BREAKING NEWS

Watsapp

Friday, February 4, 2022

HAJI DAN UMROH



Hukum haji


Dalil Al Quran

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Ali Imran ayat 97 menjelaskan bahwa :

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Arab-Latin: Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi 'alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā'a ilaihi sabīlā, wa man kafara fa innallāha ghaniyyun 'anil-'ālamīn.

Terjemah Arti: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(QS. Ali Imran: 97).

Dari ayat diatas terdapat berbagai tafsiran diantaranya :

Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 97 Ditemukan aneka ragam penjabaran dari berbagai mufassir mengenai isi surat Ali ‘Imran ayat 97, sebagiannya seperti berikut:

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia Dan pada Baitullah ini terdapat bukti-bukti nyata bahwa ia dibangun oleh tangan Ibrahim dan sesungguhnya Allah telah mengagungkan dan memuliakannya. Di antaranya adalah maqam Ibrahim, yaitu batu yang Ibrahim berdiri di atasnya ketika dia dan putranya, Ismail, meninggikan fondasi-fondasi Baitullah. Siapa saja yang memasuki Baitullah ini, maka dia akan merasa aman terhadap jiwanya, tidak ada seorangpun yang berbuat buruk kepadanya. Dan sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas orang yang mampu dari kalangan manusia di mana pun berada untuk mendatangi Baitullah ini untuk melaksanakan manasik haji. Dan barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sungguh dia telah kafir. Dan Allah Maha kaya tidak membutuhkannya, haji dan amal perbuatannya dan juga dari seluruh makhlukNya.

Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 97. فِيهِ ءَايٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ (Padania terdapat tanda-tanda yang nyata) Yakni diantaranya as-Shafa dan al-Marwah, dan seluruh masya’ir lainnya, dan juga kebinasaan orang-orang kejam yang bermaksud menyerangnya, dan lain sebagainya. Dan diantara tanda-tanda itu adalah maqam Ibrahim. مَّقَامُ إِبْرٰهِيمَ ۖ ((diantaranya) maqam Ibrahim) Yakni batu besar yang dipakai Nabi Ibrahim untuk berdiri di atasnya ketika ia membangun baitullah. Dan Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya tempat untuk sholat. (lihat surat al-Baqarah: 125). وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ (barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia) Dan diantara tanda-tanda itu pula adalah orang yang memasukinya maka ia akan menjadi aman. Yakni barangsiapa yang takut terhadap sesuatu kemudian ia memasuki baitul haram maka ia akan mendapatkan rasa aman. Dan diwajibkan atas manusia agar tidak mengganggu orang meski orang tersebut telah menumpahkan darah atau mengambil harta orang lain sampai ia keluar dari Baitul Haram. Namun apabila ia melakukan kejahatan itu di dalam Baitul Haram maka ia boleh dihukum di dalamnya, sebagaimana firman Allah: والحرمات قصاص (dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash) Dan hal ini dikarenakan dialah yang pertama menodai kehormatan tanah Haram. وَلِلَّـهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ (mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah) Ini adalah sebagai bentuk penekanan terhadap penegakan hak tanah Haram dan pengagungan kehormatannya. مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ (yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah) Yakni ukuran orang yang diwajibkan untuk berhaji adalah bagi mereka yang mampu untuk melakukan perjalanan itu. Adapun seseorang dikatakan mampu adalah yang memiliki bekal dan nafkah perjalanan untuk berhaji. وَمَن كَفَرَ(Barangsiapa mengingkari) Ibnu Abbas berkata: yakni barangsiapa yang kafir terhadap kewajiban haji dan tidak memandang bahwa haji adalah sebuah kebajikan dan meninggalkannya merupakan sebuah dosa. Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah barangsiapa yang kafir terhadap tanda-tanda yang jelas yang ada dalam ayat yang menyebutkan keutamaan-keutamaan Ka’bah. فَإِنَّ اللهَ غَنِىٌّ عَنِ الْعٰلَمِينَ (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam) Karena Dia Maha Tinggi dan kekuasaan-Nya Maha Suci, Dia-lah Maha kaya yang mana segala ketaatan hamba-hamba-Nya tidak memberi manfaat sedikitpun untuk-Nya.

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 96-97. Allah memberitakan tentang keagungan Baitul Al-Haram, bahwa itu adalah rumah yang pertama di bangun oleh Allah di bumi untuk beribadah kepadanya dan menegakan dzikr kepadaNya. Di dalamnya ada keberkahan, berbagai bentuk hidayah, berbagai macam kemaslahatan dan manfaat yang begitu besar untuk alam semesta dan keutamaan yang melimpah. Di sana juga ada tanda-tanda yang jelas yang mengingatkan kepada maqam-maqam Ibrahim al-khalil dan perpindahan dalam melaksanakan haji dan setelahnya, mengingatkan kepada maqam-maqam penghulu para rasul dan pemimpin mereka, dan padanya ada ketenangan dimana bila seseorang memasukinya, niscaya akan merasa aman lagi tentram, serta beriman secara syariat maupun agama. Ketika Baitullah al-haram mengandung segala kebaikan yang disebut secara umum ini dan akan banyak perincian-perinciannya, maka Allah mewajibkan para hamba yang mukallaf yang mampu melakukan perjalanan kepadanya untuk menunaikan haji. yaitu orang-orang yang mampu sampai ke Baitullah dengan mengendarai kendaraan apapun yang sesuai denganya dan perbekalan yang harus disiapkannya. Karena itulah Allah berfirman dengan lafadz tersebut yang memungkinkannya untuk mengendarai segala bentuk kendaraan yang modern yang akan muncul di kemudian hari. Inilah ayat-ayat Al-Qur’an, dimana hukum-hukum nya relevan untuk setiap waktu dan kondisi yang mana tanpanya suatu perkara tidak akan baik secara sempurna. Barang siapa yang tunduk patuh kepadanya dan menunaikan nya, maka dia termasuk di antara orang-orang yang diberi petunjuk lagi beriman. Dan barangsiapa yang ingkar terhadapnya dan tidak menunaikan haji ke Baitullah, maka dia telah keluar dari agama. ”dan barangsiapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Referensi: https://tafsirweb.com/1229-surat-ali-imran-ayat-97.html

Demikian pula dalam (QS. al hajj: 27) Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelas kan bahwa : Surat Al-Hajj Ayat 27

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Arab-Latin: Wa ażżin fin-nāsi bil-ḥajji ya`tụka rijālaw wa 'alā kulli ḍāmiriy ya`tīna ming kulli fajjin 'amīq.

Terjemah Arti: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,

Referensi: https://tafsirweb.com/5763-surat-al-hajj-ayat-27.html

Manhaj (kajian dalil)

Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan dia merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seorang muslim yang mampu Sebagaimana telah digariskan dan ditetapkan dalam Al Quran as-sunnah dan ijma.

Secara etimologi Haji mempunyai arti sesuatu tujuan, sedangkan Haji secara terminologi adalah kehendak untuk pergi menuju ke Baitullah di tanah haram untuk menunaikan ibadah titik di antara dasar Alquran tentang kewajiban Haji terdapat pada ayat:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sungguh Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).

Dalam surat al imran ayat 97 di atas merupakan Dalil yang menunjukkan hukum diwajibkannya haji. Frasa yang lebih diaksentuasikan adalah kata “Walillahi Alan Nasi”, lafadz ini merupakan model sighat ilzam waijab artinya sighat yang menetapkan dan mewajibkan, termasuk dalam gaya bahasa yang menunjukkan hukum wajib.

Oleh karena itu ayat ini dijadikan dalil wajibnya haji. juga diperkuat dan dipertegas dengan kelanjutan ayatnya yaitu وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Dari lafadz ini Allah menjadikan perbandingan fardhunya haji dengan kufur, dengan kata lain orang-orang yang tidak mempercayai atas kewajiban Haji dibahasakan dengan kufur. Hal ini menunjukkan bahwa meninggalkan haji itu bukan termasuk perbuatannya orang muslim tetapi perbuatan orang-orang yang kufur. Dengan demikian dapat disimpulkan Haji termasuk perbuatan yang difardukan.

Dalam ayat ini sekaligus mencantumkan salah satu dari syarat haji yaitu istitoah, tepatnya pada ayat مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ Harus dalam keadaan mampu. syarat-syarat Haji sendiri ada lima yaitu: Islam, berakal, baligh, mampu Serta adanya mahram yang mendampingi bagi seorang perempuan. Lima syarat ini termasuk syarat ada’ untuk mendatangi haji bukan syarat wajibnya haji. Adapun tiga syarat yang pertama yakni Islam, berakal dan baligh bukan hanya menjadi syarat dalam Haji saja tetapi juga termasuk pada semua syarat ibadah.

Untuk syarat keempat yaitu istitha'ah dijelaskan pada ayat مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ Maksud istitha'ah ada yang mengatakan mempunyai bekal saku juga mempunyai tunggangan. an yang didukung dengan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda: “ barangsiapa yang memiliki bekal untuk sampai pada Baitullah namun dia tidak berhaji maka dia dia akan mati dalam keadaan Yahudi atau dalam keadaan Nasrani”.

Dalam riwayat lain, yakni riwayat Ibnu Umar ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya mengenai masalah Ayat tersebut Beliau mengatakan :Assabil: “ashadu warohilatu”. maksud sabil adalah bekal dan kendaraan).

Lain halnya dengan Imam Al jashash yang mengatakan, bahwa istitha'ah itu itu tidak hanya mampu dalam hal bekal dan perjalanan, tapi juga mampu dalam fisiknya. karena orang yang dalam keadaan sakit, orang yang dikhawatirkan, orang tua yang tidak mampu untuk naik kendaraan atau orang yang lumpuh ataupun setiap orang-orang yang Udur sampai pada Baitullah, maka semestinya mereka juga termasuk golongan orang yang yang yang ghairu istitha'ah untuk berhaji.()

Redaksi ayat lain yang juga dijadikan dasar diperlukannya haji (bagi yang mampu) adalah ayat:

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Artinya nya: dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. al hajj: 27)

Ayat di atas termasuk dasar dalil yang menunjukkan wajibnya haji.

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa arti dari ayat ini adalah dua” beritahukan lah wahai Ibrahim kepada para manusia untuk berjalan mengerjakan haji pada Baitullah ini yang telah Aku perintahkan kepadamu untuk membangunnya”. Kemudian ketika Allah memerintahkan nabi Ibrahim untuk memberitahukan kepada manusia agar melaksanakan ibadah haji Rhoma Beliau berkata:” Wahai Tuhanku! Bagaimana cara saya menyampaikan kepada manusia padahal suara saya tidak akan mungkin didengar oleh mereka semua. perintah ini adalah ketika nabi Ibrahim dan nabi Ismail selesai membangun Baitullah {Ka'bah), Kemudian Allah berfirman berserulah engkau semampumu nanti aku yang akan memberitahukan kepada mereka. makan Nabi Ibrahim berdiri, dikatakan beliau berdiri di atas batu, ada yang mengatakan di atas gunung sofa, dan ada yang mengatakan diatas Abu qubais, kemudian Nabi Ibrahim berseru dengan berteriak:” Wahai Manusia! Allah telah membangunkan untuk kalian Baitullah maka berhajilah!”. tiba-tiba gunung membusungkan diri Sehingga suara Nabi Ibrahim bisa terdengar di seluruh penjuru daerah tersebut, bahkan setiap yang mendengar suara beliau langsung menjawab seruan beliau dari batu-batu, tumbuhan juga pepohonan dengan jawaban “Labbaik Allahumma Labbaik”.

Namun demikian di kalangan para ulama terdapat perbedaan pendapat perihal hidup dari potongan ayat wa Adzin. Menurut jumhur ulama kitab lafadz Adin kembali kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam. ada pula Sebagian ulama yang mengatakan bahwa hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam. para ulama yang mengatakan bahwa hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim yaitu itu Al Hasan dan disepakati Imam al qurthubi. Buahnya perbedaan pendapat ayat ini adalah : jika hidupnya khusus kepada Nabi Ibrahim saja maka ayat ini termasuk dalam kerangka syar'u Man qablana dan Dalil ini menceritakan syariat orang-orang yang terdahulu untuk mengetahui berkelangsungan nya hingga zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam masih membutuhkan dalil lain yang mempertegas, tetapi jika hidupnya kembali kepada Nabi Muhammad juga kembali kepada Nabi Ibrahim maka ayat ini tanpa bantuan dalil lain sudah mencukupi menjadi dalil kewajiban haji() Kewajiban Haji ini juga tertuang dalam kandungan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu:

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Arab-Latin: Wa atimmul-ḥajja wal-'umrata lillāh, fa in uḥṣirtum fa mastaisara minal-hady, wal lā taḥliqụ ru`ụsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah, fa mang kāna minkum marīḍan au bihī ażam mir ra`sihī fa fidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk, fa iżā amintum, fa man tamatta'a bil-'umrati ilal-ḥajji fa mastaisara minal-hady, faman lam yajid fa ṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin fil-ḥajji wa sab'atin iżā raja'tum, tilka 'asyaratun kāmilah, żālika limal lam yakun ahluhụ ḥāḍiril-masjidil-ḥarām, wattaqullāha wa'lamū annallāha syadīdul-'iqāb

Terjemah Arti: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Pada ayat ini terdapat 4 koin yang menjadi pokok pembahasan diantaranya yaitu itu:

perintah menyempurnakan haji dan umroh وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Kewajiban membayar hadyah ketika tidak mampu menyelesaikan rangkaian haji dan umroh sebab terkepung oleh musuh

فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ

Kewajiban membayar Fidyah bagi yang melakukan perkara yang diharamkan ketika ihram

 فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ

Ketentuan haji tamattu

 فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

Pembahasan :

Referensi: https://tafsirweb.com/717-surat-al-baqarah-ayat-196.html

Referensi: https://tafsirweb.com/5763-surat-al-hajj-ayat-27.html

Share this:

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes