BREAKING NEWS

Watsapp

Wednesday, February 22, 2023

MARHABAN YAA...ROMADHON, 1444H/2023

 


KAJIAN MENYONGSONG KEISAPAN BULAN MULIA

MARHABAN

YA…ROMADHON!

MHD - YI MWC ANZAAY 

I.       Pendahuluan

Tinggal beberapa hari lagi seluruh umat islam dimanapun berada dibelahan muka bumi ini akan kedatangan bulan istimewa yakni bulan suci Romadhon.

Bulan suci Romadhon memang merupakan bulan yang sangat istimewa bagi setiap kaum muslimin. Karena ia merupakan bulan yang penuh dengan limpahan keberkahan, bulan yang di buka pintu-pintu surga, di tutup pintu-pintu neraka dan di belenggu seithan-seithan penggoda manusia. 

Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan dari Abu Hurairoh di jelaskan;,Sesungguhnya Nabi. SAW. Ketika telah datang bulan Romadhon Beliau bersabda :

“Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh dengan keberkahan, telah di wajibkan atas kamu berpuasa (didalam) nya, di buka padanya pintu-pintu surga dan di tutup padanya pintu-pintu neraka Jahim, dan di belenggu padanya seithan-seithan, padanya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang di halangi memperoleh kebaikannya maka sungguh dia telah terhalang.” (HR. Ahmad, Nasa’I dan Baihaqi dari Abu Hurairoh)

‘Umar bin Khottob, ra. apabila telah memasuki bulan Romadhon beliau menyambutnya dengan ucapan :

“Selamat datang (Marhaban) bulan yang mensucikan (dosa)! (bulan) kebaikan semuanya!(Al-Ghuniyyah. Hal. 319)

Karena itu merupakan sebuah keharusan bagi setiap muslim untuk menyambut kedatangan bulan istimewa ini dengan penuh kegembiraan dan penuh harap untuk memperoleh kebaikan yang ada didalamnya.

II.    Kewajiban Melaksanakan Ibadah Puasa

Puasa (As-Shoum) menurut bahasa adalah; Menahan (secara umum). Hal ini berdasarkan firman Allah yang menceritakan tentang ucapan sayyidah Maryam:

“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS. Maryam (19) ; 26)

Dan ucapan orang ‘arab :

“Kuda yang berpuasa” maksudnya kuda yang berhenti tidak mau berjalan. (I’anatut Tholibin, Juz. II. Hal. 214)

 Sedangkan pengertian puasa menurut Syara’ ialah : Menahan dari perkara-perkara yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari beserta niat. (Fiqhussunnah, Juz. I. hal. 304)

Perintah kewajiban melaksanakan Puasa Romadhon  di Syari’atkan pada tahun ke dua setelah Hijrah di bulan Sya’ban.

Dengan datangnya bulan suci Romadhon maka di wajibkan bagi seorang Muslim dan Muslimah untuk melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh untuk meningkatkan nilai ketaqwaannya. Sebagaimana telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ; 183 :

“Hai orang-orang yang beriman di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di wajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”


Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 184-185) dijelaskan bahwa Ibadah puasa ini wajib di laksanakan apabila terdapat salah satu dari empat perkara, yaitu :

1). Dengan sempurnanya hitungan bulan Sya’ban selama tiga puluh hari, apabila sebelumnya tidak terdapat Ru’yatul Hilal.

2). Dengan melihat  bulan yang menandai masuknya bulan baru (Ru’yatul Hilal Romadhon) bagi orang yang melihatnya.

      Hal ini berdasarkan hadits :

       “Berpuasalah kamu karena melihat Hilal (bulan yang menandai masuknya bulan baru) dan berbukalah kamu karena melihat Hilal. Maka apabila di halangi mendung atas kamu maka sempurnakanlah olehmu bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh, ra.)

3). Dengan di tetapkannya oleh Hakim Rukyatul Hilal dari seorang yang bersifat ‘adil dalam persaksian.

     Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ra :

    “ Manusia berusaha untuk melihat Hilal, maka aku mengkhabarkan kepada Nabi, SAW. bahwasanya aku telah melihat nya, maka Nabi berpuasa dan Nabi memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud, dan di shohehkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban)

4). Dengan menyangka telah masuknya bulan Romadhon melalui Ijtihad bagi orang-orang yang menjadi sulit baginya mengetahui/menentukan masuknya bulan Romadhon dengan jelas. Seperti orang yang menjadi tawanan atau berada dalam penjara.

II.  Rentang Waktu Berpuasa

     Berpuasa di lakukan dalam rentang waktu mulai dari Terbitnya fajar Shodiq yang menandai masuknya waktu Shubuh sampai dengan terbenamnya matahari yang menandai masuknya waktu Maghrib.

Hal ini berdasarkan firman Allah :

       “Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)

Dan Hadits :

 “Apabila malam telah menghadap dari arah sana (arah timur), dan siang telah membelakangi dari arah sana (arah barat) dan matahari telah tenggelam dari arah sana (arah barat) maka sungguh telah berbuka orang yang berpuasa.” (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Umar ra.)

 II.  Syarat-Syarat Seseorang Yang Di Wajibkan Melaksanakan Puasa

       Didalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja (hal. 116) di jelaskan bahwa syarat-syarat seseorang di wajibkan melaksanakan ibadah puasa Romadhon ini ada lima perkara, yaitu ;

1). Beragama Islam. Puasa Romadhon ini adalah ‘ibadah Islamiyah, maka dia tidak di wajibkan atas selain orang yang beragama Islam.

2). Mukallaf. yaitu orang yang sudah memasuki usia Baligh dan memiliki ‘akal yang sehat. Maka puasa ini tidak di wajibkan atas anak yang belum memasuki usia baligh atau orang yang tidak sehat /akalnya (orang gila). Hal ini berdasarkan hadits :

    “Diangkat Qolam (tidak di catat amalnya) dari tiga golongan, yaitu ; . Dari orang gila sehingga sembuh. Dan dari orang yang tidur sehingga bangun. Dan dari anak kecil sehingga Baligh.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Turmudzi dari Sayyidina ‘Ali, ra.)

3). Kuat untuk melaksanakan ibadah puasa. Bagi orang yang tidak kuat untuk melaksanakan puasa disebabkan usianya yang sudah lanjut (tua) atau kerena sakit yang tidak di harapkan kesembuhannya maka bagi mereka tidak di wajibkan berpuasa. Sebagai penggantinya mereka berkewajiban untuk membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin setiap harinya sebanyak satu Mud apabila dia mampu. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas, ra. :

       “Diberikan kemudahan bagi orang tua yang sudah lanjut usianya untuk berbuka, dan (sebagai penggantinya) dia memberi makan orang miskin setiap harinya dan tidak wajib qodho atasnya.” (Riwayat Daruquthni dan Hakim)

4). Sehat. Bagi orang yang sakit yang masih di harapkan kesembuhannya tidak di wajibkan baginya  berpuasa. Dan kewajiban bagi dia untuk meng qodhonya apabila dia telah sembuh.

5). Muqim. Yaitu orang yang tidak sedang melakukan perjalanan jauh. Bagi orang yang sedang melakukan perjalanan jauh dengan jarak tempuh yang memperbolehkan untuk meng Qhosor sholat (kl. 90 KM.), maka bagi dia tidak di wajibkan untuk melakukan puasa. Dan kewajiban bagi dia untuk meng qodhonya apabila dia sudah tidak melakukan perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah. SWT. :

     “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang di tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 184).

III. Syarat-Syarat Sahnya Puasa.

Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 185) dan Kasyifatus Saja (hal. 116) di jelaskan bahwa syarat-syarat sah nya puasa yang dilakukan oleh seseorang itu ada empat, yaitu :

1). Beragama Islam. Maka tidak sah puasa yang dilakukan oleh orang kafir atau murtad.

2). Memiliki Akal yang sehat. Maka tidak sah puasa yang di lakukan oleh orang gila dan semacamnya atau anak kecil yang belum cerdas (tamyiz).

3). Suci dari Haid dan Nifas. Maka tidak sah puasa yang di lakukan oleh wanita yang sedang haid atau nifas.

4). Mengetahui waktu yang boleh untuk melaksanakan puasa. Maka tidak sah melaksanakan puasa pada waktu-waktu yang tidak di bolehkan puasa. Seperti pada dua hari raya dan pada hari-hari Tasyriq (tgl. 11,12 dan 13 Dzul Hijjah).

IV. Rukun- Rukun (Ke Fardhuan) Puasa

      Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 185-186) di jelaskan bahwa Rukun- rukun puasa itu ada dua, yaitu :

1). Niat melaksanakan puasa di dalam hati pada tiap hari.  Sedangkan mengucapkan niat puasa itu hukumnya dianjurkan (Mustahab). Dan niat puasa ini wajib di lakukan pada malam hari (Tabyitun-Niat). Hal ini berdasarkan hadits :

    “Barang siapa yang tidak melakukan niat puasa pada malam hari sebelum datangnya fajar maka tidak sah puasanya baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan dari sayyidah Hafshoh)

       Sedangkan lafadz niat yang lebih sempurna ialah :

       “Aku niat berpuasa pada esok hari untuk melaksanakan ke fardhuan bulan Romadhon tahun ini karena Allah Ta’ala.”

2).  Tidak melakukan (Imsak) perkara-perkara yang dapat membatalkan ibadah puasa secara sengaja, mulai dari terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah :

       “Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)

V.    Kesunahan-Kesunahan Berpuasa

Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 194-195) di terangkan bahwa kesunahan-kesunahan berpuasa itu ada sepuluh perkara, yaitu :

1). Melaksanakan Sahur. Dan lebih utamanya makan sahur ini di akhirkan. Hal ini berdasarkan hadits :

     “Makan sahur lah kamu. Maka sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat keberkahan.”(HR. Bukhori dan Muslim dari Anas, ra)

     Dan hadits :

    “Ummatku selalu berada dalam kebaikan selagi mereka  menyegerakan berbuka dan mengakhirkan makan sahur.” (HR. Ahmad dalam kitab Musnad dari Abi Dzar)

2). Menyegerakan berbuka apabila telah nyata terbenamnya matahari dan sebelum melaksanakan sholat. Hal ini berdasarkan hadits diatas.  Dan di sunnahkan berbuka dengan kurma atau air. Hal ini berdasarkan hadits :

 

     “Apabila salah seorang kamu berbuka maka sebaiknya dia berbuka dengan kurma maka sesungguhnya itu banyak keberkahannya, maka apabila dia tidak mendapatkan, maka sebaiknya dia berbuka dengan air, maka sesungguhnya air itu mensucikan.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Sulaiman bin ‘Amir)

3). Membaca do’a dengan do’a yang telah ma’tsur setelah berbuka.

4). Melakukan mandi hadats besar sebelum terbitnya fajar shodiq (sebelum masuk waktu imsak)

5). Menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfa’at, apalagi dari ucapan-ucapan yang di haramkan, seperti berbohong dan membicarakan keburukan orang lain (Ghibah) karena hal ini dapat menghilangkan pahala puasa.

6). Menjaga diri / membatasi diri dari kesenangan (Syahwat) yang di bolehkan yang tidak membatalkan puasa, seperti berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman dan kelezatan-kelezatan lainnya karena hal itu tidak sesuai dengan hikmahnya puasa.

7). Memperbanyak ber shodaqoh, bersikap dermawan dan berbuat kebaikan kepada keluarga, kerabat, dan tetangga. Dalam hadits di jelaskan :

     “Barangsiapa yang memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa maka adalah  baginya seperti pahalanya orang yang berpuasa, akan tetapi bahwasanya dia tidak mengurangi sedikitpun dari pahalanya orang yang berpuasa.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Zaid bin Kholid)

      Dan memperbanyak membaca Al-qur’an, berdzikir dan perbuatan-perbuatan kebaikan lainnya.

8). Memperbanyak I’tikaf. Terutama sekali pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Romadhon.

9). Menghatamkan Al-qur’an pada bulan Romadhon.

10). Berturut-turut dalam melaksanakan qodho puasa Romadhon.

VI. Perkara-Perkara Yang Dimakruhkan Ketika Berpuasa

      Didalam kitab As-Syarqowi ‘ala Tahrir (hal. 443-446) di terangkan bahwa perkara-perkara yang dimakruhkan ketika berpuasa itu ada sepuluh, yaitu :

1) Mencaci atau memaki orang lain (Berbicara kotor). Hal ini berdasarkan Hadits :

“Puasa bukanlah (hanya) dari meninggalkan makan dan minum, dan sesungguhnya puasa (yang sempurna) itu (meninggalkan) dari perkataan yang bukan-bukan (omong kosong) dan perkataan keji dan kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah,  Ibnu Hiban dan Hakim dari Abi Hurairoh)

2) Mengakhirkan berbuka puasa.

3) Mengulum sesuatu benda yang tidak hancur.

4) Mencicipi makanan dengan lidahnya bagi orang yang tidak ada hajat baginya.,akan Tetapi tidak boleh sampai masuk kedalam tenggorokannya maka bisa membatalkan puasa.

5) Melakukan bekam.

6) Meminta untuk di bekam. Tetapi menurut satu pendapat hukumnya Khilaful aula.

7) Mencium apabila tidak sampai menimbulkan syahwat. Tetapi menurut satu pendapat hukumnya khilaful aula.

8) Masuk kamar mandi apabila tidak ada hajat.

9). Menggunakan syiwak setelah tergelincirnya matahari (Zawalus Syamsi). Karena hal ini dapat menghilangkan bau mulut orang yang sedang puasa. Hal ini berdasarkan hadits :

       “Pasti bau mulutnya orang yang berpuasa pada hari Kiamat lebih wangi disisi Allah daripada harumnya misik.” (HR. Muslim)

10). Memandang terhadap sesuatu yang halal dengan adanya syahwat.

VII.  Perkara – Perkara Yang Membatalkan Puasa

         Didalam kitab Kifayatul Akhyar (Juz. I. hal. 207) di jelaskan bahwa perkara-perkara yang membatalkan puasa itu ada sepuluh, yaitu :

1). Masuknya sesuatu benda (‘ain) dengan sengaja kedalam bolongan yang menerus kedalam perut (Al-Jauf).

        Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

     “…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 187)

       Dan telah shoheh perkataan Ibnu Abbas, ra. :

      “Sesungguhnya batalnya puasa itu di karenakan benda yang masuk, dan tidaklah batal puasa di karenakan benda yang keluar.” (Asy-Syarqowi ‘ala Tahrir, Juz. I. hal. 433)

       Apabila masuknya benda (‘ain) kedalam bolongan yang menerus kedalam perut tersebut di karenakan lupa atau tidak ada unsur kesengajaan atau karena di paksa maka tidak membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan hadits :

       “Barangsiapa yang lupa, padahal dia sedang berpuasa, maka dia makan dan minum, maka sebaiknya dia menyempurnakan puasanya. Maka sesungguhnya Allah telah memeberikan makan dan minum kepadanya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairoh)

      Dan hadits :

     “Sesungguhnya Allah mema’afkan dari umatku akan perbuatan yang tidak di sengaja (keliru) dan perbuatan karena lupa dan apa-apa yang mereka di paksa atasnya.” (HR. Ibnu Majah, Thobroni dan Hakim dari Ibnu ‘Abbas.”

2). Masuknya sesuatu benda (‘ain) dengan sengaja kedalam bolongan yang menerus kedalam kepala (kantong otak).

3). Memasukkan obat melalui qubul atau dubur.

4). Muntah dengan di sengaja.

     Hal ini berdasarkan hadits :

     “ barangsiapa yang muntah tanpa disengaja maka tidak wajib qodho (puasa) baginya, dan barangsiapa yang bersengaja agar muntah maka wajib atasnya qodho (puasa).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudji, Nasa’I dan Ibnu Majah dari Abu Hurairoh)

5). Bersetubuh (melakukan hubungan suami istri) meskipun tidak sampai mengeluarkan sperma.

6). Mengeluarkan sperma dengan sebab bersentuhan kulit tanpa adanya penghalang.  Apabila keluarnya sperma tersebut di sebabkan memandang, atau pikiran (menghayal) atau dengan sebab mimpi maka hal ini tidak membatalkan puasa.

7). Haid.

8). Nifas.

9). Gila meskipun sebentar. Karena keadaan ini menghilangkan sifat ke-sah-an ibadah Sedangkan penyakit ayan atau mabok dapat membatalkan puasa apabila terjadi selama sehari penuh.

10). Murtad. Karena keadaan ini menghilangkan sifat ke-sah-an ibadah.

VIII. Perkara – Perkara Yang Membatalkan Pahala Puasa

Puasa adalah ibadah yang Allah syari’atkan untuk membersihkan jiwa, dan membiasakannya untuk berbuat kebaikan. Karena itu merupakan sebuah keharusan bagi orang yang berpuasa untuk menjaga dirinya dari perbuatan yang dapat mencedrai puasa yang di lakukannya. bukan hanya sekedar menahan dirinya dari makan dan minum atau perkara-perkara yang membatalkan puasa saja .

Ada beberapa perkara yang dapat mencedrai puasa yang di lakukan oleh seseorang dan dapat menghilangkan/membatalkan pahalanya, yaitu :

1). Berbohong.

2). Membicarakan keburukan orang lain (Ghibah).

3). Mengadu domba (Namimah)

4). Memandang dengan Syahwat.

5). Sumpah dusta.

     Dalam sebuah hadits yang di dho’if kan oleh Al-Hafizd As-Suyuti di riwayatkan :

“Lima perkara yang dapat membatalkan (pahala) orang yang berpuasa dan merusak  wudhu, yaitu : 1). Berbohong. 2). Membicarakan keburukan orang lain (Ghibah). 3). Mengadu domba (Namimah). 4). Memandang dengan Syahwat. Dan 5). Sumapah dusta.” (HR. Ad-Dailami dari Annas)

        Dalam sebuah hadits Shoheh di jelaskan :

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta dan perbuatan bodoh (akhlak yang buruk), maka tidak ada bagi Allah hajat pada dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhori dan Abu Daud dari Abi Hurairoh)

Dan dalam hadits lain di jelaskan :

“Puasa bukanlah (hanya) dari meninggalkan makan dan minum, dan sesungguhnya puasa (yang sempurna) itu (meninggalkan) dari perkataan yang bukan-bukan (omong kosong) dan perkataan keji dan kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah,  Ibnu Hiban dan Hakim dari Abi Hurairoh)

    Dan dalam hadits yang lain di jelaskan :

 “Berapa banyak orang yang berpuasa tiada baginya dari puasanya kecuali (mendapatkan) lapar. Dan berapa banyak orang yang beribadah (pada malam hari) tiada baginya dari ibadahnya kecuali (mendapatkan) lelahnya begadang.” (HR. Nasa’I, Ibnu Majah dan Hakim dari Abi Hurairoh).

IX. Macam-Macam Hukum Tidak Melaksanakan Puasa dan Kewajibannya.

      Di dalam kitab As-Syarqowi ‘ala Tahriri (Juz. I. hal. 440-442) di jelaskan bahwa hukum tidak melaksanakan puasa dan kewajibannya itu terbagi menjadi enam macam, yaitu :

1). Wajib tidak berpuasa dan Kewajiban baginya meng Qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu bagi wanita yang Haidh dan Nifas. Hal ini berdasarkan hadits :

     “Kami diperintahkan untuk meng Qodho puasa dan kami tidak diperintah untuk meng Qodho sholat.” (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah)

2). Boleh tidak berpuasa dan kewajiban baginya meng qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu ;

     1).  Bagi seseorang yang sedang sakit yang masih di harapkan kesembuhannya dan dia khawatir bila berpuasa penyakitnya akan semakin parah.

  2). Bagi orang yang sedang melakukan perjalanan (Musafir) dengan jarak tempuh yang memperbolehkan meng qoshor sholat (Kl. 90. KM). hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

     “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang di tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqoroh (2) : 184).

   3). Kewajiban baginya membayar Fidyah dan meng Qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu :

      1) Bagi orang yang berbuka karena khawatir terhadap keselamatan orang lain. Seperti;

           a). Berbuka karena menyelamatkan orang lain yang sedang tenggelam atau sebab lainnya.

          b). Berbuka bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui apabila dia khawatir terhadap keadaan anaknya saja.

           Akan tetapi apabila dia berbuka karena khawatir terhadap keselamatan dirinya saja atau terhadap keselamatan dirinya dan orang lain atau khawatir terhadap keselamatan dirinya dan anaknya maka baginya hanya wajib untuk meng Qodho puasa yang di tinggalkannya dan tidak wajib baginya untuk membayar Fidyah.

    2). Bagi orang yang punya kewajiban meng Qodho puasa Romadhon dan dia belum melaksanakan qodho tersebut sampai tibanya bulan Romadhon yang lain tanpa adanya ‘udzur. Hal ini berdasarkan hadits :

          “Barang siapa yang menemui bulan Romadhon, kemudian dia berbuka karena sakit, kemudian dia sembuh dan dia belum meng Qodhoi nya sehingga dia bertemu dengan Romadhon yang lain, maka dia (wajib) melaksanakan puasa Romadhon yang dia temui, kemudian dia meng Qodhoi kewajibannya (yang lalu) dan memberi makan dari setiap hari nya akan orang miskin.” (HR.Daruqutni dan Baihaqi).

4). Kewajiban membayar Fidyah dan tidak wajib meng Qodho puasa yang di tinggalkannya. Yaitu : bagi orang yang sudah tua dan orang yang sakit yang tidak di harapkan kesembuhannya.

5). Kewajiban meng Qodho dan tidak wajib membayar Fidyah. Yaitu di antaranya ; bagi orang yang ayan yang membatalkan puasa, orang yang lupa niat, yang membatalkan puasa secara sengaja selain dengan melakukan Jima’ (melakukan hubungan suami istri).

6). Tidak wajib meng Qodho dan tidak wajib membayar Fidyah. Yaitu bagi orang gila atau anak kecil yang belum baligh dan orang kafir asli.

X. Orang-Orang Yang Wajib Melaksanakan Qodho Romadhon Dan Wajib Imsak untuk Berpuasa   

      Di dalam kitab Kasyifatus Saja syarah Safinatun Naja (hal. 120)  di jelaskan ada enam golongan orang yang wajib bagi mereka melaksanakan Qodho puasa Romadhon karena puasa yang mereka lakukan di pandang tidak sah atau batal, akan tetapi bagi mereka di wajibkan juga untuk melakukan Imsak (tidak makan dan minum) karena puasa. Yaitu :

1). Orang yang berbuka secara sengaja di bulan Romadhon, tanpa ada ‘udzur yang membolehkannya berbuka.

2). Orang yang meninggalkan niat pada malam hari pada puasa fardhu.

3). Orang yang melakukan makan sahur karena dia menyangka masih malam, padahal sudah masuk waktu fajar.

4). Orang yang berbuka puasa karena menyangka matahari telah tenggelam, padahal hari masih siang.

5). Orang yang menyangka bahwa hari itu baru tanggal tiga puluh Sya’ban padahal hari itu sudah masuk bulan Romadhon.

6). Orang yang kemasukan air berkumur-kumur atau menghisap air kedalam hidung karena terlalu keras melakukannya.

 X. Hukum Orang Yang Batal Puasanya Dengan Melakukan Hubungan Suami Istri (Jima’)

      Didalam kitab Nihayatuzzain (hal. 190) di jelaskan; wajib bagi seeorang yang batal puasanya dengan sebab melakukan hubungan suami istri (Jima’) meskipun hanya dengan sekedar memasukkan Penis (kepala dzakar nya) saja dan meskipun tidak sampai mengeluarkan sperma, untuk meng Qodho puasanya yang batal dan membayar Kafarat.

     Kafarat yang wajib di bayarkan adalah sebagai berikut :

     “ Kewajiban baginya untuk membebaskan seorang budak yang mu’min yang sehat dan mampu untuk bekerja. Apabila dia tidak mampu melakukan ini maka wajib baginya untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Maka apabila dia tidak mampu melakukan ini maka wajib baginya untuk memberi makan enam puluh orang miskin atau faqir dengan ukuran satu mud untuk setiap orangnya.”

     Dan yang berkewajiban melakukan Qodho puasa yang batal dan membayar Kafarat ini hanyalah pihak laki-lakinya saja, sedangkan pihak wanitanya hanya kewajiban untuk meng qodho puasanya yang batal saja.

     Hal ini berdasarkan hadits yang telah di riwayatkan oleh kelompok (Jama’ah) perawi hadits dari Abi Hurairoh ra. yang menjelaskan tentang kisah salah seorang sahabat Nabi yang bernama Salamah bin Shokhr al-bayadhi yang telah melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan Romadhon. 

XI. Cara membayar Qodho Puasa Romadhon

Didalam kitab As-Syarqowi ‘ala Tahrir (Juz. I. hal. 442) dan kitab Nihayatuzzain (hal. 191) di jelaskan bahwa bagi orang yang batal puasanya dan wajib baginya untuk meng Qodho puasa dengan sebab- sebab yang telah di sebutkan diatas (pada romawi IX), maka bagi mereka boleh melaksanakan Qodho puasa ini dengan cara  perlahan-lahan tidak bersegera dan boleh secara terputus-putus tidak berturut-turut. Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari ‘Aisyah :

“Adalah wajib atas ku (Qodho) puasa dari bulan Romadhon, maka aku tidak dapat melaksanakan Qodhonya kecuali pada bulan Sya’ban…” (HR. Ahmad dan Muslim dari Abi Salamah)

Dan bahwasanya Nabi. SAW. bersabda pada masalah melaksanakan Qodho Romadhon :

“Kalau dia menghendaki maka dia dapat memisah-misahkan, dan apabila dia menghendaki maka dia dapat melaksanakannya secara berturut-turut. “ (HR. Daruqutni dari Ibnu ‘Umar)

Akan tetapi di sunnahkan baginya untuk bersegera melaksanakan Qodho puasa Romadhon tersebut dan melaksanakannya secara berturut-turut. Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Abi Hurairoh :

“Barangsiapa yang wajib atasnya (Qodho) puasa dari bulan Romadhon maka sebaiknya dia melaksanakannya berturut-turut dan dia tidak memutusnya.”

Kecuali bagi orang yang dia berdosa dengan membatalkan  puasanya disebabkan karena tidak adanya udzur yang membolehkan membatalkan puasa, atau orang yang Murtad (keluar dari agama Islam), atau orang yang  meninggalkan niat pada malam hari dengan sengaja, maka wajib bagi mereka untuk melaksanakan Qodho puasa ini dengan segera. Begitu pula wajib melaksanakan Qodho puasa ini dengan segera apabila hari yang tersisa sebelum datangnya bulan Romadhon yang baru hanya tinggal untuk melaksanakan Qodho puasa.


XII. Hukum Melaksanakan Puasa Sunnah Syawal Sebelum Melaksanakan Qodho Romadhon

Bagi seseorang yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Qodho puasa Romadhon dan dia ingin melaksanakan puasa sunnah Syawal sebelum melaksanakan puasa Qodho Romadhon nya maka hukumnya sebagai berikut :

A). Apabila tidak puasanya dia di bulan Romadhon di sebabkan adanya ‘udzur yang membolehkan dia berbuka pada bulan Romadhon maka hukum puasa sunnahnya sebelum melaksanakan Qodho terjadi perbedaan pendapat ‘Ulama sebagai berikut:

        1). Tetap di sunnahkan baginya melaksanakan puasa sunnah Syawal meskipun dia tidak bisa mendapatkan pahala seperti yang disebutkan di dalam hadits yang menjelaskan keutamaan puasa sunnah Syawal. (Al-Hawasyil Madaniyyah. Juz. II. Hal. 199-200. / As-Sarqowi ‘ala Tahrir. Juz. I. hal. 428. / Bughyatul Mustarsyidin. Hal. 113)

        2). Di Makruhkan baginya melaksanakan puasa sunnah sebelum melaksanakan puasa Qodho. (Al-Hawasyil Madaniyyah. Juz. II. Hal. 200)

         3).  Menurut pendapat Abu Makhromah tidak sah puasa sunnah Syawal bagi orang yang mempunyai kewajiban Qodho puasa Romadhon secara muthlaq. (Bughyatul Mustarsyidin. Hal. 113-114).

B).  Apabila tidak puasanya dia di bulan Romadhon tidak di sebabkan adanya ‘udzur yang membolehkan dia berbuka maka haram bagi dia untuk melaksanakan puasa sunnah, karena dia mempunyai kewajiban untuk menyegerakan melaksanakan Qodho puasa romadhonnya. (Al-Hawasyil Madaniyyah. Juz. II. Hal. 199- 200)

 

XIII. Hukum Orang Yang Meninggal Dan Dia Masih Punya Kewajiban Melaksanakan Qodho Romadhon.

Bagi seseorang yang meninggal dunia padahal dia masih punya kewajiban untuk melaksanakan Qodho puasa Romadhon maka hukumnya adalah sebagai berikut :

A). Apabila meninggalnya karena dia memang belum mempunyai kesempatan untuk melaksanakan Qodho puasa Romadhon, seperti; dia sakit pada bulan Romadhon sampai meninggal dunia. Maka dia tidak punya kewajiban melaksanakan Qodho dan tidak punya kewajiban untuk membayar Fidyah dan dia tidak berdosa. (Kifayatul Akhyar. Juz. I. hal. 212)

B). Apabila meninggalnya setelah dia sudah mempunyai kesempatan untuk melaksanakan Qodho akan tetapi dia belum melaksanakannya maka dalam hal ini ada dua pendapat, yaitu :

      1). Kewajiban di keluarkan Fidyah dari harta peninggalannya satu Mud untuk setiap harinya. Pendapat ini di fatwakan oleh ‘Aisyah, dan Ibnu ‘Abbas. Dan pendapat ini juga menjadi pendapat imam Abu Hanifah, imam Malik dan Syafi’I dalam qaul Jadid nya. (Kifayatul Akhyar. Juz. I. hal. 212 / Fiqhus Sunnah. Juz. I. hal. 329))

            Hal ini berdasarkan hadits Mauquf :

           “ Barangsiapa yang meninggal dunia dan atasnya kewajiban (Qodho) puasa, maka di beri makan sebagai pengganti darinya setiap hari akan orang miskin.” (HR. Turmudzi dari Ibnu ‘Umar) 

     2).  Disunnahkan bagi walinya atau ahli warisnya untuk melaksanakan puasa yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal tersebut. 

           Hal ini berdasarkan hadits :

          “ Barangsiapa yang meninggal dunia dan atasnya kewajiban (Qodho) puasa, maka berpuasa sebagai pengganti darinya walinya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah. ra) 

XIV. Keutamaan Melaksanakan Puasa

Banyak sekali keutamaan yang Allah akan berikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa, diantaranya :

1). “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan semata-mata mengharap ridho Allah, maka di ampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Ahmad dan Ashabussunan dari Abi Hurairoh, ra)

2). “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dia bergembira dengan keduanya; apabila dia berbuka maka dia bergembira dengan bukanya, dan apabila dia berjumpa dengan Tuhannya maka dia bergembira dengan puasanya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’I dari Abi Hurairoh)

3). “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika berbuka memiliki do’a yang tidak di tolak” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)

4). “Puasa dan Al-Qur’an bisa memberikan syafa’at keduanya kepada seorang hamba pada hari qiamat. Berkata puasa;’ Wahai Tuhanku! Aku telah mencegahnya untuk makan dan melakukan kesenangan pada siang hari, maka terimalah syafa’atku padanya…” (HR. Ahmad dengan sanad yang shoheh dari ‘Abdullah bin ‘Umar)

 5).  “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang di beri nama Royyan, yang masuk dari pintu itu pada hari qiamat orang-orang yang melaksanakan puasa. Tidak akan masuk dari pintu itu satu orang pun selain mereka yang melaksanakan puasa. Di katakan ;’ Mana orang-orang yang telah berpuasa? Maka merekapun berdiri dan mereka masuk (ke surga) melalui pintu itu. Maka apabila mereka telah masuk semua, maka pintu itu di tutup. Maka tidak akan ada yang masuk dari pintu itu seorangpun.” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim dari Sahal bin Sa’ad)

XV. Kerugian Bagi orang yang Tidak Melaksanakan Puasa 

        Mengenai orang yang tidak melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Romadhon padahal tidak ada ‘udzur yang menghalanginya, maka baginya ke rugian dan kehinaan. Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam hadits :

1). “Barang siapa yang tidak melaksanakan puasa satu hari di bulan Romadhon tanpa adanya ‘udzur yang memperbolehkan dia berbuka (Rukhsoh) yang telah Allah berikan rukhsoh itu kepadanya, maka dia tidak akan dapat menggantikannya dengan puasa satu tahun penuh meskipun dia melaksanakan puasa pada satu tahun itu.” (HR. Abu Daud. Ibnu Majah dan Turmudzi dari Abi Hurairoh)

2). “…Dan kehinaanlah bagi seseorang yang datang kepadanya bulan Romadhon,  kemuadian bulan romadhon itu berlalu sebelum dia mendapatkan ampunan…” (HR. Turmudzi dan Hakim dari Abi Hurairoh.)

XVI.  Hikmah Kewajiban Melaksanakan Ibadah Puasa

Syeikh ‘Ali Ahmad Al-Jarjawi dalam kitab Hikmatut tasyri’ wa Falsafatuhu (Juz. I. hal. 201-208) menyebutkan tentang hikmah kewajiban melaksanakan ibadah puasa ini, di antaranya :

1). Sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah di pandang dari sisi bahwa puasa adalah ‘Ibadah.

2).  Melatih kita dalam menjaga amanah yang sudah Allah berikan kepada kita, dan kita tidak akan menyia-nyiakan amanah tersebut selama-lamanya, dan tidak melampaui batas dalam melaksnakan amanah tersebut.

3).  Puasa dapat menumbuhkan dan mengokohkan tekad kita dalam usaha untuk meraih keinginan, serta mendahulukan kejernihan akal pikiran daripada menuruti kehendak nafsu syahwat.

4). Puasa mengajarkan kepada kita agar kita selalu ingat akan adanya pengawasan Allah (Muroqobah) dan memiliki rasa malu kepada-nya.

5). Mengingat penderitaan orang miskin dan menumbuhkan rasa kasih saying serta belas kasihan kepada mereka.

6). Merasakan dan mensyukuri atas ni’mat Tuhan yang telah di berikan kepada kita.

7). Merasakan dan mengakui kelemahan diri kita.

8). Menjernihkan hati nurani dan jiwa kita.

9). Menjaga kesehatan.

XVII.  Ke Utamaan Dan Ke Istimewaan Bulan Romadhon

              Tentang keutamaan dan keistimewaan bulan Romadhon ini bisa kita ketahui dari keterangan-keterangan ini :

1).   “Bulan Romadhon adalah bulan yang penuh dengan keberkahan, di buka padanya pintu-pintu surga dan di tutup padanya pintu-pintu neraka Sa’ir, dan di ikat padanya syethan-syetan, dan memanggil Malaikat yang memanggil  pada setiap malamnya ;  ‘Wahai orang-orang yang senang mencari kebaikan kerjakanlah! Dan wahai orang-orang yang senang mencari keburukan tahanlah!” (HR. Ahmad dan Baihaqi dari seorang laki-laki)

2). “Rosulullah. SAW. telah berkhutbah dihadapan kami pada hari terakhir di bulan Sya’ban, maka nabi. SAW. bersabda :’ Wahai Manusia! Sesungguhnya kamu akan di naungi oleh bulan yang agung, bulan yang di penuhi keberkahan, di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa di blan ini sebagai ke fardhuan dan mendirikan sholat pada malamnya sebagai kesunnahan. Barang siapa yang beribadah (taqorrub) pada bulan ini dengan satu perkara kebaikan, maka dia seperti  orang yang telah melakukan ke fardhuan pada bulan yang lainnya, dan barang siapa yang melakukan ke fardhuan di bulan ini maka dia seperti orang yang telah melakukan tujuh puluh ke fardhuan pada bulan yang lain, bulan ini adalah bulan sabar, dan sabar balasannya adalah surga, dan bulan berbuat kebaikan dan berkasih sayang…” (HR. Ibnu khuzaimah dan Baihaqi dari Salman.ra. / Hadits ini pada Sanadnya di nyatakan dho’if)  

 

XVIII.  Penutup

Bulan Romadhon memang bulan yang Istimewa bagi kaum Muslimin, bulan yang penuh dengan limpahan keberkahan, bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Maka merupakan sebuah keharusan bagi kita sebagai seorang Muslim untuk menyambut gembira kedatangannya, melaksanakan kewajiban berpuasa didalamnya dan memperbanyak berbuat amal kebaikan untuk mengisi dan memanfa’atkannya, agar kita tidak termasuk kedalam golongan orang yang merugi ketika di tinggalkannya. Marhaban Yaa romadhon!

“Wallahu A’lamu Bisshowab”

Daftar Bacaan

1). Al-Qur’an dan Terjemahnya Depag RI

2).Tafsir Ibnu Katsir.

3). Al-Jami’us Shogir.

4). Subulussalam Syarah Bulughul Marom.

5). Al-Muhadzzab.

6). Nihayatuzzain.

7). Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja.

8). As-Syarqowi ‘ala Tahrir.

9). Al-Hawasyil Madaniyah.

10). Kifayatul Akhyar.

10) Fiqhus Sunnah.

11). Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu.

 

 

 

Share this:

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes