BREAKING NEWS

Watsapp

Friday, January 27, 2023

PONDOK PESANTREN YANG TELAH BERDIRI LEBIH DARI SATU ABAD

MWC.NUGAR.ANZAAY


Ini daftar nama-nama Pondok Pesantren yang akan mendapatkan penganugrahan dari PBNU tgl 31 Januari tepatnya hari selasa di TMII karena sudah berdiri diatas 1 Abad umur pesantrenya, dan  Berkah untuk Semua... amiin


PONDOK PONDOK TUA DI INDONESIA Ya seperti biasa


1. Pondok Pesantren Al-Kahfi Somolangu, Kebumen (1475) 

2. Pondok Pesantren Mojosari, Loceret, Nganjuk (1710) 

3. Pondok Pesantren Babakan, Cirebon (1715) 

4. Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan (1718) 

5. Pondok Pesantren Jamsaren, Solo (1750) 

6. Pondok Pesantren Buntet, Cirebon (1750) 

7. Pondok Pesantren Qomaruddin, Bungah, Gresik (1753) 

8. Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading, Malang (1768) 

9. Pondok Pesantren Balerante, Cirebon (1779) 

10. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah, Siwalan Panji, Sidoarjo (1787) 

11. Pondok Pesantren Hidayatut Thullab, Durenan, Trenggalek (1790) 

12. Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon (1800-an) 

13. Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang (1825) 

14. Pondok Pesantren Watucongol, Magelang, (1830) 

15. Pondok Pesantren Tremas, Pacitan (1830) 

16. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber, Wonosobo (1832) 

17. Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo (1839) 

18. Pondok Pesantren Al-Hikamus Salafiyah, Cipulus, Purwakarta (1840) 

19. Pondok Pesantren Al-Fauzan, Garut (1850) 

20. Pondok Pesantren Langitan, Tuban (1852) 

21. Pondok Pesantren MIS (Ma’hadul Ilmi Asy-Syar’i), Sarang, Rembang (1859) 

22. Pondok Pesantren Syaikhona Kholil, Bangkalan (1861) 

23. Pondok Pesantren Giri Kusumo, Mranggen (1868) 

24. Pondok Pesantren Arriyadl, Ringinagung, Pare, Kediri (1870) 

25. Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin, Pacul Gowang (1880) 

26. Pondok Pesantren Sukamiskin, Bandung (1881) 

27. Pondok Pesantren Al-Ashriyah, Genteng, Banyuwangi (1882) 

28. Pondok Pesantren Roudatul Mubtadi’in, Balekambang, Jepara (1884) 

29. Pondok Pesantren Darul Ulum, Peterongan, Jombang (1885) 

30. Pondok Pesantren Al-Ihsan, Jampes, Kediri (1886) 

31. Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep (1887) 

32. Pondok Pesantren Darul Hikam, Bendo, Pare, Kediri (1889) 

33. Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Lamongan (1898) 

34. Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1899) 

35. Pondok Pesantren Gedongsari, Nganjuk (1901) 

36. Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor (1901) 

37. Pondok Pesantren Futuhiyah, Mranggen, Demak (1905) 

38. Pondok Pesantren Kempek, Cirebon (1908) 

39. Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo (1908) 

40. Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati (1910) 

41. Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri (1910) 

42. Pondok Pesantren Al-Hikmah, Benda, Brebes (1911) 

43. Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta (1911) 

44. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Jember (1912) 

45. Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah, Tegal (1913) 

46. Pondok Pesantren Darussalam Martapura Kalsel (1914) 

47. Pesantren Islam As Shiddiqi, Jember, (1915) 

48. Pondok Pesantren Matla’ul Anwar Linahdhatil Ulama (MALNU) Pandeglang (1916) 

49. Pondok Pesantren Denanyar, Jombang (1917) 

50. Pondok Pesantren al-Qaumaniyah, Bareng, Kudus (1918) 

51. Pondok Pesantren Apik, Kauman Kaliwungu, (1919) 

52. Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq, Winong, Cirebon (1919) 

