HUKUM MUSIK DALAM ISLAM
Halal dan haram musik (music) dalam hukum Islam. Musik adalah suatu aktifitas budaya yang dilakukan oleh hampir semua orang, disengaja atau tidak. Sedikitnya, orang pasti mendengarkan alunan musik di rumah tetangga, TV, radio, mall, di jalan-jalan, di angkutan umum, dan lain-lain. Itu artinya, musik harus mendapat status yang jelas dalam perspektif Islam agar supaya umat tidak melakukan sesuatu tanpa payung hukum syariah.
DEFINISI MUSIK
Dalam pengertian masyarakat umum, kata "musik" merujuk pada suatu seni yang mengombinasikan antara paduan berbagai alat musik tertentu dengan seni suara. Sehingga, musik yang hanya menampilkan paduan alat musik saja, seperti musik klasik, atau paduan suara saja, dianggap "kurang musik". Dalam performa panggung, seni musik juga sering dipadukan dengan seni tari atau dansa. Terkadang, musik dan lagu disebut terpisah. Tapi tidak jarang juga dua kata itu disebut secara berkelindan (interchangeable) untuk pengertian yang sama.
Dalam bahasa Arab pun, lagu disebut dengan ghina' (jamak, aghani) (غناء أغاني), sedang musik disebut musiqi (موسيقي). Tapi, tidak jarang dua kata itu disebut terpisah dengan makna yang sama.
Dalam tulisan ini, kata musik mencakup arti semua seni alat musik dan lagu/nyanyian. Kecuali apabila disebut secara khusus.
PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN MUSIK
Ulama yang mengharamkan musik pun memiliki pandangan yang beragam soal keharaman dan dalil yang mengharamkannya. Perlu dicatat bahwa musik yang dibahas adalah musik yang santun yang kata-katanya sopan dan wajar serta tidak mengundang konotasi sex atau syahwat. Musik yang liriknya bernuansa pornografi, mengundang syahwat dan tampilan panggung yang tidak islami--mengumbar aurat dan percampuran dan sentuhan laki-laki perempuan bukan mahram--jelas hukumnya haram dalam musik atau dalam kehidupan biasa.
DALIL HARAMNYA MUSIK
1. Quran Surat Luqman 31:6:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya: Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan.
Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi menyatakan:
( يشتري لهو الحديث أي : يستبدل ويختار الغناء والمزامير والمعازف على القرآن ، قال أبو الصباء البكري سألت ابن مسعود عن هذه الآية فقال : هو الغناء ، والله الذي لا إله إلا هو ، يرددها ثلاث مرات
وقال إبراهيم النخعي : الغناء ينبت النفاق في القلب ، وكان أصحابنا يأخذون بأفواه السكك يخرقون الدفوف . وقيل : الغناء رقية الزنا . وقال ابن جريج : هو الطبل وعن الضحاك قال : هو الشرك . وقال قتادة : هو كل لهو ولعب
Artinya: Tafsir kalimat "يشتري لهو الحديث" adalah mengganti dan memilih nyanyian dan alat musik dibanding Quran. Abu Shoba Al-Bakri berkata: Aku bertanya pada Ibnu Mas'ud tentang maksud ayat ini, ia menjawab: Maksudnya adalah nyanyian (musik) demi Allah (ia mengulang sumpahnya tiga kali). Ibrahim An-Nakha'i berkata: Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati.. Ibnu Juraij berkata: ia adalah alat musik drum. Ad-Dhahhak berkata: ia adalah syirik. Qatadah berkata: Setiap permainan.
Muhammad ibnu Jarir At-Tabari dalam Tafsir At-Tabari berkaitan dengan "lahwal hadits" menyatakan demikian:
اختلف أهل التأويل في تأويل قوله : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) فقال بعضهم : من يشتري الشراء المعروف بالثمن ، ورووا بذلك خبرا عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - .
وهو ما حدثنا أبو كريب قال : ثنا وكيع ، عن خلاد الصفار ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " لا يحل بيع المغنيات ، ولا شراؤهن ، ولا التجارة فيهن ، ولا أثمانهن ، وفيهن نزلت هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) .
حدثنا ابن وكيع قال : ثني أبي ، عن خلاد الصفار ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة ، عن النبي - صلى الله عليه وسلم - بنحوه . إلا أنه قال : " أكل ثمنهن حرام " وقال أيضا : " وفيهن أنزل الله علي هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله ) .
حدثني عبيد بن آدم بن أبي إياس العسقلاني قال : ثنا أبي قال : ثنا سليمان بن حيان ، عن عمرو بن قيس الكلابي ، عن أبي المهلب ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة . قال : وثنا إسماعيل بن عياش ، عن مطرح بن يزيد ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن زيد ، عن القاسم ، عن أبي أمامة الباهلي قال : سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول : " لا يحل تعليم المغنيات ، ولا بيعهن ولا شراؤهن ، وثمنهن حرام ، وقد نزل تصديق ذلك في كتاب الله ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) إلى آخر الآية " .
وقال آخرون : بل معنى ذلك : من يختار لهو الحديث ويستحبه .
Ulama ahli takwil berbeda dalam menakwili ayat
"( ومن الناس من يشتري لهو الحديث )
". Sebagian menyatakan: Orang yang membeli pembelian yang masyhur dengan harga, lalu meriwayatkan hal itu sebagai berita dari Rasulullah.
Rasulullah bersabda: Tidak halal menjual penyanyi, membelinya, memperdagangkannya, tidak juga harganya. Dalam soal ini turun ayat
"( ومن الناس من يشتري لهو الحديث )"
dalam riwayat lain ada tambahan "Memakan harga penyanyi adalah haram"...
Rasulullah bersabda: "Tidak halal mengajar para penyanyi, menjual penyanyi, membeli penyanyi. Harga mereka haram. Telah turun ayat soal itu dalam Al Quran ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث )
Sebagian berpendapat: Makna ayat di atas adalah "Orang yang memilih perkataan tiada guna (lahwal hadits) dan menyukainya.
Al-Husain ibnu Mas'ud Al-Baghawi dalam Tafsir Al-Baghawi menyatakan seputar maksud kata "lahwal hadits" demikian:
( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) الآية . قال الكلبي ، ومقاتل : نزلت في النضر بن الحارث بن كلدة كان يتجر فيأتي الحيرة ويشتري أخبار العجم ويحدث بها قريشا ، ويقول : إن محمدا يحدثكم بحديث عاد وثمود ، وأنا أحدثكم بحديث رستم واسفنديار وأخبار الأكاسرة ، فيستملحون حديثه ويتركون استماع القرآن ، فأنزل الله هذه الآية . وقال مجاهد : يعني شراء القيان والمغنيين ، ووجه الكلام على هذا التأويل : من يشتري ذات لهو أو ذا لهو الحديث . أخبرنا أبو سعيد الشريحي ، أخبرنا أبو إسحاق الثعلبي ، أخبرنا أبو طاهر محمد بن الفضل بن محمد بن إسحاق المزكي ، حدثنا جدي محمد بن إسحاق بن خزيمة ، أخبرنا علي بن حجر ، أخبرنا مشمعل بن ملحان الطائي ، عن مطرح بن يزيد ، عن عبيد الله بن زحر ، عن علي بن يزيد ، عن القاسم بن عبد العزيز ، عن أبي أمامة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " لا يحل تعليم المغنيات ولا بيعهن وأثمانهن حرام " ، وفي مثل هذا أنزلت هذه الآية : " ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله " ، وما من رجل يرفع صوته بالغناء إلا بعث الله عليه شيطانين : أحدهما على هذا المنكب ، والآخر على هذا المنكب ، فلا يزالان يضربانه بأرجلهما حتى يكون هو الذي يسكت .
أخبرنا عبد الرحمن بن أحمد القفال ، أخبرنا أبو منصور أحمد بن الفضل البروجردي ، أخبرنا أبو أحمد بكر بن محمد بن حمدان الصيرفي ، أخبرنا محمد بن غالب بن تمام ، أخبرنا خالد بن أبي يزيد ، عن هشام هو ابن حسان ، عن محمد هو ابن سيرين ، عن أبي هريرة أن النبي - صلى الله عليه وسلم - " نهى عن ثمن الكلب وكسب الزمارة " . قال مكحول : من اشترى جارية ضرابة ليمسكها لغنائها وضربها مقيما عليه حتى يموت لم أصل عليه ، إن الله يقول : " ومن الناس من يشتري لهو الحديث " الآية . وعن عبد الله بن مسعود ، وابن عباس ، والحسن ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير قالوا : " لهو الحديث " هو الغناء ، والآية نزلت فيه . ومعنى قوله : ( يشتري لهو الحديث ) أي : يستبدل ويختار الغناء والمزامير والمعازف على القرآن ، قال أبو الصباء البكري سألت ابن مسعود عن هذه الآية فقال : هو الغناء ، والله الذي لا إله إلا هو ، يرددها ثلاث مرات
Artinya: .. Al-Kalbi dan Muqatil berkata: Ayat ini turun terkait Al-Nadhar bin Al-Harits bin Kildah. Ia berdagang lalu merasa bingung dan membeli berita ajam dan menceritakan itu pada orang Quraisy dan berkata: Muhammad menceritakan kalian dengan hadits kaum 'Ad dan Tsamud. Sedangkan aku menceritakan pada kalian dengan hadits Rustum, Isfandiyar dan para Kaisar. Maka mereka menikmati kisahnya dan meninggalkan mendengar Al Quran. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Mujahid berkata: Maksudnya adalah membeli penyanyi perempuan dan para penyanyi. Inti pembahasan ulama atas takwil ini adalah: Orang yang membeli permainan atau cerita tidak berguna. .. Rasulullah bersabda: Tidak halal mengajar para penyanyi wanita, tidak halal menjual mereka. Harga mereka haram. Terkait ha ini maka turunlah ayat ini
ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله "
Tidak ada seorang lelaki yang meninggikan suaranya dengan nyanyian kecuali Allah mengutus dua setan padanya, yang pertama pada bahu yang ini, yang lain pada bahu yang ini. Lalu keduanya senantiasa memukul keduanya dengan kedua kakinya sampai dia (lelaki itu) diam.
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang dari harga anjing dan alat bunyi-bunyian. Makhul berkata: Siapa yang membeli budak wanita yang pandai memukul untuk tujuan menikmati nyanyiannya dan memukulnya dan tinggal bersamanya sampai mati maka aku tidak akan menyolati (jenazah)nya. Allah berfirman "Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah" Ibnu Masud dll berkata: maksud 'lahwal hadits' adalah nyanyian (lagu) sedangkan ayat di atas diturunkan terkait hal ini. Adapun makna "( يشتري لهو الحديث )" yakni mengganti dan memilih lagu, seruling dan alat musik daripada Al Quran. Abu Shaba Al Bakri berkata: Aku bertanya pada Ibnu Masud tentang ayat ini, ia menjawab: "Itu tentang nyanyian" demi Allah Ibnu Mas'ud mengulanginya sampai tiga kali.
2. Quran Surat An-Najm 53:59-61:
أَ فَمِنْ هذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ وَ تَضْحَكُوْنَ وَ لاَ تَبْكُوْنَ وَ أَنْتُمْ سَامِدُوْنَ
Artinya: Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melengahkan(nya)?
Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud "shamidun" ialah al-ghina (nyanyian)
3. Quran Surat Al-Isra' 17:64
وَ اسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
Artinya: Dan asunglah (kobarkanlah, bujuklah) siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).
Menurut Mujahid maksud "shautika" tidak lain adalah nyanyian dan hiburan
4. Hadits Bukhari no. 5590
لِيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَ الْحَرِيْرَ وَ الْخَمْرَ وَ الْمَعَازِفَ وَ لَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيْهِمْ يَعْنِي الْفَقِيْرُ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُوْا: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ وَ يَضَعُ الْعَلَمَ وَ يَمْسَخُ الآخَرِيْنَ قِرَدَةً وَ خَنَازِيْرَ إِلى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya: Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para pengembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata: "Datanglah kepada kami esok hari." Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.
Dalil Quran dan hadits di atas di jadikan dasar oleh para ulama atas haramnya musik dalam Islam. Ulama dalam kelompok ini antara lain adalah Imam Ibnu Al-Jauzi (Talbis Iblis, hlm. 2321), Imam Qurthubi (Tafsir Qurtuhbi, XIV/51-54), Asy-Syaukani (Nail-ul-Authar, VIII/442).
Sahabat mengharamkan musik antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud. Sedang dari tabi'in antara lain Mujahid, Hasan Al-Basri, Ikrimah, Said bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim An-Nakha'i menafsirkan lahw-al-hadis dalam QS Luqman 31:6 dengan arti nyanyian atau menjualbelikan (menyewakan) biduanita.
Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurashi Ad-Dimashqi dalam Ibnu Katsir III/442 menegaskan maksud dari "lahwal hadits" adalah al-ghina' (nyanyian).
عن أبي الصهباء : أنه سأل ابن مسعود عن قول الله : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) قال : الغناء .
وكذا قال ابن عباس ، وجابر ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، ومجاهد ، ومكحول ، وعمرو بن شعيب ، وعلي بن بذيمة .
وقال الحسن البصري : أنزلت هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله بغير علم ) في الغناء والمزامير
5. Abū Ishāk Asy-Syirāzī (madzhab Syafi'i) mengharamkan musik kecuali memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan selain itu haram (Al-Muhadzab II/237)
6. Al-Muhāsibi dalam Ar-Risalah: menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai.
7. Madzhab Syafi'i: musik itu haram apabila disertai dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat.
PENDAPAT YANG MENGHALALKAN MUSIK
Berikut pendapat Sahabat, Tabi'in dan ulama yang membolehkan musik. Tentu saja musik yang baik.
1. Sahabat Nabi: antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain (An-Nawawi dalam Al-Umdah).
2. Tabi'in: Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain. (An-Nawawi dalam Al-Umdah)
3. Mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah, Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī).
4. Mazhab Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘azif (alat-alat musik yang berdawai).
5. Mazhab Syāfi‘i menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan sedangkan nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat.
IMAM AL-GHAZALI DALAM IHYA ULUMUDDIN
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, "Bab: Ad-Dalil ala Ibahatis Sama'", hlm. 2/269, menyatakan:
فسماع هذه الأصوات يستحيل أن يحرم لكونها طيبة أو موزونة فلا ذاهب إلى تحريم صوت العندليب وسائر الطيور. ولا فرق بين حنجرة وحنجرة ولا بين جماد وحيوان. فينبغي أن يقاس على صوت العندليب الأصوات الخارجة من سائر الأجسام باختيار الآدمى كالذي يخرج من حلقه أو من القضيب والطبل والدف وغيره.
Artinya: Mendengarkan suara-suara (lagu) ini tidak mungkin diharamkan karena alasan indah atau dihiasi. Maka, tidak bisa mengharamkan suara burung Bulbul dan suara burung-burung lain. Maka, sebaiknya suara nyanyian dianalogikan pada suara burung bulbul yang keluar dari benda-benda atas usaha manusia sebagaimana yang keluar dari kerongkongannya atau dari tongkat, drum, rebana dan lainnya.
IBNU ARABI DALAM AHKMUL QURAN
Abu Bakar ibnul Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/526, menyatakan:
المسألة الثالثة: هذه الاحاديث التي اوردناها لايصح منها شيء بحال لعدم ثقة ناقليها إلى من ذكر من الاعيان فيها واصح مافيه قول من قال إنه الباطل فأما قول الطبري أنه الطبل فهو على قسمين : طبل حرب وطبل لهو فأما طبل الحرب فلاحرج فيه لأنه يقيم النفوس ويرهب على العدو وأما طبل اللهو فهو كالدف وكذلك الآت المشهرة للنكاح يجوز إستعمالها فيه لمايحسن من الكلام ويسلم من الرفث)
Artinya: Hadits ini (tentang haramnya alat musik) statusnya tidak sahih karena perawinya tidak tsiqah (tidak bisa dipercaya)... Adapun pendapat Tabari yang dimaksud adalah drum (rebana). Drum terbagi dua: drum untuk perang dan drum untuk permainan. Drum perang tidak masalah karena dapat memotivasi diri dan menakuti musuh. Sedangkan drum permainan maka hukumnya seperti rebana, begitu juga alat-alat yang biasa dipakai untuk memeriahkan pernikahan, boleh dipakai karena akan memperindah ucapan dan menyelamatkan dari keburukan.
Hukum musik adalah halal atau mubah. Namun, musik Haram Apabila Mengakibatkan Perbuatan Haram
Dalam QS Al-Isra 17:64 Allah berfirman:
واستفزز من استطعت منهم بصوتك وأجلب عليهم بخيلك ورجلك وشاركهم في الأموال والأولاد وعدهم , وما يعدهم الشيطان إلا غرورا
Artinya: Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.
Dalam menafsiri ayat tersebut, Ibnu Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/208, menyatakan:
المسألة الثانية : قوله : { بصوتك } : فيه ثلاثة أقوال :
الأول : بدعائك . الثاني : بالغناء والمزمار . الثالث : كل داع دعاه إلى معصية الله ؟ قاله ابن عباس . فأما القول الأول فهو الحقيقة ، وأما الثاني والثالث فهما مجازان ، إلا أن الثاني مجاز خاص ، والثالث مجاز عام . وقد { دخل أبو بكر بيت عائشة ، وفيه جاريتان من جواري الأنصار تغنيان بما تقاولت به الأنصار يوم بعاث ، فقال : أمزمار الشيطان في بيت رسول الله ؟ فقال : دعهما يا أبا بكر ، فإنه يوم عيد } . فلم ينكر النبي صلى الله عليه وسلم على أبي بكر تسمية الغناء مزمار الشيطان ؟ وذلك لأن المباح قد يستدرج به الشيطان إلى المعصية أكثر وأقرب إلى الاستدراج إليها بالواجب ، فيكون إذا تجرد مباحا ، ويكون عند الدوام وما تعلق به الشيطان من المعاصي حراما ، فيكون حينئذ مزمار الشيطان ولذلك قال النبي صلى الله عليه وسلم : { نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين فذكر الغناء والنوح } . وقدمنا شرح ذلك كله
Artinya: Maksud kata "shout" dalam "shoutika" ada tiga pendapat: (i) bermakna panggilan atau ajakanmu; (ii) nyanyian atau alat musik seruling; (iii) setiap ajakan ke arah maksiat pada Allah.
Ibnu Abbas berkata: Pendapat pertama adalah makna hakiki. Makna kedua dan ketiga adalah makna majazi. Yang kedua majaz khusus, sedang yang ketiga majaz umum. Dalam sebuah hadits "Abu Bakar pernah masuk ke rumah Aisyah di situ terdapat dua budak perempuan Anshar yang sedang bernyanyi dengan lagu yang pernah dinyanyikan kaum Anshar pada hari bi'ats. Abu Bakar berkata: Apakah ada seruling setan di rumah Rasulullah? Nabi berkata: Biarkan mereka (bernyanyi) wahai Abu Bakar karena saat ini hari raya." Dalam hadits ini Nabi tidak mengingkari Abu Bakar dengan penamaan lagu sebagai seruling setan. Hal itu karena, perkara mubah terkadang oleh setan dapat dipalingkan ke perkara maksiat lebih banyak dan lebih dekat dibanding memalingkannya ke perkara wajib. Maka, musik itu apabila murni tanpa efek, hukumnya mubah (halal). Namun apabila terus-menerus dan berkaitan dengan maksiat maka menjadi haram.
Dalam konteks terakhir ini maka musik atau lagu disebut seruling setan. Itulah latarbelakang sabda Nabi "Aku dilarang dari dua suara yang bodoh. Lalu Nabi menyebut menyanhi dan berkabung."
pandangan salah satu cendikiawan Muslim asal Mesir yang banyak menekuni fiqih perbandingan lintas mazhab, yaitu Syekh Ali Jum’ah dalam Kitab al-Bayan li Ma Yusyghilu al-Azhan fi Fatawa Syafiya wa Qadhaya ‘Ajilah. Dengannya, kita bisa menjadi tahu hukumnya dan alasan-alasan keharaman dan kebolehannya. Menurut Syekh Ali Jumah, musik adalah setiap ritme atau irama yang keluar dari alat musik yang dimainkan. Oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat perihal hukumnya karena tidak ada ketentuan yang jelas baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun konsensus para ulama.
وَمَسْأَلَةُ الْمُوْسِيْقِى مَسْأَلَةٌ خِلَافِيَةٌ فِقْهِيَّةٌ، لَيْسَتْ مِنْ أُصُوْلِ الْعَقِيْدَةِ، وَلَيْسَتْ مِنَ الْمَعْلُوْمِ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ، وَلَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِيْنَ أَنْ يُفَسِّقَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَلَا يُنَكِّرُ بِسَبَبِ تِلْكَ الْمَسَائِلِ الْخِلَافِيَّةِ
Artinya, “Persoalan tentang musik merupakan persoalan khilafiyah (berbeda pendapat) dalam ranah fiqih, bukan termasuk ranah pokok akidah, bukan pula bagian dari suatu agama yang setiap muslim tahun tentangnya, sehingga tidak sepantasnya bagi kaum muslimin untuk menuduh fasik sebagian dari mereka pada sebagian yang lain, tidak pula mengingkari mereka disebabkan persoalan yang masih berselisih (hukumnya),”
(Syekh Ali Jumah, al-Bayan li Ma Yusyghilu al-Azhan fi Fatawa Syafiyah wa Qadhaya ‘Ajilah, [Darul Ma’arif: cetakan pertama], juz I, halaman 365).
Lebih lanjut, menurut ulama kelahiran Beni Seuf Mesir itu, alasan terjadinya perbedaan pendapat di antara para ulama fiqih karena tidak adanya nash (ketentuan) khusus dari Al-Qur’an, hadits, maupun konsensus para ulama yang mengharamkannya. Tidak hanya itu, menurut ulama kelahiran Beni Suef Mesir itu, tidak seharusnya umat Islam larut dalam perdebatan hukum-hukum yang masih diperselisihkan oleh para ulama, dan semua orang memiliki hak masing-masing untuk mengikuti salah satu pendapat yang ada, baik yang boleh maupun yang haram. Dengan demikian, tidak layak untuk mempermasalahkannya agar tidak terjadi perpecahan antaraumat Islam. Syekh Ali Jumah mengutip pendapat Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (wafat 505 H) yang mengategorikan musik dari bagian al-lahwu (permainan-kesenangan).
Oleh karenanya, tidak jarang banyak orang-orang menjadikannya sebagai salah satu wahana untuk menenangkan dirinya dari rasa lelah sehingga sudah selayaknya untuk diperbolehkan sepanjang tidak berupa alat-alat yang memang diharamkan seperti gitar, dan seruling:
فَاللَّهْوُ دَوَاءُ الْقَلْبِ مِنْ دَاءِ الْإِعْيَاءِ وَالْمِلَالِ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ مُبَاحًا وَلَكِنْ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْهُ كَمَا لَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ الدَّوَاءِ
Artinya, “al-Lahwu (kesenangan-musik) merupakan obat hati dari rasa lelah dan bosan, maka sudah seharusnya untuk diperbolehkan. Hanya saja, lebih baik untuk tidak memperbanyak dengannya, sebagaimana tidak berlebihan dalam mengonsumsi obat,” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 287).
Sementara itu, ada juga ulama yang menegaskan bahwa tempat-tempat nyanyian yang di dalamnya disertai dengan alat-alat musik, hukumnya haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Dr Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, ia mengatakan
وَتَكُوْنُ مَجَالِسُ الْغِنَاءِ الْمَقْرُوْنَةِ بِالْآلَاتِ الْمُوْسِيْقِيَّةِ حَرَاماً
Artinya, “Tempat-tempat nyanyian yang di dalamnya bersamaan dengan alat-alat musik hukumnya haram,” (Syekh Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatih, [Damaskus, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 215).
✒️ Simpulan Hukum Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum musik masih diperselisihkan oleh para ulama sejak masa dahulu. Lantas, bagaimana cara menggabungkan dua pendapat di atas? Berikut jawabannya. Menurut Syekh Ali Jumah, setiap musik dan nyanyian yang mengandung unsur mengajak pada hal-hal yang diharamkan, mengandung keburukan, kejelekan, mengajak pada kemaksiatan, maka hukumnya haram. Dan, setiap nyanyian yang di dalamnya tidak ada unsur-unsur tersebut hukumnya boleh sepanjang tidak terjadi percampuran antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram
وَلِهَذَا نَرَى جَوَازَ الْغِنَاءِ، سَوَاءٌ كَانَ مَصْحُوْبًا بِالْمُوْسِيْقِي أَوْ لَا، بِشَرْطٍ أَلَّا يَدْعُوْ اِلَى مَعْصِيَةٍ أَوْ تَتَنَافِي مَعَانِيْهِ مَعَ مَعَانِي الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ، غَيْرِ أَنَّ اسْتِدَامَتَهُ وَالْاِكْثَارَ مِنْهُ يُخْرِجُهُ مِنْ حَدِّ الْاِبَاحَةِ اِلَى حَدِّ الْكَرَاهَةِ وَرُبَّمَا اِلَى حَدِّ الْحُرْمَةِ
Artinya, “Oleh karena itu, saya memandang bolehnya nyanyian, baik disertai musik atau tidak, dengan syarat tidak mengajak pada kemaksiatan atau di dalamnya mengandung nyanyian yang menghilangkan makna syariat yang mulia. Hanya saja, selalu menggunakan dan memperbanyaknya bisa mengeluarkannya pada batas boleh hingga masuk pada batas makruh, dan terkadang bisa sampai pada batas haram.” (Jumah: 1/368). .
Demikian penjelasan perihal hukum musik perspekstif Syekh Ali Jumah.
Dengan mengetahuinya, semoga tidak lagi menjadikan musik sebagai legitimasi untuk saling menyalahkan sesama, dan semakin menimbulkan kesadaran bahwa perbedaan pendapat antarlama adalah rahmat bagi semua manusia.
KESIMPULAN HUKUM MUSIK DALAM ISLAM
Ulama sepakat bahwa aktifitas musik baik itu melakukan atau mendengarkan adalah haram apabila aktifitas itu dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan dosa. Adapun mendengarkan musik yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang baik dan dapat mengingatkan orang kepada akhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan menurut Al-Auza'i.
Imam Syafi'i seperti dikutip oleh Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan hukum syariah
wallohu'alam