Wednesday, August 18, 2021
Tuesday, June 29, 2021
MEMPERINGATI HARI LAHIR PANCASILA
*(Edisi Khusus Memperingati Hari Lahir Pancasila)*
Senin, 31 Mei 2021 M/ 19 Syawal 1442 H.
Oleh :A. Hasanuddin. HR.
*"Memahami Pandangan 'Ulama Nusantara Terhadap Pancasila Sebagai Dasar Negara"*
*(Mengutip Pendahuluan Kitab Nadzom Sunda Tentang Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia)*
Setiap tanggal 1 Juni, bagi bangsa Indonesia diperingati sebagai hari lahirnya *Pancasila* yang menjadi *Dasar Negara Indonesia* untuk menata kehidupan masyarakatnya dalam berbangsa dan bernegara.
Ada sebuah kitab nadzom berbahasa sunda dengan menggunakan tulisan bahasa arab pegon karya seorang 'ulama nusantara yang menjelaskan pandangannya tentang "Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia".
Kitab yang ditulis di Purwakarta pada tgl. 10 Muharram 1406 H/ 05 Oktober 1985 M. tersebut, sayangnya tidak mencantumkan keterangan nama penulisnya, hanya ada keterangan: Diterbitkan oleh Toko "Jauban" Purwakarta.
Berikut ini saya kutipkan isi pendahuluan dalam kitab tersebut dengan menggunakan terjemah bebas kedalam bahasa Indonesia, yang layak untuk kita pahami dan diamalkan keterkaitan Pancasila sebagai Dasar Negara:
- كو بسم الله دكوتن # الله انو صفة
رحمن.
....dst.
- "Dengan بسم الله dimulai # الله Yang bersifat Rahman"
- "Saya ini menyusun nadzom # mudah-mudahan bertambah Iman".
- "Saudara-saudara semuanya # Wajib ta'at kepada Allah nya."
- "Juga ta'at kepada Rosul-Nya # Kangjeng Muhammad Nabi-Nya".
- "Begitu juga ke negara # yang berdasar *_Pancasila*_"
- "Harus ta'at dan setia # Selagi tidak berbeda"
- "Dengan Al-Qur'an dan Haditsnya # jangan berani membantahnya"
- "Sebab dasar Pancasila # Dibenarkan oleh Agama".
- "Sesuai dengan Qur'an nya # begitu juga dengan haditsnya".
- "Dan dengan agama Islamnya # mufakat dengan Syari'atnya." (Muqoddimah Nadzom Pancasila Bahasa Sunda, terbitan toko "Jauban" Purwakarta)
Dalam tulisan kitab tersebut juga dijelaskan tentang pandangan penulisnya terhadap satu-persatu sila-sila dalam Pancasila dengan penjabarannya sesuai Al-Qur'an dan haditsnya.
Diakhir penjelasan sila-sila dalam Pancasila, penulis kitab tersebut berpendapat:
جادي لمون فنجاسيلا # دعملكن يتا يتا
- " Jadi bila Pancasila # Diamalkan dengan nyata-nyata".
نكارا امان سنتوسا # جاؤه تنا هورو هارا
-" Negara aman sentosa # jauh dari huru-hara."
(Mohon ma'af, dalam tulisan hurup arab pegon yang saya tulis, tidak sesuai dengan kutipan tulisan dalam kitab aslinya. Terdapat kurang titik (.) nya dalam beberapa bunyi hurup tertentu, seperti hurup: C, Ny dan G, karena keterbatasan perbendaharaan hurup arab pegon dalam hp saya dan tidak ada barisnya. 🙏🙏🙏)
*Sahabat-Sahabatku *رحمكم الله*
Dengan memahami pandangan ulama nusantara dalam kitab nadzom sunda tersebut tentang Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia yang tidak bertentangan dengan agama, semoga ini semakin menumbuhkan rasa cinta kita terhadap negara yang menjadi tanah air kita ini, sebagai wujud dari
حب الوطن من الايمان
"Cinta tanah air adalah bagian dari Iman" (Tafsir Ruhul Bayan. Juz. 6. hal. 320/Maktabah Syamilah).
Dan dalam rangka ikut serta berperan menjaga dan membangun NKRI tercinta. Sebagaimana kata sayyidina 'Umar bin Khottob,
*رضى الله تعالى عنه:*
"Seandainya tidak ada rasa cinta terhadap tanah air, maka akan runtuhlah sebuah negeri yang rusak. Dengan sebab adanya rasa cinta tanah air maka dibangunlah (dimakmurkanlah) negeri-negeri." (Tafsir Ruhul Bayan. Juz. 6. hal. 320/Maktabah Syamilah)
*"Semoga Dengan Memahami Dan Mengamalkan Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara, Negara Kesatuan Republik Indonesia Ini Oleh Allah Dijadikan Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur, Negara Yang Bersatu, Aman, Damai, Maju, Makmur Dan Sejahtera Rakyatnya*
*امين يارب العالمين*
*والله اعلم بالصواب*
Sunday, June 27, 2021
Pancasila dan Tahlilan
Oleh : KH. YASIN YUSUP
Diriwayatkan ‘bil makna’ dari beberapa kiai, yang meriwayatkan bahwa KH. Yasin Yusuf telah memberikan penafsiran sederhana dan unik tentang Pancasila yang dikaitkan dengan tradisi Tahlilan. Kiai Yasin Yusuf dalam satu ceramahnya pernah menyampaikan:
“Kalau kita ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat, maka lihatlah orang-orang tahlilan yang biasanya diamalkan.
Pesan di atas memiliki makna mendalam, antara lain:
Pertama, orang tahlilan itu pasti baca surat al-Ikhlas yang berbunyi “Qulhu Allohu Ahad Allohush Shomad”, yang di situ mengandung makna “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan, di dalam tahlil pasti dibaca. Yang artinya, Tuhan itu satu, La ilaha illallah, tiada tuhan selain Allah.
Kedua, orang tahlilan siapapun boleh datang dan ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan bisa tahlil apa tidak. Bahkan abangan atau yg blm bisa ngajipun boleh datang ke tahlilan. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.
Ketiga, apabila kita datang di kampung-kampung, orang tahlilan itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya baik pejabat, kiai, santri, dan orang biasa. Semuanya duduk bersila, rata. Di samping duduknya bersila semua, rangkaian dzikir-dzikir yang dibaca pun sama dan seragam, cara bacanya pun bareng. Itulah “Persatuan Indonesia” terdapat dalam sila ke tiga Pancasila.
Keempat, setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding dan saling tunjuk, tapi juga saling menolak jika ditunjuk. Satunya bilang “Anda saja yang mimpin” dan yang lainnya juga bilang “Anda yang lebih pantas”, Di sinilah terjadi musyawarah kecil-kecilan mencari seorang pemimpin tahlil. Setelah satu orang terpilih, maka dialah yang memimpin tahlil, dan siapa yg mimpin doa tahlil. Itulah “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.”
Kelima, setelah tahlil selesai, “berkat” (bingkisan berupa makanan) dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang tahlillan. Semuanya mendapatkan “berkat” yang sama tanpa ada perbedaan baik dalam bentuk, tampilan dan isinya, semuanya sama. Itulah makna “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Walaupun memang terkadang ada sedikit tambahan “Berkat” buat yang mimpin.
Begitulah cara Kiai Yasin Yusuf dalam memberikan pemahaman baik kepada masyarakat. Analogi, contoh-contoh, serta guyonan-guyonan segar selalu dihadirkan untuk menyampaikan pesan agar dapat diterima secara utuh oleh masyarakat.
Kiai Yasin Yusuf wafat pada tanggal 6 Juli 1992 dan dimakamkan di Desa Tambak, Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, sekitar 17 kilometer selatan kota Kediri. Makam itu dikenal dengan makam para ulama. Makam beliau berdampingan dengan makam KH. Ahmad Shiddiq (Rais Am PBNU 1984-1991) dan KH. Hamim Djazuli (Gus Miek) dari Pesantren Ploso Kediri.
Sumber:http://www.muslimoderat.net/2017/04/kh-yasin-yusuf-blitar-waliyullah-penuh karomah.html#ixzz4fY4fVJNA