Antara Syari’ah, Thariqah, dan Haqiqah dalam Bertasawuf
Dalam literatur ilmu tasawuf, tentu ketiga istilah ini bukan hal yang asing, karena ketiganya merupakan unsur bertasawuf sebagai satu kesatuan dari aspek sumber, pelaksanaan dan hasil yang hendak dicapai. Syari’ah sebagai sumber, thariqah sebagai pelaksanaan, dan haqiqah sebagai tujuan yang hendak dicapai. Bila diibaratkan, syari’ah itu ibarat lautan, thariqah ibarat kapal selam, dan haqiqah ibarat mutiara di dasar lautan. Hubungan ketiganya diibaratkan pula oleh Ibnu Taimiyah ibarat hubungan antara perahu, sungai yang dilaluinya, dan tujuan yang hendak dicapai. Syariah perahunya, thariqah sungainya dan haqiqah tujuannya. (Ibnu Taimiyah, Al-Furqân Baina Auliyâ ar-Rahmân Wa Auliya as-Syaithân, (Riyad: Dar al-Fadilah, tt), hlm. 182.)
Syari’ah secara istilah:
Syari’ah secara istilah, dipahami oleh para ulama sama dengan aturan agama Islam atau segala ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mana’ Khalil al-Qaththan misalnya, mendefinisikan syari’ah sebagai segala ketentuan Allah bagi hambanya yang meliputi masalah akidah, ibadah, akhlak, muamalat, dan tata kehidupan lainnya dengan berbagai cabangnya guna merealisasikan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.[1]Syari’ah sebagai peraturan agama ini dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai berukut:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ. (الجاثية: 18)
“Kemudian kami jadikan kamu (Muhammad) mengikuti syari’ah (peraturan dari agama itu), maka ikutilah syari’ah itu dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Jâtsiyah: 18)
[1] Mana’ Khalil Qattan, Târikh Tasyrî’ al-Islâmi, (Riyad: Maktabah al-Ma’arif 1996), hlm. 13.
Post a Comment