53. Pondok Pesantren Al-Masturiyah, Sukabumi (1920) 

54. Pondok Pesantren Mustofawiyah, Mandailing Natal, Sumut (1925) 

55. Pondok Pesantren Ihya Ulumaddin, Cilacap (1925) 

56. Pondok Pesantren Ploso, Kediri (1925)

HUKUM MENGGUNAKAN SUSUK BAIK EMAS MAUPUN PERAK

KAJIAN BERIKUT 

Assalamualaikum wr.wb.

Mohon maaf mau bertanya terkait penggunaan susuk🙏

Bagaimana hukumnya orang yang menggunakan susuk, baik itu susuk emas, perak, dsb. Dengan tujuan untuk kekebalan, kekuatan, pengasihan.


Terimakasih ,

Atas jawabannya 


Wassalamualaikum wr.wb.🙏

Waalaikum'salam warahmatullahi wa barokatuh

Boleh jika tidak menyalahi secara syariat dan tidak memberikan dampak buruk:

"فَرْعٌ :وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ دَقِّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَأَكْلِهِمَا مُفْرَدَيْنِ أَوْ مَعَ انْضِمَامِهِمَا لِغَيْرِهِمَا مِنْ الْأَدْوِيَةِ هَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ كَغَيْرِهِ مِنْ سَائِرِ الْأَدْوِيَةِ أَمْ لَا يَجُوزُ لِمَا فِيهِ مِنْ إضَاعَةِ الْمَالِ ؟ فَأَجَبْت عَنْهُ بِقَوْلِي : إنَّ الظَّاهِرَ أَنْ يُقَالَ فِيهِ إنَّ الْجَوَازَ لَا شَكَّ فِيهِ حَيْثُ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ نَفْعٌ ، بَلْ وَكَذَا إنْ لَمْ يَحْصُلْ مِنْهُ ذَلِكَ لِتَصْرِيحِهِمْ فِي الْأَطْعِمَةِ بِأَنَّ الْحِجَارَةَ وَنَحْوَهَا لَا يَحْرُمُ مِنْهَا إلَّا مَا أَضَرَّ بِالْبَدَنِ أَوْ الْعَقْلِ .وَأَمَّا تَعْلِيلُ الْحُرْمَةِ بِإِضَاعَةِ الْمَالِ فَمَمْنُوعٌ لِأَنَّ الْإِضَاعَةَ إنَّمَا تَحْرُمُ حَيْثُ لَمْ تَكُنْ لِغَرَضٍ وَمَا هُنَا لِقَصْدِ التَّدَاوِي وَصَرَّحُوا بِجَوَازِ التَّدَاوِي بِاللُّؤْلُؤِ فِي الِاكْتِحَالِ وَغَيْرِهِ وَرُبَّمَا زَادَتْ قِيمَتُهُ عَلَى الذَّهَبِ"

(Bujairim ala Khotib)

Tanpa memandang susuk terbuat dari emas ataupun bukan emas, hukum memakai susuk menurut fiqih terperinci sebagai berikut:

(1) apabila pemakai susuk menyakini yang memberikan efek dari pemakaian susuk tersebut secara hakikat adalah susuk itu sendiri, ulama sepakat menghukuminya sebagai kufur.

 (2) jika ia menyakini pemberi efek adalah susuk atas kekuatan yang dititipkan Allah pada benda tersebut, para ulama berbeda pendapat (khilaf) soal status hukumnya. Pendapat paling shahih (ashah) adalah tidak kufur, hanya saja pelakunya dikategorikan fasiq (berlaku dosa). Sedangkan sebagian pendapat lain menyatakan kufur.

(3) Jika pemakai susuk meyakini susuk pasti bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka tergolong sebagai orang bodoh (jahil) dan tidak menyebabkan kufur. 

(4) Jika meyakini benda tersebut biasanya bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka termasuk golongan yang selamat.

Masalah aqidah ini sangat penting menjadi landasan baik bagi orang yang memakai susuk maupun orang yang berobat apa pun.

Dengan bahasa lain, kaitan susuk dengan aqidah sangat bergantung pada keyakinan si pengguna terhadap susuk. Bisa berakibat pada  kekufuran, kefasikan, atau sesuatu yang boleh-boleh saja. Dalam hal ini, menata niat dan kesadaran merupakan hal yang sangat krusial.

Terimakasih jazakumullah atas kebaikan dan Semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal Alamin 

AKTIVITAS DISUNNAHKAN DI HARI JUM'AT


*Beberapa Hal/Aktifitas yang disunnahkan pada hari/malam Jum'at*

الشافعية - قالوا : من السنن المطلوبة يوم الجمعة قص الشارب حتى تظهر حمرة الشفة ومعنى ذلك أنه يبالغ في قصه إلى أن يخف شعره ويظهر ما تحته ولكنه يكره استئصاله بالقص كما يكره حلقه جميعه وإذا قص بعضه وحلق بعضه فإنه جائز أما اللحية فإنه يكره حلقها والمبالغة في قصها فإذا زادت على القبضة فإن الأمر فيه سهل خصوصا إذا ترتب عليه تسوية للخفة أو تعريض به ونحو ذلك.

1. Mencukur brengos (kumis)

Mencukur kumis di sini bermakna tidak mencukur habis kumisnya, melainkan hingga tersisa tipis saja, sehingga kulit dasarnya tampak. Adapun mencukur habis kumis, maka dihukumi makruh. Dan apabila mencukur tipis sebagian kumis, dan sebagian lain digundulkan, maka hal ini dihukumi boleh.

Adapun jenggot, maka dihukumi makruh mencukur habis. Dan apabila tebalnya mencapai satu genggam lebih, maka hukumnya makruh juga mencukurnya.

 ومن السنن المطلوبة يوم الجمعة نتف شعر الابطين ويكره للقادر على النتف أن يحلقه أما الذي يتألم من النتف فإنه لا يكره له الحلق.

2. Mencabut bulu ketiak.

Mencabut bulu ketika ini disunnahkan bagi orang yang memang mampu untuk mencabutnya, dan baginya makruh untuk mencukur bulu ketiaknya. Adapun orang yang merasa sakit ketika mencabut bulu ketiak, maka ia tidak dimakruhkan untuk mencukurnya.

 وكذلك من السنن المطلوبة يوم الجمعة حلق شعر العانة للرجل ونتفها للمرأة ويتعين على المرأة إزالتها عند أمر الزوج لها.

3. Mencukur bulu kemaluan (jembut)

Mencukur jembut disini disunnahkan untuk laki-laki. Adapun bagi perempuan disunnahkan agar mencabutnya, dan ini dihukumi lebih kuat lagi jika atas permintaan suaminya.

 ويكره نتف شعر الأنف بل يسن قصه إن طال وأن يتركه لما فيه من المنفعة الصحية

4. Mencukur bulu hidung jika off-side

Sebagian orang memiliki bulu hidung yang terkadang off-side (keluar batas), maka baginya disunnahkan untuk mencukurnya, atau ia diperbolehkan untuk membiarkannya, sebab ini memiliki beberapa manfaat kesehatan. Adapun mencabutnya, maka hal ini dihukumi makruh.

 أما شعر الرأس فإن حلقه مباح ولا بأس بتركه لمن يتعهده بالنظافة إلا إذا كان الغرض من تركه التشبه بفئة مخصوصة ليلبس على الناس فإن تركه لا يجوز حينئذ

Adapun rambut kepala, maka hukum mencukurnya ialah mubah, dan tak mengapa jika membiarkannya panjang bagi seorang yang telaten akan kebersihannya. Kecuali jika ia memanjangkan rambutnya ditujuhkan untuk menyerupai sebagian kelompok tertentu, maka hukum memanjangkan rambut di sini tidak diperbolehkan.

ومن السنن المطلوبة يوم الجمعة قص الأظافير لغير المحرم متى طالت . ومثل يوم الجمعة الخميس والاثنين . والمعتمد في كيفية قص الأظافير أن يبدأ في اليدين بسبابة يمينه إلى خنصرها ثم إبهامها ثم خنصر يساره إلى إبهامها ويبدأ في الرجلين بخنصر الرجل اليمنى إلى خنصر الرجل اليسرى على التوالي

5. Memotong kuku bagi orang yang tidak sedang melakukan ihram


Hukum kesunnahan memotong kuku ini terdapat pada hari Jum'at, Kamis dan hari Senin.

Tata cara memotong kuku pun beragam, namun, pendapat yang mu'tamad ialah dimulai pada: 

_Jari telunjuk tangan kanannya hingga kelingking, kemudian ibu jari tangan kanan. Lalu pada tangan kiri dimulai pada jari kelingking hingga ibu jari._

Kemudian pada kaki dimulai pada :

_Jari kelingking kaki kanan, hingga jari kelingking kaki kiri._

الفقه على المذاهب الأربعة

Source : http://islamport.com/w/fqh/Web/2793/1160.htm

Wednesday, January 25, 2023

ADAKAH NABI YANG MASIH HIDUP?

 

_*Nabi yang Masih Hidup*_

📌 Untuk diketahui ✨

Disebutkan di beberapa kitab karangan Imam Ibnu Katsir bahwa ada 4 (empat) Nabi yang masih hidup, yaitu :

🔹Di Bumi Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir.

🔹Di Langit Nabi Idris dan Nabi Isa

📌 Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir bertemu setiap tahun di bulan Romadhon di Baitul Maqdis, dan mereka berhaji setiap tahun, dan meminum air Zamzam.

وَقَالَ مَكْحُولٌ عَنْ كَعْبٍ: أَرْبَعَةُ أَنْبِيَاءَ أَحْيَاءٌ، اثْنَانِ فِي الْأَرْضِ: إِلْيَاسُ وَالْخَضِرُ، وَاثْنَانِ فِي السَّمَاءِ: إِدْرِيسُ وَعِيسَى. وَقَدْ قَدَّمْنَا قَوْلَ مَنْ ذَكَرَ أَنَّ إِلْيَاسَ وَالْخَضِرَ يَجْتَمِعَانِ فِي كُلِّ عَامٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَأَنَّهُمَا يَحُجَّانِ كُلَّ سَنَةٍ، وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شَرْبَةً تَكْفِيهُمَا إِلَى مِثْلِهَا مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ.

[ابن كثير، البداية والنهاية ط هجر، ٢٧٤/٢]

[ابن كثير، البداية والنهاية ط هجر، ٢٧٣/٢]

وَقَالَ مَكْحُولٌ عَنْ كَعْبٍ: أَرْبَعَةُ (1) أَنْبِيَاءَ أَحْيَاءٌ، اثْنَانِ فِي الْأَرْضِ إِلْيَاسُ وَالْخضر، وَاثْنَانِ فِي السَّمَاء: إِدْرِيس وَعِيسَى عَلَيْهِم السَّلَام.

وَقَدْ قَدَّمْنَا قَوْلَ مَنْ ذَكَرَ أَنَّ إِلْيَاسَ وَالْخَضِرَ يَجْتَمِعَانِ فِي كُلِّ عَامٍ فِي

شَهْرِ رَمَضَانَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَأَنَّهُمَا يَحُجَّانِ كُلَّ سَنَةٍ وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شَرْبَةً تَكْفِيهُمَا إِلَى مِثْلِهَا مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ.

[ابن كثير، قصص الأنبياء، ٢٤٢/٢]

وجمهور أهل العلم على أن عيسى عليه السلام حى عند الله تعالى حياة لم تثبت كيفيتها ولا طبيعتها مستدلين بما سنورده فيما يلى عن واقعة نزوله وعودته إلى الأرض.

[مجموعة من المؤلفين، فتاوى دار الإفتاء المصرية، ٣٥٥/٧]

Dijelaskan pula dalam sumber referensi lainnya bahwa nabi Idris masih ada berikut 

Dijelaskan dalam _Hasyiyah Syeikh Ahmad Dardir ala Qisshotil Mi'roj_ hal 17 :

*أما  إدريس عليه السلام فإنه وإن كان حيا لأنه رُدّت له الروح بعد ما قبض في  السماء الرابعة إلا أنه التحق بأهل الجنة فكان حكمه حكم غيره من الأنبياء*

Adapun nabi Idris alaihissalam maka sesungguhnya meski ia masih hidup sebab ruhnya dikembalikan sesudah dicabut di langit keempat, hanya saja ia bergabung dengan ahli surga. Maka ketetapannya sama dengan ketetapan untuk  para nabi lainnya.

Sementara dalam tafsir al-Qurthubi dipaparkan: 

*الجامع لأحكام القرآن  » سورة مريم  » قوله تعالى واذكر في الكتاب إدريس إنه كان صديقا نبيا قال وهب بن منبه : فإدريس تارة يرتع في الجنة ، وتارة يعبد الله تعالى مع الملائكة في السماء*

Wahab  bin Munabbih mengatakan : Nabi Idris terkadang berada di surga dan terkadang beribadah kepada Allah di langit bersama malaikat. 

- _Tafsir Al-Qurthubi_ juz 11 hal 44.

*والله أعلم بالصواب*

Monday, January 23, 2023

MENINJAU STATUS HADITS KEUTAMAAN BULAN RAJAB



 *MENINJAU STATUS HADITS KEUTAMAAN BULAN RAJAB*

Ketika memasuki bulan Rajab, umat Islam di Indonesia banyak yang melaksanakan berbagai amalan, baik itu berdoa bersama, berpuasa dan sebagainya. Mereka melakukan hal tersebut adalah untuk fadhilah (keutamaan) amal.

Adapun salah satu hadits yang membahas mengenai keutamaan bulan Rajab, yaitu:

*حدثنا زائدة بن ابي الرقاد قال نا زياد النميري عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم اِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قال اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبِ وَشَعْبَانِ وَبلِّغْنَا رَمَضَانَا لَا يَرْوِيَ هَذَا اْلحَدِيْثِ عَنِ النَّبِي صَلّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلَّا بِهَذَا الْإِسْنَادِ تَفَرَّدَ بِهِ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ.*

Telah menceritakan kepada kami Zaidah ibn Abu ar-Ruqad, ia berkata menceritakan kepada kami Ziyad an-Numairi dari Anas ibn Malik, ia berkata:

"Apabila telah masuk bulan Rajab maka Rasulullah SAW berdoa: Ya Allah! Berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadan".

Tidak ada yang meriwayatkan Hadits dari Nabi tersebut kecuali dengan jalur sanad ini yaitu Zaidah ibn Abu ar-Ruqad.”

Jika kita telusuri, hadits di atas tercantum dalam beberapa kitab, antara lain:

◼️‘Abdullah ibn Ahmad dalam Kitab Zawa’id al-Musnad nomor 2346.

◼️Al-Bazzar dalam kitab Musnad al-Bazzar nomor 616.

◼️At-Tabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Ausat nomor 3939.

◼️Dan dalam kitab ad-Du’a nomor 911 Juz IV halaman 189.

Selain itu, terdapat juga dalam karya Abu Nu’aim al-Asbahani pada Kitab : 

◼️Hilyatul Auliya juz VI halaman 269.

◼️Al-Baihaqi dalam kitab ‘Asy-Syu’ab al-Iman nomor 3534.

◼️Dan dalam Kitab Fada’il al-Auqat nomor 14.

◼️Al-Khatib al-Bagdadi al-Maudih, dan sebagainya.

Memasuki bulan Rajab seperti sekarang ini, banyak sekali tersebar hadits-hadits mengenai keutamaan bulan Rajab. Hal tersebut biasanya bertujuan untuk memotivasi orang memperbanyak ibadah (fadhail al-A’mal) puasa pada bulan Rajab.

Walaupun hadits-hadits beredar luas di kalangan masyarakat dengan tujuan yang baik, namun ada juga sebagian orang yang mempermasalahkan perihal status hadisnya yang bermasalah. 

Ibnu Hajar Al-Asqalani juga pernah mengkaji khusus hadits mengenai keutamaan bulan Rajab ini.

Kemudian Beliau tuangkan hasil kajiannya tersebut dalam Kitab yang berjudul *_"Tabyinul ‘Ajab bi Ma Warada fi Fadhli Rajab"_*. 

Dalam kitabnya tersebut, ia menjelaskan seperti berikut ini:

*لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه ولا في صيام شيئ منه معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة. وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسما عيل الهروي الحافظ…..ولكن اشتهر أن أهل العلم يتسمحون في إيرد الأحاديث في الفضائل وإن كان فيها ضعيف، ما لم تكن موضوعة.*

“Mengenai keutamaan bulan Rajab, baik itu dalam hal puasa Rajab dan tidak juga dalam puasa di hari tertentu dari bulan Rajab, serta beribadah pada malam (Qiyam al-lail) tertentu di bulan Rajab, di dalamnya tidak ditemukan hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai hujjah. 

Sebelumnya sudah ada yang melakukan kajian ini, yaitu Imam Abu Ismail Al-Harawi Al-Hafidz. Namun demikian, sesungguhnya Para Ulama' membolehkan mengamalkan hadits tentang fadhilah amal, meskipun status hadisnya dhaif (kualitasnya lemah), selama tidak maudhu’ (palsu).”

Menurut apa yang tertulis di atas, Ibnu Hajar memang mengakui bahwa belum ditemukan dalil yang shahih dan spesifik mengenai keutamaan bulan Rajab, keutamaan puasa di bulan Rajab dan Qiyamul lail untuk beribadah di malam bulan rajab.

Namun bukan berarti puasa di bulan rajab tidak boleh. Sebab dalam ranah hadits, status hadits di atas, tingkat kelemahannya dinilai tidak begitu parah, sehingga kita diperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif tersebut selama tidak berkaitan dengan masalah Aqidah.

Mengenai puasa Rajab, terdapat hadis shahih yang secara spesifik membahasnya dan dapat dijadikan dalil diperbolehkannya puasa Rajab. 

Salah satunya adalah Hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada Shahabat yang bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair mengenai puasa Rajab.

Kemudian Said menjawab: “Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Rasulullah SAW selalu berpuasa dan Beliau tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga ia tidak puasa”.

📚 (HR. Muslim).

Selanjutnya dalam riwayat lain yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Al-Baihaqai, dan lain-lain yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan salah seorang Shahabatnya untuk berpuasa pada bulan-bulan mulia (Asyhurul hurum).

Sedangkan bulan Rajab termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam Islam tersebut. 


*والله اعلم بالصواب*

BEDANYA MESJID DAN MUSHOLA

👉MESJID PERCONTOHAN 

Ari bedana masjid sareng musholla kumaha?

: قَوْلُهُ وَوَقَفْتُهُ لِلصَّلاَةِ إِلَخ) أَيْ وَإِذَا قَالَ الْوَاقِفُ وَقَفْتُ هَذَا الْمَكَانَ لِلصَّلاَةِ فَهُوَ صَرِيْحٌ فِيْ مُطْلَقِ الْوَقْفِيَّةِ (قَوْلُهُ وَكِنَايَةٌ فِيْ خُصُوْصِ الْمَسْجِدِيَّةِ فَلاَ بُدَّ مِنْ نِيَّتِهَا) فَإِنْ نَوَى الْمَسْجِدِيَّةَ صَارَ مَسْجِدًا وَإِلاَّ صَارَ وَقْفًا عَلَى الصَّلاَةِ فَقَطْ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَسْجِدًا كَالْمَدْرَسَةِ.

"(Ungkapan Syaikh Zainuddin al-Malibari: “Saya mewakafkannya untuk shalat.”), yakni jika si pewakaf  berkata: “Saya wakafkan tempat ini untuk shalat.” Maka ucapan itu termasuk sharih (jelas) dalam kemutlakan wakaf. (Ungkapan beliau: “Dan kinayah dalam kekhususannya sebagai mesjid, maka harus ada niat menjadikannya mesjid.”) Jika ia berniat menjadikan mesjid, maka tempat tersebut menjadi mesjid. Jika tidak, maka hanya menjadi wakaf untuk shalat saja, dan tidak menjadi mesjid seperti madrasah atau sekolahan". (I'anatut Tholibin).

Perwakafan itu tidak bisa dicabut kembali. Maka dari itu tanah yang sejak awal sudah diwakafkan untuk masjid, sampai kapan pun statusnya tetap berlaku wakaf, meski bangunan masjidnya sudah dibongkar atau dipindah. Karena status tanah itu masih dihukumi masjid, maka orang yang menanggung hadats besar diharamkan berada di tempat tersebut. (Nihayatuz Zain; 272).

#Meluruskan istilah masjid dan mushola#

Secara bahasa, masjid [arab: مسجد] diambil dari kata sajada [arab: سجد], yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena dia menjadi tempat untuk bersujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan shalat.

Imam Az-Zarkasyi mengatakan,

ولَمّا كان السجود أشرف أفعال الصلاة، لقرب العبد من ربه، اشتق اسم المكان منه فقيل: مسجد، ولم يقولوا: مركع

”Mengingat sujud adalah gerakan yang paling mulia dalam shalat, karena kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya (ketika sujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata ini, sehingga orang menyebutnya: ’Masjid’, dan mereka tidak menyebutnya: Marka’ (tempat rukuk). (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Kemudian Imam az-Zarkasyi, beliau menyebutkan makna masjid menurut istilah yang dipahami kaum muslimin (urf),

ثم إن العُرف خصص المسجد بالمكان المهيّأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المُصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يُعطى حكمه

Kemudian, masyarakat muslim memahami bahwa kata masjid hanya khusus untuk tempat yang disiapkan untuk shalat 5 waktu. Sehingga tanah lapang tempat berkumpul untuk shalat id atau semacamnya, tidak dihukumi sebagai masjid. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Berdasarkan keterangan di atas, secara istilah syariah, mushola termasuk masjid. Karena musholah merupakan tempat yang disediakan khusus untuk shalat jamaah.

Untuk itu, sebagai catatan, bahwa kata masjid dalam istilah fikih ada dua,

Masjid jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu dan shalat jumat

Masjid ghairu Jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu saja, dan tidak digunakan untuk jumatan.

Masjid jenis kedua ini, di tempat kita disebut mushola.

Ketiga, batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf

Ibnu Rusyd menyebutkan, ada 3 pendapat ulama tentang batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf.

I’tikaf hanya bisa dilakukan di 3 masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Ini merupakan pendapat sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu dan seorang tabiin Said bin al-Musayib. Dan ini pendapat yang lemah. Karena tidak ada batasan bahwa i’tikaf harus di 3 masjid tersebut.

I’tikaf hanya bisa dilakukan di masjid jami’, masjid yang digunakan untuk jumatan.

I’tikaf bisa dilakukan di semua masjid, baik jami’ maupun bukan jami’. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, diantaranya as-Syafii, Abu Hanifah, at-Tsauri, dan pendapat masyhur dari Imam Malik.

(Bidayah al-Mujtahid, hlm. 261).

InsyaaAllah pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama bahwa tempat yang bisa digunakan untuk i’tikaf tidak harus masjid jami’, namun bisa semua masjid, meskipun tidak digunakan untuk jumatan.

Karena Allah hanya menyebutkan yang bersifat umum, ”ketika kalian sedang i’tikaf di masjid.” tanpa ada batasan, baik masjid jami’ maupun yang bukan jami’. *Sehingga i’tikaf di mushola (tempat dilaksannya shalat lima waktu) hukumnya boleh dan sah.* والله اعلم 

 وَخَصَّصَهُ الْعُرْفُ بِالْمَكَانِ الْمُهَيَّأِ لِلصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، لِيَخْرُجَ الْمُصَلَّى الْمُجْتَمَعِ فِيهِ لِلأَعْيَادِ وَنَحْوِهَا، فَلاَ يُعْطَى حُكْمَهُ، وَكَذَلِكَ الرُّبُطُ وَالْمَدَارِسُ فَإِنَّهَا هُيِّئَتْ لِغَيْرِ ذَلِكَ

‘Urf (kebiasaan masyarakat) membuat arti masjid secara spesifik sebagai tempat yang dipersiapkan dan disediakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu, hal ini agar menganulir definisi mushalla yang sering dipakai saat hari raya dan momentum lainnya.

Dengan demikian, hukum mushalla tidak dapat disamakan dengan masjid. Demikian halnya ribath serta madrasah-madrasah yang dialokasikan untuk kegiatan selain shalat.

MOTIVASI UNTUK MENJADI ORANG YANG BERILMU


*MOTIVASI  UNTUK MENJADI ORANG YANG BERIlMU*

قال عمر بن الخطاب تفقهوا قبل أن تسودوا فتمتنعوا من التعلم 

"Umar bin Khathab berkata: "Belajarlah ilmu agama sebelum kalian menjadi tokoh, sehingga kalian terhalang untuk belajar."

Ini selaras dengan perkatan imam syafi'i :

تفقه قبل أن ترأس فإنك إذا رأست فلا سبيل إلى التعلم 

"Belajarlah ilmu agama  sebelum kamu menjadi pemimpin, karena kalau kamu sudah menjadi pemimpin akan sedikit jalan untuk belajar ilmu agama."

Dan perlu diketahui, saudaraku penuntut ilmu, ilmu bisa didapat dengan disertai sifat tawadhu' yakni tidak sombong.

Sebagian ulama berkata dengan bentuk sya'ir dengan menggunakan bahar kamil.

 (بحر الكامل )

العلم حرب للفتى المتعالي # كالسيل حرب للمكان العالي 

"Ilmu itu akan menjadi perang (musuh) bagi pemuda yang sombong # sebagaimana banjir tidak akan masuk pada tempat yang tinggi."

Artinya seseorang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu.

Coba kita amati kata " علم ", a'innya dibaca kasroh. Ini menunjukan harus disertai sifat yang tawadhu' sebagaimana harakat kasrah berada di bawah. Berbeda dengan kata " جهل " yang huruf jimnya dibaca fathah, yang menunjukkan sifat sombong seperti harakat fathah yang berada di atas.

Sebagian ulama berkata:

الظهور يقصم الظهور 

أي أن ظهور النفس يكسر الظهور

"Menampakkan diri supaya terkenal akan mematahkan ketenarannya sendiri."

Janganlah sombong, karena itu bisa menjatuhkan diri sendiri sehingga menjadi hina pada pandangan orang. Sifat tersebut juga dilarang dalam syariat.

✔️Jadilah santri yang tawadhu'

Belajar & Muroja'ah ikhlas karena Allaah

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes