umumnya. Bagaimana tidak, Allah SWT menyebutnya sebagai, _“…Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” *(QS. al-Kahfi: 65)*_

Menariknya lagi, sosok yang dikenal sebagai Khidir ini ternyata memiliki ilmu lebih tinggi daripada Nabi Musa As. Allah SWT berfirman: _“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'”_ *_(QS. al-Kahfi: 66-70)_*

Ada beberapa perbedaan pendapat terkait kedudukan Khidir. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah seorang wali, ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah seorang Nabi. Tapi yang banyak disepakati oleh para mufassir bahwa Khidir adalah seorang Nabi. Salah satu yang menguatkan hal itu adalah ucapan Khidir kepada Musa As di akhir perjalanan mereka, Khidir berkata kepada Musa, _“Dan bukanlah aku melakukan (semua perbuatan itu) menurut kemauanku sendiri..” *(QS. al-Kahfi: 82)*_

Musa Kazhim, mengutip dari tafsir Al Mizan karya Allamah Husein Thabathaba’I menyatakan, salah satu tanda kenabian atau mukjizat Khidir ialah setiap kali ia duduk di atas kayu ataupun tanah gersang, maka berubahlah tempat yang didudukinya menjadi hijau royo-royo. Itulah alasan mengapa dia dipanggil dengan sebutan Khidir atau _“Yang Hijau”._

Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadits yang *diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sebagai berikut:_* _“Sesungguhnya Khidir disebut Khidir lantaran setiap dia shalat di atas hamparan kulit putih, maka hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau.”_

Menurut berbagai riwayat, nama Nabi Khidir yang sebenarnya adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfakhsyad bin Sam (atau Shem) bin Nuh. Dia laki-laki yang lahir dengan sendok perak di mulutnya. Seorang anak raja pada zaman kenabian Zulkarnain As.

Dalam banyak kisah yang dituturkan mengenai dirinya di berbagai belahan dunia, Khidir merupakan superhero dalam sosok yang hanya bisa dinikmati manusia sekarang lewat film-film fiksi di layar kaca. Dia bisa melipat ruang dan waktu, bebas melakukan segala hal yang dia inginkan. Sejarah rekam sisi lain kehidupannya. Dia dikenal sebagai nabi yang diutus untuk menguji nabi sejawatnya. Di pernah menguji Zulkarnain. Dia juga pernah mengetes kesabaran Musa. Muslimin di seluruh dunia mafhum adanya soal kisah-kisah ini. Di banyak sekolah dasar, guru-guru agama umumnya mengajarkan betapa akhirnya Musa harus mengakui Khidir hanya bertindak sesuai keinginan Tuhannya sekalipun itu tak sejalan dengan pandangan banyak orang. Tapi bahkan setelah semua itu, Khidir tetaplah kekayaan Tuhan yang tersimpan rapat. Orang tidak pernah tau di mana dia sekarang ini, dimana rumahnya, dan seperti apa kehidupannya. Orang bahkan hanya mengenalnya dengan warna. Ya, warna. Khidir, dalam Bahasa Arab, merujuk hijau, warna kehidupan.




Bersambung…_



*Mengenal Nabi Khidir AS (2)*

Wednesday, February 2, 2022

LAFADZ ALLAH DALAM BAHASA ARAB

 LAFADZ  ALLAH  DALAM  BAHASA  ARAB


Lafadz الله ternyata memiliki keistimewaan ditinjau dari sisi hurufnya. Almarhum KH. Maimoen Zubair atau Mbah Maimoen memberikan penjelasan tentang keistimewaan tersebut.dan berikut beliau menjelaskan;

Mbah Moen :"Lafadz الله terdiri atas empat huruf, yakni alif (ا), lam (ل), lam (ل), dan ha (هـ). Tidak ada satupun yang sama dengan Allah, begitu juga tidak ada nama yang sama dengan Allah".

“Lafadz الله kalau dibuang hurufnya dari depan, (maknanya) bertambah dekat dengan Allah. Kamu tidak akan dekat dengan Allah kalau tidak dibuang huruf alifnya (ا) menjadi لله (lillah/karena Allah)".

Mbah Moen menambahkan, bagaimanapun seseorang bisa masuk surga jika beramal dengan لله تعالى (lillahi ta’ala).

"lafadz لله (lillah) jika dihilangkan huruf lam (ل) yang pertama, akan menjadi له (lahu/hanya kepada Allah)".

“Ini namanya Dhomir Sya-an (ضمير الشأن), istilah orang mengaji. Dhomir Sya-an ini (artinya) yang ada hanya Allah semata, selain itu tidak ada. Orang itu kalau sudah tahu Allah, maka tidak akan tahu kecuali hanya Allah".

"Adapun lafadz له (lahu) jika huruf lam-nya (ل) dihilangkan, maka tersisa هـ (hu) yang bermakna tinggal Allah semata".

“Makanya dzikir orang yang sudah jadi Wali Allah bukan lafadz ‘Allah, Allah..’, tapi ‘Hu, Hu..’. Itulah Dhomir Sya-an".

Mbah Moen menegaskan, seluruh alam ini ada Asma (nama) yang menunjukkan jika dihilangkan huruf mulai awal akan bertambah dekat kepada Allah.

“Lafadz ‘Hu, Hu..’ diucapkan dengan lisan. Jika dihilangkan ‘Hu’ tersebut, masuk ke dalam hati. Ini Namanya Dzikir Sirri". 

Kalau ‘Hu, Hu..’ dengan lisan masih Dzikir Jahri. Jadi dzikir kepada Allah ada yang Dzikir Sirri ada juga yang Dzikir Jahri".

Sumber : KH.Maimoen Zubair
اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِسْلاَمِ وَاخْتِمْ لَنَا بِاْلاِيْمَانِ وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ
Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan Islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman dan akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah.

Sunday, January 2, 2022

Bahasan utama dari kitab Tasawuf adalah menjernihkan hati, membersihkan jiwa atau menyucikan kalbu.

قال بعض الحكماء مثل القلب مثل بيت له ستة أبواب ثم قيل له احذر ألا يدخل عليك من أحد هذه الأبواب شئ فيفسد عليك البيت فالقلب هو البيت والابواب اللسان والسمع والبصر واليدان والرجلان والشم فمتى انفتح باب من هذه الأبواب بغير علم ضاع البيت

"Hati, ibaratnya adalah rumah dengan 6 pintu. Pintu-pintu tersebut harus dijaga. Demikian pula, hati memiliki 6 pintu, yakni mata, mulut, telinga, hidung, dua tangan dan kaki. Bila ada pintu yang tidak dijaga maka akan ada maling yang mencuri dar dalam rumah."

Syetan akan berupaya masuk ke dalam hati karena hati adalah pusat kendali dan kontrol. Jika hati baik maka baik seluruh anggota tubuh. Dan jika hati rusak maka rusak seluruh tubuh (HR Muslim)

Kewajiban mulut adalah bermata jujur baik saat senang atau marah. Menahan ucapan baik saat menyendiri atau banyak orang. Sebagaimana terdapat dalam hadis:

ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺃﺧﺒﺮﻧﻲ ﺑﻌﻤﻞ ﻳﺪﺧﻠﻨﻲ اﻟﺠﻨﺔ ﻭﻳﺒﺎﻋﺪﻧﻲ ﻋﻦ اﻟﻨﺎﺭ

"Wahai Rasulullah, beritahu kepadaku sebuah amalan yang dapat memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka..."

Diantara jawaban Nabi shalallahu alaihi wa sallam:

ﻭﻫﻞ ﻳﻜﺐ اﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ اﻟﻨﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﻫﻬﻢ ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﺎﺧﺮﻫﻢ ﺇﻻ ﺣﺼﺎﺋﺪ ﺃﻟﺴﻨﺘﻬﻢ

"Bukankah manusia dijerumuskan ke neraka tidak lain karena perangkap mulut mereka sendiri?" (HR Tirmidzi)

Mata juga memiliki tugas, yakni memejamkan mata dari hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang dirahasiakan agar tidak dilihat. Sebagaimana dalam hadis:

«اﻟﻨﻈﺮﺓ ﺳﻬﻢ ﻣﺴﻤﻮﻡ ﻣﻦ ﺳﻬﺎﻡ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﻟﻌﻨﻪ اﻟﻠﻪ ﻓﻤﻦ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﺁﺗﺎﻩ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺇﻳﻤﺎﻧﺎ ﻳﺠﺪ ﺣﻼﻭﺗﻪ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ» 

Penglihatan adalah panah beracun dari iblis, semoga Allah melaknatnya. Barangsiapa meninggalkan pandangan (yang terlarang) karena takut kepada Allah maka Allah akan memberikan iman yang dapat ia rasakan manisnya iman dalam hatinya"

Syekh Dr Khaled Kharsah mengutip takhrij dari Syekh Abu Ghuddah terkait riwayat hadis tersebut:

هناك روايات عديدة في الحاكم والطبراني في الكبير باسانيد ضعيفة

Ada banyak riwayat tentang hadis tersebut dengan sanad yang dhaif (hal. 93)

Jika hati terlanjur sakit maka penyakit hati diobati (hal. 56)

1. Prasangka buruk

واحم القلب عن سوء الظن بحسن التأويل

Jagalah hati dari prasangka buruk dengan takwil yang bagus

2. Iri hati

وادفع الحسد بقصر الامل

Singkirkan iri hati dengan angan-angan yang pendek

3. Sombong

وانف الكبر بسلطان العز

Buang kesombongan dengan keagungan Allah

4. Menjaga amanah

واحفظ امانتك بطلب العلم

Jaga amanah dengan ilmu

5. Musibah

واستعد الصبر لكل موطن

Persiapkan sabar di semua tempat

6. Nikmat

واصحب النعمة بالشكر

Bersyukur atas nikmat

7. Selalu minta tolong kepada Allah

واستعن بالله في كل أمر

Minta pertolongan Allah dalam setiap hal

8. Tekun 

وكل عمل تحب تلقاه به فألزم به نفسك

Setiap amal yang engkau senangi untuk menghadap kepada Allah maka teguhkan hatimu

9. Menghindari keburukan orang lain

وكل أمر تكرهه لغيرك فاعتزله من اخلاقك

Jika tidak senang dari orang lain maka hindarilah.

10. Selektif memilih teman

وكل صاحب لا تزداد به خيرا في كل يوم فانبذ عنك صحبته

Jika ada teman yang tidak menambah kebaikan bagi mu maka jangan berteman dengannya.

11. Menerima kesalahan orang

وحصن عملك باداب أهل الحلم

Jaga amalmu dengan akhlak mulia 

12. Memaafkan

وخذ بحظك من العفو والتجاوز

Sediakan pintu maaf

Semoga bermanfaat...

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes