BREAKING NEWS

Watsapp

Showing posts with label KELAS IX SMT 2. Show all posts
Showing posts with label KELAS IX SMT 2. Show all posts

Saturday, February 5, 2022

PERINTAH BERHAJI QS ALI IMRAN AYAT 97

 


Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh 😊🙏

Bismillahirrahmanirrahim

💐💐💐

TAFSIR AYAT:

PERINTAH BERHAJI

QS ALI IMRAN AYAT 97

💐💐💐

Pada dasarnya, Haji merupakan rukun islam yang ke lima dan hukumnya sangat wajib untuk di laksanakan bagi semua umat muslim, setidaknya di lakukan sekali dalam seumur hidup. Menunaikan ibadah haji wajib untuk orang muslim yang sudah dewasa, baik dengan secara fisik dan finansial, sehingga dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar. Sebab dalam menjalankan ibadah haji sangat membutuhkan fisik yang kuat karena harus berjalan ke berbagai tempat dan juga sangat membutuhkan bekal yang banyak.

Adapun beberapa hikmah atau manfaat ibadah haji yang perlu di ketahui, yaitu ;

1. Meningkatkan rasa syukur kepada Allah

2. Menunaikan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu

3. Jamaah haji akan mengalami perubahan yang membuatnya jauh lebih baik

4. Hati menjadi tenang dan semakin mendekatkan diri kepada Allah

5. Ibadah haji juga dapa menghapus dosa-dosa kita yang pernah kita lakukan.

Jadi, seseorang yang sudah memenuhi syarat untuk menjalankan ibadah haji wajib melaksanakan ibadah tersebut. Akan tetapi bagi orang yang mampu dan orang tersebut mengingkari atau menghindari ibadah haji, maka ia termasuk sebagai orang yang berdosa.

Allah berfirman:

فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ مَقامُ إِبْراهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ (97)

Di mekah terdapat tanda-tanda yang nyata di antaranya maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia.

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Alhafidz Ibnu Katsir menjelaskan :

 ( فيه آيات بينات ) أي : دلالات ظاهرة أنه من بناء إبراهيم ، وأن الله تعالى عظمه وشرفه .ثم قال تعالى : ( مقام إبراهيم ) يعني : الذي لما ارتفع البناء استعان به على رفع القواعد منه والجدران ، حيث كان يقف عليه ويناوله ولده إسماعيل ، وقد كان ملتصقا بجدار البيت ، حتى أخره عمر بن الخطاب ، رضي الله عنه ، في إمارته إلى ناحية الشرق بحيث يتمكن الطواف ، ولا يشوشون على المصلين عنده بعد الطواف.

---

وقوله : ( ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ) هذه آية وجوب الحج عند الجمهور . وقيل : بل هي قوله : ( وأتموا الحج والعمرة لله ) [ البقرة : 196 ] والأول أظهر .وقد وردت الأحاديث المتعددة بأنه أحد أركان الإسلام ودعائمه وقواعده ، وأجمع المسلمون على ذلك إجماعا ضروريا ، وإنما يجب على المكلف في العمر مرة واحدة بالنص والإجماع .قال الإمام أحمد : حدثنا يزيد بن هارون ، أخبرنا الربيع بن مسلم القرشي ، عن محمد بن زياد ، عن أبي هريرة قال : خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : " أيها الناس ، قد فرض عليكم الحج فحجوا " . فقال رجل : أكل عام يا رسول الله ؟ فسكت ، حتى قالها ثلاثا . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " لو قلت : نعم ، لوجبت ، ولما استطعتم " . ثم قال : " ذروني ما تركتكم ، فإنما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على أنبيائهم ، وإذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم ، وإذا نهيتكم عن شيء فدعوه.

Firman Allah:

فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata. 

(ali Imran: 97)

Yaitu tanda-tanda yang jelas menunjukkan bahwa bangunan tersebut dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan Allah memuliakan serta menghormatinya.

Kemudian Allah berfirman:

مَقامُ إِبْراهِيمَ

Maqam Ibrahim. 

(ali Imran: 97)

Yaitu sarana yang dipakai oleh Nabi Ibrahim ketika bangunan Ka'bah mulai meninggi untuk meninggikan fondasi dan temboknya. Sarana ini dipakai untuk tangga tempat berdiri, sedangkan anaknya (yaitu Nabi Ismail) menyuplai bebatuan.

Pada mulanya maqam Ibrahim ini menempel pada dinding Ka'bah, kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab maqam tersebut dipindahkan ke sebelah timur Ka'bah hingga memudahkan bagi orang-orang yang bertawaf dan tidak berdesak-desakan dengan orang-orang yang shalat di dekatnya sesudah melakukan tawaf.

---

Firman Allah:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. 

(Ali Imran: 97)

Ayat ini mewajibkan ibadah haji, menurut pendapat jumhur ulama. Sedangkan menurut yang lainnya, ayat yang mewajibkan ibadah haji ialah firman-Nya:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. 

(Al-Baqarah: 196)

Akan tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat.

Banyak hadis yang beraneka ragam menyatakan bahwa ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam dan merupakan pilar serta fondasinya. Kaum muslim telah sepakat akan hal tersebut dengan kesepakatan yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Sesungguhnya melakukan ibadah haji itu hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup berdasarkan keterangan dari nas dan ijma'.

Abu Hurairah berkata:

خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فُرِضَ عَلَيْكُمْ الْحَجُّ فَحُجُّوا". فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ ". ثُمَّ قَالَ: "ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وإذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وإذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ".

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkhotbah kepada kami (para sahabat) yang isinya mengatakan: "Hai manusia, telah difardukan atas kalian melakukan ibadah haji. Karena itu, berhajilah kalian." 

Ketika ada seorang lelaki bertanya, "Apakah untuk setiap tahun, wahai Rasulullah?" 

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diam hingga lelaki itu mengulangi pertanyaannya tiga kali. 

Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Seandainya aku katakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan (setiap tahunnya), tetapi niscaya kalian tidak akan mampu." 

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Terimalah dariku apa yang aku tinggalkan buat kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian (umat-umat terdahulu) karena mereka banyak bertanya dan menentang nabi-nabi mereka. Apabila aku perintahkan kepada kalian sesuatu hal, maka kerjakanlah sebagian darinya semampu kalian; dan apabila aku larang kalian terhadap sesuatu, maka tinggalkanlah ia oleh kalian."

(HR Ahmad)

(Tafsir Ibnu Katsir ll / 79-83)

Friday, February 4, 2022

HAJI DAN UMROH



Hukum haji


Dalil Al Quran

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Ali Imran ayat 97 menjelaskan bahwa :

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Arab-Latin: Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi 'alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā'a ilaihi sabīlā, wa man kafara fa innallāha ghaniyyun 'anil-'ālamīn.

Terjemah Arti: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(QS. Ali Imran: 97).

Dari ayat diatas terdapat berbagai tafsiran diantaranya :

Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 97 Ditemukan aneka ragam penjabaran dari berbagai mufassir mengenai isi surat Ali ‘Imran ayat 97, sebagiannya seperti berikut:

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia Dan pada Baitullah ini terdapat bukti-bukti nyata bahwa ia dibangun oleh tangan Ibrahim dan sesungguhnya Allah telah mengagungkan dan memuliakannya. Di antaranya adalah maqam Ibrahim, yaitu batu yang Ibrahim berdiri di atasnya ketika dia dan putranya, Ismail, meninggikan fondasi-fondasi Baitullah. Siapa saja yang memasuki Baitullah ini, maka dia akan merasa aman terhadap jiwanya, tidak ada seorangpun yang berbuat buruk kepadanya. Dan sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas orang yang mampu dari kalangan manusia di mana pun berada untuk mendatangi Baitullah ini untuk melaksanakan manasik haji. Dan barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sungguh dia telah kafir. Dan Allah Maha kaya tidak membutuhkannya, haji dan amal perbuatannya dan juga dari seluruh makhlukNya.

Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 97. فِيهِ ءَايٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ (Padania terdapat tanda-tanda yang nyata) Yakni diantaranya as-Shafa dan al-Marwah, dan seluruh masya’ir lainnya, dan juga kebinasaan orang-orang kejam yang bermaksud menyerangnya, dan lain sebagainya. Dan diantara tanda-tanda itu adalah maqam Ibrahim. مَّقَامُ إِبْرٰهِيمَ ۖ ((diantaranya) maqam Ibrahim) Yakni batu besar yang dipakai Nabi Ibrahim untuk berdiri di atasnya ketika ia membangun baitullah. Dan Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya tempat untuk sholat. (lihat surat al-Baqarah: 125). وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ (barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia) Dan diantara tanda-tanda itu pula adalah orang yang memasukinya maka ia akan menjadi aman. Yakni barangsiapa yang takut terhadap sesuatu kemudian ia memasuki baitul haram maka ia akan mendapatkan rasa aman. Dan diwajibkan atas manusia agar tidak mengganggu orang meski orang tersebut telah menumpahkan darah atau mengambil harta orang lain sampai ia keluar dari Baitul Haram. Namun apabila ia melakukan kejahatan itu di dalam Baitul Haram maka ia boleh dihukum di dalamnya, sebagaimana firman Allah: والحرمات قصاص (dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash) Dan hal ini dikarenakan dialah yang pertama menodai kehormatan tanah Haram. وَلِلَّـهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ (mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah) Ini adalah sebagai bentuk penekanan terhadap penegakan hak tanah Haram dan pengagungan kehormatannya. مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ (yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah) Yakni ukuran orang yang diwajibkan untuk berhaji adalah bagi mereka yang mampu untuk melakukan perjalanan itu. Adapun seseorang dikatakan mampu adalah yang memiliki bekal dan nafkah perjalanan untuk berhaji. وَمَن كَفَرَ(Barangsiapa mengingkari) Ibnu Abbas berkata: yakni barangsiapa yang kafir terhadap kewajiban haji dan tidak memandang bahwa haji adalah sebuah kebajikan dan meninggalkannya merupakan sebuah dosa. Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah barangsiapa yang kafir terhadap tanda-tanda yang jelas yang ada dalam ayat yang menyebutkan keutamaan-keutamaan Ka’bah. فَإِنَّ اللهَ غَنِىٌّ عَنِ الْعٰلَمِينَ (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam) Karena Dia Maha Tinggi dan kekuasaan-Nya Maha Suci, Dia-lah Maha kaya yang mana segala ketaatan hamba-hamba-Nya tidak memberi manfaat sedikitpun untuk-Nya.

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 96-97. Allah memberitakan tentang keagungan Baitul Al-Haram, bahwa itu adalah rumah yang pertama di bangun oleh Allah di bumi untuk beribadah kepadanya dan menegakan dzikr kepadaNya. Di dalamnya ada keberkahan, berbagai bentuk hidayah, berbagai macam kemaslahatan dan manfaat yang begitu besar untuk alam semesta dan keutamaan yang melimpah. Di sana juga ada tanda-tanda yang jelas yang mengingatkan kepada maqam-maqam Ibrahim al-khalil dan perpindahan dalam melaksanakan haji dan setelahnya, mengingatkan kepada maqam-maqam penghulu para rasul dan pemimpin mereka, dan padanya ada ketenangan dimana bila seseorang memasukinya, niscaya akan merasa aman lagi tentram, serta beriman secara syariat maupun agama. Ketika Baitullah al-haram mengandung segala kebaikan yang disebut secara umum ini dan akan banyak perincian-perinciannya, maka Allah mewajibkan para hamba yang mukallaf yang mampu melakukan perjalanan kepadanya untuk menunaikan haji. yaitu orang-orang yang mampu sampai ke Baitullah dengan mengendarai kendaraan apapun yang sesuai denganya dan perbekalan yang harus disiapkannya. Karena itulah Allah berfirman dengan lafadz tersebut yang memungkinkannya untuk mengendarai segala bentuk kendaraan yang modern yang akan muncul di kemudian hari. Inilah ayat-ayat Al-Qur’an, dimana hukum-hukum nya relevan untuk setiap waktu dan kondisi yang mana tanpanya suatu perkara tidak akan baik secara sempurna. Barang siapa yang tunduk patuh kepadanya dan menunaikan nya, maka dia termasuk di antara orang-orang yang diberi petunjuk lagi beriman. Dan barangsiapa yang ingkar terhadapnya dan tidak menunaikan haji ke Baitullah, maka dia telah keluar dari agama. ”dan barangsiapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Referensi: https://tafsirweb.com/1229-surat-ali-imran-ayat-97.html

Demikian pula dalam (QS. al hajj: 27) Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelas kan bahwa : Surat Al-Hajj Ayat 27

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Arab-Latin: Wa ażżin fin-nāsi bil-ḥajji ya`tụka rijālaw wa 'alā kulli ḍāmiriy ya`tīna ming kulli fajjin 'amīq.

Terjemah Arti: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,

Referensi: https://tafsirweb.com/5763-surat-al-hajj-ayat-27.html

Manhaj (kajian dalil)

Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan dia merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seorang muslim yang mampu Sebagaimana telah digariskan dan ditetapkan dalam Al Quran as-sunnah dan ijma.

Secara etimologi Haji mempunyai arti sesuatu tujuan, sedangkan Haji secara terminologi adalah kehendak untuk pergi menuju ke Baitullah di tanah haram untuk menunaikan ibadah titik di antara dasar Alquran tentang kewajiban Haji terdapat pada ayat:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sungguh Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).

Dalam surat al imran ayat 97 di atas merupakan Dalil yang menunjukkan hukum diwajibkannya haji. Frasa yang lebih diaksentuasikan adalah kata “Walillahi Alan Nasi”, lafadz ini merupakan model sighat ilzam waijab artinya sighat yang menetapkan dan mewajibkan, termasuk dalam gaya bahasa yang menunjukkan hukum wajib.

Oleh karena itu ayat ini dijadikan dalil wajibnya haji. juga diperkuat dan dipertegas dengan kelanjutan ayatnya yaitu وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Dari lafadz ini Allah menjadikan perbandingan fardhunya haji dengan kufur, dengan kata lain orang-orang yang tidak mempercayai atas kewajiban Haji dibahasakan dengan kufur. Hal ini menunjukkan bahwa meninggalkan haji itu bukan termasuk perbuatannya orang muslim tetapi perbuatan orang-orang yang kufur. Dengan demikian dapat disimpulkan Haji termasuk perbuatan yang difardukan.

Dalam ayat ini sekaligus mencantumkan salah satu dari syarat haji yaitu istitoah, tepatnya pada ayat مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ Harus dalam keadaan mampu. syarat-syarat Haji sendiri ada lima yaitu: Islam, berakal, baligh, mampu Serta adanya mahram yang mendampingi bagi seorang perempuan. Lima syarat ini termasuk syarat ada’ untuk mendatangi haji bukan syarat wajibnya haji. Adapun tiga syarat yang pertama yakni Islam, berakal dan baligh bukan hanya menjadi syarat dalam Haji saja tetapi juga termasuk pada semua syarat ibadah.

Untuk syarat keempat yaitu istitha'ah dijelaskan pada ayat مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ Maksud istitha'ah ada yang mengatakan mempunyai bekal saku juga mempunyai tunggangan. an yang didukung dengan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda: “ barangsiapa yang memiliki bekal untuk sampai pada Baitullah namun dia tidak berhaji maka dia dia akan mati dalam keadaan Yahudi atau dalam keadaan Nasrani”.

Dalam riwayat lain, yakni riwayat Ibnu Umar ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya mengenai masalah Ayat tersebut Beliau mengatakan :Assabil: “ashadu warohilatu”. maksud sabil adalah bekal dan kendaraan).

Lain halnya dengan Imam Al jashash yang mengatakan, bahwa istitha'ah itu itu tidak hanya mampu dalam hal bekal dan perjalanan, tapi juga mampu dalam fisiknya. karena orang yang dalam keadaan sakit, orang yang dikhawatirkan, orang tua yang tidak mampu untuk naik kendaraan atau orang yang lumpuh ataupun setiap orang-orang yang Udur sampai pada Baitullah, maka semestinya mereka juga termasuk golongan orang yang yang yang ghairu istitha'ah untuk berhaji.()

Redaksi ayat lain yang juga dijadikan dasar diperlukannya haji (bagi yang mampu) adalah ayat:

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Artinya nya: dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. al hajj: 27)

Ayat di atas termasuk dasar dalil yang menunjukkan wajibnya haji.

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa arti dari ayat ini adalah dua” beritahukan lah wahai Ibrahim kepada para manusia untuk berjalan mengerjakan haji pada Baitullah ini yang telah Aku perintahkan kepadamu untuk membangunnya”. Kemudian ketika Allah memerintahkan nabi Ibrahim untuk memberitahukan kepada manusia agar melaksanakan ibadah haji Rhoma Beliau berkata:” Wahai Tuhanku! Bagaimana cara saya menyampaikan kepada manusia padahal suara saya tidak akan mungkin didengar oleh mereka semua. perintah ini adalah ketika nabi Ibrahim dan nabi Ismail selesai membangun Baitullah {Ka'bah), Kemudian Allah berfirman berserulah engkau semampumu nanti aku yang akan memberitahukan kepada mereka. makan Nabi Ibrahim berdiri, dikatakan beliau berdiri di atas batu, ada yang mengatakan di atas gunung sofa, dan ada yang mengatakan diatas Abu qubais, kemudian Nabi Ibrahim berseru dengan berteriak:” Wahai Manusia! Allah telah membangunkan untuk kalian Baitullah maka berhajilah!”. tiba-tiba gunung membusungkan diri Sehingga suara Nabi Ibrahim bisa terdengar di seluruh penjuru daerah tersebut, bahkan setiap yang mendengar suara beliau langsung menjawab seruan beliau dari batu-batu, tumbuhan juga pepohonan dengan jawaban “Labbaik Allahumma Labbaik”.

Namun demikian di kalangan para ulama terdapat perbedaan pendapat perihal hidup dari potongan ayat wa Adzin. Menurut jumhur ulama kitab lafadz Adin kembali kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam. ada pula Sebagian ulama yang mengatakan bahwa hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam. para ulama yang mengatakan bahwa hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim yaitu itu Al Hasan dan disepakati Imam al qurthubi. Buahnya perbedaan pendapat ayat ini adalah : jika hidupnya khusus kepada Nabi Ibrahim saja maka ayat ini termasuk dalam kerangka syar'u Man qablana dan Dalil ini menceritakan syariat orang-orang yang terdahulu untuk mengetahui berkelangsungan nya hingga zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam masih membutuhkan dalil lain yang mempertegas, tetapi jika hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad juga kembali kepada Nabi Ibrahim maka ayat ini tanpa bantuan dalil lain sudah mencukupi menjadi dalil kewajiban haji() Kewajiban Haji ini juga tertuang dalam kandungan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu:

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Arab-Latin: Wa atimmul-ḥajja wal-'umrata lillāh, fa in uḥṣirtum fa mastaisara minal-hady, wal lā taḥliqụ ru`ụsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah, fa mang kāna minkum marīḍan au bihī ażam mir ra`sihī fa fidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk, fa iżā amintum, fa man tamatta'a bil-'umrati ilal-ḥajji fa mastaisara minal-hady, faman lam yajid fa ṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin fil-ḥajji wa sab'atin iżā raja'tum, tilka 'asyaratun kāmilah, żālika limal lam yakun ahluhụ ḥāḍiril-masjidil-ḥarām, wattaqullāha wa'lamū annallāha syadīdul-'iqāb

Terjemah Arti: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Pada ayat ini terdapat 4 koin yang menjadi pokok pembahasan diantaranya yaitu itu:

perintah menyempurnakan haji dan umroh وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Kewajiban membayar hadyah ketika tidak mampu menyelesaikan rangkaian haji dan umroh sebab terkepung oleh musuh

فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ

Kewajiban membayar Fidyah bagi yang melakukan perkara yang diharamkan ketika ihram

 فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ

Ketentuan haji tamattu

 فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

Pembahasan :

Referensi: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

Referensi: https://tafsirweb.com/5763-surat-al-hajj-ayat-27.html

Tuesday, January 25, 2022

AHKAM MUHARROMAT DALAM IHROM

 


Ahkam Muharromat Al-Ihram

 

(فصل): في أحكام محرمات الإحرام وهي ما يحرم بسبب الإحرام (ويحرم على المحرم عشرة أشياء)

 

أحدها (لبس المخيط) كقميص وقباء وخف، ولبس المنسوج كدرع أو المعقود كلبد في جميع بدنه (و) الثاني (تغطية الرأس) أو بعضها (من الرجل) بما يعد ساتراً كعمامة وطين، فإن لم يعد ساتراً لم يضر كوضع يده على بعض رأسه وكانغماسه في ماء واستظلاله بمحمل، وإن مس رأسه

 

(و) تغطية (الوجه) أو بعضه (من المرأة) بما يعد ساتراً ويجب عليها أن تستر من وجهها ما لا يتأتى ستر جميع الرأس إلا به، ولها أن تسدل على وجهها ثوباً متجافياً عنه بخشبة ونحوها، والخنثى كما قال القاضي أبو الطيب يؤمر بالستر، ولبس المخيط، وأما الفدية فالذي عليه الجمهور، أنه إن ستر وجهه أو رأسه، لم تجب الفدية للشك وإن سترهما وجبت (و) الثالث (ترجيل) أي تسريح (الشعر) كذا عده المصنف من المحرمات لكن الذي في شرح المهذب أنه مكروه، وكذا حك الشعر بالظفر

 

(و) الرابع (حلقه) أي الشعر أو نتفه أو إحراقه والمراد إزالته بأي طريق كان ولو ناسياً

 

(و) الخامس (تقليم الأظفار) أي إزالتها من يد أو رجل بتقليم أو غيره إلا إذا انكسر بعض ظفر المحرم وتأذى به فله إزالة المنكسر فقط

 

(و) السادس (الطيب) أي استعماله قصداً بما يقصد منه رائحة الطيب نحو مسك وكافور في ثوبه بأن يلصقه به على الوجه المعتاد في استعماله أو في بدنه ظاهره أو باطنه، كأكله الطيب، ولا فرق في مستعمل الطيب بين كونه رجلاً أو امرأة أخشم كان أو لا وخرج بقصد أما لو ألقت عليه الريح طيباً، أو أكره على استعماله أو جهل تحريمه، أو نسي أنه محرم، فإنه لا فدية عليه، فإن علم تحريمه وجهل الفدية وجبت

 

(و) السابع (قتل الصيد) البري المأكول أو ما في أصله مأكول من وحش وطير ويحرم أيضاً صيده، ووضع اليد عليه والتعرض لجزئه وشعره وريشه (و) الثامن (عقد النكاح) فيحرم على المحرم أن يعقد النكاح لنفسه أو غيره بوكالة أو ولاية (و) التاسع (الوطء) من عاقل عالم بالتحريم سواء جامع في حج أو عمرة في قبل أو دبر من ذكر أو أنثى زوجة أو مملوكة أو أجنبية

 

(و) العاشر (المباشرة) فيما دون الفرج كلمس وقبلة (بشهوة) أما بغير شهوة فلا يحرم (وفي جميع ذلك) أي المحرمات السابقة (الفدية) وسيأتي بيانها. والجماع المذكور تفسد به العمرة المفردة أما التي في ضمن حج في قران، فهي تابعة له صحة وفساداً وأما الجماع، فيفسد الحج قبل التحلل الأول بعد الوقوف أو قبله، أما بعد التحلل الأول فلا يفسد (إلا عقد النكاح) فإنه لا ينعقد (ولا يفسده إلا الوطء في الفرج) بخلاف المباشرة في غير الفرج فإنها لا تفسده (ولا يخرج) المحرم (منه بالفساد) بل يجب عليه المضي في فاسده وسقط في بعض النسخ قوله في فاسده، أي النسك من حج أو عمرة بأن يأتي ببقية أعماله (ومن) أي والحاج الذي (فاته الوقوف بعرفة) بعذر أو غيره (تحلل) حتماً (بعمل عمرة) فيأتي بطواف وسعي إن لم يكن سعى بعد طواف القدوم، وعليه أي الذي فاته الوقوف (القضاء) فوراً فرضاً كان نسكه أو نفلاً، وإنما يجب القضاء في فوات لم ينشأ عنه حصر، فإن أحصر شخص، وكان له طريق غير التي وقع الحصر فيها لزمه سلوكها، وإن علم الفوات، فإن مات لم يقض عنه في الأصح (و) عليه مع القضاء (الهدي) ويوجد في بعض النسخ زيادة وهي (

 

ومن ترك ركناً) مما يتوقف عليه الحج (لم يحل من إحرامه حتى يأتي به) ولا يجبر ذلك الركن بدم (ومن ترك واجباً) من واجبات الحج (لزمه الدم) وسيأتي بيان الدم (ومن ترك سنة) من سنن الحج (لم يلزمه بتركها شيء) وظهر من كلام المتن الفرق بين الركن والواجب والسنة.



Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram


(Pasal) menjelaskan hukum-hukum muharramatul ihram (hal-hal yang diharamkan saat ihram).


Muharromatul ihram adalah hal-hal yang haram sebab ihram.


Ada sepuluh perkara yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan ihram.


Salah satunya adalah mengenakan pakaian yang berjahit seperti gamis, juba dan muza. Mengenakan pakaian yang ditenun seperti baju jira. Atau pakaian yang digelung seperti pakaian yang digelungkan ke seluruh badan.


Yang kedua adalah menutup kepala atau sebagiannya bagi orang laki-laki dengan menggunakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup -secara ‘urf-seperti sorban dan tanah liat.


Jika yang digunakan tidak dianggap sebagai penutup, maka tidak masalah seperti meletakkan tangan di atas sebagian kepalanya. Dan seperti berendam di dalam air, dan berteduh di bawah tandu yang berada di atas unta, walaupun sampai menyentuh kepalanya.


Dan menutup wajah atau sebagiannya bagi orang wanita dengan menggunakan sesuatu yang dianggap penutup.


Bagi seorang wanita wajib menutup bagian wajah yang tidak mungkin baginya untuk menutup kepala kecuali dengan menutup bagian wajah tersebut.


Bagi seorang wanita diperkenankan untuk mengenakan cadar yang direnggangkan -tidak sampai menyentuh- dari wajah dengan menggunakan kayu dan sesamanya.


Seorang khuntsa, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Qadhi Abu Thayyib, diperintah agar menutup kepalanya, dan diperkenankan untuk mengenakan pakaian berjahit.


Adapun masalah fidyahnya, maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’) bahwa sesungguhnya seorang khuntsa jika menutup wajah atau kepalanya, maka tidak wajib fidyah karena masih ada keraguan. Namun jika menutup keduanya, maka wajib fidyah.


Yang ketiga adalah menyisir rambut.


Begitulah mushannif memasukkan hal tersebut termasuk dari hal-hal yang diharamkan.


Akan tetapi keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzdzab menyatakan bahwa sesungguhnya menyisir rambut hukumnya makruh, begitu juga menggaruk rambut dengan kuku.


Yang keempat adalah mencukur rambut, mencabut atau membakarnya.


Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara apapun, walaupun ia dalam keadaan lupa.


Yang kelima adalah memotong kuku, maksudnya menghilangkannya, baik kuku tangan atau kaki dengan dipotong atau yang lainnya.


Kecuali ketika sebagian kuku orang yang sedang ihram pecah dan ia merasa kesakitan dengan hal tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk menghilangkan bagian kuku yang pecah saja.


Yang keenam adalah wangi-wangian, maksudnya menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang memang ditujukan untuk menghasilkan bau wangi seperti misik dan kapur barus.


-menggunakan- di pakaian dengan cara menemukan wewangian tersebut pada pakaian dengan cara yang telah terbiasa di dalam penggunaannya. Dan -menggunakan- di badan, bagian luar atau dalam seperti ia memakan wangi-wangian.


Tidak ada perbedaan pada orang yang menggunakan wewangian tersebut, antara orang laki-laki atau perempuan, orang aksyam (indra pembaunya tidak berfungsi) atau tidak.


Dengan ungkapan “secara sengaja” mengecualikan jika hembusan angin membawa wewangian yang mengenai dirinya, atau ia dipaksa untuk menggunakannya, tidak tahu akan keharamannya, atau lupa bahwa sesungguhnya ia sedang melaksanakan ihram, maka sesungguhnya tidak ada kewajiban fidyah bagi dia.


Jika ia tahu akan keharamannya dan tidak tahu akan kewajiban fidyahnya, maka tetap wajib membayar fidyah.


Yang ketujuh adalah membunuh binatang buruan yang hidup di darat dan halal dimakan, atau induknya ada yang halal dimakan seperti binatang liar dan burung.


Dan juga haram memburunya, menguasainya, dan mengganggu bagian badan, bulu halus dan bulu kasarnya.


Yang kedelapan adalah akad nikah.


Maka bagi orang yang sedang ihram, haram melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan cara wakil atau menjadi wali.


Yang ke sembilan adalah wathi yang dilakukan oleh orang yang berakal dan mengetahui keharamannya, baik melakukan jima’ saat ihram haji atau umrah, di jalan depan atau belakang, dengan laki-laki atau perempuan, istri, budak perempuan yang di miliki atau dengan wanita lain.


Yang ke sepuluh adalah bersentuhan kulit selain bagian farji seperti menyentuh atau mencium dengan birahi.


Adapun bersentuhan kulit tidak dengan birahi, maka hukumnya tidak haram.


Di dalam semua hal tersebut, maksudnya hal-hal yang diharamkan yang telah disebutkan, wajib membayar fidyah, dan akan dijelaskan di belakang.


Hal-Hal Yang Merusak Ihram


Jima’ yang telah dijelaskan di atas bisa merusak ibadah umrah yang disendirikan.


Adapun umrah yang berada di dalam kandungan haji Qiran, maka hukumnya mengikuti haji, baik sah atau rusaknya.


Adapun jima’ bisa merusak haji ketika dilakukan sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf atau sebelumnya.


Sedangkan jima’ yang dilakukan setelah tahallul awal, maka tidak sampai merusak status haji.


-kewajiban fidyah di atas tersebut adalah- kecuali akad nikah, karena sesungguhnya akad nikah yang dilakukan tidak sah.


Haji tidak bisa rusak kecuali dengan wathi di bagian farji.


Berbeda dengan bersentuhan pada bagian selain farji, maka sesungguhnya hal tersebut tidak sampai merusak status haji.


Orang yang ihram tidak diperkenankan keluar dari ihramnya sebab telah rusak, bahkan baginya wajib untuk meneruskan amaliyah ihramnya yang telah berstatus rusak.


Di dalam sebagian redaksi, tidak dicantumkan ungkapan mushannif “di dalam ihramnya yang rusak” maksudnya ibadah haji atau umrah dengan cara melaksanakan amaliyah-amaliyah yang masih tersisa.


Ketinggalan Wukuf di Arafah


Barang siapa melaksanakan ihram haji dan ketinggalan wukuf di Arafah sebab udzur atau tidak, maka wajib tahallul dengan melaksanakan amaliyah umrah.


Maka ia melakukan thawaf dan sa’i jika memang belum sa’i setelah thawaf Qudum.


Dan bagi dia, maksudnya orang yang ketinggalan wukuf di Arafah, wajib segera mengqadha’, baik hajinya fardhu atau sunnah.


Qadha’ hanya wajib dilakukan di dalam permasalahan ketinggalan wukuf yang tidak disebabkan oleh hashr (tercegah).


Jika seseorang tercegah untuk melakukan perjalanan, namun ia masih bisa melewati jalan selain jalan yang terjadi pencegahan, maka wajib baginya untuk melewati jalan tersebut, walaupun tahu bahwa dia tetap akan ketinggalan wukuf.


Jika ia meninggal dunia, maka tidak wajib diqadha menurut pendapat ashah.


Bagi dia -orang yang ketinggalan wukuf- di samping mengqadha’, juga wajib membayar hadyah.


Meninggalkan Rukun, Kewajiban dan Kesunahan Ihram


Di dalam sebagian redaksi telah ditemukan keterangan tambahan.


Yaitu, barang siapa meninggalkan rukun-rukun yang menjadi penentu sahnya haji, maka dia tidak bisa berstatus halal / lepas dari ihramnya sehingga ia melaksanakan rukun tersebut.


Rukun tersebut tidak bisa digantikan dengan dam.


Barang siapa meninggalkan kewajiban dari kewajiban-kewajiban haji, maka wajib membayar dam. Dan dam akan dijelaskan di belakang.


Barang siapa meninggalkan kesunahan dari kesunahan-kesunahan haji, maka dia tidak berkewajiban apa-apa sebab meninggalkan kesunahan tersebut.


Dari ungkapan matan, telah jelas perbedaan antara rukun, wajib, dan sunnah.[alkhoirot.org]


MACAM MACAM DAM DALAM IHRAM HAJI DAN UMRAH



Dam (Denda) dalam Ihram Haji dan Umroh


(فصل): في أنواع الدماء الواجبة في الإحرام بترك واجب أو فعل حرام (والدماء الواجبة في الإحرام خمسة أشياء أحدها الدم الواجب بترك نسك) أي ترك مأمور به كترك الإحرام من الميقات. (وهو) أي هذا الدم (على الترتيب) فيجب أولاً بترك المأمور به (شاة) تجزىء في الأضحية (فإن لم يجد) ها أصلاً أو وجدها بزيادة على ثمن مثلها (فصيام عشرة أيام ثلاثة في الحج) تسن قبل يوم عرفة فيصوم سادس ذي الحجة وسابعه وثامنه (و) صيام (سبعة إذا رجع إلى أهله) ووطنه ولا يجوز صومها في أثناء الطريق، فإن أراد الإقامة بمكة صامها كما في المحرر، ولو لم يصم الثلاثة في الحج، ورجع لزمه صوم العشرة وفرق بين الثلاثة والسبعة بأربعة أيام، ومدة إمكان السير إلى الوطن وما ذكره المصنف من كون الدم المذكور دم ترتيب موافق لما في الروضة وأصلها، وشرح المهذب لكن الذي في المنهاج تبعاً للمحرر أنه دم ترتيب وتعديل، فيجب أولاً شاة فإن عجز عنها اشترى بقيمتها طعاماً وتصدق به، فإن عجز صام عن كل مد يوماً

(والثاني الدم الواجب بالحلق والترفه) كالطيب والدهن والحلق إما لجميع الرأس أو لثلاث شعرات (وهو) أي هذا الدم (على التخيير) فيجب إما (شاة) تجزىء في الأضحية (أو صوم ثلاثة أيام والتصدق بثلاثة آصع على ستة مساكين) أو فقراء لكل منهم نصف صاع من طعام يجزىء في الفطرة

(والثالث الدم الواجب بالإحصار فيتحلل) المحرم بنية التحلل، بأن يقصد الخروج من نسكه بالإحصار (ويهدي) أي يذبح (شاة) حيث أحصر ويحلق رأسه بعد الذبح

(والرابع الدم الواجب بقتل الصيد وهو) أي هذا الدم (على التخيير) بين ثلاثة أمور (إن كان الصيد مما له مثل) والمراد بمثل الصيد ما يقاربه في الصورة، وذكر المصنف الأول من هذه الثلاثة في قوله (أخرج المثل من النعم) أي يذبح المثل من النعم ويتصدق به على مساكين الحرم وفقرائه، فيجب في قتل النعامة بدنة، وفي بقرة الوحش أو حماره بقرة، وفي الغزال عنز وبقية صور الذي له مثل من النعم مذكورة في المطولات وذكر الثاني في قوله (أو قومه) أي المثل بدراهم بقيمة مكة يوم الإخراج (واشترى بقيمته طعاماً) مجزئاً في الفطرة (وتصدق به) على مساكين الحرم وفقرائه، وذكر المصنف الثالث في قوله (أو صام عن كل مد يوماً) فإن بقي أقل من مد صام عنه يوماً (وإن كان الصيد مما لا مثل له) فيتخير بين أمرين ذكرهما المصنف في قوله (أخرج بقيمته طعاماً وتصدق به) (وصام عن كل مد يوماً) وإن بقي أقل من مد صام عنه يوماً

(والخامس الدم الواجب بالوطء) من عاقل عامد عالم بالتحريم مختار سواء جامع في قبل أو دبر كما سبق (وهو) أي هذا الواجب (على الترتيب) فيجب به أولاً (بدنة) وتطلق على الذكر والأنثى من الإبل (فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فسبع من الغنم فإن لم يجدها قوم البدنة) بدراهم بسعر مكة وقت الوجوب (واشترى بقيمتها طعاماً وتصدق به) على مساكين الحرم وفقرائه، ولا تقدير في الذي يدفع لكل فقير، ولو تصدق بالدراهم لم يجزه (فإن لم يجد) طعاماً (صام عن كل مد يوماً)

واعلم أن الهدي على قسمين أحدهما ما كان عن إحصار، وهذا لا يجب بعثه إلى الحرم، بل يذبح في موضع الإحصار، والثاني الهدي الواجب بسبب ترك واجب أو فعل حرام، ويختص ذبحه بالحرم، وذكر المصنف هذا في قوله (ولا يجزئه الهدي ولا الإطعام إلا بالحرم) وأقل ما يجزىء أن يدفع الهدي إلى ثلاثة مساكين أو فقراء (ويجزئه أن يصوم حيث شاء) من حرم أو غيره (ولا يجوز قتل صيد الحرم) ولو كان مكرهاً على القتل ولو أحرم ثم جن فقتل صيداً لم يضمنه في الأظهر (ولا) يجوز (قطع شجره) أي الحرم ويضمن الشجرة الكبيرة ببقرة، والصغيرة بشاة كل منهما بصفة الأضحية، ولا يجوز أيضاً قطع، ولا قلع نبات الحرم الذي لا يستثنيه الناس، بل ينبت بنفسه أما الحشيش اليابس، فيجوز قطعه لا قلعه (والمحل) بضم الميم أي الحلال (والمحرم في ذلك) الحكم السابق (سواء)

Dam dalam Ihram ada Lima

(Fasal) menjelaskan macam-macam dam yang wajib di dalam ihram sebab meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.

Dam yang wajib di dalam ihram ada lima perkara.

Salah satunya adalah dam yang wajib sebab meninggalkan ibadah, maksudnya meninggalkan sesuatu yang diperintahkan seperti meninggalkan ihram dari miqat.

Dam ini dengan cara berurutan/ tertib.

Maka sebab meninggalkan sesuatu yang diperintahkan, pertama kali yang wajib adalah satu ekor kambing yang mencukupi digunakan untuk kurban.

Jika ia tidak menemukannya sama sekali, atau menemukan dengan harta di atas harga standar, maka wajib melakukan puasa sepuluh hari, tiga hari saat ihram haji.

Disunnahkan tiga hari tersebut dilaksanakan sebelum hari Arafah, maka ia berpuasa pada hari ke enam, tujuh dan delapan bulan Dzulhijjah.

Dan puasa tujuh hari ketika ia sudah kembali ke keluarganya dan tempat tinggalnya.

Tidak diperkenankan melaksanakan puasa tujuh hari tersebut di tengah perjalanan pulang.

Jika ia berkehendak untuk bertempat tinggal di Makkah, maka lakukanlah puasa tersebut di sana, sebagaimana keterangan di dalam kitab al Muharrar.

Seandainya ia tidak melakukan puasa tiga hari saat masih ihram haji dan telah pulang ke daerahnya, maka wajib baginya untuk melaksanakan puasa sepuluh hari dan memisah antara tiga hari dan tujuh hari tersebut dengan empat hari di tambah lama masa perjalanan pulang ke daerahnya.

Apa yang telah disampaikan Mushannif bahwa dam tersebut adalah dam tertib, itu sesuai dengan keterangan di dalam kitab ar Raudlah, kitab asalnya Raudlah dan kitab Syarh al Muhadzdzab.

Akan tetapi keterangan di dalam kitab al Minhaj yang mengikut kepada kitab al Muharrar menjelaskan bahwa dam tersebut adalah dam tartib wa ta’dil.

Sehingga, pertama wajib membayar seekor kambing. Kemudian jika tidak mampu, maka wajib menggunakan kadar harga kambing tersebut untuk membeli bahan makanan dan menyedekahkannya.

Kemudian jika tidak mampu, maka wajib berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap mudnya.

Yang kedua adalah dam yang wajib sebab mencukur rambut dan enak-enakan seperti memakai wangi-wangian, memakai minyak -di rambut kepala atau jenggot- dan mencukur adakalanya seluruh rambut kepala atau tiga helai rambut saja.

Dam ini dengan cara takhyir (diperkenankan memilih).

Maka wajib ada kalanya satu ekor kambing yang mencukupi digunakan kurban, atau puasa tiga hari, atau bersedekah tiga sha’ bahan makanan untuk enam orang miskin atau fakir, masing-masing mendapat setengah sha’ bahan makanan yang mencukupi digunakan untuk membayar zakat fitrah.

Yang ketiga adalah dam yang wajib sebab ihshar (tercegah dari wukuf).

Maka bagi orang yang ihram -yang di ihshar- wajib niat tahallul dengan menyengaja keluar dari ibadah hajinya sebab ihshar, dan memberi hadyah, maksudnya menyembelih satu ekor kambing di tempat di mana ia di ihshar, dan mencukur rambutnya setelah menyembelih kambing tersebut.

Yang keempat adalah dam yang wajib sebab membunuh binatang buruan.

Dam ini dengan cara takhyir (diperkenankan memilih) di antara tiga perkara.

Jika binatang buruan tersebut memiliki binatang yang mirip. Yang dimaksud adalah binatang yang mirip dengan binatang buruan tersebut adalah binatang yang mendekati bentuknya. Mushannif menyebutkan yang pertama dari tiga perkara ini di dalam perkataan beliau, “ maka ia wajib mengeluarkan binatang ternak yang mirip dengan binatang buruan tersebut.

Maksudnya ia menyembelih binatang ternak yang mirip tersebut dan menyedekahkannya kepada fakir miskin tanah Haram.

Maka di dalam membunuh burung unta, wajib mengeluarkan satu ekor unta. Di dalam membunuh sapi dan keledai liar, wajib mengeluarkan satu ekor sapi. Dan di dalam membunuh kijang, wajib mengeluarkan satu ekor kambing.

Untuk contoh-contoh binatang buruan lainnya yang memiliki kemiripan dengan binatang ternak, dijelaskan di dalam kitab-kitab yang diperluas penjelasannya.

Mushannif menyebutkan yang ke dua -dari tiga perkara tersebut- di dalam perkataannya, “atau mengkalkulasinya”, maksudnya ternak yang serupa tersebut dengan uang dirham disesuaikan dengan harga di negara Makkah di hari saat mengeluarkan denda tersebut. Hasil kalkulasinya digunakan untuk membeli bahan makanan yang mencukupi digunakan untuk zakat fitrah, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin tanah Haram.

Mushannif juga menyebutkan yang ke tiga di dalam perkataan beliau, “atau berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap mudnya”.

Jika masih tersisa kurang dari satu mud, maka sebagai gantinya ia berpuasa satu hari.
Jika binatang buruan tersebut tidak memiliki kemiripan, maka ia diperkenankan memilih di antara dua perkara yang dijelaskan mushannif di dalam perkataannya, Maka ia mengeluarkan bahan makanan sejumlah kadar harga binatang tersebut dan menyedekahkannya.

Atau berpuasa satu hari sebagai ganti dari setiap mudnya. Jika masih tersisa kurang dari satu mud, maka menggantinya dengan puasa satu hari.

Yang kelima adalah dam yang wajib sebab wathi’ yang dilakukan oleh orang yang berakal dan tahu akan keharamannya, baik jima’nya pada jalan depan atau belakang sebagaimana yang telah dijelaskan di depan.

Dam ini dengan cara tertib.

Sebab hal ini, maka pertama kali wajib membayar satu ekor unta badanah. Badanah diungkapkan untuk unta jantan dan betina.

Jika ia tidak menemukan, maka wajib membayar satu ekor sapi.
Jika tidak menemukan, maka wajib membayar tujuh ekor kambing.
Jika tidak menemukan tujuh ekor kambing, maka wajib mengkalkulasi harga unta badanah dengan dirham sesuai harga negara Makkah di waktu pelaksanaan kewajiban tersebut.

Menggunakan hasil kalkulasi tersebut untuk membeli bahan makanan dan disedekahkan kepada fakir miskin tanah Haram.

Tidak ada ukuran pasti di dalam bahan makanan yang diberikan kepada masing-masing orang fakir tersebut.

Seandainya ia menyedekahkan berupa dirham, maka hal itu tidak mencukupinya.
Jika tidak menemukan bahan makanan, maka ia berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap satu mudnya.

Pelaksanaan Denda

Ketahuilah sesungguhnya binatang hadyah itu terbagi menjadi dua. Salah satunya adalah hadyah sebab ihshar. Dan hadyah ini tidak wajib dikirimkan ke tanah Haram, bahkan disembelih di tempat terjadinya ihshar.

Yang kedua adalah hadyah yang wajib sebab meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman. Penyembelihannya tertentu di tanah Haram.

Mushannif menyebutkan yang kedua ini di dalam perkataan beliau, “pembayaran hadiah dan bahan makanan tidak mencukupi kecuali dilaksanakan di tanah Haram.”

Minimal perbuatan yang mencukupi adalah ia memberikan hadyah tersebut kepada tiga orang miskin atau fakir.

Dan mencukupi baginya untuk berpuasa di manapun yang ia kehendaki, tanah Haram atau yang lain.

Binatang Buruan dan Tanaman Tanah Haram
Tidak diperkenankan membunuh binatang buruan tanah Haram, walaupun ia dipaksa untuk membunuhnya.

Seandainya ada seseorang yang melakukan ihram kemudian gila, lalu ia membunuh binatang buruan, maka ia tidak wajib menggantinya menurut pendapat al adhhar.
Tidak boleh memotong tanaman tanah Haram.

Dan ia wajib mengganti tanaman yang besar dengan satu ekor sapi, dan tanaman yang kecil dengan satu ekor kambing, masing-masing dari keduanya harus memenuhi kriteria hewan kurban.

Dan juga tidak boleh memotong dan mencabut tanaman tanah Haram yang tidak ditanam oleh manusia, bahkan tumbuh sendiri.

Adapun rumput yang kering, maka diperkenankan memotongnya tidak mencabutnya.
Seorang muhil, dengan terbaca dhammah huruf mimnya, maksudnya orang yang halal, dan orang yang sedang ihram, di dalam hukum tersebut statusnya adalah sama.

[Semoga Bermamf'at]

HAJI DAN UMROH

 


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah                 : SMPN GARAWANGI

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Kelas/Semester : IX / 2 (Genap)

Alokasi Waktu : 120 Menit

Materi Pokok : Ibadah Haji dan Umrah


  1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:

  • Meyakini bahwa ibadah haji dan umrah adalah perintah allah swt.

  • Menunjukkan perilaku menjaga solidaritas umat islam dalam kehidupan sehari-hari

  • Menjelaskan Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan.

  • Merumuskan hikmah dan manfaat pelaksanaan haji dan umrah.


Media/Alat, Bahan & Sumber Belajar


Media/Alat

:

Worksheet atau lembar kerja (siswa), Lembar penilaian, Al-Qur’an


Bahan

:

Penggaris, spidol, papan tulis, Laptop & infocus


Sumber Belajar

:

Buku Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas IX, Kemendikbud, Tahun 2016


  1. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pertemuan Ke-3

Pendahuluan (15 menit)

1.

Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk memulai pembelajaran, memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin

2.

Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik dengan materi/tema/kegiatan sebelumnya serta mengajukan pertanyaan untuk mengingat dan menghubungkan dengan materi selanjutnya.

3.

Menyampaikan motivasi tentang apa yang dapat diperoleh (tujuan & manfaat) dengan mempelajari materi : Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan

4.

Menjelaskan hal-hal yang akan dipelajari, kompetensi yang akan dicapai, serta metode belajar yang akan ditempuh,


Kegiatan Inti

(90 Menit)

KEGIATAN LITERASI

  • Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat, mengamati, membaca dan menuliskannya kembali. Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan.

CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)

  • Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum dipahami, dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan ini harus tetap berkaitan dengan materi Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan.

COLLABORATION (KERJASAMA)

  • Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi mengenai Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan.

COMMUNICATION (BERKOMUNIKASI)

  • Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu secara klasikal, mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali oleh kelompok atau individu yang mempresentasikan

CREATIVITY (KREATIVITAS)

  • Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah Dalam Kehidupan. Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk menanyakan kembali hal-hal yang belum dipahami

Penutup (15 menit)

1.

Peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan. 

2.

Guru membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.


  1. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN

  • Penilaian yang akan dilakukan diantaranya penilaian skala sikap, penilaian “Membaca dengan Tartil”, penilaian tes uraian serta penilaian diskusi.



Mengetahui,

Kepala Sekolah



https://iguru31.blogspot.com 

NIP. ……………………


Garawangi, …………………. 20….


Guru Mata Pelajaran



http://www.ilmuguru.org 

NIP. …………………………...


BAHAN AJAR

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes