BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, October 10, 2023

MAYIT TAHU ORANG YANG MENZIARAHINYA ?

 

*MAYIT TAHU ORANG YANG MENZIARAHINYA ?*


Mayit bisa mengatahui orang yang menziarahinya karena ruh mayit tidak akan hancur meskipun jasad mereka telah hancur, sehingga mayit akan merasa tentram karena telah diziarahi dan dia juga akan merasa tentram, seperti itulah yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abu al Dunia telah menjelaskan didalam kitab al Manamaat.


Dari al Fadlu bin al Muwaffiq, dia berkata, “Aku adalah orang yang banyak menziarahi makam ayahku. Pada suatu hari aku mengiring suatu jenazah dan setelah prosesi pemakaman selesai, aku lalu pulang karena ada hajat dan aku tidak menziarahi makam ayahku. Kemudian diadalam tidur aku melihat ayahku berkata, “Hei Anakku! Kenapa kamu tidak menziarahi makamku?” aku menjawab, “Wahai ayah! Kamu lebih mengetahuinya dibandingkan aku.” Dia berkata, “Iya, demi Allah. Wahai anakku! Ketika kamu menziarahi makamku, maka tidak henti-hentinya aku memandang kamu dari saat kamu keluar dari lorong hingga kamu duduk didekatku dan kamu berdiri untuk pulang meninggalkan aku. Tidak henti-hentinya aku melihat kamu berpaling hingga kamu melewati lorong.”


Dari Ibnu Abu al Muttaid, dia berkata, “Telah berkata kepadaku Tamadlar binti Sahal, istri Ayub bin Uyainah, “Telah datang kepadaku putri Sufyan bin Uyainah dan dia berkata, “Dimana pamanku Ayub?” aku menjawab, “Dia berada didalam masjid.” Tanpa berlama-lama dia lalu menemui Ayub. Putri Sufyan berkata, “Wahai pamanku! Sesungguhnya ayahku telah menemui aku didalam mimpi. Dia berkata, “Semoga Allah membalas saudaraku Ayub dengan kebaikan, karena dia telah banyak menziarahi aku hingga saat ini.” Ayub berkata, “Memang benar aku telah mendatangi satu jenazah setelah prosesi pemakaman selesai aku lalu pergi kemakam dia”. Imam Ibnu Hajar dalam Fatawi al Fiqhiyyah al Kubra telah menjelaskan kalau mayit bisa mengetahui orang yang menziarahinya dan dia akan merasa tentram dengan orang kehadiran orang itu, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu al Dunia,


ماَ مِنْ رَجُلٍ يَزُورُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَ يَجْلِسُ عَلَيْهِ إِلاَّ اسْتَأْنَسَ وَ رُدَّ حَتَّى يَقُومَ


“Tidaklah dari seseorang yang menziarahi makam saudaranya dan duduk didekatnya kecuali saudaranya akan merasa tentram hingga dia berdiri untuk pulang.”


Dan telah shahih hadits,


ماَ مِنْ اَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ كاَنَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْياَ فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ عَرَفَهُ وَ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ


“Tidaklah dari seseorang yang melewati makam saudaranya yang mukmin yang dia mengenalnya di dunia lalu dia bersalam kepadanya, melainkan saudaranya itu akan mengenalnya dan menjawab salamnya.”


Dari semua keterangan diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa mayit tahu orang yang menziarahinya dan dia akan merasa dengan orang itu hingga orang itu selesai dan pulang kerumahnya.


Mereka yang disisiNya walaupun telah wafat mereka hidup sebagaimana para Syuhada. Firman Allah t’ala yang artinya : ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )

 

”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

 

Rasulullah bersabda, “sebagaimana engkau tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari tidur) begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur)”. Dalam riwayat lain, Rasulullah ditanya, “apakah penduduk surga itu tidur?, Nabi menjawab tidak, karena tidur temannya mati dan tidak ada kematian dalam surga”.

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah membukakan kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur dan mati memiliki kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali dalam hal yang khusus, bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur besar. Ruh orang tidur dan ruh orang mati semuanya ada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah Yang Maha berkehendak siapa yang ditahan jiwanya dan siapa yang akan dilepaskannya.

 

Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.

 

Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain.”

 

Salah satu cara Allah Azza wa Jalla mempertemukan antara yang masih hidup dengan mereka disisiNya adalah ketika tidur (melalui mimpi)

 

Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”. Rasulullah bersabda :



حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.


“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya : hadits diriwayatkan oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih)

 

Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).

Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).

‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:



(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)


“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:



(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)


“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:


 


إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)



“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.

Saturday, October 7, 2023

ANAK LAHIR DARI ZINA , BAGAIMANA KAH

 

🇲🇨 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 🇲🇨


📒 DESKRIPSI


Akibat bergaul bebas tanpa batas, Seorang cewek cantik yang namanya Zaniyah (nama samaran) hamil diluar nikah. Orang tua Zaniyah baru mengetahuinya setelah usia kandungan Zaniyah tiga bulan.


Karena malu dan jangan sampai janin lahir tanpa ada Ayahnya, Orang tua Zaniyah menuntut  dan memaksa Zani (nama samaran) yang merupakan pacar yang menghamili Zaniyah agar mau bertanggung jawab dan segera menikahiya.


Karena takut diperkarakan, Zanipun terpaksa menikahi Zaniyah yang sudah hamil 3 Bulan tersebut.


📝 PERTANYAAN


Jika pernikahan mereka sah, Anak yang lahir kelak apakah dinasabkan pada Zani yang merupakan Ayah biologisnya ? 


📖 JAWABAN 


Jika sah, Anak yang lahir dianggap bernasab secara dhahir (luarnya saja), apabila lahir lebih dari 6 Bulan dihitung dari aqad dan imkanul ijtima' (wathi'). Dan tidak bernasab apabila kurang dari 6 Bulan.


Referensi :


{اثمد العينين، ص٢٤٣}


مسألة: نكح حاملا من الزنا فاتت بولد لزمن امكانه منه بان ولد لستة اشهر ولحظتين من عقده وامكان وطئه لحقه وكذا ان جهلت المدة ولم يدر هل ولدته لمدة الامكان او لدونها على الراجح،وان ولدت لدونها لم يلحقه٠


Artinya : Seseorang menikahi Wanita yang sedang hamil dari hasil zina, lalu Wanita tadi melahirkan diwaktu yang dimungkinkan Anak tersebut berasal dari si-Laki-laki, misalnya : Anak tersebut lahir di usia kandungan 6 bulan lebih dua lahdzoh di hitung dari akad nikahnya dan dimasa mungkinnya si Laki-laki itu menjimak si wanita, maka anak tersebut nasabnya dipertemukan pada si Laki-laki tersebut.


Begitu juga anak tersebut dinasabkan pada si-Laki-laki, apabila waktu usia kandungan saat kelahiran tidak diketahui, apakah bayi lahir dimasa mungkinnya bayi tersebut berasal dari si-Laki-laki, atau masanya kurang dari waktu imkan tersebut, menurut Qoul yang Rojih.


Namun apabila bayi lahir dimasa yang kurang dari masa imkan, maka nasab anak tersebut tidak dinasabkan kepada Laki-laki tersebut.


________


NB:


►  Perempuan yang hamil di luar nikah jika dinikahkan dengan Laki-laki yang berhubungan badan dengannya atau yang lainnya dengan tujuan menutupi aib pelaku atau menjadi Ayah dari Anak dalam kandungan, maka haram hukumnya dan wajib bagi penguasa membatalkan acara itu. 


Bagi yang menghalalkan cara itu dengan tujuan tersebut di atas, dihukumi keluar dari Agama Islam dan dinyatakan murtad (haram dishalati jika meninggal, dan tidak dikubur dimakam islam) karena adanya penipuan nasab dengan berkedok agama sehingga mengakui bayi yang lahir sebagai anaknya padahal diluar nikah, mendapatkan warisan padahal sebenarnya bukan dzawil furudh, menjadi wali nikah jika yang lahir Perempuan padahal bukan menjadi Ayahnya yang sebenarnya (berarti nikahnya tidak sah), atau anak yang lahir menjadi wali nikah dari keluarga Laki-laki yang mengawini Ibunya, bersentuhan kulit dengan saudara perempuan Laki-laki itu dengan berkeyakinan tidak membatalkan wudlu’ dst.


Referensi : 


{بغية المسترشدين، ص ٢٤٩ - ٢٥٠}


٠( مسئلة ) ملخصة مع زيادة من الإكسير العزيز للشريف محمد بن أحمد عنقاء في حديث الولد للفراش الخ إذا كانت المرأة فراشا لزوجها أو سيدها فأتت بولد من الزنا كان الولد منسوبا لصاحب الفراش لا إلى الزاني فلا يلحقه الولد ولا ينسب إليه ظاهرا ولا باطنا وإن استلحقه 


Artinya : Masalah.


Bersumber dari ringkasan disertai penambahan keterangan dari Kitab al-Iksiri al-Aziz karangan Syarif Muhammad bin Ahmad dalam penjelasan masalah hadis : Anak dinasabkan terhadap orang yang menikahi.


Apabila seorang wanita statusnya ada dalam pernikahan suami atau sayyidnya lalu si-wanita tadi melahirkan anak dari hasil hubungan zina, maka anak tersebut nasabnya dipertemukan pada orang yang berstatus Suami dari Wanita tadi, jadi nasabnya bukan pada yang menzinahi.


Maka anak zina tersebut nasabnya tidak dipertemukan dengan ayah zinanya, dan juga tidak dinasabkan pada ayah zinanya tersebut baik secara dhohir (pengakuan) maupun bathin (kenyataan) meskipun si ayah zina tadi meminta agar nasabnya di pertemukan padanya.


ومن هنا يعلم شدة ما اشتهر أنه إذا زنى شخص بإمرأة وأحبلها تزوجها واستلحق الولد فورثه وورثه زاعما سترها وهذا من أشد المنكرات الشنيعة التي لا يسع أحدا السكوت عنها فإنه خرق للشريعة ومنابذة لأحكامها ومن لم يزله مع قدرته بنفسه وماله فهو شيطان فاسق ومداهن منافق 


Dari sini diketahui begitu beratnya masalah seseorang yang sudah masyhur bahwasanya dia berzina dengan seorang perempuan hingga hamil lalu dia menikahi perempuan tersebut dan mempertemukan nasabnya dengan dirinya sehingga dia mewarisinya atau menjadi ahli warisnya, dengan anggapan bahwa hal itu bisa menutupi aibnya.


Hal seperti ini merupakan kemungkaran yang amat parah yang tidak boleh seseorang tinggal diam saat mengetahui hal itu, karena hal tersebut dapat merusak hukum syariat, dan meruntuhkan / membuang hukum-hukum syariah. Dan barang siapa yang tidak memberantas hal itu sesuai dengan kemampuannya maka Dia termasuk golongan syetan yang fasiq, penipu dan munafik.


وأما فاعله فكاد يخلع ربقة الإسلام لأنه قد أعظم العناد لسيد الأنام مع ما ترتب على فعله من المنكرات والمفاسد منها حرمان الورثة وتوريث من لا شيء له مع تخليد ذلك في البطون بعده ومنها أنه صير ولد الزنا باستلحاقه كابنه في دخوله على محارم الزاني وعدم نقض الوضوء بمسهن أبدا ومنها ولايته وتزويجه نساء الزاني كبناته وأخوته ومن له عليها ولاية من غير مسوغ فيصير نكاحا بلا ولي فهذه أعظم وأشنع إذ يخلد ذلك فيه وفي ذريته 


Adapun pelakunya, maka dihawatirkan keislaman orang tersebut lepas darinya, karena dia telah melakukan penentangan besar terhadap Rosululloh, dan juga apa yang dilakukannya dapat menimbulkan kemungkaran dan mafsadah yang lain diantaranya :


1. Terhalang nya ahli waris asli mendapat warisan.


2. Orang yang bukan ahli waris justru dijadikan ahli waris hingga  keturunannya berikutnya.

 

3. Pezina tersebut menjadikan anak zinanya ini dinasbkan pada dirinya sehingga seperti anak sah sendiri, akibatnya si-anak bebas didalam masalah pergaulannya (keluar masuk rumah) dengan mahrom pezina tersebut, dan tidak batalnya wudlu si-anak saat menyentuh mahrom si-pezina dan itu selamanya.


4. Si anak zina tersebut dapat memiliki hak menjadi wali, atau menikahkan keluarga perempuan si-pezina seperti anak perempuan si pezina atau saudara perempuan si-pezina maupun orang-orang yang bisa dia wali-i dengan tanpa memiliki faktor yang bisa menjadikan si-anak zina tadi punya hak sebagai wali (Perempuan yang dinikahkannya) .


Akibatnya (jika si-Anak zina tadi menjadi Wali padahal tidak punya hak Wali) pernikahan Wanita tadi menjadi pernikahan yang statusnya tanpa Wali, dan ini membawa akibat negatif yang sangat besar karena hal itu terus terjadi pada dirinya maupun keturunannya.


ويله فما كفاه أن ارتكب أفحش الكبائر حيث زنى حتى ضم إلى ذلك ما هو أشد حرمة منه وأفحش شناعة وأي ستر وقد جاء شيئا فريا وأحرم الورثة وأبقاه على كرور الملوين 


Sungguh celaka Dia dan apa yang bisa menutupinya, sekiranya seseorang yang melakukan zina lalu Dia justru menambah perbuatan dosa yang lebih parah lagi, bagaimana Dia bisa menutupi sedangkan Dia telah melakukan kesalahan yang besar, dan menghalangi Ahli waris untuk mendapat warisan dan dan hal itu terus berlangsung dari waktu ke waktu.


وكل من استحل هذا فهو كافر مرتد خارج عن دين الإسلام٠٠٠٠٠٠٠٠


Barang siapa yang menghalalkan hal ini, maka Dia hukumnya Kafir, Murtad keluar dari Agama Islam.



  والله أعلم بالصواب


❤️ و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ❤️

TATA CARA SHOLAT TAUBAT

 

[6/10 16.38] +62 858-9129-

 Assalamualaikum

Mohon pencerahan nya bagaimana cara melaksanakan sholat taubat? Berapa rakaat ? bacaan surat nya apa? & bacaan doanya gimana?🙏🏻

Jawaban 

[6/10 17.43] Hasanul Admin 4 Anwar: Waalaikumus salam

Sholat taubat di kerjakan seperti sholat Sunnah biasanya,

Niatnya أصلي سنة التوبة ركعتين لله تعالى

[6/10 18.29] Hasanul Admin 4 Anwar: Untuk bacaan surat gak di tentukan, intinya sama dengan sholat Sunnah biasanya,

Adapun sesudah salam di Sunnahkan membaca istighfar kemudian berdoa:

 وَاَلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ} إِلَخْ. . سورة آل عمران آية 135


صَلاَةُ التَّوْبَةِ مُسْتَحَبَّةٌ بِاتِّفَاقِ الْمَذَاهِبِ الأَْرْبَعَةِ (2) .


وَذَلِكَ لِمَا رَوَاهُ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول: مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّي ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ (3) . . ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآْيَةَ: {وَاَلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ}


Maaf ya saya bukan ingin menggurui tapi semata-mata hanya ingin berbagi saja🙏


SHALAT TAUBAT

Shalat sunah taubat adalah shalat sunah yg dilakukan setelah melakukan dosa.

Shalat sunnah taubat bisa dilakukan sebelum taubat maupun sesudah taubat. Jika dilakukan sebelum taubat maka tidak termasuk mengakhirkan taubat, karena sholat ini termasuk wasilahnya taubat. 

Shalat sunnah taubat tidak ada batas waktunya, berkali² dalam sehari jg boleh. Krn taubat juga tidak ada batasan waktu. Kapan saja dia melakukan dosa, maka diharuskan bertaubat dan dianjurkan shalat sunnah taubat.

> Cara shalatnya.

- Shalat sunnah dua rakaat dgn niat:


أُصَلِّي سُنَّةَ التَّوْبَةِ عَنْ جَمِيْعِ الذُّنُوبِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالَى

"Saya niat shalat sunnah taubat dari semua dosa dua rakaat karena Allah Swt."


- Rakaat pertama, Al Fatihah & Surat Al Kafirun.

- Rakaat kedua, Al Fatihah & Surat Al Ikhlas.


> Wiridan setelah shalat

- Membaca istighfar sebanyak²nya.

- Membaca doa Nabi Adam As:


رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Robbana dholamna Anfusana wa illam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakunanna minal khosirin."


Sumber: Kitab Nihayatuz Zain 1/106.

Friday, October 6, 2023

4 ORANG DILARANG MENGERASKAN SUARA SAAT ADA ORANG TIDUR DAN ORANG SHOLAT

 


*LARANGAN MENJIHARKAN*

(MENGERASKAN SUARA)

---------------------------------------


Dalam kitab Fathul Mu'in 

Hasyiah ianatut Thalibin disebutkan :


Ada 4 Orang yang makruh mengeraskan Qiraah Atau Suaranya ,jika menganggu orang tidur Atau orang Shalat :


حاشية إعانة الطالبين :

فيكره أى التشويش على من ذكر وقضية عبارته كراهة الجهر إذا حصل التشويش


Baru di Anggap Makruh mengeraskan suara/bacaan itu apabila menganggu ,Adapun jika tidak menganggu ,maka tidak makruh


فتح المعين :

ولا يجهر مصل - وغيره - إن شوش على نحو نائم أو مصل، فيكره. كما في المجموع


حاشية اعانة الطالبين :

(قوله ولا يجهر مصل (وغيره أى كقارئ وواعظ ومدرس


1.ORANG YANG SHALAT (مصل) Baik Imam atau Munfarid : Makruh mengeraskan suaranya jika menganggu orang tidur Atau orang shalat lainnya

 

Keterangan :

Dalam hal ini ada pengecualian ,


*FAEDAH :*

A'li Syibran malisi 


حاشية اعانة الطالبين:

ولو في الفرائض وليس كذلك لأن ما طلب فيه الجهر كالعشاء لا يترك فيه الجهر لما ذكر لأنه مطلوب لذاته فلا يترك لهذا العارض أفاده ع ش


Makruh menjiharkan Qiraah (Alfatihah &Surat) itu tidak berlaku pada Shalat-shalat Fardhu(Maghrib,Insya, Subuh) ,Karena pada Shalat fardhu itu dituntut untuk menjiharkannya seperti : shalat Insya,

Maka jangan meninggalkan jihar pada Shalat insya ,karena Ada hal yg telah di sebutkan di atas ,karena jihar di dalam shalat Insya itu dituntut pada Zatnya... Maka tidak meninggalkan ini jihar karena adanya perkara yg baru (seperti menganggu orang tidur dan lainnya)


2.QARI ,orang yang Membaca AlQuran/kitab (قارئ): Makruh mengeraskan suaranya jika menganggu orang tidur Atau orang shalat 


3.Orang yang memberi Nasehat/penceramah (واعظ ) : Makruh mengeraskan suaranya jika menganggu orang tidur Atau orang shalat


4.Orang yang mengajar/Guru (مدرس) : Makruh mengeraskan suaranya jika menganggu orang tidur Atau orang Shalat


فتح المعين :

وبحث بعضهم المنع من الجهر بقرآن أو غيره بحضرة المصلي مطلقا، لان المسجد وقف على المصلين - أي أصالة - دون الوعاظ والقراء،


حاشية اعانة الطالبين:

قوله لأن المسجد الخ هذه العلة تخصص المنع من الجهر مطلقا مما إذا كان المصلى يصلى في المسجد لا في غيره


•Dalam 4 poin di atas ada pembahasan sebahgian u'lama menyatakan : Mutlak larangan menjiharkan (baik menganggu atau tidak) •Apabila seseorang menjiharkan Suaranya di hadapan orang Shalat di dalam mesjid , bukan orang yg Shalat di selain mesjid ,karena mesjid Pada Asalnya Diwakafkan untuk orang Shalat !! 


*Referensi :*

Kitab Fathul Mu'in

Hasyiah ianatut Thalibin jilid 1 halaman 153

MENABUH REBANA DI DALAM MASJID

 


MENABUH REBANA DI DALAM MASJID 


ulama yang melarang secara tegas adalah Imam Jalaluddin As-Suyuti. Menurutnya, seseorang yang bernyanyi atau mendendangkan lagu di dalam masjid dilarang secara keras (tidak boleh), bahkan perilaku tersebut dikategorikan bid’ah dan sesat, sehingga perlu diberi sanksi atau hukuman. Sebagaimana dinyatakan dalam kitabnya bertajuk Al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’, yaitu:


ومن ذلك: الرقص والغناء فى المسجد، وضرب الدف، أو الرباب، أوغير ذلك من آلآت الطرب. فمن فعلل ذلك فى المسجد، فهو مبتدع ضال، مستحق للطرد، والضرب، لأنه استخف بما أمر الله بتعظيمه.


“Di antaranya adalah menari, menyanyi di dalam masjid, memukul duf (rebana) atau rebab (sejenis alat musik), atau selain itu dari jenis-jenis alat musik. Maka, barang siapa yang melakukan itu di masjid di termasuk mubtadi’ (pelaku bid’ah) yang sesat, sehingga patut baginya diusir dan dipukul, karena dia telah meremehkan perintah Allah untuk memuliakan masjid”. (Imam Jalaluddin As-Suyuti, Al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’, hal. 275)


Untuk memperkuat argumennya, Imam Suyuti menyitir Al-Quran Surat An-Nur ayat 36 sembari memberikan penjelasan:


(في بيوت أذن الله أن ترفع ” أي تعظم ” ويذكر فيها اسمه)، أي يتلى فيها كتابه. وبيوت الله هي المساجد؛ وقد أمر الله بتعظيمها، وصيانتها عن الأقذار، والأوساخ، والصبيان، والمخاط، والبزاق، والثوم، والبصل، وإنشاد الشعر فيها، والغناء والرقص؛ فمن غنى فيها أو رقص فهو مبتدع، ضال مضل، مستحق للعقوبة.


“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan” maksudnya diagungkan “dan disebut nama-Nya di dalamnya” Yaitu dibacakan kitab-Nya di dalamnya. Rumah-rumah Allah adalah masjid-masjid, dan Allah telah memerintahkan untuk memuliakannya, menjaganya dari kotoran, najis, anak-anak, ingus (ludah), bawang putih, bawang merah, nasyid-nasyid dan syair di dalamnya, nyanyian dan tarian. Maka barang siapa yang bernyanyi di dalamnya atau menari dia adalah pelaku bid’ah sesat dan menyesatkan, dan berhak diberikan hukuman”. (hal, 275)


#####**

Adapun alasan yang membolehkan

ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺳﻨﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ - ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ ‏« ﺃﻋﻠﻨﻮﺍ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﺿﺮﺑﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺪﻑ ‏» ﻭﻓﻴﻪ ﺇﻳﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺿﺮﺏ ﺍﻟﺪﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻷﺟﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﻌﻠﻰ ﺗﺴﻠﻴﻤﻪ ﻳﻘﺎﺱ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻩ


*ﺃَﻋْﻠِﻨُﻮﺍ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﻨِّﻜَﺎﺡَ، ﻭَﺍﺟْﻌَﻠُﻮﻩُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻤَﺴَﺎﺟِﺪ،ِ ﻭَﺍﺿْﺮِﺑُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺎﻟﺪُّﻓُﻮﻑِ*


“Umumkanlah pernikahan, dan lakukanlah di masjid, serta (ramaikan) dengan memukul duf (rebana).”


 (Sunan Turmudzi, no.1089).


Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam fatwa beliau yang termuat dalam kitab "Al-Fatawi

Al-Fiqhiyah Al-Kubro" menjelaskan:


hadits tersebut mengisyaratkan kebolehan memainkan rebana dalam acara pernikahan

didalam masjid, dan diqiyaskan pula kebolehan memainkan rebana untuk acara-acara lainnya. Syekh Al-Muhallab menyatakan bahwa semua pekerjaan yang dikerjakan didalam masjid apabila tujuannya demi kemanfaatan kaum muslimin dan bermanfaat bagi agama, boleh dikerjakan didalam masjid. Qodhi Iyadh juga menyatakan hal yang sama, beliau menambahkan, selama pekerjaan tersebut tidak merendahkan kemuliaan masjid maka boleh dikerjakan.

Kebolehan di atas dengan batasan selama tidak mengganggu kekhusukan orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah didalam masjid dan dilakukan dengan cara yang tidak sampai merendahkan kemuliaan masjid, jika ketentuan tersebut dilanggar maka hukumnya haram.


*Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro, Juz : 4 Hal : 356*

HUKUM MENYEMIR RAMBUT DAN JENGGOT

 


Dalam Madzhab Syafi'i tentang menyemir rambut dan jenggot memakai warna hitam memang ada dua pendapat. Ada yang tidak mengharamkan yakni sebatas hukum makruh seperti pendapat Imam Ghazali, Al Baghawi dan Ulama Syafi'iyah mutakhir. Namun pendapat yang benar adalah haram karena jelas larangannya disebutkan dalam hadits. Madzhab Syafi'i tidak membedakan hukumnya antara laki-laki dan perempuan. Adapun menurut sebagian Ulama boleh bersemir dengan warna hitam bagi perempuan yang bersuami yang bertujuan berhias untuk suaminya dan dalam rangka peperangan. Selain kedua kondisi tersebut tidak ada yang membolehkan bersemir dengan warna hitam.


فَرْعٌ)

اتَّفَقُوا عَلَى ذَمِّ خِضَابِ الرَّأْسِ أَوْ اللِّحْيَةِ بِالسَّوَادِ، ثُمَّ قَالَ الْغَزَالِيُّ فِي الْإِحْيَاءِ وَالْبَغَوِيُّ فِي التَّهْذِيبِ وَآخَرُونَ مِنْ الْأَصْحَابِ هُوَ مَكْرُوهٌ: وَظَاهِرُ عِبَارَاتِهِمْ أَنَّهُ كَرَاهَةُ تَنْزِيهٍ: وَالصَّحِيحُ بَلْ الصَّوَابُ أَنَّهُ حَرَامٌ: وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِتَحْرِيمِهِ صَاحِبُ الْحَاوِي فِي بَابِ الصَّلَاةِ بِالنَّجَاسَةِ: قَالَ إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي الْجِهَادِ: وَقَالَ فِي آخِرِ كِتَابِهِ الْأَحْكَامِ السُّلْطَانِيَّةِ يَمْنَعُ الْمُحْتَسِبُ النَّاسَ مِنْ خِضَابِ الشَّيْبِ بِالسَّوَادِ إلَّا الْمُجَاهِدَ: وَدَلِيلُ تَحْرِيمِهِ حَدِيثُ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أتي بأبي قحافة والدأبي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ وَالثَّغَامَةُ بفتج الثَّاءِ الْمُثَلَّثَةِ وَتَخْفِيفِ الْغَيْنِ الْمُعْجَمَةِ نَبَاتٌ لَهُ ثَمَرٌ أَبْيَضُ وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُونُ قَوْمٌ يُخَضِّبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يُرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمَا وَلَا فَرْقَ فِي الْمَنْعِ مِنْ الْخِضَابِ بِالسَّوَادِ بَيْنَ الرجل والمرأة: هذا مذهبنا: وحكي عن اسحق بْنِ رَاهْوَيْهِ أَنَّهُ رَخَّصَ فِيهِ لِلْمَرْأَةِ تَتَزَيَّنُ بِهِ لِزَوْجِهَا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ


“Cabang Bahasan : Ulama sepakat atas tercelanya menyemir rambut dan jenggot memakai warna hitam. Kemudian Al Ghazali, Baghawi dan Ulama Mutakhir mengatakan makruh, Zhohir redaksi kitab mereka menyebutnya sebagai makruh tanzih. Adapun pendapat yang Shahih bahkan pendapat yang benar adalah haram. Yang menjelaskan keharamannya adalah pengarang kitab Al Haawi (Imam Al Mawardi) pada bab shalat dengan najis, beliau mengatakan kecuali dalam rangka jihad (peperangan) dan pada akhir kitabnya yang bernama Al Ahkaam As-Shulthoniyyah beliau berkata: Dilarang manusia menyemir ubannya dengan warna hitam kecuali bagi Mujahid. 


Adapun dalil keharamannya berdasarkan hadits Jabir Radhiallahu Anhu bahwa ia berkata: Abu Quhafah yaitu Ayah Abu Bakar telah datang pada hari penaklukan kota Mekkah rambut dan jenggotnya bak putih , lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: Ubahlah warna putih ini dan hindarilah warna hitam. Hadits Riwayat Imam Muslim.


Dari Ibn Abbas Radhiallahu Anhuma ia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: "Ada suatu kaum yang bersemir pada akhir zaman dengan warna hitam seperti tembolok merpati yang mereka tidak akan mencium bau surga". (HR. Abu Dawud, Nasai dan selain keduanya)


Tidak ada perbedaan tentang larangan menyemir dengan warna hitam antara laki-laki dan perempuan, inilah Madzab kami (Syafi'iyah). Diceritakan dari Ishaaq bin Rahwaih yang memberi ruqshoh (keringanan) perempuan menyemir dengan warna hitam untuk berhias untuk suaminya. Wallahu A'lam”

[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab I/294]


Wallahu A'lamu Bis Showaab

HUKUM PAKAI BEHEL

 


HUKUM PAKAI BEHEL


*PERTANYAAN:*

Banyak artis yang berjilbab Makai behel, seperti Lesti,sebenarnya apa hukum Makai behel?


*JAWABAN:*


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمـنِ الرَّحِيْمِ


Hukum asal pakai behel adalah haram terlebih supaya terlihat indah (cantik), tetapi bila tujuannya untuk pengobatan atau memperbaiki aib tidak dihukumi haram. Adapun dalil haramnya pakai behel supaya terlihat indah adalah hadits berikut:


عن ابنِ مَسعُودٍ رضي عنْهُ قَال: لعنَ اللَّه الْواشِماتِ والمُستَوشمات والمُتَنَمِّصات، والمُتَفلِّجات لِلحُسْن، المُغَيِّراتِ خَلْق اللَّه، فَقَالَتْ لَهُ امْرأَةٌ في ذلكَ. فَقَالَ: وَمَا لِي لاَ ألْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو فِي كِتَابِ اللَّه؟، قَالَ اللَّه تَعالى: {وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَما نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا} [الحشر: 7] . متفقٌ عليه.


Artinya: Dari Ibn Mas'ud Radhiallahu Anhu ia berkata: "Allah melaknat kepada orang-orang yang mencacah kulitnya serta yang meminta supaya dicacah kulitnya, juga orang yang meminta supaya rambut alisnya ditipiskan - agar tampak indah bagaikan bulan sabit, demikian pula orang yang merenggangkan gigi-giginya untuk maksud kecantikan yang semuanya itu mengubah-ubah keaslian kejadian makhluk Allah." Kemudian ada seorang wanita yang berkata dalam hal ini - seolah-olah menyanggah, lalu Ibnu Mas'ud berkata: "Bagaimanakah saya tidak akan melaknat kepada orang yang juga dilaknat oleh Rasulullah s.a.w. dan pelaknatan itu tercantum pula dalam Kitabullah - yakni al-Quran, Allah Ta'ala berfirman: "Dan apa-apa yang didatangkan oleh Rasul, maka ambillah itu dan apa-apa yang dilarang olehnya, maka tercegahlah dari melakukannya."

 (Muttafaq 'alaih)


وَيُقَالُ لَهُ أَيْضًا الْوَشْرُ لَعْنُ الْوَاشِرَةِ وَالْمُسْتَوْشِرَةِ وَهَذَا الْفِعْلُ حَرَامٌ عَلَى الْفَاعِلَةِ وَالْمَفْعُولِ بِهَا لِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ وَلِأَنَّهُ تَغْيِيرٌ لِخَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى وَلِأَنَّهُ تَزْوِيرٌ وَلِأَنَّهُ تَدْلِيسٌ وَأَمَّا قَوْلُهُ الْمُتَفَلِّجَاتُ لِلْحُسْنِ فَمَعْنَاهُ يَفْعَلْنَ ذَلِكَ طَلَبًا لِلْحُسْنِ وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ الْحَرَامَ هُوَ الْمَفْعُولُ لطلب الحسن أما لواحتاجت إِلَيْهِ لِعِلَاجٍ أَوْ عَيْبٍ فِي السِّنِّ وَنَحْوِهِ فلابأس والله أعلم 


Al Mutafallijaat (merenggangkan) gigi juga disebut Al Wasyr (Meruncingkan) gigi, dilaknat Laki-laki dan wanita yang Meruncingkan giginya, yang melakukan ini haram bagi yang melakukan dan minta dilakukan berdasarkan hadits-hadits dan karena merubah ciptaan Allah dan karena pemalsuan dan penipuan, sedangkan sabda Nabi "Demikian pula orang yang merenggangkan gigi-giginya untuk maksud kecantikan" maknanya orang yang melakukan itu untuk membuat keindahan (Kebagusan), Naah, jika merenggangkan gigi untuk perbaikan (pengobatan) atau di giginya merupakan aib dan semisalnya maka tidak masalah, Allahu A'lam.


[Syarh an Nawawi ala Muslim XIV/107]


قَوْلُهُ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ يُفْهَمُ مِنْهُ أَنَّ الْمَذْمُومَةَ مَنْ فَعَلَتْ ذَلِكَ لِأَجْلِ الْحُسْنِ فَلَوِ احْتَاجَتْ إِلَى ذَلِكَ لِمُدَاوَاةٍ مِثْلًا جَازَ


"Demikian pula orang yang merenggangkan gigi-giginya untuk maksud kecantikan", dapat dipahami bahwa berdosa melakukan merenggangkan gigi itu dengan alasan Kebagusan (kecantikan, keindahan), Naah , jika merenggangkan gigi untuk pengobatan misalnya diperbolehkan.


[Fath Al Baari Li Ibn Hajar II/372]

حُكْمُ تَفْلِيجِ الأَْسْنَانِ:

12 - قَال الْعُلَمَاءُ: يَحْرُمُ التَّفَلُّجُ: وَهُوَ بَرْدُ مَا بَيْنَ الثَّنَايَا وَالرَّبَاعِيَاتِ مِنَ الأَْسْنَانِ، لِيَتَبَاعَدَ بَعْضُهَا عَنْ بَعْضٍ لِلْحُسْنِ وَالزِّينَةِ.


وَيُسَمَّى الْوَشْرَ، وَهُوَ تَحْدِيدُ الأَْسْنَانِ وَتَفْرِيجُ مَا بَيْنَهَا إِيهَامًا لِلْفَلَجِ الْمَحْمُودِ وَهُوَ مِمَّا قَدْ تَفْعَلُهُ الْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ، لِتُوهِمَ النَّاظِرَ أَنَّهَا شَابَّةٌ صَغِيرَةٌ.


وَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الْوَاشِرَةِ وَالْمُسْتَوْشِرَةِ؛ لأَِنَّهُ تَبْدِيلٌ لِلْهَيْئَةِ وَتَغْيِيرٌ لِخَلْقِ اللَّهِ. قَال اللَّهُ تَعَالَى: {إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلاَّ شَيْطَانًا مَرِيدًا لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَال لأََتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا وَلأَُضِلَّنَّهُمْ وَلأُِمَنِّيَنَّهُمْ وَلآَمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَْنْعَامِ وَلآَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ} (1) الآْيَةَ.


وَلأَِنَّ هَذَا مِنْ بَابِ التَّدْلِيسِ وَالْغِشِّ، وَلِهَذَا لَعَنَ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَفْعَلْنَهُ وَوَصَفَهُنَّ بِالْمُغَيِّرَاتِ لِخَلْقِ اللَّهِ، فِيمَا رُوِيَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَال: لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ، فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَةٌ فِي ذَلِكَ، فَقَال: وَمَا لِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟ قَال اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُول فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا} (1) .


وَمَحَل هَذَا إِنْ فَعَلَتْهُ لِلْحُسْنِ وَالزِّينَةِ، أَمَّا لَوِ احْتَاجَتْ إِلَيْهِ لِعِلاَجٍ أَوْ عَيْبٍ أَوْ نَحْوِهِمَا فَلاَ بَأْسَ بِهِ (2)

___________

(1) حديث ابن مسعود: " لعن الله الواشمات. . ". أخرجه البخاري (الفتح 8 / 630 - ط السلفية) ومسلم (3 / 1678 - ط. الحلبي) .

(2) القوانين الفقهية ص 449، تفسير القرطبي 5 / 392، أحكام القرآن لابن العربي 1 / 630، دليل الفالحين شرح رياض الصالحين 4 / 494، المغني لابن قدامة 1 / 93

[Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah XXV/274]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes