MHD - YI MWC ANZAAY
I.
Pendahuluan
Tinggal beberapa hari lagi seluruh
umat islam dimanapun berada dibelahan muka bumi ini akan kedatangan bulan
istimewa yakni bulan suci Romadhon.
Bulan suci Romadhon memang merupakan
bulan yang sangat istimewa bagi setiap kaum muslimin. Karena ia merupakan bulan
yang penuh dengan limpahan keberkahan, bulan yang di buka pintu-pintu surga, di
tutup pintu-pintu neraka dan di belenggu seithan-seithan penggoda manusia.
Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan
dari Abu Hurairoh di jelaskan;,Sesungguhnya Nabi. SAW. Ketika telah datang
bulan Romadhon Beliau bersabda :
“Sungguh telah datang kepadamu bulan
yang penuh dengan keberkahan, telah di wajibkan atas kamu berpuasa (didalam)
nya, di buka padanya pintu-pintu surga dan di tutup padanya pintu-pintu neraka
Jahim, dan di belenggu padanya seithan-seithan, padanya ada satu malam yang
lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang di halangi memperoleh
kebaikannya maka sungguh dia telah terhalang.” (HR. Ahmad, Nasa’I dan Baihaqi
dari Abu Hurairoh)
‘Umar bin Khottob, ra. apabila telah
memasuki bulan Romadhon beliau menyambutnya dengan ucapan :
“Selamat datang (Marhaban) bulan yang
mensucikan (dosa)! (bulan) kebaikan semuanya!(Al-Ghuniyyah. Hal. 319)
Karena itu merupakan sebuah keharusan
bagi setiap muslim untuk menyambut kedatangan bulan istimewa ini dengan
penuh kegembiraan dan penuh harap untuk memperoleh kebaikan yang ada didalamnya.
II.
Kewajiban
Melaksanakan Ibadah Puasa
Puasa
(As-Shoum) menurut bahasa adalah; Menahan (secara umum). Hal ini
berdasarkan firman Allah yang menceritakan tentang ucapan sayyidah Maryam:
“Sesungguhnya
aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang maha Pemurah, maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS. Maryam (19) ; 26)
Dan ucapan
orang ‘arab :
“Kuda yang
berpuasa” maksudnya kuda yang berhenti tidak mau berjalan. (I’anatut Tholibin,
Juz. II. Hal. 214)
Sedangkan pengertian puasa menurut Syara’
ialah : Menahan dari perkara-perkara yang membatalkan puasa mulai dari
terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari beserta niat.
(Fiqhussunnah, Juz. I. hal. 304)
Perintah
kewajiban melaksanakan Puasa Romadhon di
Syari’atkan pada tahun ke dua setelah Hijrah di bulan Sya’ban.
Dengan
datangnya bulan suci Romadhon maka di wajibkan bagi seorang Muslim dan Muslimah
untuk melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh untuk meningkatkan
nilai ketaqwaannya. Sebagaimana telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqoroh ; 183 :
“Hai orang-orang yang beriman di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di wajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
Didalam kitab
Nihayatuzzain (hal. 184-185) dijelaskan bahwa Ibadah puasa ini wajib di
laksanakan apabila terdapat salah satu dari empat perkara, yaitu :
1). Dengan sempurnanya hitungan bulan Sya’ban selama tiga puluh hari,
apabila sebelumnya tidak terdapat Ru’yatul Hilal.
2). Dengan melihat bulan yang
menandai masuknya bulan baru (Ru’yatul Hilal Romadhon) bagi orang yang
melihatnya.
Hal ini berdasarkan hadits :
“Berpuasalah kamu karena
melihat Hilal (bulan yang menandai masuknya bulan baru) dan berbukalah kamu
karena melihat Hilal. Maka apabila di halangi mendung atas kamu maka
sempurnakanlah olehmu bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhori dan
Muslim dari Abu Hurairoh, ra.)
3). Dengan di tetapkannya oleh Hakim Rukyatul Hilal dari seorang yang
bersifat ‘adil dalam persaksian.
Hal ini berdasarkan hadits
yang di riwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ra :
“ Manusia berusaha untuk melihat
Hilal, maka aku mengkhabarkan kepada Nabi, SAW. bahwasanya aku telah melihat
nya, maka Nabi berpuasa dan Nabi memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR.
Abu Daud, dan di shohehkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban)
4). Dengan menyangka telah masuknya bulan Romadhon melalui Ijtihad bagi
orang-orang yang menjadi sulit baginya mengetahui/menentukan masuknya bulan
Romadhon dengan jelas. Seperti orang yang menjadi tawanan atau berada dalam
penjara.
II. Rentang Waktu
Berpuasa
Berpuasa di lakukan dalam rentang waktu
mulai dari Terbitnya fajar Shodiq yang menandai masuknya waktu Shubuh sampai
dengan terbenamnya matahari yang menandai masuknya waktu Maghrib.
Hal ini
berdasarkan firman Allah :
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah
apa yang telah di tetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)
Dan Hadits :
“Apabila malam telah menghadap dari
arah sana (arah timur), dan siang telah membelakangi dari arah sana (arah
barat) dan matahari telah tenggelam dari arah sana (arah barat) maka sungguh
telah berbuka orang yang berpuasa.” (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Umar ra.)
II. Syarat-Syarat Seseorang
Yang Di Wajibkan Melaksanakan Puasa
Didalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja (hal. 116) di
jelaskan bahwa syarat-syarat seseorang di wajibkan melaksanakan ibadah puasa
Romadhon ini ada lima perkara, yaitu ;
1). Beragama
Islam. Puasa Romadhon ini adalah ‘ibadah Islamiyah, maka dia tidak di
wajibkan atas selain orang yang beragama Islam.
2). Mukallaf.
yaitu orang yang sudah memasuki usia Baligh dan memiliki ‘akal yang sehat. Maka
puasa ini tidak di wajibkan atas anak yang belum memasuki usia baligh atau
orang yang tidak sehat /akalnya (orang gila). Hal ini berdasarkan hadits :
“Diangkat Qolam (tidak di catat amalnya)
dari tiga golongan, yaitu ; . Dari orang gila sehingga sembuh. Dan dari orang
yang tidur sehingga bangun. Dan dari anak kecil sehingga Baligh.” (HR. Ahmad
dan Abu Daud dan Turmudzi dari Sayyidina ‘Ali, ra.)
3). Kuat
untuk melaksanakan ibadah puasa. Bagi orang yang tidak kuat untuk
melaksanakan puasa disebabkan usianya yang sudah lanjut (tua) atau kerena sakit
yang tidak di harapkan kesembuhannya maka bagi mereka tidak di wajibkan
berpuasa. Sebagai penggantinya mereka berkewajiban untuk membayar fidyah dengan
memberi makan orang miskin setiap harinya sebanyak satu Mud apabila dia mampu.
Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas, ra. :
“Diberikan kemudahan bagi orang tua yang
sudah lanjut usianya untuk berbuka, dan (sebagai penggantinya) dia memberi
makan orang miskin setiap harinya dan tidak wajib qodho atasnya.” (Riwayat
Daruquthni dan Hakim)
4). Sehat.
Bagi orang yang sakit yang masih di harapkan kesembuhannya tidak di wajibkan
baginya berpuasa. Dan kewajiban bagi dia
untuk meng qodhonya apabila dia telah sembuh.
5). Muqim.
Yaitu orang yang tidak sedang melakukan perjalanan jauh. Bagi orang yang sedang
melakukan perjalanan jauh dengan jarak tempuh yang memperbolehkan untuk meng
Qhosor sholat (kl. 90 KM.), maka bagi dia tidak di wajibkan untuk melakukan
puasa. Dan kewajiban bagi dia untuk meng qodhonya apabila dia sudah tidak
melakukan perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah. SWT. :
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang di tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqoroh
(2) : 184).
III.
Syarat-Syarat
Sahnya Puasa.
Didalam kitab Nihayatuzzain (hal.
185) dan Kasyifatus Saja (hal. 116) di jelaskan bahwa syarat-syarat sah nya
puasa yang dilakukan oleh seseorang itu ada empat, yaitu :
1). Beragama Islam. Maka tidak sah puasa yang dilakukan oleh orang
kafir atau murtad.
2). Memiliki
Akal yang sehat. Maka tidak sah puasa yang di lakukan oleh orang gila dan
semacamnya atau anak kecil yang belum cerdas (tamyiz).
3). Suci dari
Haid dan Nifas. Maka tidak sah puasa yang di lakukan oleh wanita yang sedang
haid atau nifas.
4). Mengetahui
waktu yang boleh untuk melaksanakan puasa. Maka tidak sah melaksanakan puasa
pada waktu-waktu yang tidak di bolehkan puasa. Seperti pada dua hari raya dan
pada hari-hari Tasyriq (tgl. 11,12 dan 13 Dzul Hijjah).
IV. Rukun- Rukun (Ke Fardhuan) Puasa
Didalam kitab Nihayatuzzain (hal.
185-186) di jelaskan bahwa Rukun- rukun puasa itu ada dua, yaitu :
1). Niat
melaksanakan puasa di dalam hati pada tiap hari. Sedangkan mengucapkan niat puasa itu hukumnya
dianjurkan (Mustahab). Dan niat puasa ini wajib di lakukan pada malam hari
(Tabyitun-Niat). Hal ini berdasarkan hadits :
“Barang siapa yang tidak melakukan niat
puasa pada malam hari sebelum datangnya fajar maka tidak sah puasanya baginya.”
(HR. Ahmad dan Ashabus Sunan dari sayyidah Hafshoh)
Sedangkan lafadz niat yang lebih
sempurna ialah :
“Aku niat berpuasa pada esok hari untuk
melaksanakan ke fardhuan bulan Romadhon tahun ini karena Allah Ta’ala.”
2). Tidak melakukan (Imsak) perkara-perkara yang
dapat membatalkan ibadah puasa secara sengaja, mulai dari terbitnya fajar
sampai dengan terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah :
“Maka sekarang campurilah mereka dan
carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)
V.
Kesunahan-Kesunahan
Berpuasa
Didalam kitab Nihayatuzzain (hal.
194-195) di terangkan bahwa kesunahan-kesunahan berpuasa itu ada sepuluh
perkara, yaitu :
1).
Melaksanakan Sahur. Dan lebih utamanya makan sahur ini di akhirkan. Hal ini
berdasarkan hadits :
“Makan sahur lah kamu. Maka sesungguhnya
di dalam makan sahur terdapat keberkahan.”(HR. Bukhori dan Muslim dari Anas,
ra)
Dan
hadits :
“Ummatku selalu berada dalam kebaikan
selagi mereka menyegerakan berbuka dan
mengakhirkan makan sahur.” (HR. Ahmad dalam kitab Musnad dari Abi Dzar)
2).
Menyegerakan berbuka apabila telah nyata terbenamnya matahari dan sebelum
melaksanakan sholat. Hal ini berdasarkan hadits diatas. Dan di sunnahkan berbuka dengan kurma atau
air. Hal ini berdasarkan hadits :
“Apabila salah seorang kamu berbuka maka
sebaiknya dia berbuka dengan kurma maka sesungguhnya itu banyak keberkahannya,
maka apabila dia tidak mendapatkan, maka sebaiknya dia berbuka dengan air, maka
sesungguhnya air itu mensucikan.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah
dari Sulaiman bin ‘Amir)
3). Membaca
do’a dengan do’a yang telah ma’tsur setelah berbuka.
4). Melakukan
mandi hadats besar sebelum terbitnya fajar shodiq (sebelum masuk waktu imsak)
5). Menjaga
lisan dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfa’at, apalagi dari ucapan-ucapan
yang di haramkan, seperti berbohong dan membicarakan keburukan orang lain
(Ghibah) karena hal ini dapat menghilangkan pahala puasa.
6). Menjaga
diri / membatasi diri dari kesenangan (Syahwat) yang di bolehkan yang tidak
membatalkan puasa, seperti berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman dan
kelezatan-kelezatan lainnya karena hal itu tidak sesuai dengan hikmahnya puasa.
7).
Memperbanyak ber shodaqoh, bersikap dermawan dan berbuat kebaikan kepada
keluarga, kerabat, dan tetangga. Dalam hadits di jelaskan :
“Barangsiapa yang memberi makanan untuk
berbuka kepada orang yang berpuasa maka adalah
baginya seperti pahalanya orang yang berpuasa, akan tetapi bahwasanya
dia tidak mengurangi sedikitpun dari pahalanya orang yang berpuasa.” (HR.
Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Zaid bin Kholid)
Dan memperbanyak membaca Al-qur’an,
berdzikir dan perbuatan-perbuatan kebaikan lainnya.
8).
Memperbanyak I’tikaf. Terutama sekali pada sepuluh hari yang terakhir di bulan
Romadhon.
9).
Menghatamkan Al-qur’an pada bulan Romadhon.
10).
Berturut-turut dalam melaksanakan qodho puasa Romadhon.
VI. Perkara-Perkara
Yang Dimakruhkan Ketika Berpuasa
Didalam kitab As-Syarqowi ‘ala Tahrir (hal. 443-446) di terangkan
bahwa perkara-perkara yang dimakruhkan ketika berpuasa itu ada sepuluh, yaitu :
1) Mencaci atau
memaki orang lain (Berbicara kotor). Hal ini berdasarkan Hadits :
“Puasa bukanlah (hanya) dari meninggalkan
makan dan minum, dan sesungguhnya puasa (yang sempurna) itu (meninggalkan) dari
perkataan yang bukan-bukan (omong kosong) dan perkataan keji dan kotor.” (HR.
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban dan Hakim
dari Abi Hurairoh)
2) Mengakhirkan
berbuka puasa.
3) Mengulum
sesuatu benda yang tidak hancur.
4) Mencicipi
makanan dengan lidahnya bagi orang yang tidak ada hajat baginya.,akan Tetapi
tidak boleh sampai masuk kedalam tenggorokannya maka bisa membatalkan puasa.
5) Melakukan bekam.
6) Meminta untuk
di bekam. Tetapi menurut satu pendapat hukumnya Khilaful aula.
7) Mencium apabila
tidak sampai menimbulkan syahwat. Tetapi menurut satu pendapat hukumnya
khilaful aula.
8) Masuk kamar
mandi apabila tidak ada hajat.
9). Menggunakan
syiwak setelah tergelincirnya matahari (Zawalus Syamsi). Karena hal ini dapat
menghilangkan bau mulut orang yang sedang puasa. Hal ini berdasarkan hadits :
“Pasti bau mulutnya orang yang berpuasa
pada hari Kiamat lebih wangi disisi Allah daripada harumnya misik.” (HR.
Muslim)
10). Memandang
terhadap sesuatu yang halal dengan adanya syahwat.
VII. Perkara – Perkara Yang Membatalkan Puasa
Didalam kitab Kifayatul Akhyar (Juz. I. hal. 207) di jelaskan bahwa
perkara-perkara yang membatalkan puasa itu ada sepuluh, yaitu :
1). Masuknya
sesuatu benda (‘ain) dengan sengaja kedalam bolongan yang menerus kedalam perut
(Al-Jauf).
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala
:
“…dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)
Dan telah shoheh perkataan Ibnu Abbas,
ra. :
“Sesungguhnya batalnya puasa itu di
karenakan benda yang masuk, dan tidaklah batal puasa di karenakan benda yang
keluar.” (Asy-Syarqowi ‘ala Tahrir, Juz. I. hal. 433)
Apabila masuknya benda (‘ain) kedalam
bolongan yang menerus kedalam perut tersebut di karenakan lupa atau tidak ada
unsur kesengajaan atau karena di paksa maka tidak membatalkan puasa. Hal ini
berdasarkan hadits :
“Barangsiapa yang lupa, padahal dia
sedang berpuasa, maka dia makan dan minum, maka sebaiknya dia menyempurnakan
puasanya. Maka sesungguhnya Allah telah memeberikan makan dan minum kepadanya.”
(HR. Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairoh)
Dan hadits :
“Sesungguhnya Allah mema’afkan dari umatku
akan perbuatan yang tidak di sengaja (keliru) dan perbuatan karena lupa dan
apa-apa yang mereka di paksa atasnya.” (HR. Ibnu Majah, Thobroni dan Hakim dari
Ibnu ‘Abbas.”
2). Masuknya
sesuatu benda (‘ain) dengan sengaja kedalam bolongan yang menerus kedalam
kepala (kantong otak).
3). Memasukkan
obat melalui qubul atau dubur.
4). Muntah
dengan di sengaja.
Hal ini berdasarkan hadits :
“ barangsiapa yang muntah tanpa disengaja maka tidak wajib qodho (puasa) baginya, dan barangsiapa yang bersengaja agar muntah maka wajib atasnya qodho (puasa).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudji, Nasa’I dan Ibnu Majah dari Abu Hurairoh)
5). Bersetubuh
(melakukan hubungan suami istri) meskipun tidak sampai mengeluarkan sperma.
6). Mengeluarkan
sperma dengan sebab bersentuhan kulit tanpa adanya penghalang. Apabila keluarnya sperma tersebut di sebabkan
memandang, atau pikiran (menghayal) atau dengan sebab mimpi maka hal ini tidak
membatalkan puasa.
7). Haid.
8). Nifas.
9). Gila
meskipun sebentar. Karena keadaan ini menghilangkan sifat ke-sah-an ibadah
Sedangkan penyakit ayan atau mabok dapat membatalkan puasa apabila terjadi
selama sehari penuh.
10). Murtad.
Karena keadaan ini menghilangkan sifat ke-sah-an ibadah.
VIII. Perkara
– Perkara Yang Membatalkan Pahala Puasa
Puasa adalah ibadah yang Allah
syari’atkan untuk membersihkan jiwa, dan membiasakannya untuk berbuat kebaikan.
Karena itu merupakan sebuah keharusan bagi orang yang berpuasa untuk menjaga
dirinya dari perbuatan yang dapat mencedrai puasa yang di lakukannya. bukan
hanya sekedar menahan dirinya dari makan dan minum atau perkara-perkara yang
membatalkan puasa saja .
Ada beberapa perkara yang dapat
mencedrai puasa yang di lakukan oleh seseorang dan dapat
menghilangkan/membatalkan pahalanya, yaitu :
1). Berbohong.
2). Membicarakan keburukan orang lain (Ghibah).
3). Mengadu domba (Namimah)
4). Memandang dengan Syahwat.
5). Sumpah dusta.
Dalam sebuah hadits yang
di dho’if kan oleh Al-Hafizd As-Suyuti di riwayatkan :
“Lima perkara yang dapat membatalkan
(pahala) orang yang berpuasa dan merusak
wudhu, yaitu : 1). Berbohong. 2). Membicarakan keburukan orang lain
(Ghibah). 3). Mengadu domba (Namimah). 4). Memandang dengan Syahwat. Dan 5).
Sumapah dusta.” (HR. Ad-Dailami dari Annas)
Dalam sebuah hadits Shoheh di jelaskan :
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan
ucapan dusta dan perbuatan dusta dan perbuatan bodoh (akhlak yang buruk), maka
tidak ada bagi Allah hajat pada dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR.
Bukhori dan Abu Daud dari Abi Hurairoh)
Dan dalam
hadits lain di jelaskan :
“Puasa bukanlah (hanya) dari
meninggalkan makan dan minum, dan sesungguhnya puasa (yang sempurna) itu
(meninggalkan) dari perkataan yang bukan-bukan (omong kosong) dan perkataan
keji dan kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah,
Ibnu Hiban dan Hakim dari Abi Hurairoh)
Dan dalam hadits yang lain di jelaskan :
“Berapa banyak orang yang berpuasa tiada
baginya dari puasanya kecuali (mendapatkan) lapar. Dan berapa banyak orang yang
beribadah (pada malam hari) tiada baginya dari ibadahnya kecuali (mendapatkan)
lelahnya begadang.” (HR. Nasa’I, Ibnu Majah dan Hakim dari Abi Hurairoh).
IX. Macam-Macam
Hukum Tidak Melaksanakan Puasa dan Kewajibannya.
Di dalam kitab As-Syarqowi ‘ala Tahriri (Juz. I. hal. 440-442) di
jelaskan bahwa hukum tidak melaksanakan puasa dan kewajibannya itu terbagi
menjadi enam macam, yaitu :
1). Wajib
tidak berpuasa dan Kewajiban baginya meng Qodho puasa yang di
tinggalkannya. Yaitu bagi wanita yang Haidh dan Nifas. Hal ini berdasarkan hadits
:
“Kami diperintahkan untuk meng Qodho puasa
dan kami tidak diperintah untuk meng Qodho sholat.” (HR. Bukhori dan Muslim
dari ‘Aisyah)
2). Boleh
tidak berpuasa dan kewajiban baginya meng qodho puasa yang di
tinggalkannya. Yaitu ;
1).
Bagi seseorang yang sedang sakit yang masih di harapkan kesembuhannya
dan dia khawatir bila berpuasa penyakitnya akan semakin parah.
2). Bagi orang yang sedang melakukan
perjalanan (Musafir) dengan jarak tempuh yang memperbolehkan meng qoshor sholat
(Kl. 90. KM). hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang di tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqoroh
(2) : 184).
3). Kewajiban
baginya membayar Fidyah dan meng Qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu :
1) Bagi orang yang berbuka karena
khawatir terhadap keselamatan orang lain. Seperti;
a). Berbuka karena menyelamatkan
orang lain yang sedang tenggelam atau sebab lainnya.
b). Berbuka bagi wanita yang sedang
hamil atau menyusui apabila dia khawatir terhadap keadaan anaknya saja.
Akan tetapi apabila dia berbuka
karena khawatir terhadap keselamatan dirinya saja atau terhadap keselamatan
dirinya dan orang lain atau khawatir terhadap keselamatan dirinya dan anaknya
maka baginya hanya wajib untuk meng Qodho puasa yang di tinggalkannya dan tidak
wajib baginya untuk membayar Fidyah.
2). Bagi orang yang punya kewajiban meng
Qodho puasa Romadhon dan dia belum melaksanakan qodho tersebut sampai tibanya
bulan Romadhon yang lain tanpa adanya ‘udzur. Hal ini berdasarkan hadits :
“Barang siapa yang menemui bulan
Romadhon, kemudian dia berbuka karena sakit, kemudian dia sembuh dan dia belum
meng Qodhoi nya sehingga dia bertemu dengan Romadhon yang lain, maka dia
(wajib) melaksanakan puasa Romadhon yang dia temui, kemudian dia meng Qodhoi
kewajibannya (yang lalu) dan memberi makan dari setiap hari nya akan orang miskin.”
(HR.Daruqutni dan Baihaqi).
4). Kewajiban
membayar Fidyah dan tidak wajib meng Qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu
: bagi orang yang sudah tua dan orang yang sakit yang tidak di harapkan
kesembuhannya.
5). Kewajiban
meng Qodho dan tidak wajib membayar Fidyah. Yaitu di antaranya ; bagi orang
yang ayan yang membatalkan puasa, orang yang lupa niat, yang membatalkan puasa
secara sengaja selain dengan melakukan Jima’ (melakukan hubungan suami istri).
6). Tidak
wajib meng Qodho dan tidak wajib membayar Fidyah. Yaitu bagi orang gila
atau anak kecil yang belum baligh dan orang kafir asli.
X. Orang-Orang
Yang Wajib Melaksanakan Qodho Romadhon Dan Wajib Imsak untuk Berpuasa
Di dalam kitab
Kasyifatus Saja syarah Safinatun Naja (hal. 120) di jelaskan ada enam golongan orang yang
wajib bagi mereka melaksanakan Qodho puasa Romadhon karena puasa yang mereka
lakukan di pandang tidak sah atau batal, akan tetapi bagi mereka di wajibkan
juga untuk melakukan Imsak (tidak makan dan minum) karena puasa. Yaitu :
1). Orang yang
berbuka secara sengaja di bulan Romadhon, tanpa ada ‘udzur yang membolehkannya
berbuka.
2). Orang yang
meninggalkan niat pada malam hari pada puasa fardhu.
3). Orang yang
melakukan makan sahur karena dia menyangka masih malam, padahal sudah masuk
waktu fajar.
4). Orang yang
berbuka puasa karena menyangka matahari telah tenggelam, padahal hari masih
siang.
5). Orang yang
menyangka bahwa hari itu baru tanggal tiga puluh Sya’ban padahal hari itu sudah
masuk bulan Romadhon.
6). Orang yang
kemasukan air berkumur-kumur atau menghisap air kedalam hidung karena terlalu
keras melakukannya.
X. Hukum Orang Yang Batal
Puasanya Dengan Melakukan Hubungan Suami Istri (Jima’)
Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 190) di jelaskan; wajib bagi
seeorang yang batal puasanya dengan sebab melakukan hubungan suami istri
(Jima’) meskipun hanya dengan sekedar memasukkan Penis (kepala dzakar nya) saja
dan meskipun tidak sampai mengeluarkan sperma, untuk meng Qodho puasanya yang
batal dan membayar Kafarat.
Kafarat yang wajib di
bayarkan adalah sebagai berikut :
“ Kewajiban baginya untuk membebaskan
seorang budak yang mu’min yang sehat dan mampu untuk bekerja. Apabila dia tidak
mampu melakukan ini maka wajib baginya untuk berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Maka apabila dia tidak mampu melakukan ini maka wajib baginya
untuk memberi makan enam puluh orang miskin atau faqir dengan ukuran satu mud
untuk setiap orangnya.”
Dan yang berkewajiban melakukan Qodho puasa
yang batal dan membayar Kafarat ini hanyalah pihak laki-lakinya saja, sedangkan
pihak wanitanya hanya kewajiban untuk meng qodho puasanya yang batal saja.
Hal ini berdasarkan
hadits yang telah di riwayatkan oleh kelompok (Jama’ah) perawi hadits dari Abi
Hurairoh ra. yang menjelaskan tentang kisah salah seorang sahabat Nabi yang
bernama Salamah bin Shokhr al-bayadhi yang telah melakukan hubungan suami istri
pada siang hari di bulan Romadhon.
XI. Cara membayar Qodho Puasa Romadhon
Didalam kitab As-Syarqowi ‘ala
Tahrir (Juz. I. hal. 442) dan kitab Nihayatuzzain (hal. 191) di jelaskan bahwa
bagi orang yang batal puasanya dan wajib baginya untuk meng Qodho puasa dengan
sebab- sebab yang telah di sebutkan diatas (pada romawi IX), maka bagi mereka
boleh melaksanakan Qodho puasa ini dengan cara
perlahan-lahan tidak bersegera dan boleh secara terputus-putus tidak
berturut-turut. Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari ‘Aisyah :
“Adalah wajib atas ku (Qodho) puasa
dari bulan Romadhon, maka aku tidak dapat melaksanakan Qodhonya kecuali pada
bulan Sya’ban…” (HR. Ahmad dan Muslim dari Abi Salamah)
Dan bahwasanya Nabi. SAW. bersabda
pada masalah melaksanakan Qodho Romadhon :
“Kalau dia menghendaki maka dia
dapat memisah-misahkan, dan apabila dia menghendaki maka dia dapat melaksanakannya
secara berturut-turut. “ (HR. Daruqutni dari Ibnu ‘Umar)
Akan tetapi di sunnahkan baginya
untuk bersegera melaksanakan Qodho puasa Romadhon tersebut dan melaksanakannya
secara berturut-turut. Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Abi
Hurairoh :
“Barangsiapa yang wajib atasnya
(Qodho) puasa dari bulan Romadhon maka sebaiknya dia melaksanakannya
berturut-turut dan dia tidak memutusnya.”
Kecuali bagi orang yang dia berdosa
dengan membatalkan puasanya disebabkan
karena tidak adanya udzur yang membolehkan membatalkan puasa, atau orang yang
Murtad (keluar dari agama Islam), atau orang yang meninggalkan niat pada malam hari dengan
sengaja, maka wajib bagi mereka untuk melaksanakan Qodho puasa ini dengan segera.
Begitu pula wajib melaksanakan Qodho puasa ini dengan segera apabila hari yang
tersisa sebelum datangnya bulan Romadhon yang baru hanya tinggal untuk
melaksanakan Qodho puasa.
XII. Hukum
Melaksanakan Puasa Sunnah Syawal Sebelum Melaksanakan Qodho Romadhon
Bagi seseorang yang mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan Qodho puasa Romadhon dan dia ingin melaksanakan
puasa sunnah Syawal sebelum melaksanakan puasa Qodho Romadhon nya maka hukumnya
sebagai berikut :
A). Apabila
tidak puasanya dia di bulan Romadhon di sebabkan adanya ‘udzur yang membolehkan
dia berbuka pada bulan Romadhon maka hukum puasa sunnahnya sebelum melaksanakan
Qodho terjadi perbedaan pendapat ‘Ulama sebagai berikut:
1). Tetap di sunnahkan baginya
melaksanakan puasa sunnah Syawal meskipun dia tidak bisa mendapatkan pahala
seperti yang disebutkan di dalam hadits yang menjelaskan keutamaan puasa sunnah
Syawal. (Al-Hawasyil Madaniyyah. Juz. II. Hal. 199-200. / As-Sarqowi ‘ala
Tahrir. Juz. I. hal. 428. / Bughyatul Mustarsyidin. Hal. 113)
2). Di Makruhkan baginya melaksanakan
puasa sunnah sebelum melaksanakan puasa Qodho. (Al-Hawasyil Madaniyyah. Juz.
II. Hal. 200)
3).
Menurut pendapat Abu Makhromah tidak sah puasa sunnah Syawal bagi orang
yang mempunyai kewajiban Qodho puasa Romadhon secara muthlaq. (Bughyatul
Mustarsyidin. Hal. 113-114).
B). Apabila tidak puasanya dia di bulan Romadhon
tidak di sebabkan adanya ‘udzur yang membolehkan dia berbuka maka haram bagi
dia untuk melaksanakan puasa sunnah, karena dia mempunyai kewajiban untuk
menyegerakan melaksanakan Qodho puasa romadhonnya. (Al-Hawasyil Madaniyyah.
Juz. II. Hal. 199- 200)
XIII. Hukum
Orang Yang Meninggal Dan Dia Masih Punya Kewajiban Melaksanakan Qodho Romadhon.
Bagi seseorang yang meninggal dunia
padahal dia masih punya kewajiban untuk melaksanakan Qodho puasa Romadhon maka
hukumnya adalah sebagai berikut :
A). Apabila
meninggalnya karena dia memang belum mempunyai kesempatan untuk melaksanakan
Qodho puasa Romadhon, seperti; dia sakit pada bulan Romadhon sampai meninggal
dunia. Maka dia tidak punya kewajiban melaksanakan Qodho dan tidak punya
kewajiban untuk membayar Fidyah dan dia tidak berdosa. (Kifayatul Akhyar. Juz.
I. hal. 212)
B). Apabila
meninggalnya setelah dia sudah mempunyai kesempatan untuk melaksanakan Qodho
akan tetapi dia belum melaksanakannya maka dalam hal ini ada dua pendapat,
yaitu :
1). Kewajiban di keluarkan Fidyah dari
harta peninggalannya satu Mud untuk setiap harinya. Pendapat ini di fatwakan
oleh ‘Aisyah, dan Ibnu ‘Abbas. Dan pendapat ini juga menjadi pendapat imam Abu
Hanifah, imam Malik dan Syafi’I dalam qaul Jadid nya. (Kifayatul Akhyar. Juz.
I. hal. 212 / Fiqhus Sunnah. Juz. I. hal. 329))
Hal ini berdasarkan hadits Mauquf :
“ Barangsiapa yang meninggal dunia
dan atasnya kewajiban (Qodho) puasa, maka di beri makan sebagai pengganti
darinya setiap hari akan orang miskin.” (HR. Turmudzi dari Ibnu ‘Umar)
2).
Disunnahkan bagi walinya atau ahli warisnya untuk melaksanakan puasa
yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal tersebut.
Hal ini berdasarkan hadits :
“ Barangsiapa yang meninggal dunia
dan atasnya kewajiban (Qodho) puasa, maka berpuasa sebagai pengganti darinya
walinya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah. ra)
XIV. Keutamaan
Melaksanakan Puasa
Banyak sekali keutamaan yang Allah
akan berikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa, diantaranya :
1).
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan semata-mata
mengharap ridho Allah, maka di ampuni baginya dosa-dosanya yang telah
lalu.”(HR. Ahmad dan Ashabussunan dari Abi Hurairoh, ra)
2). “Bagi orang
yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dia bergembira dengan keduanya; apabila
dia berbuka maka dia bergembira dengan bukanya, dan apabila dia berjumpa dengan
Tuhannya maka dia bergembira dengan puasanya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’I
dari Abi Hurairoh)
3).
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika berbuka memiliki do’a yang tidak
di tolak” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
4). “Puasa dan
Al-Qur’an bisa memberikan syafa’at keduanya kepada seorang hamba pada hari
qiamat. Berkata puasa;’ Wahai Tuhanku! Aku telah mencegahnya untuk makan dan
melakukan kesenangan pada siang hari, maka terimalah syafa’atku padanya…” (HR.
Ahmad dengan sanad yang shoheh dari ‘Abdullah bin ‘Umar)
5).
“Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang di beri nama Royyan,
yang masuk dari pintu itu pada hari qiamat orang-orang yang melaksanakan puasa.
Tidak akan masuk dari pintu itu satu orang pun selain mereka yang melaksanakan
puasa. Di katakan ;’ Mana orang-orang yang telah berpuasa? Maka merekapun
berdiri dan mereka masuk (ke surga) melalui pintu itu. Maka apabila mereka
telah masuk semua, maka pintu itu di tutup. Maka tidak akan ada yang masuk dari
pintu itu seorangpun.” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim dari Sahal bin Sa’ad)
XV. Kerugian
Bagi orang yang Tidak Melaksanakan Puasa
Mengenai orang yang
tidak melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Romadhon padahal tidak ada ‘udzur
yang menghalanginya, maka baginya ke rugian dan kehinaan. Sebagaimana yang
telah di jelaskan dalam hadits :
1). “Barang
siapa yang tidak melaksanakan puasa satu hari di bulan Romadhon tanpa adanya
‘udzur yang memperbolehkan dia berbuka (Rukhsoh) yang telah Allah berikan
rukhsoh itu kepadanya, maka dia tidak akan dapat menggantikannya dengan puasa
satu tahun penuh meskipun dia melaksanakan puasa pada satu tahun itu.” (HR. Abu
Daud. Ibnu Majah dan Turmudzi dari Abi Hurairoh)
2). “…Dan
kehinaanlah bagi seseorang yang datang kepadanya bulan Romadhon, kemuadian bulan romadhon itu berlalu sebelum
dia mendapatkan ampunan…” (HR. Turmudzi dan Hakim dari Abi Hurairoh.)
XVI. Hikmah Kewajiban Melaksanakan Ibadah Puasa
Syeikh ‘Ali
Ahmad Al-Jarjawi dalam kitab Hikmatut tasyri’ wa Falsafatuhu (Juz. I. hal.
201-208) menyebutkan tentang hikmah kewajiban melaksanakan ibadah puasa ini, di
antaranya :
1). Sebagai
ungkapan rasa syukur kita kepada Allah di pandang dari sisi bahwa puasa adalah
‘Ibadah.
2). Melatih kita dalam menjaga amanah yang sudah
Allah berikan kepada kita, dan kita tidak akan menyia-nyiakan amanah tersebut
selama-lamanya, dan tidak melampaui batas dalam melaksnakan amanah tersebut.
3). Puasa dapat menumbuhkan dan mengokohkan tekad
kita dalam usaha untuk meraih keinginan, serta mendahulukan kejernihan akal
pikiran daripada menuruti kehendak nafsu syahwat.
4). Puasa
mengajarkan kepada kita agar kita selalu ingat akan adanya pengawasan Allah
(Muroqobah) dan memiliki rasa malu kepada-nya.
5). Mengingat
penderitaan orang miskin dan menumbuhkan rasa kasih saying serta belas kasihan
kepada mereka.
6). Merasakan
dan mensyukuri atas ni’mat Tuhan yang telah di berikan kepada kita.
7). Merasakan
dan mengakui kelemahan diri kita.
8).
Menjernihkan hati nurani dan jiwa kita.
9). Menjaga
kesehatan.
XVII. Ke Utamaan Dan Ke
Istimewaan Bulan Romadhon
Tentang keutamaan dan
keistimewaan bulan Romadhon ini bisa kita ketahui dari keterangan-keterangan
ini :
1). “Bulan Romadhon adalah bulan yang penuh dengan keberkahan, di buka padanya pintu-pintu surga dan di tutup padanya pintu-pintu neraka Sa’ir, dan di ikat padanya syethan-syetan, dan memanggil Malaikat yang memanggil pada setiap malamnya ; ‘Wahai orang-orang yang senang mencari kebaikan kerjakanlah! Dan wahai orang-orang yang senang mencari keburukan tahanlah!” (HR. Ahmad dan Baihaqi dari seorang laki-laki)
2). “Rosulullah. SAW. telah berkhutbah dihadapan kami pada hari
terakhir di bulan Sya’ban, maka nabi. SAW. bersabda :’ Wahai Manusia!
Sesungguhnya kamu akan di naungi oleh bulan yang agung, bulan yang di penuhi
keberkahan, di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah
telah menjadikan puasa di blan ini sebagai ke fardhuan dan mendirikan sholat
pada malamnya sebagai kesunnahan. Barang siapa yang beribadah (taqorrub) pada
bulan ini dengan satu perkara kebaikan, maka dia seperti orang yang telah melakukan ke fardhuan pada
bulan yang lainnya, dan barang siapa yang melakukan ke fardhuan di bulan ini
maka dia seperti orang yang telah melakukan tujuh puluh ke fardhuan pada bulan
yang lain, bulan ini adalah bulan sabar, dan sabar balasannya adalah surga, dan
bulan berbuat kebaikan dan berkasih sayang…” (HR. Ibnu khuzaimah dan Baihaqi
dari Salman.ra. / Hadits ini pada Sanadnya di nyatakan dho’if)
XVIII. Penutup
Bulan Romadhon memang bulan yang Istimewa
bagi kaum Muslimin, bulan yang penuh dengan limpahan keberkahan, bulan yang di
dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Maka
merupakan sebuah keharusan bagi kita sebagai seorang Muslim untuk menyambut
gembira kedatangannya, melaksanakan kewajiban berpuasa didalamnya dan
memperbanyak berbuat amal kebaikan untuk mengisi dan memanfa’atkannya, agar
kita tidak termasuk kedalam golongan orang yang merugi ketika di tinggalkannya.
Marhaban Yaa romadhon!
“Wallahu
A’lamu Bisshowab”
Daftar Bacaan
1). Al-Qur’an dan Terjemahnya Depag
RI
2).Tafsir Ibnu Katsir.
3). Al-Jami’us Shogir.
4). Subulussalam Syarah Bulughul
Marom.
5). Al-Muhadzzab.
6). Nihayatuzzain.
7). Kasyifatus Saja Syarah Safinatun
Naja.
8). As-Syarqowi ‘ala Tahrir.
9). Al-Hawasyil Madaniyah.
10). Kifayatul Akhyar.
10) Fiqhus Sunnah.
11). Hikmatut Tasyri’ wa
Falsafatuhu.
Post a Comment