BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, January 11, 2022

PROPAGANDA DAN JARGON-JARGON YANG SEOLAH OLAH ISLAMI, TAPI SEBENARNYA TADHLILI (MENYESATKAN)

 


BACA & RENUNGKAN, KE-GELISAHAN AL-FAQIR SAAT INI | MAAF JIKA ADA YG TERSINGGUNG DENGAN TULISAN INI

Saat ini kita harus lebih berhati² dengan propaganda dan jargon-jargon yang seolah islami, tapi sebenarnya tadhlili (menyesatkan). Seperti jargon “Kembali Ke Al-Quran dan Al-Hadis”.

Al Faqir mengamati, jargon tersebut sebenarnya ingin menghancurkan konsep bermazhab yang telah terbangun lama dan merupakan suatu kewajiban bagi seseorang yang belum mencapai tingkat mujtahid.

Kegelisahan ini rupanya sudah dirasakan puluhan abad lalu oleh Imam Sufyan bin ‘Uyainah (w. 814 M):

الحديث مضلة إلاّ للفقهاء

“Hadits itu menyesatkan kecuali bagi fuqaha”

Statement beliau ini beberapa abad kemudian dikutip oleh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 1566 M). dalam karyanya al-Fatawa al-Haditsiyah.

Jadi.. seseorang yang hafal Al Quran dan ribuan hadist saja tanpa tahu asbabun nuzul, asbabul wurud, ‘am khas, mujmal mubayyan, takhshish dan seperangkat alat ijtihad lainnya tidak akan pernah mengerti apa maksud dan tujuan dari ayat atau hadis tersebut.

Al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) dalam kitabnya, Nashihatu Ahli al-Hadits bercerita:

Suatu ketika al-A’masy seorang muhaddits, duduk bersama Imam Abu Hanifah seorang Imam ahli fiqih. Datanglah seorang laki-laki bertanya suatu hukum kepada al-A’masy. Al-‘Amasy berkata: “wahai nu’man (Imam Abu Hanifah), jawablah pertanyaan itu”. Akhirnya Imam Abu Hanifah menjawab pertanyaan itu dengan baik.

Al-A’masy kaget dan bertanya; “dari mana kamu dapat jawaban itu wahai Abu Hanifah?” Imam Abu Hanifah menjawab; “dari hadits yang engkau berikan kepada kami”. Al-A’masy menimpali:

نعم نحن صيادلة وأنتم أطباء

“Benar, kami ini apoteker dan kalian adalah dokternya”

Untuk memahami maksud dari sebuah hadits, kita harus bertanya kepada fuqaha (ahli fiqih), sebagaimana sudah disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Haitami diatas. Kenapa bertanya kepada fuqoha? karena merekalah yang mampu meng-istinbath (menarik kesimpulan hukum) dari teks-teks syar’i baik itu al-Qur’an ataupun hadits Nabi.

Walhasil, bagi seseorang yang belum mencapai tingkat tersebut, kewajibannya adalah mengikuti para mujtahid dengan cara bermazhab. Dan bertaqlid sudah menjadi tradisi dari masa ke masa.

Gambar: Adalah keterangan para ulama ttg kewajiban bermadzhab dalam kitab Mizan Al-Kubra juz 1 hal 34.


Share this:

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes