BREAKING NEWS

Watsapp

Showing posts with label "Wasiat dan Nasehat untuku dan anak anaku". Show all posts
Showing posts with label "Wasiat dan Nasehat untuku dan anak anaku". Show all posts

Sunday, October 13, 2024

MENGENAL LEBIH DEKAT SOSOK SYEIKHINA KH. AHMAD RU’YAT Oleh: KH. Abu Khoir Bin Abdul Mannan

 

MENGENAL LEBIH DEKAT SOSOK SYEIKHINA KH. AHMAD RU’YAT

Oleh: KH. Abu Khoir Bin Abdul Mannan

Alih Bahasa: Ibn Imron Al Himam


Kelahiran dan Nasab Beliau


Kyai Ru'yat lahir dari rahim seorang ibu bernama Sujatmi pada tahun 1305 H/ 1885 M di sebuah sudut kampung yang bernama Pungkuran Kutoharjo Kaliwungu Kendal. 


Nasab lengkap dari jalur ayah menurut satu pendapat adalah Ahmad Ru'yat bin Abdullah Wiryodikromo bin Musa (Ki Bobos) bin Abdul Baqi bin Ma'arif bin Qomaruddin bin Walido. 


Kakek buyut beliau yang bernama Kyai Qomaruddin dikenal sebagai seorang figur kyai yang memiliki kesaktian yang hebat. Kakek buyut beliau inilah konon yang memimpin bala tentara milik Kanjeng Jepara Tjitrosumo yang saat itu diperbantukan kepada Kanjeng Kaliwungu tatkala kedatangan gerombolan Ki Kowek, seorang Tetunggul Berandalan yang hendak merebut kekuasaan Kanjeng Kaliwungu.


Kyai Qomaruddin bersama bala bantuan tadi akhirnya berhasil menangkap Ki Kowek sekaligus menghabisinya. Dengan keberhasilan yang beliau capai ini, pada akhirnya Kyai Qomaruddin diberi tanda jasa oleh Kanjeng Kaliwungu berupa pemberian pangkat. Yakni menjadi seorang Penghulu dan sesepuh Kaliwungu. (Seperti yang sering kali diceritakan oleh Sesepuh Kaliwungu)


Menurut versi yang lain, Kyai Qomaruddin memiliki berbagai nama, yakni: Qomaruddin, Burhanuddin, Poleleto, dan Amiluhul. 


Versi yang mengatakan bernama Amiluhul menyebutkan, bahwa beliau berasal dari Aceh. Beliau adalah seorang panglima perang angkatan laut yang diburu sehingga bersembunyi di Jepara. Kemudian di Demak beliau dijadikan seorang Panglima perang oleh Raden Fattah, lantas dikirim ke Kaliwungu tatkala meletus sebuah peperangan. Pada peperangan itulah, beliau berhasil menyapu bersih para musuh sehingga meraih kemenangan dan berhasil menguasai penuh Kaliwungu. (Seperti yang diriwayatkan oleh Faishol bin H.Muhsin Jagalan dari seorang Syeikh dari Kudus)


Kyai Qomaruddin ini, menurut satu riwayat dimakamkan di desa Kedungsuren. Adapun ayahnya yang bernama Walido dimakamkan di Jepara.


Guru Kyai Ru'yat Kala Di Kaliwungu


Dikala masih kecil, Kyai Ru'yat mengaji Al-Qur'an di kampung Petekan dengan seorang Alim yang bernama Kyai Abdul Karim. 


Pernah suatu ketika dikala beliau sedang mengaji surat An-Nas, tiba-tiba terjadi hujan abu yang pekat yang diakibatkan oleh meletusnya gunung Kelud. Hal ini membuat banyak penduduk menyalakan damar sebab begitu pekatnya langit.


Kejadian itu membuat Kyai Ru'yat kecil ketakutan dan pada akhirnya kembali ke rumah. Kejadian ini terjadi tepat pada tanggal 27 Shofar 1318/ 1901 M.

 

Selain itu, beliau juga mengaji kitab Tashrifan dan Jurumiyah kepada seorang Waliyulloh bernama Kyai Barmawi di belakang Pondok Kauman. 


Selepas mengalami peningkatan, beliau melanjutkan ngajinya kepada seorang pendiri Pesantren Petekan yang juga merupakan anak dari Guru Al-Qur'annya dahulu, yakni Al-Mukarrom Kyai Ahmad bin Al-Allamah Kyai Abdul Karim bin Rifa'i. Kepada Kyai Ahmad, beliau mengaji kitab Hasiyah al Bajuri Ala Fathil Qorib.


Beliau juga mengaji sekian judul kitab-kitab ilmu Syariah dan perangkatnya seperti Fathul Wahhab, Qotrun Nada, Taqribul Ushul kepada Paman beliau sendiri yakni Al Allamah az Zahid Kyai Irfan bin Musa, Sang Pendiri Pesantren APIK yang merupakan salah satu murid Kyai Ahmad Nahrowi Banyumas dan Syeikh Mahfudz Termas yang keduanya muqim dan wafat di Makkah.


أخذ المعارف من مشايخ قريته # عبد الكريم مع ابنه ذي الشان

و من الولي برموي وعمه # ذي الزهد في دار الفنا عرفان


“Kyai Ru'yat menimba ilmu pengetahuan dari Masyayikh kampungnya (Kaliwungu), yakni yang mulia Kyai Abdul Karim, serta anaknya (Kyai Ahmad).

Dan dari seorang Wali yang bernama Barmawi, juga pamannya yang Zahid dengan dunia, yakni Kyai Irfan.”


Guru Kyai Ru'yat Di Luar Kaliwungu


Selepas Kyai Ru'yat mulai bisa membaca kitab dan memahaminya, beliau akhirnya meneruskan pencarian ilmunya kepada Romo Kyai Idris Jemsaren Solo selama kurang lebih 12 tahun (1908-1920 M.) Dan berhasil mengusai sekian banyak kitab. 


Dan yang mengangumkan adalah bahwa, di kala beliau mondok di Jemsaren, beliau sama sekali tidak meminta biaya dari rumah, akan tetapi beliau berusaha membiayai mondoknya sendiri.


هو من تلاميذ الفقيه البارع # ادريس من مسكنه جمسارين


“Beliau termasuk salah satu murid dari al Faqih al Bari' Kyai Idris yang tinggal di Jemsaren.”


Teman beliau ketika mondok di Jemsaren yang berasal dari luar Kaliwungu di antaranya adalah Kyai Abdul Wahhab Gubuksari Pegandon, Kyai Dimyathi Comal Pemalang, Kyai Bajuri Indramayu, Kyai Ahmad Bali. 


Dan yang berasal dari Kaliwungu dan seangkatan diantaranya: Kakaknya sendiri yakni Kyai Hidayat bin Abdullah Wiryo Pungkuran, Kyai Musa bin Hasan Pandean (w. 1367 H.), Kyai Irsyad bin Abdul Syakur Kampung Pesantren (w.1387 H.) 


Sementara teman angkatan bawah beliau yakni Bpk. Irfan bin H. Asy'ari (Ayah Kyai Fauzan), adiknya yakni H. Muqri bin H.Asy’ari, Bpk. Abu Khoir bin H.Umar (ayah Kyai Ahmad Jazuli) dan adiknya Saman bin H. Umar, juga H. Ma'arif bin H.Dahlan (mertua Kyai Abu Khoir).


Pernikahan Kyai Ru’yat


Pada tahun 1920 M. Kyai Ru'yat pulang dari Pondok Jemsaren. Belum ada setahun dari kepulangannya, tepat pada bulan Jumadil Ula 1921 M, akhirnya beliau menikah dengan Nyai Zainab binti H. Ishaq bin Nyai Markilah (Fathimah) binti Kyai Husain bin Hamiyuddin bin Ma'arif bin Qomaruddin. Jadi, nasab Nyai Zainab dengan Kyai Ru'yat bertemu di Kyai Ma'arif. 


Beliau Kyai Ru'yat kumpul dengan mertuanya kurang lebih selama empat tahun. Kemudian pada tahun 1924 M. Beliau menempati rumah sendiri yang berada di sebelah barat Masjid Al-Muttaqin Kaliwungu. Namun sampai meninggal dunia, Kyai Ru'yat tidak meninggalkan keturunan sama sekali.


Pekerjaan Kyai Ru'yat


Ketika masih lajang, pekerjaan yang digeluti Kyai Ru'yat adalah sebagai juru tulis sebuah Perusahaan Batik yang dimiliki oleh pamannya sendiri, yaitu Bpk. H. Muhsin bin Musa, seorang putra menantu guru Kyai Ru'yat yakni Kyai Abdul Karim bin Rifa'i Petekan. Setiap bulannya Kyai Ru'yat menerima bayaran sebesar Rp.7.50. 


Hasil upah tiap bulan beliau kumpulkan selama empat tahun, sehingga pada akhirnya uang itu bisa dibuat berbisnis secara akad Qirodl dengan adiknya yang bernama Mas Darjo (Budiharjo) bin H. Hasan Ali.


Hasil dari bisnis inilah yang dibuat untuk membiayai mondoknya ketika di Jemsaren. Maka Mas Darjo setiap bulan sekali mengirimkan wesel untuk Kyai Ru'yat sebesar Rp.2.50. 


Meskipun weselnya hanya sejumlah itu, akan tetapi saking begitu hati-hatinya dalam memakai uang, Kyai Ru'yat bahkan sampai bisa memberikan modal kepada temannya yang bernama Mas Thohir untuk berjualan segala macam kebutuhan untuk anak-anak pondok.


Perilaku Kyai Ru'yat semacam itu merupakan sebuah wujud Ittiba' kepada Salafuna Sholih. Seperti yang dinyatakan dalam kitab Ta'limul Muta'allim Hal 33, bahwa orang-orang dulu pada mulanya belajar kerja lalu mereka belajar ilmu sehingga mereka tiada tamak dengan harta benda orang lain.


Kemudian selepas menikah, Kyai Ru'yat bekerja di Perusahaan Batik dengan cara Syirkah dengan mertuanya sendiri yakni Bpk. H. Ishaq sampai ketika sudah pindah rumah di kampung Kauman. Diantara anak buah yang bekerja dengan beliau sebagai tukang cap batik adalah Waliyulloh Kyai Musyafa' bin Bahram.


Selepas Perusahaan Batik di Kaliwungu mengalami kemunduran, maka Kyai Ru'yat beralih profesi sebagai seorang petani, sambil berjualan jamu jawa dan kitab sampai beliau meninggal dunia.


Kitab Yang Diajarkan Beliau


Beliau seorang ulama yang begitu all out dalam membina ummat. Hal ini terbukti betapa rutinitas harian beliau penuh dengan mengajar. 


Diantara kitab yang diajarkan oleh beliau adalah: Tafsir Jalalain, Fathul Wahhab, Ihya'Ulumiddin, ketiganya dibaca setelah subuh sampai pukul 08.00. Selepas itu dilanjutkan dengan membaca Shohih Bukhori, Syarh Mahalli Alal Minhaj, dan Iqna'. Kemudian setelah dzuhur beliau membaca kitab-kitab kecil berjumlah empat macam. Dilanjut ba'da ashar beliau membaca Tafsir Baidlowi.


Jika masuk bulan Romadlon, kitab yang selalu beliau baca sebagai wirid adalah Tafsir Jalalain dari semenjak pukul 07.00 pagi sampai pukul 15.00. Lalu setelah ashar beliau membaca Irsyadul Ibad, dan setelah shalat tarawih beliau membaca Ar-Riyadul Badi'ah dan Minhajul Abidin. Semua kitab tadi khatam di dalam bulan Romadlon. Konon dari semenjak beliau masih di pesantren, beliau sudah hobi membacakan kitab untuk teman-temannya.

Perlu diketahui, bahwa Kyai Ru'yat adalah tipikal Kyai yang sangat Tawadlu'. Beliau tidak malu mengaji kitab Tafsir Munir dengan muridnya yang bernama Shofi dari Randudongkal Pemalang, juga mau mengaji Durrotun Nashihin dengan santrinya yang bernama Irsyad dari Tegal. 


Hal semacam ini memang sudah sesuai dengan adab para Ulama' dan di praktekkan oleh Salafuna Sholih. Dalam kitab Ta'limul Muta’allim disebutkan: Abu Yusuf ketika ditanya: “Sebab apa anda bisa menjadi orang yang benar-benar alim?” Ia menjawab: “Sebab aku tidak sombong dan mau mengaji/ mengambil ilmu dari siapa saja dan tidak pelit diminta mengajari siapa saja.


Seperti pula yang dinyatakan dalam sebuah hadits: “Ilmu yang bermanfaat itu adalah barang temuan orang mukmin, dimana saja ia menemukannya, ia bisa mengambilnya.”


Kyai Ru'yat amat suka memberikan faidah-faidah yang diambil dari Para Ulama'. Baik yang berkaitan dengan masalah hukum agama, doa-doa, atau wirid-wirid yang bermanfaat dunia akhirat. Seperti kata syair:


يهتم للمتعلمين بما نقل # من عالم ورع له قدر سني


“Amat penting bagi santri apa yang dinukil oleh seorang alim wira'i, disana terdapat derajat yang luhur.”


Geliat Ibadah Kyai Ru’yat


Wirid yang istiqomah di baca Kyai Ru’yat setiap hari adalah Dzikir menurut Thoriqoh Syathoriyyah. Hal ini beliau jalani semenjak beliau belum menikah. Wirid ini beliau baca setiap habis shubuh sebanyak 200 kali dan ba'da isya' juga 200 kali.


Beliau mengambil Thoriqoh ini dari Kyai Muhammad Ismail Kranggan Kaliwungu, dari ayahnya: Kyai Muhammad Thohir, dari Syeikh Najib Thohir al Madany, dari Syeikh Manshur al Budairy, dari ayahnya: Syeikh As'ad Thohir, dan seterusnya sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Akan tetapi Kyai Ru'yat sendiri belum mendapatkan izin dari Kyai Ismail untuk menurunkan Thariqot ini kepada orang lain. 


Lalu pada akhirnya beliau meminta izin Kyai Abdul Wahhab (Jamhari) Gubuksari Pegandon untuk menurunkannya. Kyai Abdul Wahhab mengambil dari Kyai Muslim Bendakerep Cirebon, dari Kyai Muhammad Sholeh Bendakerep, dari Kyai Anwaruddin/ Kyai Keriyan Cirebon, dari Kyai Asy'ari (Kyai Guru) Kaliwungu, daei Syeikh As'ad dan seterusnya dengan sanad muttasil sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.


Setiap ba'da maghrib, Kyai Ru'yat tidak pernah meninggalkan membaca Surat Yasin, Tabarok, dan Al Waqiah, dan juga membaca Dalail Khoirot dan hizib-hizib yang ada di bagian pinggir kitab Dalail.

 

Lantas ba'da isya' dzikir secara Thoriqoh Naqsyabandiah mengambil dari Waliyulloh Abu Manshur Popongan Delanggu Solo. Dzikir Jahr sejumlah 400 kali, dan dzikir sirry sebanyak 12.000 kali. Untuk kemudian dilanjutkan dengan Mutholaah kitab. Setelah tidur sebentar, beliau kembali bangun untuk melaksanakan shalat tahajud. Maka tak heran jika ada syair yang memujinya:


اوقاته قد اشبعت بمنافع # من بين تعليم و ورد مدمن


“Waktu beliau dipenuhi dengan hal-hal yang bermanfaat, antara mengajar dan wirid yang membuat ketagihan.”


Memang orang hidup di dunia mesti demikian. Sebab sudah dinyatakan dalam sebuah hadits: “Waktu bagaikan pedang, jika tak kau potong ia, kau yang akan ia potong.”


Kyai Ru'yat juga tipe orang yang lembut hatinya (Roqiqul Qolb). Hal itu terlihat dikala beliau membaca kitab. Jika disana ada ayat yang menerangkan tentang neraka dan isinya yang membuat merinding, atau disana disebutkan bahwa ada seorang alim yang sudah mengajarkan ilmunya di Masjidil Haram selama tak kurang dari empat puluh tahun, hanya saja ketika meninggal dunia, iman yang ia sandang lenyap (mati kafir), atau keterangan lain yang semacam itu, maka beliau akan sesenggukan dan diam hingga begitu lama.


Memang orang yang ingin selamat dari neraka harus seperti itu. Sebab di riwayatkan dari al Imam Ka'ab al Ahbar, bahwa ia berkata: “Aku menangis karena takut kepada Allah hingga berlinang air mataku lebih aku sukai daripada aku bersedekah emas seberat diriku. Sebab tiada seorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai berlinang bulir air matanya ke tanah kecuali ia tiada tersentuh api neraka.” (Durrotun Nashihin: 253)


Dan lagi, Kyai Ru’yat adalah seorang yang banyak mengingat mati. Orang semacam ini di sebut sebagai orang cerdas oleh Baginda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dan orang yang membawa kemuliaan di dunia, juga kenikmatan di akhirat. 


Seperti dijelaskan dalam sebuah hadits: “Ketika Rasulullah ditanya tentang orang cerdas, siapa mereka? Beliau menjawab: Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapan menghadapinya. Merekalah orang-orang cerdas. Mereka akan pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kenikmatan akhirat.” (Kifayatul Atqiya': 59) 


Maka beliau siang malam selalu membaca syair berikut:


ذنوبي مثل اعداد الرمال # فهب لي توبة يا ذا الجلال

وعمري ناقص في كل يوم # وذنبي زائد كيف احتمالي


“Dosa-dosaku layaknya sejumlah debu, maka berikan taubat kepadaku, wahai pemilik keagungan

Umurku berkurang di tiap hari sementara dosaku bertambah tak tertanggungkan.”


ذا الشيخ رؤية ابن عبد الله # من لم يزل ذكر المنون الداني


“Inilah Syeikh Ru'yat bin Abdillah, seorang yang tiada lekang mengingat Sang Maha Pemberi Yang Maha dekat.”


Wafatnya Beliau


Salah satu ibadah dan amal Kyai Ru'yat adalah menjalankan Haji beserta Nyai Zainab, istri tercinta. Berangkat dari rumah menuju tanah suci Makkah al Musyarrofah tanggal 2 Dzulqo'dah 1372 H. /1952 M. Pulang dari Mekkah lantas membangun komplek C dengan mencabut rumahnya sendiri dari kampung Pungkuran. 


Lalu hari kamis tanggal 8 kira-kira pukul 14.00 beliau memerintah para santri agar selepas maghrib malam Jum’at tanggal 9 Robiul Akhir 1388 H. / 4 Juli 1968 M. untuk berkumpul di rumah dan membaca surat Yasin empat kali dan agar yang berdoa adalah Kyai Humaidulloh Irfan. 


Namun sekali saja belum selesai, beliau tergesa memenuhi panggilan Sang Maha Agung, beliau wafat, pindah menuju kasih sayang Allah dan kelompok surga-Nya. Wahai Jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan kerelaan dan teridloi. Maka masuklah dalam hamba-hamba-Ku dan masuklah Surga-Ku.


يا صاح لا تكف عن عين جرت # دموعها بوفاة فحل كليوني


“Wahai kawan, jangan kau tahan mata yang mengalir air matanya tersebab wafatnya semulia-mulianya orang Kaliwungu.”


Sebab Baginda Nabi pernah mensabdakan: “Sesiapa tiada bersedih sebab wafatnya orang alim, maka ia munafik. Sebab tiada musibah yang lebih agung ketimbang wafatnya orang alim. Nabi juga menyampaikan: “Wafatnya orang alim itu keretakan di dalam agama.” 


مع السلامة في امانه شيخنا # الله ربي ارحم مربي روحنا يا ربنا


Ritsa’ Kewafatan Sang Kyai


يا صاح لا تكف عن عين جرت # دموعها بوفاة فحـــل كليــوني


“Wahai kawan, jangan kau tahan mata yang mengalir air matanya tersebab wafatnya semulia-mulianya orang Kaliwungu.”


اوقاته قــــــــد اشبعت بمنــــافع # مــــن بين تعليم و ورد مدمن


“Waktu beliau dipenuhi dengan hal-hal yang bermanfaat, antara mengajar dan wirid yang membuat ketagihan.”


يهــــــــتم للمتعلمين بمــــا نقل # من عالم ورع له قـــــــدر ســـني


“Amat penting bagi santri apa yang dinukil oleh seorang alim wira'i, disana terdapat derajat yang luhur.”


أخذ المعارف من مشايخ قريته # عبـــد الكريم مع ابنه ذي الشان

و من الولي برموي وعمه # ذي الزهد في دار الفنا عرفان


“Kyai Ru'yat menimba ilmu pengetahuan dari Masyayikh kampungnya (Kaliwungu), yakni yang mulia Kyai Abdul Karim, serta anaknya (Kyai Ahmad).

Dan dari seorang Wali yang bernama Barmawi, juga pamannya yang Zahid dengan dunia, yakni Kyai Irfan.”


هو من تلاميذ الفقيه البارع # ادريس من مسكنه جمسارين


“Beliau termasuk salah satu murid dari al Faqih al Bari' Kyai Idris yang tinggal di Jemsaren.”


ذا الشيخ رؤية ابن عـــــبد الله # من لم يزل ذكر المنون الداني


“Inilah Syeikh Ru'yat bin Abdillah, seorang yang tiada lekang mengingat Sang Maha Pemberi Yang Maha dekat.”


في اليلة الجمـــعة بعد المغرب # تاسع ربيع الثـان ذي الإحسان

الفـــــــا توفــــــــين مع ثلاث # مـــــــــائة ثمانين ثمــــان عـــــــين


“Di malam Jum’at selepas maghrib, beliau wafat, tepatnya pada tanggal 9 Rabiuts Tsany 1388 H. yang memiliki kebaikan.


ياربنااعف عنه وارحم يا رحيم # واقمه في الأخرى فسيح جنان


Ya Allah, ampuni dan sayangi beliau, Wahai Sang Maha Penyayang. Dan tempatkan beliau di akhirat di Surga yang luas.”


وكذاك اهل والأقارب ذو انتما # سلــــــــــم على نبينا العدناني


Sampaikan salam kepada Nabi kami al Adnany, juga teruntuk keluarga, dan kerabat yang memiliki keterkaitan.”


Semoga Bermanfaat.

Saturday, October 5, 2024

ANAKMU [ MAUNYA MIRIP SETELAN BAPAKNYA ATAU IBUNYA ? ]

 

[ MAUNYA MIRIP SETELAN BAPAKNYA ATAU IBUNYA ? ]


Kamu kepingin anakmu kelak lahir laki² atau perempuan, mirip bapaknya atau ibunya ?

Ini cara bikinnya. Hihiii.


ـــــــــــــــــــــــــــــــ


٣٠ - (٣١١) حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، حَدَّثَهُمْ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ، حَدَّثَتْ أَنَّهَا سَأَلَتْ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا رَأَتْ ذَلِكَ الْمَرْأَةُ فَلْتَغْتَسِلْ» فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: وَاسْتَحْيَيْتُ مِنْ ذَلِكَ، قَالَتْ: وَهَلْ يَكُونُ هَذَا؟ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ الشَّبَهُ؟ إِنَّ مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيظٌ أَبْيَضُ، وَمَاءَ الْمَرْأَةِ رَقِيقٌ أَصْفَرُ، فَمِنْ أَيِّهِمَا عَلَا، أَوْ سَبَقَ، يَكُونُ مِنْهُ الشَّبَهُ»


ــــــــــــــــــــ


(فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ الشَّبَهُ) مَعْنَاهُ أَنَّ الْوَلَدَ مُتَوَلِّدٌ مِنْ مَاءِ الرَّجُلِ وَمَاءِ الْمَرْأَةِ فَأَيُّهُمَا غَلَبَ كَانَ الشَّبَهُ لَهُ وَإِذَا كَانَ لِلْمَرْأَةِ مَنِيٌّ فَإِنْزَالُهُ وَخُرُوجُهُ مِنْهَا مُمْكِنٌ وَيُقَالُ شِبْهٌ وَشَبَهٌ لُغَتَانِ مَشْهُورَتَانِ إِحْدَاهُمَا بِكَسْرِ الشِّينِ وَإِسْكَانِ الْبَاءِ وَالثَّانِيَةُ بِفَتْحِهِمَا وَاللَّهُ أَعْلَم.


قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (فَمِنْ أَيِّهِمَا عَلَا أَوْ سَبَقَ يَكُونُ مِنْهُ الشَّبَهُ) وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى (إِذَا عَلَا مَاؤُهَا مَاءَ الرَّجُلِ وَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَهَا) قَالَ الْعُلَمَاءُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالْعُلُوِّ هُنَا السَّبْقُ وَيَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ الْكَثْرَةُ وَالْقُوَّةُ بِحَسَبِ كَثْرَةِ الشَّهْوَةِ.


📚 شرح النووی علی مسلم 📚


_________


Untuk yang lebih detail dan terperinci, mari kita simak ibaroh berikut ini :


وَيَنْقَسِمُ ذَلِكَ سِتَّةَ أَقْسَامٍ الْأَوَّلُ أَنْ يَسْبِقَ مَاءُ الرَّجُلِ وَيَكُونَ أَكْثَرَ فَيَحْصُلُ لَهُ الذُّكُورَةُ وَالشَّبَهُ وَالثَّانِي عَكْسُهُ وَالثَّالِثُ أَنْ يَسْبِقَ مَاءُ الرَّجُلِ وَيَكُونَ مَاءُ الْمَرْأَةِ أَكْثَرَ فَتَحْصُلُ الذُّكُورَةُ وَالشَّبَهُ لِلْمَرْأَةِ وَالرَّابِعُ عَكْسُهُ وَالْخَامِسُ أَنْ يَسْبِقَ مَاءُ الرَّجُلِ وَيَسْتَوِيَانِ فَيُذْكِرَ وَلَا يَخْتَصُّ بِشَبَهٍ وَالسَّادِسُ عَكْسُهُ قَوْلُهُ


📚 فتح البارى 📚


Murod bebas dan singkat:


✔️Jika suami inzal/keluar duluan dari istri dan jumlah mani suami lebih banyak dari mani istri, maka anak yang dilahirkan laki-laki, dan mirip bapaknya.


✔️Jika istri keluar duluan dari suami dan jumlah mani istri lebih banyak dari mani suami, maka anak yang dilahirkan perempuan, dan mirip ibunya.


✔️ Jika suami keluar duluan dari istri dan jumlah mani istri lebih banyak dari mani suami, maka anak yang dilahirkan laki-laki, dan mirip ibunya.


✔️Jika istri keluar duluan dari suami dan jumlah mani suami lebih banyak dari mani istri, maka anak yang dilahirkan perempuan, dan mirip bapaknya.


✔️Jika suami keluar duluan dari istri dan jumlah mani suami dan istri sama, maka anak yang dilahirkan laki-laki, dan tidak ada dominasi kemiripan pada salah satu dari kedua orang tuanya. 


✔️Jika istri keluar duluan dari suami dan jumlah mani istri dan suami sama, maka anak yang dilahirkan perempuan, dan tidak ada dominasi kemiripan pada salah satu dari kedua orang tuanya. 

‏‏‎

Timbul pertanyaan: 


T: Lha cara mengetahui siapa yang lebih banyak maninya, bagaimana?


J: Lha ini yang sulit. Tinggal diusahakan saja, maunya nanti punya anak laki² atau perempuan, tergantung programnya mau bikin anak laki-laki atau perempuan. Lalu diusahakan dengan mengkonsumsi makanan yang bisa menambah dan memperbanyak produktivitas mani (silakan cari info tentang itu dari sumber-sumber terpercaya).


T: Agar bisa menghasilkan anak laki-laki misalnya, bagaimana caranya agar suami bisa keluar duluan? Atau sebaliknya, pingin anak perempuan, bagaimana caranya agar istri keluar duluan?


J: Ya tinggal dikondisikan sesuai dengan program yang sudah disepakati bersama. Mau anak laki-laki, berarti usahakan agar suami keluar duluan, atau mau anak perempuan berarti usahakan agar istri bisa keluar duluan. Caranya kan sudah pernah saya posting?


Bagiamana cara menaklukkan perempuan yang lama orgasmenya, di sana ada. Kalian sih, kalau saya nyetatus ibarot kitab tentang upluk-upluk suka pada mengolok-olok, padahal itu juga ilmu lho. Hmmm.


T: Sudah diusahakan sesuai ketentuan di atas, tapi anak yang dihasilkan kog tidak sesuai dengan yang diprogramkan, bagaimana dong?


J: Sampai di sini lah kita harus menerima, ridlo, ikhlash dan bersyukur. Itulah ketentuan Allāh Ta'ālā, dan yang kita usahakan itu sebatas ikhtiyar manusia saja. Allāh lah Yang Maha Kuasa menentukannya. Dan tentunya pilihan Allāh adalah yang terbaik untuk kita.


Wallahu alam bi-Showaab. Semoga bermanfaat 📚

Thursday, September 26, 2024

HUKUM UDHIYAH (HEWAN QURBAN) VERSI DALAM 𝗞𝗜𝗧𝗔𝗕 𝗙𝗔𝗧𝗛𝗨𝗟 𝗤𝗔𝗥𝗜𝗕

 Kajian NFA 

Clik kajian YouTube di SPENTWOGAR ANZAYPISAN:

wa alaikum salam


dalam kitb 𝗞𝗜𝗧𝗔𝗕 𝗙𝗔𝗧𝗛𝗨𝗟 𝗤𝗔𝗥𝗜𝗕


فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْأُضْحِيَّةِ 


(Fasal) Pada menjelaskan 

Hukum-hukum Qurban.


بِضَمِّ الْهَمْزَةِ فِيْ الْأَشْهَرِ وَهُوَ اسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ يَوْمَ عِيْدِ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

 

Al-Udhiyyah (الْأُضْحِيَّةِ) dengan membaca dlammah huruf hamzahnya menurut pendapat yang paling masyhur, yaitu Nama binatang ternak yang disembelih pada hari Raya Qurban dan hari At-Tasyríq karena untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Taala


 PENJELASAN

𝗞𝗜𝗧𝗔𝗕 𝗛𝗔𝗦𝗬𝗜𝗔𝗛 𝗕𝗔𝗝𝗨𝗥𝗜


حاشية الباجورى: (١/٢٩٥)

قوله وهى أى الاضحية وقوله اسم لما يذبح من النعم أى التي هي الابل والبقر والغنم


•Ucapan musannif :

Dan dianya Artinya Udhiyyah 

•Ucapan musannif:

Dianya Udhiyyah yaitu Nama binatang ternak yang disembelih ,maksud binatang ternak disini yaitu :Unta dan Sapi dan Kambing (termasuk juga kerbau dan biri-biri)


𝗦𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗵𝗲𝘄𝗮𝗻

𝗾𝘂𝗿𝗯𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 


فشرط الاضحية أن تكون من النعم التي هي هذه الثلاثة لقوله تعالى :

 

Maka Syarat daripada hewan qurban adalah dari binatang ternak (مِنَ النَّعَمِ)

Yang disebutkan 3 di Atas :

1.Unta

2.Sapi, termasuk kerbau

3.Kambing, termasuk biri-biri,kibas/domba


Disini disebutkan Ada 2 Alasan : kenapa yang jadi hewan qurban Adalah 3 Hewan diatas :


•1.Karena Firman Allah Subhanahu wa taala (QS.Al Hajj Ayat 34 ) :


وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ


Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut Nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa Hewan ternak.


 ولأن التضحية عبادة تتعلق بالحيوان فاختصت بالنعم كالزكاة فانها عبادة تتعلق بالحيوان فاختصت بالنعم


•2.Karena berqurban itu merupakan ibadah yang berkaitan dengan hewan ,maka dikhususkan berqurban dengan Na'am (binatang ternak) karena Menqiyas pada Zakat (Sama seperti Zakat) karena sesungguhnya Zakat juga merupakan ibadah yang berkaitan dengan hewan ,maka dikhususkan dengan Zakat akan binatang ternak.


𝗛𝘂𝗸𝘂𝗺 𝗾𝘂𝗿𝗯𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗔𝘆𝗮𝗺 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗯𝗲𝗯𝗲𝗸


وعن ابن عباس أنه يكفى اراقة الدم ولو من دجاج أو أو زكما قاله الميداني وكان شيخنا رحمه الله يأمر الفقير بتقليده و يقيس على الاضحية العقيقة و يقول لمن ولدله مولود عق بالديكة على مذهب ابن عباس


Dari Ibnu Abbas bahwa Qurban sudah mencukupi walau dengan Ayam atau bebek sebagaimana diceritakan oleh al-Maidani. Guru daripada syekh Bajuri -semoga Allah merahmatinya- memerintahkan ia akan orang2 fakir untuk mengikuti Ibnu Abbas. Dan beliau juga mengkiyaskan Aqiqah ke Qurban. Beliau berkata kepada orang yang melahirkan anak, "Sembelihlah Ayam Jantan mengikuti Madzhab Ibnu Abbas


𝗪𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗽𝗲𝗻𝘆𝗲𝗺𝗯𝗲𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻 𝗵𝗲𝘄𝗮𝗻 𝗤𝘂𝗿𝗯𝗮𝗻


 وقوله يوم عيد النحر أي بعد طلوع شمسه و مضى قدر ركعتين وخطبتين خفيفتين كما سيأتي


•Ucapan musannif :

Hewan yang disembelih pada hari Nahar (hari qurban) , Artinya sesudah terbit Matahari dan sesudah melewati ukuran 2 raka'at shalat dan melewati ukuran 2khutbah yang ringan (keduanya)


 وقوله وأيام التشريق أى بلياليها وان كان الذبح فيها مكروها وعبارة الشيخ الخطيب من يوم العيد الى آخر أيام التشريق فدخل في عبارته الليالي 


Ucapan musannif:

(Dan hewan yang disembelih pada hari-hari tasyrik) Artinya termasuk malam-malamnya hari tasyrik , sekalipun menyembelih diwaktu malam hukumnya Makruh, Ibaroh dari Syekh Khatib ,Beliau menyatakan : "Dari hari Ied Hingga Akhir hari Tasyrik" maka masuk dalam ibarah tersebut oleh malam-malam tasyrik.


𝗧𝘂𝗷𝘂𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗾𝘂𝗿𝗯𝗮𝗻


وقوله تقربا الى الله تعالى أى على وجه التقرب الى الله تعالى وخرج بذلك مايذبحه الشخص للاكل أو الجزار للبيع والحاصل أن القيود ثلاثة الأول كونها من النعم الثاني كونها في يوم العيد وأيام التشريق ولياليها الثالث كونها تقربا الى الله تعالى


Ucapan musannif:

Mendekatkan diri kepada Allah Artinya tujuan menyembelih untuk mendekat kepada Allah (tujuan ibadah) Maka tidak dikatakan taqqarrub : seseorang yang menyembelih tujuan untuk di makan dan menyembelih untuk dijual.


𝗞𝗘𝗦𝗜𝗠𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡:

Hewan yang disembelih baru dikatakan Sebagai qurban ada 3 ketentuan:


1.Hewan yang disembelih itu dari hewan ternak

2.Penyembelihan dilakukan pada hari Ied dan hari-hari tasyrik beserta dengan malamnya.

3.Keadaan menyembelih itu untuk mendekat diri kepada Allah Subhanahu wa taala.


Yang disunahkan berQurban adalah


1. Islam.

2. Mampu.

3. Merdeka.

4. Memiliki kelebihan dari apa yang dibutuhkan pada hari raya dan hari tasyrik.


*فاما شروط سنيتها فمنها القدرة عليها فلا تسن للعاجز عنها، و منها الحرية فلا تسن للعبد و زاد المالكية فى شروط سنيتها ان لا يكون حاحة و لو كان من اهل مكة كما تقدم اما المسافر لغير الحج فتسن له اما البلوغ فليس شرطا لسنيتها.*

(الفقه على المذاهب الاربعة ١/٦٤٤)


*و انما تسن لحر او مبعض مسلم رشيد نعم لاصل قادر بان ملك زائدا عما يحتاجه يوم العيد و ليلته و ايام التشريق.*

(بشرى الكريم ٢/١٢٥).


*2. Batasan Mampu di dalam berQurban itu seperti apa ?*


Kategori mampu menurut Ulama Syafiiyah adalah Orang-orang yang sudah memiliki kadar harga binatang qurban dan punya kelebihan harta dari apa-apa yang ia butuhkan dan orang yang ditanggunnya pada hari disunahkannya kurban.


الشافعية قالو القادر عليها هو الذى يملك ثمنها زائدا عن حاجته و حاجة من يعول يوم العيد و ايام التشريق و من الحاجة ما جرت به العادة من كعك و سمك و فطير و نقل و نحو ذلك.


3. Apakah wajib jika kita berQurban untuk menghadiri proses pemotongan hewan Qurban...?


Hukum menyaksikan sembelihan bagi orang yang Qurbannya diwakilkan adalah sunah dan hendaknya tatkala sembelihan berlangsung ia mengucapkan 


ان صلاتى ونسكى ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذالك امرت وانا من المسلمين.


_Inna sholaatii wa Nusukii wa Mahyaaya wa Mamaatii Lillaahi Robbil 'Aalamiin. Laa syariikalahuu wa bidzaalika Umirtu wa ana minal Muslimiin._


وان يذبحها بنفسه ان كان يحسنه للاتباع نعم الافضل لغير ذكر ان يوكل فيه فان لم يرد الذبح بنفسه ندب له ان يشهدها لما صح من امر فاطمة رضى الله عنها بذلك و ان تقول ان صلاتى و نسكى الى وانا من المسلمين و وعدها بانه يغفر لها باول قطرة كل ذنب عملته و ان هذا لعموم المسلمين. 

 (بشرى الكريم ٢/١٢٨).


*والله اعلم بالصواب*

𝗥𝗘𝗙𝗘𝗥𝗘𝗡𝗦𝗜:

𝗞𝗶𝘁𝗮𝗯 𝗙𝗮𝘁𝗵𝘂𝗹 𝗤𝗮𝗿𝗶𝗯

𝗛𝗮𝘀𝘆𝗶𝗮𝗵 𝗕𝗮𝗷𝘂𝗿𝗶 𝗷𝗶𝗹𝗶𝗱 𝟮 𝗵𝗮𝗹𝗮𝗺𝗮𝗻 𝟮𝟵𝟱 


https://t.me/+BOEnXHGuS7s2OWJl

Thursday, February 22, 2024

HUKUM MUSIK DALAM ISLAM

 HUKUM MUSIK DALAM ISLAM

Halal dan haram musik (music) dalam hukum Islam. Musik adalah suatu aktifitas budaya yang dilakukan oleh hampir semua orang, disengaja atau tidak. Sedikitnya, orang pasti mendengarkan alunan musik di rumah tetangga, TV, radio, mall, di jalan-jalan, di angkutan umum, dan lain-lain. Itu artinya, musik harus mendapat status yang jelas dalam perspektif Islam agar supaya umat tidak melakukan sesuatu tanpa payung hukum syariah.

DEFINISI MUSIK

Dalam pengertian masyarakat umum, kata "musik" merujuk pada suatu seni yang mengombinasikan antara paduan berbagai alat musik tertentu dengan seni suara. Sehingga, musik yang hanya menampilkan paduan alat musik saja, seperti musik klasik, atau paduan suara saja, dianggap "kurang musik". Dalam performa panggung, seni musik juga sering dipadukan dengan seni tari atau dansa. Terkadang, musik dan lagu disebut terpisah. Tapi tidak jarang juga dua kata itu disebut secara berkelindan (interchangeable) untuk pengertian yang sama.

Dalam bahasa Arab pun, lagu disebut dengan ghina' (jamak, aghani) (غناء أغاني), sedang musik disebut musiqi (موسيقي). Tapi, tidak jarang dua kata itu disebut terpisah dengan makna yang sama.

Dalam tulisan ini, kata musik mencakup arti semua seni alat musik dan lagu/nyanyian. Kecuali apabila disebut secara khusus.

PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN MUSIK

Ulama yang mengharamkan musik pun memiliki pandangan yang beragam soal keharaman dan dalil yang mengharamkannya. Perlu dicatat bahwa musik yang dibahas adalah musik yang santun yang kata-katanya sopan dan wajar serta tidak mengundang konotasi sex atau syahwat. Musik yang liriknya bernuansa pornografi, mengundang syahwat dan tampilan panggung yang tidak islami--mengumbar aurat dan percampuran dan sentuhan laki-laki perempuan bukan mahram--jelas hukumnya haram dalam musik atau dalam kehidupan biasa.

DALIL HARAMNYA MUSIK

1. Quran Surat Luqman 31:6:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Artinya: Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan.

Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi menyatakan:

( يشتري لهو الحديث أي : يستبدل ويختار الغناء والمزامير والمعازف على القرآن ، قال أبو الصباء البكري سألت ابن مسعود عن هذه الآية فقال : هو الغناء ، والله الذي لا إله إلا هو ، يرددها ثلاث مرات

وقال إبراهيم النخعي : الغناء ينبت النفاق في القلب ، وكان أصحابنا يأخذون بأفواه السكك يخرقون الدفوف . وقيل : الغناء رقية الزنا . وقال ابن جريج : هو الطبل وعن الضحاك قال : هو الشرك . وقال قتادة : هو كل لهو ولعب

Artinya: Tafsir kalimat "يشتري لهو الحديث" adalah mengganti dan memilih nyanyian dan alat musik dibanding Quran. Abu Shoba Al-Bakri berkata: Aku bertanya pada Ibnu Mas'ud tentang maksud ayat ini, ia menjawab: Maksudnya adalah nyanyian (musik) demi Allah (ia mengulang sumpahnya tiga kali). Ibrahim An-Nakha'i berkata: Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati.. Ibnu Juraij berkata: ia adalah alat musik drum. Ad-Dhahhak berkata: ia adalah syirik. Qatadah berkata: Setiap permainan.

Muhammad ibnu Jarir At-Tabari dalam Tafsir At-Tabari berkaitan dengan "lahwal hadits" menyatakan demikian:

اختلف أهل التأويل في تأويل قوله : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) فقال بعضهم : من يشتري الشراء المعروف بالثمن ، ورووا بذلك خبرا عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - .

وهو ما حدثنا أبو كريب قال : ثنا وكيع ، عن خلاد الصفار ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " لا يحل بيع المغنيات ، ولا شراؤهن ، ولا التجارة فيهن ، ولا أثمانهن ، وفيهن نزلت هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) .

حدثنا ابن وكيع قال : ثني أبي ، عن خلاد الصفار ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة ، عن النبي - صلى الله عليه وسلم - بنحوه . إلا أنه قال : " أكل ثمنهن حرام " وقال أيضا : " وفيهن أنزل الله علي هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله ) .

حدثني عبيد بن آدم بن أبي إياس العسقلاني قال : ثنا أبي قال : ثنا سليمان بن حيان ، عن عمرو بن قيس الكلابي ، عن أبي المهلب ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة . قال : وثنا إسماعيل بن عياش ، عن مطرح بن يزيد ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن زيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة الباهلي قال : سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول : " لا يحل تعليم المغنيات ، ولا بيعهن ولا شراؤهن ، وثمنهن حرام ، وقد نزل تصديق ذلك في كتاب الله ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) إلى آخر الآية " .

وقال آخرون : بل معنى ذلك : من يختار لهو الحديث ويستحبه .

Ulama ahli takwil berbeda dalam menakwili ayat 

"( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) 

". Sebagian menyatakan: Orang yang membeli pembelian yang masyhur dengan harga, lalu meriwayatkan hal itu sebagai berita dari Rasulullah.

Rasulullah bersabda: Tidak halal menjual penyanyi, membelinya, memperdagangkannya, tidak juga harganya. Dalam soal ini turun ayat

 "( ومن الناس من يشتري لهو الحديث )"

 dalam riwayat lain ada tambahan "Memakan harga penyanyi adalah haram"...

Rasulullah bersabda: "Tidak halal mengajar para penyanyi, menjual penyanyi, membeli penyanyi. Harga mereka haram. Telah turun ayat soal itu dalam Al Quran ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث )

Sebagian berpendapat: Makna ayat di atas adalah "Orang yang memilih perkataan tiada guna (lahwal hadits) dan menyukainya.

Al-Husain ibnu Mas'ud Al-Baghawi dalam Tafsir Al-Baghawi menyatakan seputar maksud kata "lahwal hadits" demikian:

( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) الآية . قال الكلبي ، ومقاتل : نزلت في النضر بن الحارث بن كلدة كان يتجر فيأتي الحيرة ويشتري أخبار العجم ويحدث بها قريشا ، ويقول : إن محمدا يحدثكم بحديث عاد وثمود ، وأنا أحدثكم بحديث رستم واسفنديار وأخبار الأكاسرة ، فيستملحون حديثه ويتركون استماع القرآن ، فأنزل الله هذه الآية . وقال مجاهد : يعني شراء القيان والمغنيين ، ووجه الكلام على هذا التأويل : من يشتري ذات لهو أو ذا لهو الحديث . أخبرنا أبو سعيد الشريحي ، أخبرنا أبو إسحاق الثعلبي ، أخبرنا أبو طاهر محمد بن الفضل بن محمد بن إسحاق المزكي ، حدثنا جدي محمد بن إسحاق بن خزيمة ، أخبرنا علي بن حجر ، أخبرنا مشمعل بن ملحان الطائي ، عن مطرح بن يزيد ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم بن عبد العزيز ، عن أبي أمامة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " لا يحل تعليم المغنيات ولا بيعهن وأثمانهن حرام " ، وفي مثل هذا أنزلت هذه الآية : " ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله " ، وما من رجل يرفع صوته بالغناء إلا بعث الله عليه شيطانين : أحدهما على هذا المنكب ، والآخر على هذا المنكب ، فلا يزالان يضربانه بأرجلهما حتى يكون هو الذي يسكت .

أخبرنا عبد الرحمن بن أحمد القفال ، أخبرنا أبو منصور أحمد بن الفضل البروجردي ، أخبرنا أبو أحمد بكر بن محمد بن حمدان الصيرفي ، أخبرنا محمد بن غالب بن تمام ، أخبرنا خالد بن أبي يزيد ، عن هشام هو ابن حسان ، عن محمد هو ابن سيرين ، عن أبي هريرة أن النبي - صلى الله عليه وسلم - " نهى عن ثمن الكلب وكسب الزمارة " . قال مكحول : من اشترى جارية ضرابة ليمسكها لغنائها وضربها مقيما عليه حتى يموت لم أصل عليه ، إن الله يقول : " ومن الناس من يشتري لهو الحديث " الآية . وعن عبد الله بن مسعود ، وابن عباس ، والحسن ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير قالوا : " لهو الحديث " هو الغناء ، والآية نزلت فيه . ومعنى قوله : ( يشتري لهو الحديث ) أي : يستبدل ويختار الغناء والمزامير والمعازف على القرآن ، قال أبو الصباء البكري سألت ابن مسعود عن هذه الآية فقال : هو الغناء ، والله الذي لا إله إلا هو ، يرددها ثلاث مرات

Artinya: .. Al-Kalbi dan Muqatil berkata: Ayat ini turun terkait Al-Nadhar bin Al-Harits bin Kildah. Ia berdagang lalu merasa bingung dan membeli berita ajam dan menceritakan itu pada orang Quraisy dan berkata: Muhammad menceritakan kalian dengan hadits kaum 'Ad dan Tsamud. Sedangkan aku menceritakan pada kalian dengan hadits Rustum, Isfandiyar dan para Kaisar. Maka mereka menikmati kisahnya dan meninggalkan mendengar Al Quran. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Mujahid berkata: Maksudnya adalah membeli penyanyi perempuan dan para penyanyi. Inti pembahasan ulama atas takwil ini adalah: Orang yang membeli permainan atau cerita tidak berguna. .. Rasulullah bersabda: Tidak halal mengajar para penyanyi wanita, tidak halal menjual mereka. Harga mereka haram. Terkait ha ini maka turunlah ayat ini 

 ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله " 

Tidak ada seorang lelaki yang meninggikan suaranya dengan nyanyian kecuali Allah mengutus dua setan padanya, yang pertama pada bahu yang ini, yang lain pada bahu yang ini. Lalu keduanya senantiasa memukul keduanya dengan kedua kakinya sampai dia (lelaki itu) diam.

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang dari harga anjing dan alat bunyi-bunyian. Makhul berkata: Siapa yang membeli budak wanita yang pandai memukul untuk tujuan menikmati nyanyiannya dan memukulnya dan tinggal bersamanya sampai mati maka aku tidak akan menyolati (jenazah)nya. Allah berfirman "Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah" Ibnu Masud dll berkata: maksud 'lahwal hadits' adalah nyanyian (lagu) sedangkan ayat di atas diturunkan terkait hal ini. Adapun makna "( يشتري لهو الحديث )" yakni mengganti dan memilih lagu, seruling dan alat musik daripada Al Quran. Abu Shaba Al Bakri berkata: Aku bertanya pada Ibnu Masud tentang ayat ini, ia menjawab: "Itu tentang nyanyian" demi Allah Ibnu Mas'ud mengulanginya sampai tiga kali.

2. Quran Surat An-Najm 53:59-61:

أَ فَمِنْ هذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ وَ تَضْحَكُوْنَ وَ لاَ تَبْكُوْنَ وَ أَنْتُمْ سَامِدُوْنَ

Artinya: Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melengahkan(nya)?

Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud "shamidun" ialah al-ghina (nyanyian)

3. Quran Surat Al-Isra' 17:64

وَ اسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ

Artinya: Dan asunglah (kobarkanlah, bujuklah) siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).

Menurut Mujahid maksud "shautika" tidak lain adalah nyanyian dan hiburan

4. Hadits Bukhari no. 5590

لِيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَ الْحَرِيْرَ وَ الْخَمْرَ وَ الْمَعَازِفَ وَ لَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيْهِمْ يَعْنِي الْفَقِيْرُ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُوْا: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ وَ يَضَعُ الْعَلَمَ وَ يَمْسَخُ الآخَرِيْنَ قِرَدَةً وَ خَنَازِيْرَ إِلى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya: Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para pengembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata: "Datanglah kepada kami esok hari." Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.

Dalil Quran dan hadits di atas di jadikan dasar oleh para ulama atas haramnya musik dalam Islam. Ulama dalam kelompok ini antara lain adalah Imam Ibnu Al-Jauzi (Talbis Iblis, hlm. 2321), Imam Qurthubi (Tafsir Qurtuhbi, XIV/51-54), Asy-Syaukani (Nail-ul-Authar, VIII/442).

Sahabat mengharamkan musik antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud. Sedang dari tabi'in antara lain Mujahid, Hasan Al-Basri, Ikrimah, Said bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim An-Nakha'i menafsirkan lahw-al-hadis dalam QS Luqman 31:6 dengan arti nyanyian atau menjualbelikan (menyewakan) biduanita.

Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurashi Ad-Dimashqi dalam Ibnu Katsir III/442 menegaskan maksud dari "lahwal hadits" adalah al-ghina' (nyanyian).


عن أبي الصهباء : أنه سأل ابن مسعود عن قول الله : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) قال : الغناء .

وكذا قال ابن عباس ، وجابر ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، ومجاهد ، ومكحول ، وعمرو بن شعيب ، وعلي بن بذيمة .

وقال الحسن البصري : أنزلت هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله بغير علم ) في الغناء والمزامير


5. Abū Ishāk Asy-Syirāzī (madzhab Syafi'i) mengharamkan musik kecuali memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan selain itu haram (Al-Muhadzab II/237)

6. Al-Muhāsibi dalam Ar-Risalah: menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai.

7. Madzhab Syafi'i: musik itu haram apabila disertai dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat.


PENDAPAT YANG MENGHALALKAN MUSIK

Berikut pendapat Sahabat, Tabi'in dan ulama yang membolehkan musik. Tentu saja musik yang baik.

1. Sahabat Nabi: antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain (An-Nawawi dalam Al-Umdah).

2. Tabi'in: Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain. (An-Nawawi dalam Al-Umdah)

3. Mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah, Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī).

4. Mazhab Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘azif (alat-alat musik yang berdawai).

5. Mazhab Syāfi‘i menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan sedangkan nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat.


IMAM AL-GHAZALI DALAM IHYA ULUMUDDIN

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, "Bab: Ad-Dalil ala Ibahatis Sama'", hlm. 2/269, menyatakan:

فسماع هذه الأصوات يستحيل أن يحرم لكونها طيبة أو موزونة فلا ذاهب إلى تحريم صوت العندليب وسائر الطيور. ولا فرق بين حنجرة وحنجرة ولا بين جماد وحيوان. فينبغي أن يقاس على صوت العندليب الأصوات الخارجة من سائر الأجسام باختيار الآدمى كالذي يخرج من حلقه أو من القضيب والطبل والدف وغيره.

Artinya: Mendengarkan suara-suara (lagu) ini tidak mungkin diharamkan karena alasan indah atau dihiasi. Maka, tidak bisa mengharamkan suara burung Bulbul dan suara burung-burung lain. Maka, sebaiknya suara nyanyian dianalogikan pada suara burung bulbul yang keluar dari benda-benda atas usaha manusia sebagaimana yang keluar dari kerongkongannya atau dari tongkat, drum, rebana dan lainnya.

IBNU ARABI DALAM AHKMUL QURAN

Abu Bakar ibnul Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/526, menyatakan:

المسألة الثالثة: هذه الاحاديث التي اوردناها لايصح منها شيء بحال لعدم ثقة ناقليها إلى من ذكر من الاعيان فيها واصح مافيه قول من قال إنه الباطل فأما قول الطبري أنه الطبل فهو على قسمين : طبل حرب وطبل لهو فأما طبل الحرب فلاحرج فيه لأنه يقيم النفوس ويرهب على العدو وأما طبل اللهو فهو كالدف وكذلك الآت المشهرة للنكاح يجوز إستعمالها فيه لمايحسن من الكلام ويسلم من الرفث)

Artinya: Hadits ini (tentang haramnya alat musik) statusnya tidak sahih karena perawinya tidak tsiqah (tidak bisa dipercaya)... Adapun pendapat Tabari yang dimaksud adalah drum (rebana). Drum terbagi dua: drum untuk perang dan drum untuk permainan. Drum perang tidak masalah karena dapat memotivasi diri dan menakuti musuh. Sedangkan drum permainan maka hukumnya seperti rebana, begitu juga alat-alat yang biasa dipakai untuk memeriahkan pernikahan, boleh dipakai karena akan memperindah ucapan dan menyelamatkan dari keburukan.

Hukum musik adalah halal atau mubah. Namun, musik Haram Apabila Mengakibatkan Perbuatan Haram

Dalam QS Al-Isra 17:64 Allah berfirman:

واستفزز من استطعت منهم بصوتك وأجلب عليهم بخيلك ورجلك وشاركهم في الأموال والأولاد وعدهم , وما يعدهم الشيطان إلا غرورا

Artinya: Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.

Dalam menafsiri ayat tersebut, Ibnu Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/208, menyatakan:

المسألة الثانية : قوله : { بصوتك } : فيه ثلاثة أقوال :

الأول : بدعائك . الثاني : بالغناء والمزمار . الثالث : كل داع دعاه إلى معصية الله ؟ قاله ابن عباس . فأما القول الأول فهو الحقيقة ، وأما الثاني والثالث فهما مجازان ، إلا أن الثاني مجاز خاص ، والثالث مجاز عام . وقد { دخل أبو بكر بيت عائشة ، وفيه جاريتان من جواري الأنصار تغنيان بما تقاولت به الأنصار يوم بعاث ، فقال : أمزمار الشيطان في بيت رسول الله ؟ فقال : دعهما يا أبا بكر ، فإنه يوم عيد } . فلم ينكر النبي صلى الله عليه وسلم على أبي بكر تسمية الغناء مزمار الشيطان ؟ وذلك لأن المباح قد يستدرج به الشيطان إلى المعصية أكثر وأقرب إلى الاستدراج إليها بالواجب ، فيكون إذا تجرد مباحا ، ويكون عند الدوام وما تعلق به الشيطان من المعاصي حراما ، فيكون حينئذ مزمار الشيطان ولذلك قال النبي صلى الله عليه وسلم : { نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين فذكر الغناء والنوح } . وقدمنا شرح ذلك كله

Artinya: Maksud kata "shout" dalam "shoutika" ada tiga pendapat: (i) bermakna panggilan atau ajakanmu; (ii) nyanyian atau alat musik seruling; (iii) setiap ajakan ke arah maksiat pada Allah.

 Ibnu Abbas berkata: Pendapat pertama adalah makna hakiki. Makna kedua dan ketiga adalah makna majazi. Yang kedua majaz khusus, sedang yang ketiga majaz umum. Dalam sebuah hadits "Abu Bakar pernah masuk ke rumah Aisyah di situ terdapat dua budak perempuan Anshar yang sedang bernyanyi dengan lagu yang pernah dinyanyikan kaum Anshar pada hari bi'ats. Abu Bakar berkata: Apakah ada seruling setan di rumah Rasulullah? Nabi berkata: Biarkan mereka (bernyanyi) wahai Abu Bakar karena saat ini hari raya." Dalam hadits ini Nabi tidak mengingkari Abu Bakar dengan penamaan lagu sebagai seruling setan. Hal itu karena, perkara mubah terkadang oleh setan dapat dipalingkan ke perkara maksiat lebih banyak dan lebih dekat dibanding memalingkannya ke perkara wajib. Maka, musik itu apabila murni tanpa efek, hukumnya mubah (halal). Namun apabila terus-menerus dan berkaitan dengan maksiat maka menjadi haram. 

Dalam konteks terakhir ini maka musik atau lagu disebut seruling setan. Itulah latarbelakang sabda Nabi "Aku dilarang dari dua suara yang bodoh. Lalu Nabi menyebut menyanhi dan berkabung."

pandangan salah satu cendikiawan Muslim asal Mesir yang banyak menekuni fiqih perbandingan lintas mazhab, yaitu Syekh Ali Jum’ah dalam Kitab al-Bayan li Ma Yusyghilu al-Azhan fi Fatawa Syafiya wa Qadhaya ‘Ajilah. Dengannya, kita bisa menjadi tahu hukumnya dan alasan-alasan keharaman dan kebolehannya.  Menurut Syekh Ali Jumah, musik adalah setiap ritme atau irama yang keluar dari alat musik yang dimainkan. Oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat perihal hukumnya karena tidak ada ketentuan yang jelas baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun konsensus para ulama.

  وَمَسْأَلَةُ الْمُوْسِيْقِى مَسْأَلَةٌ خِلَافِيَةٌ فِقْهِيَّةٌ، لَيْسَتْ مِنْ أُصُوْلِ الْعَقِيْدَةِ، وَلَيْسَتْ مِنَ الْمَعْلُوْمِ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ، وَلَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِيْنَ أَنْ يُفَسِّقَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَلَا يُنَكِّرُ بِسَبَبِ تِلْكَ الْمَسَائِلِ الْخِلَافِيَّةِ  

Artinya, “Persoalan tentang musik merupakan persoalan khilafiyah (berbeda pendapat) dalam ranah fiqih, bukan termasuk ranah pokok akidah, bukan pula bagian dari suatu agama yang setiap muslim tahun tentangnya, sehingga tidak sepantasnya bagi kaum muslimin untuk menuduh fasik sebagian dari mereka pada sebagian yang lain, tidak pula mengingkari mereka disebabkan persoalan yang masih berselisih (hukumnya),”

 (Syekh Ali Jumah, al-Bayan li Ma Yusyghilu al-Azhan fi Fatawa Syafiyah wa Qadhaya ‘Ajilah, [Darul Ma’arif: cetakan pertama], juz I, halaman 365). 

Lebih lanjut, menurut ulama kelahiran Beni Seuf Mesir itu, alasan terjadinya perbedaan pendapat di antara para ulama fiqih karena tidak adanya nash (ketentuan) khusus dari Al-Qur’an, hadits, maupun konsensus para ulama yang mengharamkannya. Tidak hanya itu, menurut ulama kelahiran Beni Suef Mesir itu, tidak seharusnya umat Islam larut dalam perdebatan hukum-hukum yang masih diperselisihkan oleh para ulama, dan semua orang memiliki hak masing-masing untuk mengikuti salah satu pendapat yang ada, baik yang boleh maupun yang haram. Dengan demikian, tidak layak untuk mempermasalahkannya agar tidak terjadi perpecahan antaraumat Islam. Syekh Ali Jumah mengutip pendapat Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (wafat 505 H) yang mengategorikan musik dari bagian al-lahwu (permainan-kesenangan). 

Oleh karenanya, tidak jarang banyak orang-orang menjadikannya sebagai salah satu wahana untuk menenangkan dirinya dari rasa lelah sehingga sudah selayaknya untuk diperbolehkan sepanjang tidak berupa alat-alat yang memang diharamkan seperti gitar, dan seruling:


 فَاللَّهْوُ دَوَاءُ الْقَلْبِ مِنْ دَاءِ الْإِعْيَاءِ وَالْمِلَالِ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ مُبَاحًا وَلَكِنْ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْهُ كَمَا لَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ الدَّوَاءِ

 Artinya, “al-Lahwu (kesenangan-musik) merupakan obat hati dari rasa lelah dan bosan, maka sudah seharusnya untuk diperbolehkan. Hanya saja, lebih baik untuk tidak memperbanyak dengannya, sebagaimana tidak berlebihan dalam mengonsumsi obat,” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 287).

 Sementara itu, ada juga ulama yang menegaskan bahwa tempat-tempat nyanyian yang di dalamnya disertai dengan alat-alat musik, hukumnya haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Dr Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, ia mengatakan

 وَتَكُوْنُ مَجَالِسُ الْغِنَاءِ الْمَقْرُوْنَةِ بِالْآلَاتِ الْمُوْسِيْقِيَّةِ حَرَاماً

 Artinya, “Tempat-tempat nyanyian yang di dalamnya bersamaan dengan alat-alat musik hukumnya haram,” (Syekh Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatih, [Damaskus, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 215).

✒️ Simpulan Hukum Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum musik masih diperselisihkan oleh para ulama sejak masa dahulu. Lantas, bagaimana cara menggabungkan dua pendapat di atas? Berikut jawabannya. Menurut Syekh Ali Jumah, setiap musik dan nyanyian yang mengandung unsur mengajak pada hal-hal yang diharamkan, mengandung keburukan, kejelekan, mengajak pada kemaksiatan, maka hukumnya haram. Dan, setiap nyanyian yang di dalamnya tidak ada unsur-unsur tersebut hukumnya boleh sepanjang tidak terjadi percampuran antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram

 وَلِهَذَا نَرَى جَوَازَ الْغِنَاءِ، سَوَاءٌ كَانَ مَصْحُوْبًا بِالْمُوْسِيْقِي أَوْ لَا، بِشَرْطٍ أَلَّا يَدْعُوْ اِلَى مَعْصِيَةٍ أَوْ تَتَنَافِي مَعَانِيْهِ مَعَ مَعَانِي الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ، غَيْرِ أَنَّ اسْتِدَامَتَهُ وَالْاِكْثَارَ مِنْهُ يُخْرِجُهُ مِنْ حَدِّ الْاِبَاحَةِ اِلَى حَدِّ الْكَرَاهَةِ وَرُبَّمَا اِلَى حَدِّ الْحُرْمَةِ 

Artinya, “Oleh karena itu, saya memandang bolehnya nyanyian, baik disertai musik atau tidak, dengan syarat tidak mengajak pada kemaksiatan atau di dalamnya mengandung nyanyian yang menghilangkan makna syariat yang mulia. Hanya saja, selalu menggunakan dan memperbanyaknya bisa mengeluarkannya pada batas boleh hingga masuk pada batas makruh, dan terkadang bisa sampai pada batas haram.” (Jumah: 1/368). .

Demikian penjelasan perihal hukum musik perspekstif Syekh Ali Jumah. 

Dengan mengetahuinya, semoga tidak lagi menjadikan musik sebagai legitimasi untuk saling menyalahkan sesama, dan semakin menimbulkan kesadaran bahwa perbedaan pendapat antarlama adalah rahmat bagi semua manusia.

KESIMPULAN HUKUM MUSIK DALAM ISLAM

Ulama sepakat bahwa aktifitas musik baik itu melakukan atau mendengarkan adalah haram apabila aktifitas itu dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan dosa. Adapun mendengarkan musik yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang baik dan dapat mengingatkan orang kepada akhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan menurut Al-Auza'i.

Imam Syafi'i seperti dikutip oleh Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan hukum syariah


wallohu'alam

Saturday, March 12, 2022

HUKUM WANITA SEDANG HAIDH MEMBACA AL QUR'AN

 


Mengenai hukum wanita haidh membaca al-Qur'an, berikut uraian selengkapnya dari kitab Hasyiyah al-Bujairimi 'ala al-Iqna' karya Sulaiman bin Umar bin Muhammad al-Bujairimi :


( وَ ) الثَّالِثُ ( قِرَاءَةُ ) شَيْءٍ مِنْ ( الْقُرْآنِ ) بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ مِنْ الْأَخْرَسِ كَمَا قَالَ الْقَاضِي فِي فَتَاوِيهِ ، فَإِنَّهَا مُنَزَّلَةٌ مَنْزِلَةَ النُّطْقِ هُنَا وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ لِلْإِخْلَالِ بِالتَّعْظِيمِ ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ مَعَ ذَلِكَ غَيْرَهَا أَمْ لَا لِحَدِيثِ التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ : { لَا يَقْرَأْ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ }


الشَّرْحُ قَوْلُهُ : ( وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ) وَعَنْ مَالِكٍ : يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ، وَعَنْ الطَّحَاوِيِّ يُبَاحُ لَهَا مَا دُونَ الْآيَةِ كَمَا نَقَلَهُ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ


"Keharaman sebab haid yang ketiga adalah membaca sesuatu dari al-Qur’an, dengan diucapkan atau dengan isyarah dari orang bisu, seperti yang dikatakan Qadhi Husein dalam Fatawinya. Mengingat konteks isyarah diletakkan pada konteksnya hukum berucap pada permasalahan ini, meskipun yang dibaca hanyalah sebagian ayat saja dikarenakan hal itu menunjukkan pada unsur penghinaan. Baik bacaan itu diniati bersama dengan niat yang lain ataupun tidak, berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi dan lainnya, “Orang yang sedang junub dan orang yang haid tidak diperbolehkan membaca sesuatu dari al-Qur’an.


Komentar pensyarah: [Membaca al-Qur’an] dari Imam Malik dijelaskan bahwa diperbolehkan bagi perempuan haid membaca al-Qur’an. Dan dari Ath-Thahawi diterangkan bahwa diperbolehkan bagi dia untuk membaca al-Qur’an namun kurang dari satu ayat, seperti yang dia kutipkan dalam Syarah Al-Kanzu dari kitabnya mazhab Hanafi." (Hasyiyah Bujairimi, 3/259-261)


تَنْبِيهٌ : يَحِلُّ لِمَنْ بِهِ حَدَثٌ أَكْبَرُ أَذْكَارُ الْقُرْآنِ وَغَيْرُهَا كَمَوَاعِظِهِ وَأَخْبَارِهِ وَأَحْكَامِهِ لَا بِقَصْدِ الْقُرْآنِ كَقَوْلِهِ عِنْدَ الرُّكُوبِ : { سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ } أَيْ مُطِيقِينَ ، وَعِنْدَ الْمُصِيبَةِ : { إنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إلَيْهِ رَاجِعُونَ } وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ فَإِنْ قَصَدَ الْقُرْآنَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ الذِّكْرِ حُرِّمَ ، وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا .


كَمَا نَبَّهَ عَلَيْهِ النَّوَوِيُّ فِي دَقَائِقِهِ لِعَدَمِ الْإِخْلَالِ بِحُرْمَتِهِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَّا بِالْقَصْدِ قَالَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ ، وَظَاهِرُهُ أَنَّ ذَلِكَ جَارٍ فِيمَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ كَالْآيَتَيْنِ الْمُتَقَدِّمَتَيْنِ وَالْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ ، وَفِيمَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ إلَّا فِيهِ كَسُورَةِ الْإِخْلَاصِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ ، وَهُوَ كَذَلِكَ ، وَإِنْ قَالَ الزَّرْكَشِيّ : لَا شَكَّ فِي تَحْرِيمِ مَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ ، وَتَبِعَهُ عَلَى ذَلِكَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ كَمَا شَمِلَ ذَلِكَ قَوْلَ الرَّوْضَةِ ، أَمَّا إذَا قَرَأَ شَيْئًا مِنْهُ لَا عَلَى قَصْدِ الْقُرْآنِ فَيَجُوزُ .


الشَّرْحُ


قَوْلُهُ : ( تَنْبِيهٌ إلَخْ ) هَذَا التَّنْبِيهُ بِمَنْزِلَةِ قَوْلِهِ مَحَلُّ حُرْمَةِ الْقِرَاءَةِ إذَا كَانَتْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ أَوْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ ، و َإِلَّا فَلَا حُرْمَة .


قَوْلُهُ : ( يَحِلُّ إلَخْ ) كَلَامُهُ فِي الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ فَدُخُولُ غَيْرِهِمَا مَعَهُمَا اسْتِطْرَادِيٌّ تَأَمَّلْ ق ل .


قَوْلُهُ : ( كَمَوَاعِظِهِ ) أَيْ مَا فِيهِ تَرْغِيبٌ أَوْ تَرْهِيبٌ .


قَوْلُهُ : ( وَأَخْبَارِهِ ) أَيْ عَنْ الْأُمَمِ السَّابِقَةِ .


قَوْلُهُ : ( وَأَحْكَامِهِ ) أَيْ مَا تَعَلَّقَ بِفِعْلِ الْمُكَلَّف .


قَوْلُهُ : ( وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ ) بِأَنْ سَبَقَ لِسَانُهُ إلَيْهِ .


قَوْلُهُ : ( وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا ) كَمَا لَا يَحْرُمُ إذَا قَصَدَ الذِّكْرَ فَقَطْ ، فَالصُّوَرُ أَرْبَعَةٌ يَحِلُّ فِي ثِنْتَيْنِ ، وَيَحْرُمُ فِي ثِنْتَيْنِ وَأَمَّا لَوْ قَصَدَ وَاحِدًا لَا بِعَيْنِهِ فَفِيهِ خِلَافٌ ، وَالْمُعْتَمَدُ الْحُرْمَةُ ؛ لِأَنَّ الْوَاحِدَ الدَّائِرَ صَادِقٌ بِالْقُرْآنِ فَيَحْرُمُ لِصِدْقِهِ بِهِ . قَوْلُهُ : ( لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَخْ ) أَيْ لَا يَكُونُ قُرْآنًا تَحْرُمُ قِرَاءَتُهُ عِنْدَ وُجُودِ الصَّارِفِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَإِلَّا فَهُوَ قُرْآنٌ مُطْلَقًا ، أَوْ الْمَعْنَى لَا يُعْطَى حُكْمَ الْقُرْآنِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي صَلَاةٍ كَأَنْ أَجْنَبَ وَفَقَدَ الطَّهُورَيْنِ وَصَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ بِلَا طُهْرٍ ، وَقَرَأَ الْفَاتِحَةَ ، فَلَا يُشْتَرَطُ قَصْدُ الْقُرْآنِ ، بَلْ يَكُونُ قُرْآنًا عِنْدَ الْإِطْلَاقِ لِوُجُوبِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ فَلَا صَارِفَ فَاحْفَظْهُ وَاحْذَرْ خِلَافَهُ كَمَا ذَكَرَهُ ابْنُ شَرَفٍ عَلَى التَّحْرِيرِ .


"(Tanbih): Diperbolehkan bagi orang yang mempunyai hadats besar untuk membaca dzikir al-Qur’an dan yang lainnya, seperti mauizhahnya, cerita, dan hukum yang ada di dalam al-Qur’an, dengan tidak diniatkan pada al-Qur’annya. Seperti perkataanya ketika naik kendaraan :


(سبحان الذي سخر لنا هذا و ما كنا له مقرنين)


dan ketika mendapat musibah dia mengucapkan :


(إنا لله و إنا اليه راجعون).


Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya. Namun jika dia memaksudkan al-Qur’an saja atau memaksudkan al-Qur’an beserta dzikirnya, maka diharamkan. Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan, sesuai dengan peringatan an-Nawawi dalam kitab Daqaiq, sebab tidak ada unsur penghinaan pada kemuliaan al-Qur'an di sini. Memandang bahwasanya al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali ketika dengan wujudnya niat.


Secara zahir pendapat tersebut berlaku baik pada ayat yang bisa ditemukan susunan kalimatnya di luar al-Qur'an semisal dua ayat di atas, juga basmalah dan al-fatihah. Serta pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an semisal surat al-Ikhlas dan ayat kursi. Benarlah demikian, meski az-Zarkasyi berpendapat tidak diragukannya keharaman pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an. Pendapat az-Zarkasyi ini dianut oleh sebagian ulama mutaakhirin.


Keterangan an-Nawawi tentang kemutlakan tersebut juga terkandung dalam kitab ar-Raudhah. Sedangkan ketika membaca al-Qur'an itu tidak diniatkan pada membaca al-Qur'annya maka diperbolehkan.


Komentar pensyarah :


[Tanbih dst.] Tanbih ini menempati perkataan mushannif, “Tempat keharaman membaca al-Qur’an adalah ketika dalam pembacaan itu dengan maksud al-Qur’an atau dengan maksud al-Qur’an dan dzikir. Jika tidak memaksudkan dengan itu semua maka tidak diharamkan."


[Diperbolehkan dst.] Pembahasan penulis tentang wanita haidh dan nifas, namun bisa dikonfirmasikan juga pembahasan selain keduanya. Cermatilah. (al-Qulyubi)


[Seperti mauizhah] Yakni perkara tentang anjuran dan ancaman.


[Cerita] Yakni dari kisah umat terdahulu.


[Dan hukum yang ada di dalam al-Qur'an] Yakni perkara yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf.


[Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya] Dengan kelepasan bicara.


[Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan] Sebagaimana tidak pula diharamkan ketika diniatkan pada dzikirnya saja. Sehingga bisa disimpulkan ada empat situasi pembacaan al-Qur'an di sini. Dua diperbolehkan, dan dua lainnya diharamkan.


Sedangkan ketika dia meniatkan pada salah satunya namun tanpa dijelaskan yang mana maka hukumnya khilaf. Menurut qaul Mu'tamad dihukumi haram. Sebab unsur salah satunya bisa dimungkinkan niat pada al-Qur'annya sehingga diharamkan memandang adanya kemungkinan tersebut. [Al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an dst.] Yakni ketika muncul qarinah pembeda maka tidak dianggap sebagai al-Qur'an yang haram dibaca kecuali dengan wujudnya niat. Atau bisa juga diartikan tidak diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali dengan wujudnya niat. Konteks ini mengesampingkan pada kasus shalat, semisal pada orang junub yang tidak bisa bersuci dengan wudhu dan tayammum, lantas dia shalat li hurmatil waqti, membaca al-Fatihah, maka tidak berlaku persyaratan niat membaca al-Qur'an. Bahkan tetap dianggap sebagai hukum bacaan al-Qur'an ketika dimutlakkan sebab tidak ada qarinah pembeda di sini. Camkanlah dan hati-hati terhadap kesalahpahaman tentang hal itu, sebagaimana dituturkan oleh an-Nawawi dalam kitab at-Tahrir." (Hasyiyah al-Bujairimi, 1/259-264).


Elaborasi tentang khilafiyah Imam Malik dituturkan dalam kitab al-Mausu'ah:


وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْحَائِضَ يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي حَال اسْتِرْسَال الدَّمِ مُطْلَقًا ، كَانَتْ جُنُبًا أَمْ لاَ ، خَافَتِ النِّسْيَانَ أَمْ لاَ . وَأَمَّا إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا ، فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ حَتَّى تَغْتَسِل جُنُبًا كَانَتْ أَمْ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَخَافَ النِّسْيَانَ .


هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَهُمْ ، لأَنَّهَا قَادِرَةٌ عَلَى التَّطَهُّرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ ، وَهُنَاكَ قَوْلٌ ضَعِيفٌ هُوَ أَنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا جَازَ لَهَا الْقِرَاءَةُ إِنْ لَمْ تَكُنْ جُنُبًا قَبْل الْحَيْضِ . فَإِنْ كَانَتْ جَنْبًا قَبْلَهُ فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ .


"Kalangan malikiyah berpendapat bahwa wanita haidh diperbolehkan membaca al-Qur'an di masa sedang keluarnya darah haidh secara mutlak, baik disertai junub maupun tidak, entah karena khawatir lupa ataupun tidak. Sedangkan di masa darah haidh sedang berhenti maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an sampai dia mandi bersuci, baik kondisinya disertai junub maupun tidak, kecuali bila khawatir lupa (maka boleh membaca, pen).


Pendapat di atas adalah qaul mu'tamad, sebab seorang wanita dipandang mampu bersuci dalam kondisi darah sedang berhenti tersebut. Namun dalam hal ini ada qaul dha'if yang berpendapat seorang wanita ketika darahnya sedang berhenti tetap diperbolehkan membaca al-Qur'an asalkan kondisinya tidak disertai junub sebelum haidh. Ketika sebelum haidh telah disertai junub maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an (sampai dia mandi bersuci, pen)" (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, 18/322)


Kesimpulan :


Dalam mazhab syafi'iyah terdapat tujuh pembahasan yang berkaitan dengan hukum wanita haidh membaca al-Qur'an :


•Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya maka haram.


•Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya besertaan niat lainnya maka juga dihukumi haram.


•Bila membaca al-Qur'an diniati selain untuk membaca al-Qur'an seperti untuk menjaga hafalan, membaca zikirnya, kisah-kisah, mauizah, hukum-hukum, maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an karena kelepasan bicara maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak, yakni sekedar ingin membaca tanpa niat tertentu maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak atau niat selain al-Qur'an, namun yang dibaca adalah susunan kalimat khas al-Qur'an atau satu surat panjang atau keseluruhan al-Qur'an maka khilaf. Menurut an-Nawawi, ar-Ramli Kabir, dan Ibnu Hajar diperbolehkan, sedangkan bagi az-Zarkasyi dan as-Suyuthi diharamkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniatkan pada salah satunya tanpa dijelaskan yang mana maka khilaf. Menurut qaul mu'tamad diharamkan sebab adanya kemungkinan niat pada bacaan al-Qur'an.


Sedangkan dalam mazhab malikiyah boleh bagi wanita haidh membaca al-Qur'an. Lebih jelasnya tentang hal ini terdapat dua pembahasan:


❖ Boleh secara mutlak, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang merembes keluar.


❖ Tidak diperbolehkan sebelum mandi hadats, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang mampet. Kecuali bila khawatir lupa, atau kecuali dengan menengok pada qaul dha'if yang memperbolehkannya

Friday, March 4, 2022

BULAN YANG TERLUPAKAN





Jum'at, 04 Maret 2022 M/ 01 Sya'ban 1443 H.

*"Bulan Yang Dilupakan"*

*(Mengingat Kembali Keutamaan Bulan Sya'ban)*

Sesuai dengan hasil hisab dan rukyatul hilal yang dilakukan oleh Lembaga Falakiyyah PBNU, sa'at ini kita telah memasuki bulan Sya'ban.

Imam Al-Ghazali menggolongkan bulan Sya'ban ini kedalam "Al-Asyhurul Fadhilah", bulan-bulan yang memiliki keutamaan. (Ihya 'Ulumuddin. Juz. I. hal. 281)

Bulan Sya'ban adalah bulan yang *dilupakan oleh manusia*, padahal di bulan inilah amal perbuatan seorang hamba di  angkat dan dilaporkan kepada Allah *تعالى*:

"Sya'ban adalah bulan yang berada di antara bulan Rajab dan Romadhon, yang *dilupakan manusia*. Diangkat padanya amal-amal para hamba..." (HR. Baihaqi dari Usamah bin Zaid)

Di bulan Sya'ban ini pula ada satu malam yang istimewa, yaitu malam Nishfu Sya'ban, malam tanggal 15 bulan Sya'ban. Malam yang di dalamnya turun rahmat Allah dan ampunan-Nya.

Dalam sebuah hadits dijelaskan:

"Sesungguhnya (rahmat) Allah *تعالى* turun pada malam Nishfu Sya'ban ke langit dunia, maka Allah memberikan ampunan (kepada makhluk-Nya) yang lebih banyak daripada bilangan bulu dombanya bani Kalb." (HR. Imam Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah dari sayyidah 'Aisyah)

*Sahabat-Sahabat** رحمكم الله*

Tentang keutamaan lain dari bulan Sya'ban ini, syeikh Abdul Qodir Al-Jailani menjelaskan:

Bulan Sya'ban (شعبان) ini terdiri dari lima hurup nya:

١- الشين (ش) = الشرف 

yang berarti; Kemuliaan.

٢. العين (ع)  = العلو

yang berarti; Ketinggian derajat.

٣. الباء (ب) = البر

yang berarti; Kebaikan.

٤. الالف ( ا ) = الالفة

yang berarti; Kasih Sayang (keramahan)

٥. النون (ن) = النور

yang berarti; Cahaya.

Lima hal ini lah yang menjadi anugerah dari Allah *تعالى* bagi hamba-hamba-Nya di bulan Sya'ban ini.

 "Bulan Sya'ban adalah bulan dibukanya pintu-pintu kebaikan, diturunkannya keberkahan-keberkahan, ditinggalkan kesalahan-kesalahan, dihapuskan dosa-dosa keburukan dan diperbanyak di dalamnya bersholawat atas nabi Muhammad

*صلى الله عليه وسلم*

yang menjadi sebaik-baiknya makhluk."

Bulan Sya'ban adalah bulan untuk bersholawat atas Nabi yang terpilih. (Al-Guniyyah, hal. 303)  

*"Mari Kita Perbanyak Berbuat Amal Kebaikan Yang Berhubungan Dengan  Allah Maupun Dengan Sesama Manusia Di Bulan Sya'ban Ini, Agar Kita Bisa Memperoleh Limpahan Rahmat Dan Ampunan Serta Keberkahan Dan Anugerah-Nya. Dan Mari Kita Perbanyak Bersholawat Atas Nabi صلى الله عليه وسلم, Agar Kita Bisa Memperoleh Syafa'atnya.*


*امين يارب العالمين*

*والله اعلم بالصواب*

*اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*

*اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*

*اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*


Semoga Bermanfa'at.

Narsum :

A. Hasanuddin. HR.

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes