BREAKING NEWS

Watsapp

Friday, October 28, 2022

LUPA MEMBACA SURAT AL-FATIHAH, APAKAH SUJUD SAHWI

kapan kewajiban orang tua lepas terhadap anaknya?

Pertanyaan

Assalamualaikum ustdz mau nanya, kapan kewajiban orang tua lepas terhadap anaknya?🙏🏻🙏🏻

Jawabannya

kitab Hasyiyah al-Baijuri:   

فالغني الصغير او الفقير الكبير لا تجب نفقته – إلى أن قال - وقد استفيد مما تقدم ان الولد القادر على الكسب اللائق به لا تجب نفقته بل يكلف الكسب بل قد يقال انه داخل في الغني المذكور. ويستثنى ما لو كان مشتغلا بعلم شرعي ويرجى منه النجابة والكسب يمنعه فتجب حينئذ ولا يكلف الكسب  

 “Anak kecil yang kaya atau orang baligh yang fakir tidak wajib (bagi orang tua) menafkahi mereka. Dan dapat pahami bahwa anak yang mampu bekerja yang layak baginya tidak berhak lagi menerima nafkah, sebaliknya ia (justru) dituntut untuk bekerja. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa anak yang mampu bekerja ini masuk kategori anak yang kaya. Dikecualikan ketika anak yang telah mampu bekerja ini sedang mencari ilmu syara’ dan diharapkan nantinya akan menghasilkan kemuliaan (dari ilmunya) sedangkan jika ia bekerja maka akan tercegah dari rutinitas mencari ilmu, maka dalam keadaan demikian ia tetap wajib untuk dinafkahi dan tidak diperkenankan untuk menuntutnya bekerja.” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, juz 2, hal. 187)

Monday, October 17, 2022

MENYIMPAN REFERENSI HUKUM ARISAN DALAM ISLAM HALAL APA HARAM


🔲 HUKUM ARISAN DALAM ISLAM Halal atau Haram...?*

Oleh: Mohammad Mufid Muwaffaq.

Arisan dalam Islam masuk dalam pembahasan muammalah, yakni hubungan persinggungan antar manusia. Interaksi dalam bentuk muammalah dengan sesama manusia harus dilakukan dengan baik dan benar.

Tidak dibenarkan jika melakukan muammalah dengan menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Termasuk melakukan arisan dengan merugikan pihak-pihak yang melakukan iuran. Praktek iuran dalam bentuk arisan dan kemudian diundi untuk menentukan pemenangnya.

Hukum asal muammalah adalah boleh sebagaimana pendapat semua Ulama. 

Akan tetapi bagaimana Hukum Arisan dalam Islam, apakah mengikuti hukum asalnya atau ada illat yang menjadikan haram.

*ARISAN, BUDAYA IURAN UNTUK DIUNDI*

Budaya arisan di Nusantara sangat banyak dipraktekan dalam berbagai bentuk. Mulai arisan Perabot rumah tangga, elektronik, motor, mobil sampai arisan binatang ternak. Bahkan dibeberapa tempat ditemukan praktek arisan bedah rumah.

Apapun bentuk prakteknya, Arisan adalah sebuah akad pengumpulan dana (biasa uang atau benda berharga lainnya) yang dilakukan orang-orang tertentu kemudian mengundinya untuk ditentukan pemenangnya. Pemenang akan mendapatkan kalkulasi dana yang terkumpul.

Pemenang arisan tetap memiliki kewajiban menyetor dana setelah mendapat undian, sampai semua anggota arisan mendapatkan. Bentuk dasar arisan ini banyak mengalami pergeseran dengan perkembangan masyarakat.

Keberadaan akad arisan dalam budaya Indonesia sudah mendarah daging. Banyak sekali budaya yang dilakukan dengan dasar akad ini. 

Pandangan Hukum Arisan dalam Islam apakah menyerupai dengan akad dasar muammalah atau berbeda.

Pandangan umum akad Arisan disamakan dengan muammalah berbentuk Utang Piutang atau Qirad. Dan akad Qirad ini satu rumpun dengan akad yang dilakukan di Bank.

*AKAD DAN HUKUM ARISAN:*

Arisan pada dasarnya adalah akad Iuran bersama dan diundi siapa pemenangya dalam periode tertentu. Besaran iuran ditentukan bersama sebelum dilaksanakannya akad Arisan. Hukum arisan dalam Islam berdasar pada Hukum Muammalah, yakni Mubah atau Boleh.

*AKAD ARISAN DAN KEBOLEHANNYA*

Hukum arisan dalam Islam akan berubah menjadi Haram jika ditemukan dalam akad awalnya illat yang menjadikan Haram. 

Akad Arisan sering disebut juga dengan Qirad Taawuni yang dipahami sebagai akad Piutang dan Utang.

Jika benar-benar akad yang dilakukan sesuai dengan ketentuan arisan Qirad Taawuni maka Hukum arisan dalam Islam diperbolehkan. Unsur-unsur kebolehan dalam Arisan terletak pada anggota arisan dan akad terbuka jelas.

Keterbukaan dalam akad yang sesuai dengan syara' dan tidak mengandung unsur gharar atau penipuan kepada orang lain. 

Jika akad Arisan yang menyebabkan pembolehan dilanggar, maka Hukum Arisan dalam Islam akan berubah Haram.

*AKAD DAN HUKUM ARISAN DALAM ISLAM YANG HARAM*

Ketentuan dasar dalam Qirad Taawuni adalah meniscayakan iuran dan saling percaya dalam akadnya. Tidak diperbolehkan untuk mengambil hak tanpa izin sesuai dengan perintah Allah, seperti firman Nya dalam al-Quran berikut ini:

*يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا*

_Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”._

📚(Qs. An-Nisaa: 29).

Larangan utama dalam akad Arisan adalah menimbulkan kerugian dengan memakan uang iuran arisan untuk diri sendiri atau setelah memenangkan undian arisan, kemudian macet tidak lagi menunaikan iuran arisan.

Jika mengambil uang arisan untuk kepentingan sendiri terjadi, maka Hukum Arisan dalam Islam jelas di haramkan. 

Keharaman Akad Arisan yang tidak adil, terdapat kecurangan di dalamnya sesuai dengan peringatan Allah SWT dalam surat An-Nisaa' di atas.

*ARISAN HEWAN QURBAN DAN KASUS ARISAN LAINNYA:*

Arisan di Nusantara banyak dipraktekan dengan berbagai jenis model dan tujuan. Biasa ditemukan arisan Perabotan, Motor, Mobil dan Perumahan atau arisan Qurban. Hukum Arisan dalam Islam yang berbentuk hewan Qurban dan arisan Motor memerlukan landasan hukum yang jelas.

Patungan dengan sistem Arisan banyak digunakan oleh Muslim di Nusantara untuk mensiasati pengeluaran besar sekali waktu. Beberapa panitia di Mushalla atau Masjid mengadakan Arisan Kurban untuk bergotong-royong membeli kambing atau sapi.

Shahibul Qurban atau yang mendapatkan hak Kurban adalah mereka yang pada tahun itu keluar namanya dalam arisan. 

Bolehkan cara ini digunakan untuk mensiasati Qurban bagi Muslim dengan ekonomi rendah...?

Merujuk pada riwayat Al-Hakim dan Ahmad menjelaskan,  Boleh melakukan patungan atau Arisan untuk mendapatkan seekor hewan Kurban.

Hadits Nabi menyebutkan: Abul Aswad As-Sulami meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa pada masa kami bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam sedang melaksanakan perjalanan kami mendapati hari Raya Idul Adha. Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham untuk membeli kambing seharga 7 dirham.

Kemudian Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir”.

📚(HR Ahmad dan Al-Hakim).

Permasalahan fiqh muncul mengingat harga seekor kambing atau hewan Qurban mengalami fluktuasi atau naik-turun. 

Sebagaimana dalam sistem arisan, penyetoran biasanya dalam bentuk uang dengan nominal tertentu. Penyetoran dilakukan satu tahun sekali mengikuti Idhul Adha yang hanya momentum tahunan.

Bisa jadi kelompok arisan hewan Qurban pada tahun 2015 hanya menyetorkan 250.000,- dengan anggota 24 orang mendapatkan 2 ekor kambing seharga 3 juta rupiah. 

Sedangkan pada tahun 2022 bisa dipastikan tidak akan mendapatkan 2 ekor kambing dengan spesifikasi sama seperti tahun 2015.

Hewan qurban seharga 3 juta rupiah pada tahun 2015 tentu berbadan gemuk, gagah dan berbobot ideal. Dan pada tahun 2022, harga spesifikasi hewan seperti tahun 2015 pasti akan mengalami kenaikan lebih dari 3 juta rupiah.

Bagaimana Statusnya Menurut Syariat?

Bagaimana Hukum Arisan dalam Islam jika yang terjadi dalam hewan ternak sebagaimana di atas? 

Maka Ulama mengemukakan pendapat dalam Arisan Hewan ternak.

Pendapat Ulama mengatakan bahwa memerlukan perubahan sistem dalam Arisan Hewan ternak. 

Jika basis utama arisan Hewan ternak adalah menyetorkan Nominal Uang 250.000,- pada tahun 2015, bisa dipastikan mengalami kenaikan iuran pada tahun 2022.

Sebaiknya sistem arisan Hewan Qurban dalam Islam dibuat menjadi berbasis Hewan itu sendiri. Penentuan akad pertama dalam arisan yakni mendapatkan hewan Qurban dengan spesifikasi sama setiap tahunnya.

Spesifikasi hewan yang sama, kemudian ditentukan harganya. Jika harga hewan tahun 2015 dengan spesifikasi Gemuk dan Ideal seharga 3 juta rupiah, dibagi 12 orang maka iuran arisannya 250.000,-.

Akan tetapi pada tahun 2022, harga kambing Qurban spesifikasi Gemuk dan Ideal seharga 3,5 juta, maka iuran 12 orang menjadi 291.000,-. Hukum Arisan dalam Islam untuk mendapatkan Hewan Qurban seperti ini diperbolehkan dalam Islam.

Budaya yang terjalin dan hidup di Nusantara sebagaimana Arisan Qurban menunjukan bahwa semangat beribadah orang-orang Indonesia besar. 

Budaya mensiasati kelemahan ekonomi dengan bergotong-royong mengumpulkan uang sedikit demi sedikit adalah perjuangan yang hebat dan akan berfaidah pahala besar.

Hal ini menunjukan bahwa budaya dan tradisi ekspresi keagamaan sangat perlu diposisikan dalam bentuk kebaikan bersama atau maslahah. Jangan serta merta menjadi tersangka tertuduh: “Tidak ada dalil tuntunannya, maka Bidah” yang malah menjadikan orang anti-pati pada Islam.

*والله اعلم بالصواب*

Thursday, October 6, 2022

ISTINJA, QADHA HAJAT DAN ADAB ADABNYA



ISTINJA, QADHA HAJAT DAN ADAB ADABNYA

(فَصْلٌ) فِي الْاِسْتِنْجَاءِ وِآدَابِ قَاضِي الْحَاجَةِ.

(Fasal) menjelaskan tentang istinja’ dan etika-etika orang yang buang hajat.

(وَالْاِسْتِنْجَاءُ) وَهُوَ مِنْ نَجَوْتُ الشَّيِئَ أَيْ قَطَعْتُهُ فَكَأَنَّ الْمُسْتَنْجِيَ يَقْطَعُ بِهِ الْآذَى عَنْ نَفْسِهِ (وَاجِبٌ مِنْ) خُرُوْجِ (الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ) بِالْمَاءِ أَوِ الْحَجَرِ وَمَا فِيْ مَعْنَاهُ مِنْ كُلِّ جَامِدٍ طَاهِرٍ قَالِعٍ غَيْرِ مُحْتَرَمٍ.

Istinja’, yang diambil dari kata “najatus syai’a ai qhatha’tuhu” (aku memutus sesuatu) karena seakan-akan orang yang melakukan istinja’ telah memutus kotoran dari dirinya dengan istinja’ tersebut, hukumnya adalah wajib dilakukan sebab keluarnya air kencing atau air besar dengan menggunakan air atau batu dan barang-barang yang semakna dengan batu, yaitu setiap benda padat yang suci, bisa menghilangkan kotoran dan tidak dimuliakan oleh syariat.

(وَ) لَكِنِ (الْأَفْضَلُ أَنْ يَسْتَنْجِيَ) أَوَّلًا (بِالْأَحْجَارِ ثُمَّ يُتْبِعُهَا) ثَانِيًا (بِالْمَاءِ).

Akan tetapi yang lebih utama adalah pertama istinja’ dengan batu, kemudian kedua diikuti dengan istinja’ menggunakan air.

وَالْوَاجِبُ ثَلَاثُ مَسَحَاتٍ وَلَوْ بِثَلَاثَةِ أَطْرَافِ حَجَرٍ وَاحِدٍ.

Dan yang wajib -ketika istinja’ dengan batu- adalah tiga kali usapan, walaupun dengan tiga sudutnya batu satu.

(وَيَجُوْزُ أَنْ يَقْتَصِرَ) الْمُسْتَنْجِي (عَلَى الْمَاءِ أَوْ عَلَى ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يُنْقَى بِهِنَّ الْمَحَلُّ) إِنْ حَصَلَ الْإِنْقَاءُ بِهَا.

Bagi orang yang istinja’, diperkenankan hanya menggunakan air atau tiga batu yang digunakan untuk membersihkan tempat najis, jika tempat tersebut sudah bisa bersih dengan tiga batu.

وَإِلَّا زَادَ عَلَيْهَا حَتَّى يُنْقَى.

Jika belum bersih, maka ditambah usapannya hingga tempatnya bersih.
وَيُسَنُّ بَعْدَ ذَلِكَ التَّثْلِيْثُ
Dan setelah itu -setelah bersih- disunnahkan untuk mengulangi tiga kali.
(فَإِذَا أَرَادَ الْاِقْتِصَارَ عَلَى أَحَدِهِمَا فَالْمَاءُ أَفْضَلُ) لِأَنَّهُ يُزِيْلُ عَيْنَ النَّجَاسَةِ وَأَثَرَهَا.

Ketika ia hanya ingin menggunakan salah satunya, maka yang lebih utama adalah menggunakan air. Karena sesungguhnya air bisa menghilangkan najisnya sekaligus sisa-sisanya.

وَشَرْطُ إِجْزَاءِ الْاِسْتِنْجَاءِ بِالْحَجَرِ أَنْ لَايَجِفَّ الْخَارِجُ النَّجَسُ وَلَا يَنْتَقِلَ عَنْ مَحَلِّ خُرُوْجِهِ وَلَايَطْرَأَ عَلَيْهِ نَجَسٌ آخَرُ أَجْنَبِىيٌّ عَنْهُ.
Syarat istinja’ menggunakan batu bisa mencukupi adalah najis yang keluar belum kering, tidak berpindah dari tempat keluarnya dan tidak terkena najis lain yang tidak sejenis (ajnabi).

فَإِنِ انْتَفَى شَرْطٌ مِنْ ذَلِكَ تَعَيَّنَ الْمَاءُ.
Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka harus istinja’ menggunakan air.

(وَيَجْتَنِبُ) وُجُوْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (اسْتِقْبِالَ الْقِبْلَةِ) الْآنَ وَهِيَ الْكَعْبَةُ (وَاسْتِدْبَارَهَا فِي الصَّحْرَاءِ)

Bagi orang yang buang hajat di tempat yang lapang, wajib untuk menghindar dari menghadap dan membelakangi kiblat yang sekarang, yaitu Ka’bah.

إِنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ سَاتِرٌ أَوْ كَانَ وَلَمْ يَبْلُغْ ثُلُثَيْ ذِرَاعٍ أَوْ بَلَغَهُمَا وَبَعُدَ عَنْهُ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَذْرُعٍ بِذِرِاعِ الْآدَمِيِّ كَمَا قَالَهُ بَعْضُهُمْ.

Jika antara dia dan kiblat tidak ada satir, atau ada satir namun ukurannya tidak mencapai 2/3 dzira’, atau mencapai 2/3 dzira’ namun jaraknya dari dia lebih dari tiga dzira’ dengan ukuran dzira nya anak Adam, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama’.

وَالْبُنْيَانُ فِيْ هَذَا كَالصَّحْرَاءِ بِالشَّرْطِ الْمَذْكُوْرِ إِلَّا الْبِنَاءَ الْمُعَدَّ لِقَضَاءِ الْحَاجَةِ فَلَا حُرْمَةَ فِيْهِ مُطْلَقًا.

Dalam hal ini, hukum buang hajat di dalam bangunan sama seperti di tanah lapang yaitu dengan syarat yang telah dijelaskan, kecuali bangunan yang memang disediakan untuk buang hajat, maka tidak ada hukum haram secara mutlak di sana.

وَخَرَجَ بِقَوْلِنَا الْآنَ مَا كَانَ قِبْلَةً أَوْلًّا كَبَيْتِ الْمَقْدِسِ فَاسْتِقْبَالُهُ وَاسْتِدْبَارُهُ مَكْرُوْهٌ.

Dengan ucapanku “kiblat yang sekarang”,mengecualikan tempat yang menjadi kiblat terdahulu seperti Baitul Maqdis, maka hukum menghadap dan membelakanginya adalah makruh.

(وَيَجْتَنِبُ) نَدْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (الْبَوْلَ) وَالْغَائِطَ (فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ

Bagi orang yang buang hajat, sunnah menghindari kencing dan berak di air yang diam tidak mengalir.

أَمَّا الْجَارِيْ فَيُكْرَهُ فِي الْقَلِيْلِ مِنْهُ دُوْنَ الْكَثِيْرِ لَكِنِ الْأَوْلَى اجْتِنَابُهُ.

Adapun air yang mengalir, maka dimakruhkan buang hajat di air mengalir yang sedikit tidak yang banyak, akan tetapi yang lebih utama adalah menghindarinya.

وَبَحَثَ النَّوَوِيُّ تَحْرِيْمَهُ فِي الْقَلِيْلِ جَارِيًا أَوْ رَاكِدًا.

Namun imam an Nawawi membahas bahwa hukumnya haram buang hajat di air yang sedikit, baik yang mengalir atau diam.

(وَ) يَجْتَنِبُ أَيْضًا الْبَوْلَ وَالْغَائِطَ (تَحْتَ الشَّجَرَةِ الْمُثْمِرَةِ) وَقْتَ الثَّمْرَةِ وَغَيْرِهِ.

Dan juga sunnah bagi orang yang buat hajat untuk menghindari kencing dan berak di bawah pohon yang bisa berbuah, baik di waktu ada buahnya ataupun tidak.

(وَ) يَجْتَنِبُ مَا ذُكِرَ (فِي الطَّرِيْقِ) الْمَسْلُوْكِ لِلنَّاسِ.

Dan sunnah menghindari apa telah disebutkan di atas di jalan yang dilewati manusia.

(وَ) فِيْ مَوْضِعِ (الظِّلِّ) صَيْفًا وَفِيْ مَوْضِعِ الشَّمْسِ شِتَاءً.

Dan di tempat berteduh saat musim kemarau. Dan di tempat berjemur saat musim dingin.

(وَ) فِي (الثَّقْبِ) فِي الْأَرْضِ وَهُوَ النَّازِلُ الْمُسْتَدِيْرُ وَلَفْظُ الثَّقْبِ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ.

Dan di lubang yang ada di tanah, yaitu lubang bulat yang masuk ke dalam tanah. Lafadz “ats tsaqibu” tidak dicantumkan di dalam sebagian redaksi matan.

وَلَايَتَكَلَّمُ) أَدَبًا لِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ قَاضِي الْحَاجَةِ (عَلَى الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ).

Orang yang buang hajat hendaknya tidak berbicara tanpa ada darurat saat kencing dan berak karena untuk menjaga etika.

فَإِنْ دَعَتْ ضَرُوْرَةٌ إِلَى الْكَلَامِ كَمَنْ رَأَى حَيَةً تَقْصِدُ إِنْسَانًا لَمْ يُكْرَهِ الْكَلَامُ حِيْنَئِذٍ.

Jika keadaan darurat menuntut untuk berbicara seperti orang yang melihat seekor ular yang hendak menyakiti seseorang, maka saya seperti itu tidak dimakruhkan untuk berbicara.

1. APAKAH WAJIB NIAT KETIKA ISTINJA (CEBOK)

Tanbihun :

Tidak wajib niat ketika istinja
Niat ketika istinja menurut kesepakatan 4 mazhab tidaklah disyaratkan. Karena istinja adalah proses membersihkan kotoran dimana bila kotorannya hilang maka hilang pula hukumnya.

حُكم النِّية للاستنجاء لا تُشترَط النِّية للاستنجاء، وهذا باتِّفاق المذاهب الفقهيَّة الأربعة: الحنفيَّة، والمالكيَّة، والشافعيَّة، والحنابلة، وحُكيَ الإجماع على ذلك. وذلك لأنَّ الاستنجاء نوعٌ من إزالة الخبث، وإزالة الخبث لا يُشترَط لها نِيَّة، فالخبث معنًى متى ما زال، زال حُكمه.

Menurut pendapat yang rajih dari kebanyakan ulama' menghilangkan najis tdk mensyaratkan niat

الأشباه والنظائر ص: 12

وأما التروك : كترك الزنا وغيره ، فلم يحتج إلى نية لحصول المقصود منها وهو اجتناب المنهي بكونه لم يوجد ، وإن يكن نية ، نعم يحتاج إليها في حصول الثواب المترتب على الترك . ولما ترددت إزالة النجاسة بين أصلين : الأفعال من حيث إنها فعل ، والتروك من حيث إنها قريبة منها جرى في اشتراط النية خلاف ، ورجح الأكثرون عدمه تغليبا لمشابهة التروك .

~Apakah boleh orang yang meninggalkan sholat bisa dibuat alat ISTINJA' (pembersih Sehabis buang Air Besar) ?

~orang yang meninggalkan sholat, setelah dia tidak mau lagi bertaubat maka termasuk makhluk yang ghair muhtarom (tidak dimulyakan)

غير المحترم) وهو ما لا يحرم قتله (ستة) من الأشياء أحدهما (تارك الصلاة) أي بعد أمر الإمام و الاستتابة ندبا وقيل وجوبا و على ندب الاستتابة لا يضمن من قتله قبل التوبة لكنه يأثم كاشفة السجا ٣٤

Sedang salah satu syarat dari benda2 yang boleh dijadikan untuk sarana istinja adalah ghoiru muhtarom

ضابط الحجر....... أن يكون غير محترم فلا يجزئ العظم و كل مطعوم آدمى و مثله الأوراق التي فيها كلام محترم كعلم التقريرات السديدة ١٠٦

Dari sinkronisasi keduanyalah timbul pertanyaan : " apakah orang yang meninggalkan sholat boleh dipakai buat istinja ? "

> Abdurrahman As-syafi'i

Dalam bagian lain dijelaskan:

والرابع أن يكون غير محترم خرج به المحترم كمطعوم الآدميين كالخبز و مطعوم الجن كالعظم و كالجزء منه كيد و يد غيره و كذنب البعير المنفصل وأما الجلد فالاظهر انه ان كان مدبوغا جاز الاستنجاء به وإلا فلا كما قاله الحصنى كاشفة السجا ١٨

Syarat ke 4 dari benda yang bisa dijadikan sebagai alat istinja yakni tidak dimuliakan, maka tidak boleh istinja menggunakan makanan yang dimakan manusia seperti roti atau makanan jin seperti tulang. Dan tidak boleh menggunakan bagian tubuh dari manusia seperti tanganya sendiri, atau tangan milik orang lain. Atau menggunakan ekor binatang yang putus.

Adapun kulit binatang yang telah disamak maka boleh dipakai. Jadi, menilik dari penjabaran singkat ini walaupun dihukumi sebagai ghair muhtarom maka tidak boleh digunakan sebagai alat istinja. Ibarot dari al-bajuri :

و جزء الآدمي ولو مهدرا كالحربي لأنه محترم من حيث الخلقة وإن كان غير محترم من حيث الإهدار الباجوري 1/90

Tidak boleh istinja menggunakan tubuh manusia walaupun berasal dari orang yang halal untuk dibunuh seperti orang kafir. Karena mereka tetap dimuliakan dalam penciptaanya meski tidak dimuliakan dalam hal kebolehan membunuhnya.

2. ADAB BUANG HAJAT/ BUANG KOTORAN BESAR ATAU KECIL

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
• Mendahulukan kaki kiri saat memasuki kamar kecil dan kaki kanan saat keluar

• Menjadikan kaki kiri sebagai penyangga utama saat duduk dalam membuang hajat

• Menjauhkan diri dari orang lain sekira tiada mendengar dan mencium aroma kotoran yang ia keluarkan

• Janganlah kencing di air tenang

• Janganlah kencing searah dengan bertiupnya angin

• Janganlah kencing di jalanan yang biasa dilalui manusia

• Janganlah kencing di tempat yang biasa dijadikan tempat orang

• Janganlah kencing dibawah pohon yang sedang berbuah

• Janganlah kencing dilobang tanah

• Janganlah kencing di tempat/tanah yang keras

• Janganlah kencing dengan berdiri

• Janganlah melihat kemaluan saat membuang kotoran

• Janganlah melihat kotoran yang dikeluarkan

• Janganlah mempermainkan tangannya

• Janganlah menoleh kekanan dan kekiri

• Janganlah menghadap matahari atau rembulan ataupun sejarah Baitul Maqdis

• Janganlah memasuki kamar kecil dengan tanpa alas kaki

• Janganlah memasuki kamar kecil tanpa penutup kepala

• Janganlah berbicara

• Janganlah cebok dengan air yang ada di tempat ia buang kotoran tetapi pindahlah ke tempat lainnya kecuali ditempat yang memang disediakan khusus untuk membuang kotoran maka tidak perlu ia pindah tempat

• Tuntaskan sedapat mungkin air seni yang hendak ia keluarkan dengan cara yang biasa ia lakukan

• Saat memasuki kamar kecil bacalah “BISMILLAHI ALLAHUMMA INNI A'UDZUBIKA MINAL KHUBUTSI WAL KHOBAA-ITSI”

• Saat keluar dari kamar kecil bacalah doa “GHUFRAANAKA, ALHAMDULILLAAHIL LADZII ADZHABA ‘ANNIL ADZAA WA ‘AAFAANII”

• Wajib membuat penutup diri agar tidak terlihat oleh pandangan orang lain

• Wajib untuk tidak menghadap kiblat atau membelakanginya saat membuang hajat kecuali ia berada ditempat yang memang disediakan khusus untuk membuang kotoran. [ Nihaayah az-Zain I/17-18 ]

ومن آداب قاضي الحاجة أن يقدم يسراه في دخول محل قضاء الحاجة ويمناه في الخروج منه ولو بوضع إبريق مثلا وأن يعتمد يساره في الجلوس لقضاء الحاجة وأن يبعد عن الناس بحيث لا يسمع للخارج منه صوت ولا يشم له ريح ولا يبول في ماء راكد ولا في مهب ريح ولا في طريق الناس ولا في مواضع جلوسهم ولا تحت الشجرة المثمرة ولا في الثقب ولا في مكان صلب وأن لا يكون قائما وأن لا ينظر إلى فرجه ولا إلى الخارج منه ولا يعبث بيده ولا يلتفت يمينا ولا شمالا ولا يستقبل الشمس ولا القمر ولا صخرة بيت المقدس ولا يدخل الخلاء حافيا ولا مكشوف الرأس ولا يتكلم ولا يستنجي بالماء في محل قضاء الحاجة بل ينتقل منه إلا في المكان المعد لقضاء الحاجة فلا ينتقل منه ويستبرىء من البول بحسب عادته فإن عادة الإنسان تختلف وإذا صارت عادة الشخص أنه لا ينقطع بوله إلا بالاستبراء وجب ذلك في حقه ويقول كل من دخل الخلاء ( باسم الله اللهم إنى أعوذ بك من الخبث والخبائث ) وإذا خرج قاضي الحاجة يقول ( غفرانك الحمد لله الذي أذهب عني الأذى وعافاني ) ويجب الاستتار عن عين من يحرم نظره ويجب ترك استقبال القبلة واستدبارها حال قضاء الحاجة في غير المعد لذلك ويكره أن يبول في الماء الجاري ليلا وفي الماء الراكد مطلقا ومحل الكراهة إن كان الماء مباحا أو مملوكا له فإن كان الماء مسبلا أو مملوكا لغيره حرم البول فيه إلا بإذن المالك وأن يبول في محل اغتساله فإنه يقع في الوسواس ويحرم قضاء الحاجة على القبر وفي المسجد ولو في إناء تنبيه لو كان مستنجيا بالأحجار حرم عليه الجماع قبل غسل الذكر وإن لم يجد الماء نعم إن خاف الزنا كان عذرا ولو كان فرج المرأة متنجسا أو كانت مستنجية بالأحجار حرم عليها تمكين الحليل قبل تطهيره ولا تعد بعدم التمكين ناشزة

~Beristinja' dengan kertas tisu itu BOLEH dan tidak makruh, keterangan diambil dari :

يجوز الاستنجاء بأوراق البياض الخالي عن ذكر الله كما في الإيعاب

Diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan kertas-kertas putih yang tidak terdapat tulisan asma Allah seperti dalam keterangan kitab al-I'ab. [ Bughyatul Mustarsyidin 28 ].

أما الورق الذي لا يصلح للكتابة فإنه يجوز الاستجمار به بدون كراهة

Sedang istinja’ memakai kertas yang tidak pantas untuk ditulisi maka boleh tanpa dimakruhkan. [ Al-Madzahib al-Arba’ah I/ 98 ].

Syarat istinja’ dengan tisu dan sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat selain tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan tisu, tetapi wajib dengan air.

Ada hadits "Janganlah seorang diantara kalian kencing di air tempat mandinya kemudian dia berwudhu di dalamnya,sesungguhnya kebanyakan keraguan berasal darinya"(HR. Perawi yang lima)..

1. Apa maksud hadis di atas ???

2. Bolehkah kita berwudhu di kamar mandi ???

Jawab :

ب - اجْتِنَابُ الْبَوْل فِي مَكَانِ الاِسْتِحْمَامِ خَشْيَةَ الْوَسْوَاسِ :

14 - نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ عَلَى كَرَاهَةِ الْبَوْل فِي مَكَانِ الاِسْتِحْمَامِ لِحَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : قَال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي مُسْتَحَمِّهِ ثُمَّ يَغْتَسِل فِيهِ " وَفِي رِوَايَةٍ : " ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فِيهِ ، فَإِنَّ عَامَّةَ الْوَسْوَاسِ مِنْهُ (1) . وَإِنَّمَا نُهِيَ عَنْ ذَلِكَ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ مَسْلَكٌ يَذْهَبُ فِيهِ الْبَوْل ، أَوْ كَانَ الْمَكَانُ صُلْبًا فَيُوهَمُ الْمُغْتَسِل أَنَّهُ أَصَابَهُ مِنْهُ شَيْءٌ فَيَحْصُل بِهِ الْوَسْوَاسُ (2)

(1) حَدِيث : " لاَ يَبُولُنَّ أَحَدُكُمْ فِي مُسْتَحَمِّهِ . . . " أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد ( 1 / 29 - ط حِمْصَ ) ، وَأَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيّ ( 1 / 33 - ط الْحَلَبِيّ ) مختصرا بِمَعْنَاهُ وَقَال : هَذَا حَدِيث غَرِيب .

(2) حَاشِيَة ابْن عَابِدِينَ 1 / 230 ، وَمُغْنِي الْمُحْتَاج 1 / 42 ، وَكَشَّاف الْقِنَاع 1 / 62 ، 63 ، وَمَعَالِم السُّنَنِ 1 / 22 بَيْرُوت الْمَكْتَبَة الْعِلْمِيَّة .

MENJAUHI KENCING DI KAMAR MANDI KARENA KHAWATIR TERJADI WAS-WAS

Kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah menghukumi makruh kencing di kamar mandi berdasarkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Janganlah salah seorang diantara kamu kencing di tempat mandinya kemudian mandi atau dalam riwayat lain kemudian wudhu di tempat tersebut karena sesungguhnya umumnya gangguan (was-was) itu dari situ” [Hadits riwayat Abu Daud I/29, Tirmidzi I/33]

Pelarangan tersebut dengan ketentuan bila dia tidak menemukan jalan lain/tempat lain baginya untuk kencing, atau kamar mandinya berupa dataran keras yang dapat memberikan praduga bagi orang yang mandi akan terkena sesuatu dari percikan kencingnya sehingga menimbulkan rasa was-was baginya.
(Hasyiyah ‘Aabidiin I/230, Mughni al-Muhtaj I/42, Kassyaaf al Qinaa’ I/62-63, dan Ma'alim as-sunan I/22) . Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah 43/152-153.

Diantara adab ketika membuang air kecil (pipis) adalah :

وأن يستبرئ من بوله عند انقطاعه بتنحنح ونتر ذكر

menuntaskan pipisnya dengan cara berdehem dan mengurut-urut Dzakar (kemaluannya). (FATHUL WAHHAB juz 1 hal 10).

وأن يستبرئ من البول بالتنحنح والنتر ثلاثا وإمرار اليد على أسفل القضيب

"dan menuntaskan pipisnya dengan cara berdehem 3x dan menjalankan tangan di atas penis (mengurut batang dzakar). [ IHYA ULUMUDDIN "juz 1 halaman 130 ].

3. Bolehkah bandul kalung yang berlafadz الله dibawa masuk ke kamar kecil/wc . ??

Jawab :

Hukumnya makruh membawanya, dan sunnah dilepas

روضة الطالبين وعمدة المفتين ج 1 - الصفحة 66 النووي

واستصحاب ما عليه ذكر الله تعالى على الخلاء مكروه لا حرام

Membawa sesuatu yang terdapat asma Allah di kamar kecil hukumnya makruh, tidak haram. [ Raudha at-Talibin I/66 ].

مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ج 1 – الصفحة 40 محمد الخطيب الشربيني

( ولا يحمل ) في الخلاء ( ذكر الله تعالى ) أي مكتوب ذكر من قرآن أو غيره حتى حمل ما كتب من ذلك في درهم أو نحوه تعظيما له واقتداء به صلى الله عليه وسلم فإنه كان إذا دخل الخلاء نزع خاتمه وكان نقشه ثلاثة أسطر محمد سطر ورسول سطر والله سطر رواه ابن حبان في صحيحه عن أنس …وحمل ما عليه ذكر الله تعالى على الخلاء مكروه لا حرام ومثل ذلك اسم رسوله وكل اسم معظم كما في الكفاية تبعا للإمام قال المصنف في التنقيح ولعل المراد الأسماء المختصة بالله ونبيه مثلا دون ما لا يختص ك عزيز و كريم و محمد و أحمد إذا لم يكن ما يشعر بأن المراد اه

Dan janganlah membawa sesuatu yang terdapat asma Allah dikamar kecil (artinya sesuatu tertulis asma Allah baik berupa alQuran atau lainnya meskipun ditulisnya pada logam uang dirham atau sejenisnya untuk mengagungkan asma Allah dan mengikuti baginda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, “Adalah Nabi Muhammad saat memasuki kamar kecil selalu mencopot cincinnya yang didalamnya terukir tiga tulisan ‘Muhammad, Rasul dan Allah”. (HR. Ibnu Hibban).

Membawa yang demikian hukumnya makruh tidak haram, begitu juga membawa sesuatu yang tertulis asma utusan Allah dan setiap asma-asma yang diagungkan seperti keterangan dalam kitab al-Kifaayah.

Pengarang berkata “Yang dimaksud adalah asma-asma yang memang keberadaannya khusus dan tertentu milik Allah dan nabiNya berbeda dengan yang tidak khusus seperti ‘Aziz, Karim, Muhammad dan ahmad’ bila memang tujuannya tidak mengarah pada Allah dan nabiNya. [ Mughni al-Muhtaj I/40 ].

SUNAH DILEPAS

- 1 - يستحب أن ينحي عنه ما عليه ذكر الله ولو في حجاب ما لم يكن موضوعا في مادة تمنع نفوذ الرائحة إليه لحديث أنس بن مالك رضي الله عنه قال : " كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا دخل الخلاء نزع خاتمه " ( الترمذي ج 4 / كتاب اللباس باب 16 / 1746 ) وفي الصحيحين أن نقش خاتمه صلى الله عليه و سلم كان : محمد رسول الله " ( انظر البخاري ج 5 / كتاب اللباس باب 52 / 5539 )

[ Fiqh al-Ibaadah as Syaafi’I I/70 ].

4. Bagaimana hukum (maaf) buang air besar sambil berbicara . dengan teman / melalui hp ?

Jawab :

Hukumya makruh...... disunnahkan ketika buang air kencing atau air besar untuk tidak bicara. berdasarkan hadis nabi,"janganlah keluar 2 orang untuk buang air besar dengan membuka auratnya serta berbicara,sesungguhnya allah murka dengan perbuatan tersebut". Hadits ini menunjukan kemakruhan brbicara saat buang air kecil maupun air besar,dan tidak memberikan hukum haram. [ kifayatul akhyar 1/31 ].

PERLU DIPERHATIKAN BAGI ORANG YANG HOBBY BERAKTIVITAS DI DALAM WC

[فائدة]: ورد أن البصاق على الخارج من الشخص يورث الوسواس وصفرة الأسنان ويبتلى فاعله بالدم، والسواك حال الخلاء يورث النسيان والعمى، وطول القعود فيه يورث وجع الكبد والبواسير، الامتخاط يورث الصمم والهم، وتحريك الخاتم يأوي إليه الشيطان، والتكلم بلا ضرورة يورث المقت، وقتل القمل يبيت معه الشيطان أربعين ليلة ينسيه ذكر الله

(Faidah)

Sesungguhnya meludahi kotoran yang dikeluarkan seseorang akan menimbulkan penyakit was-was (ragu-ragu) dan kuningnya gigi dan pelakunya akan mendapatkan cobaan suatu penyakit (darah)

orang yang siwakan (sikat gigi) di wc beresiko menjadi pelupa dan buta (hati)

orang terlalu lama duduk di wc menyebabkan sakit liver dan beser.

sisi (mengeluarkan Ingus dari hidung) di dalam wc menyebabkan tuli (pendengaran berkurang) dan kesusahan.

Menggerak-gerakkan cincin di dalam wc,menyebabkan didatangi setan

berbicara di dalam Wc selain dhorurot menyebabkan murka Nya Allah

membunuh kutu di dalam wc menyebabkan datangnya syetan tiap malam selama 40 malam yang akan mengganggu orang tersebut agar tak zikir (lupa) pada Allah.

[ Ket : Bughyah Al Mustarsyidiin Hal 26 ]

5. Hukum buang air besar di sungai

Untuk masalah buang air di sungai kita harus melihat debit airnya terlebih dahulu. Jika termasuk air yang tidak mengalir, maka dilarang. Adapun untuk air yang mengalir, jika airnya sedikit maka tidak boleh dan jika airnya banyak maka boleh hanya saja lebih baik jangan. Referensi :

و لا يبول فى ماء راكد) لحديث مسلم فقال واقد عن جابر : أنه صلى الله عليه و سلم نهى عن أن يبال فى الماء الراكد. و النهى فيه للكراهة وان كان قليلا لامكانه طهره بالكثرة. اما الجاري فنقل فى شرح المهذب عن جماعة الكراهة فى القليل منه دون الكثير ثم قال : وينبغي أن يحرم البول في القليل مطلقا لأن فيه اختلافا عليه وعلى غيره وأما الكثير فالاولى اجتنابه قوله ولا يبول في ماء ) و الغائط و البول و صبها فيه كذلك

القليوبي وعميرة ١/٥٩ دار الكتب العلمية

Untuk sungai yang tidak mengalir menurut Imam Rofi'i baik airnya sedikit atau banyak tidak boleh. Terlebih lagi jika air sedikit, maka larangan ini semakin kuat lantaran dapat menyebabkan air menjadi najis. Apalagi jika buang hajatnya di malam hari, maka juga semakin dilarang karena pada malam hari air dikuasai oleh bangsa jin. Adapun untuk air yang mengalir menurut Imam Nawawi bila air sedikit makruh tetapi jika banyak maka tak apa.

والبول في الماء الراكد) تقدير كلام الشيخ ويجتنب البول في الماء الراكد، وقد عد الرافعى عدم البول فيه من الآداب، وتبعه في الروضة، واحتج لذلك بقوله صلى الله عليه وسلم " لا يبولن أحدكم فى الماء الدائم " و فى رواية " الراكد"

قال الرافعي وهذا المنع يشمل القليل و الكثير لما فيه من الاستقذار، و النهى فى القليل أشد، لما فيه من تنجس الماء وفي الليل أشد، لما قيل أن الماء للجن في الليل فلا ينبغي أن يبال فيه، ولا يغتسل فيه خوفا من آفة تصيب منهم. هذا كله فى الراكد وأما الماء الجارى وقال النووي في شرح المهذب : قال جماعة إن كان قليلا كره وإن كان كثيرا فلا، و فيه النظر،

وينبغي أن يحرم البول في القليل قطعا لأن فيه اختلافا عليه وعلى غيره. وأما الكثير فالأولى اجتنابه لكن جزم ابن الرفعة بالكراهة في الماء الكثير الجارى ليلا لأجل الجان و الله اعلم

كفاية الأخيار ١/٣٠ مكتبة الهدية

6. Bagaimana yang benar saat masuk wc, bacaannya langsung ALLAHUMMA INNI A'UDZUBIKA MINAL KHUBUSI WAL KHOBAIS / baca BASMALAH dahulu, baru ALLOOHUMMA...dst ???

Jawab :

ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋُﻮْﺫُﺑِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨُﺒُﺚِ ﻭَ ﺍﻟْﺨَﺒَﺎﺋِﺚِ.

ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﺴﻤﻠﺔ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ : ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲِّ ﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ : " ﺳَﺘْﺮُ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻋْﻴُﻦِ ﺍﻟْﺠِﻦِّ ﻭَﻋَﻮْﺭَﺍﺕِ ﺑَﻨِﻲ ﺁﺩَﻡَ ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻞَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻢْ ﺍﻟْﺨَﻠَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻝَ " : ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ " " . ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻭِﻱُّ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : " " ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻝَ " : ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ " " ﻟِﺄَﻥَّ ﺍِﺳْﻤَﻪ ﻛَﺎﻟﻄَّﺎﺑَﻊِ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻨِﻲ ﺁﺩَﻡَ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻊُ ﺍﻟْﺠِﻦُّ ﻓَﻜَّﻪُ، ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺃَﺋِﻤَّﺘِﻨَﺎ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻴَّﺔِ : ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺰِﻳﺪُ " ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦَ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢَ ؛" ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺤَﻞَّ ﻟَﻴْﺲَ ﻣَﺤَﻞَّ ﺫِﻛْﺮٍ، ﻭَﻭُﻗُﻮﻓًﺎ ﻣَﻊَ ﻇَﺎﻫِﺮِ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺨَﺒَﺮِ " . ﺃ . ﻫـ . " ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ ﺑﺸﺮﺡ ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ) 2/56

“Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khobaits” adalah bacaan doanya, namun disunahkan membaca bismillah dulu sebelumnya, tanpa tambahan arrahmanirrahim.

( وَيَسْتَعِيذُ ) بِأَنْ يَقُولَ عِنْدَ دُخُولِهِ الْخَلَاءَ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ لِلِاتِّبَاعِ فِيهِمَا رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَزَادَ الْقَاضِي اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ الرِّجْسِ النَّجِسِ الْخَبِيثِ الْمُخْبِثِ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ؛ وَيُنْدَبُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَهُ : بِسْمِ اللَّهِ .( قَوْلُهُ : بِسْمِ اللَّهِ ) وَإِنَّمَا لَمْ يُطْلَبْ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ أَيْضًا لِدَنَاءَةِ الْمَحَلِّ الَّذِي لَا يَلِيقُ بِأَسْمَاءِ اللَّهِ وَنَحْوِهَا فَطُلِبَ الِاخْتِصَارُ لَا سِيَّمَا وَقَدْ يَقْتَضِي الْحَالُ الْعَجَلَةَ وَعَدَمَ إمْكَانِ الصَّبْرِ عِنْدَ أَوَّلِ الدُّخُولِ إلَى تَمَامِ مَا يَأْتِي بِهِالكتاب : شرح البهجة الوردية ج1 ص450 & 446

[Dan membaca ta’awudz] Dengan mengucapkan saat hendak masuk kakus: ‘Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari syaitan laki-laki dan setan perempuan’ sesuai tuntunan hadits yang diriwayatkan dari Bukhari-Muslim. Qadhi Husain menambahkan bacaan: ‘Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sesuatu yang kotor, najis, tercela, dan membuat tercela, yakni dari syaitan yang terkutuk’. Disunahkan sebelum doa itu untuk membaca ‘bismillah’.[bismillah] Adapun bacaan arrahmanirrahim tidak dianjurkan karena hinanya tempat kakus itu sehingga tidak berpatutan dengan asma-asma Allah, maka lebih utama untuk diringkas. Terlebih lagi mengingat situasinya yang menuntut serba cepat dan tidak sabaran mulai dari awal masuk sampai masa selesainya

Dalam kitab minhajut tholibin menggunakan kalimat :

بسم الله اللهم اني اعوذبك من الخبث والخبائث

7. Apakah wajib membasuh lubang penis sebagaimana matan kitab berikut ini :

هل يجب غسل اول الاحليل -اي ما ينفتح بتحريك الحشفة - عند الاستنجاء من البول؟ فلو غسله وهو صائم فهل يفطر صومه؟

Tidak wajib membasuh lubang penis bagian depan (yang terbuka dengan digerakkan jari jari telunjuk) karena secara hukum adalah bagian bathin, sehingga cukup dibasuh dengan tanpa menggerakkan jari jari. Namun dalam hal puasa dihukumi dzahir, artinya puasa tidak batal kalau ada sesuatu yang masuk pada bagian tersebut. Wallahu a'lam. (ALF). Referensi :

(سئل) عن المكان المنفرج عن مخرج البول المعتاد هل إذا غسله حال استنجائه رأس الأنملة المسبحة يفسد صومه وهل حكمه حكم الباطن فلا يجب غسله وهل إذا صب على ذكره ماء من غير لمس يد يكفيه ام لا (فاجاب) بانه لا يفسد صومه به وحكمه حكم الباطن فلا يجب غسلها ويكفي صب الماء المذكور.اهـ(هامش فتاوى الكبرى ج1 ص36-37)وكذا وصول بعض الانملة الى المسربة كذا أطلقه القاضى وقيده السبكي بما إذا وصل شيء منها الى المحل المجوف منها بخلاف أولها المنطبق فإنه لا يسمى جوفا وألحق به أول الاحليل الذي يظهر عند تحريكها بل أولى (قوله بل أولى ) اي بالاول الاحليل أولى من اول المسربة في عدم الفطر بوصول شيء إليه .اهـ ( اعانة الطالبين ج2 ص229 )


8. Apa hukumnya ngerokok pada saat BAB ?

Hukum BAB sambil merokok : Lihat Kifayatul Akhyar I / 31 Cet Toha Putra Semarang

(ولا يتكلم على البول والغائط) أي ندباً، قال أبو سعيد رضي الله عنه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (لا يخرج الرجلان يضربان الغائط كاشفان عورتهما يتحدثان فإن الله تعالى يمقت على ذلك). رواه أبو داود والمقت أشد البغض، والحديث مكروه، ولم يفض إلى التحريم كما في قوله صلى الله عليه وسلم: (أبغض الحلال إلى الله تعالى الطلاق) وفي معنى الكلام رد السلام وتشميت العاطس والتحميد، فلو عطس حمد الله تعالى بقلبه ولا يحرك لسانه، قال المحب الطبري : وينبغي أن لا يأكل ولا يشرب ، وينبغي أن لا ينظر ما يخرج منه، ولا إلى فرجه، ولا إلى السماء، ولا يعبث بيده،

Fokus :

قال المحب الطبري : وينبغي أن لا يأكل ولا يشرب

Berkata kanjeng Al-Muhib At-Thabari "Dan sebaiknya tidak makan dan minum ketika buang hajat" - (ini bisa diartikan sebagai sesuatu yang makruh).

8. ETIKA BUANG ANGIN

Bersin, Sendawa, Menguap, dan Kentut termasuk aktivitas yang hampir setiap hari terjadi pada diri kita atau minimal kita melihat orang lain melakukannya. Termasuk keistimewaan syari’at Islam yang mulia adalah tidak satupun aktivitas seorang manusia melainkan telah ada petunjuk dan aturannya di dalam ajaran islam. Salah Satu adab buang angin adalah tidak melakukannya ketika bersama orang lain,tidak mempermainkan suaranya,tidak menertawakannya.

Dilarang menertawakan Kentut. Di antara adab dalam islam yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya sendiri juga melakukannya. Kentut adalah bagian dari rangkaian metabolisme tubuh manusia. Sehingga semua orang yang normal mengalaminya. Untuk itu, ketika kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya. Karena kita sendiri pun pernah mengalaminya.

Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu ‘anhu, Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Sholeh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah di surat as-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya.

Kemudian beliau menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.

لَمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟

“Mengapa kalian menertawakan kentut yang kalian juga bisa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).

Menertawakan Kentut adalah Kebiasaan Jahiliyah sebagaimana dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan :

وكانوا في الجاهلية إذا وقع ذلك من أحد منهم في مجلس يضحكون فنهاهم عن ذلك

“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).

- Mirqotul mafatih :

وعن عبد الله بن زمعة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - لا يجلد أحدكم امرأته جلد العبد ثم يجامعها في آخر اليوم . وفي رواية يعمد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد فلعله يضاجعها في آخر يومه ثم وعظهم في ضحكهم من الضرطة فقال : لم يضحك أحدكم مما يفعل ؟ . متفق عليه

- Tuhfatul Ahwadzi :

حدثنا هارون بن إسحق الهمداني حدثنا عبدة بن سليمان عن هشام بن عروة عن أبيه عن عبد الله بن زمعة قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يوما يذكر الناقة والذي عقرها فقال إذ انبعث أشقاها انبعث لها رجل عارم عزيز منيع في رهطه مثل أبي زمعة ثم سمعته يذكر النساء فقال إلام يعمد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد ولعله أن يضاجعها من آخر يومه قال ثم وعظهم في ضحكهم من الضرطة فقال إلام يضحك أحدكم مما يفعل قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح


10. Hukum memakai tutup kepala saat buang hajat :

Berkata Imam Haramain, al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama-ulama lainnya “Disunnahkan bagi seseorang untuk tidak memasuki kamar kecil (WC) tanpa penutup kepala, berkata pengikut as-Syafi’i bila tidak menjumpai sesuatu maka letakkan lengan bajunya di atas kepalanya, juga disunahkan untuk tidak memasuki kamar kecil dengan tidak memakai alas kaki (seperti yang dituturkan oleh segolongan ulama di antaranya Abu al-Abbas Bin Suraij dalam kitab al-Aqsaam. “Adalah Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam saat memasuki kamar kecil memakai sepatunya dan menutup kepalanya” (HR Baihaqi). Wallahu a'lam.

- kitab Al-majmuu’ alaa Syarh al-Muhadzdzab II/92 :

قال امام الحرمين والغزالي والبغوي وآخرون يستحب أن لا يدخل الخلاء مكشوف الرأس قال بعض أصحابنا فإن لم يجد شيئا وضع كفه على رأسه ويستحب أن لايدخل الخلاء حافيا ذكره جماعة منهم أبو العباس بن سريج في كتاب الاقسام وروى البيهقي بإسناده حديثا مرسلا أن النبي صلى الله عليه وسلم (كان إذا دخل الخلاء لبس حذاءه وغطى رأسه)

- kitab al iqna' (1/58) :

وَلَا يدْخل الْخَلَاء حافيا وَلَا مَكْشُوف الرَّأْس لِلِاتِّبَاعِ

- kitab i'anatut thalibin (1/133) :

ويسن أن لا يأكل ولا يشرب، وأن يضع رداء، وأن يجلس على مرتفع، وأن لا يبول قائما، وأن لا يستقبل الشمس ولا القمر، وأن لا يدخل الخلاء مكشوف الرأس ولا حافيا، ولا يعبث ولا ينظر إلى الخارج إلا لمصلحة كرؤية الحجر في الاستنجاء هل قلع شيئا أو لا، وإن يكشف ثوبه شيئا فشيئا إلا لعذر، وأن يسدل ثوبه كذلك عند انتصابه.

- kitab Daqaiq madzhab hanafi :

ﻓﺮﻭﻉ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲﺷﺮﺡ ﻣﻨﺘﻬﻰ ﺍﻹﺭﺍﺩﺍﺕﻣﻨﺼﻮﺭ ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ

( ﻭ ) ﻳﺴﻦ ﻟﺪﺍﺧﻞ ﺧﻼﺀ ﻭﻧﺤﻮﻩ ( ﺍﻧﺘﻌﺎﻟﻪ ﻭﺗﻐﻄﻴﺔ ﺭﺃﺳﻪ ) ; ﻷﻧﻪ ﺻﻠﻰﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ } ﻛﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﻤﺮﻓﻖ ﻟﺒﺲ ﺣﺬﺍﺀﻩ ﻭﻏﻄﻰ ﺭﺃﺳﻪﺍﻟﺸﺮﻳﻒ { ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻋﻦ ﺣﺒﻴﺐ ﺑﻦ ﺻﺎﻟﺢ ﻣﺮﺳﻼ }

Diantara adab ketika membuang air kecil (pipis) adalah :

وأن يستبرئ من بوله عند انقطاعه بتنحنح ونتر ذكر

Menuntaskan pipisnya dengan cara berdehem dan mengurut-urut Zakar (kemaluannya). (FATHUL WAHAB juz 1 hal 10).

11. Yang saya tanyakan, apakah kesunahan berdehem juga berlaku untuk wanita? dan apakah kalau wanita sunah mengurut ... (anunya)

Jawab :

Bagi wanita juga sunnah mengurut anunya dengan menekan halus dengan jemari-jemari tangan kirinya di bagian atas anunya ( tempat tumbuhnya bulu / A'nah )

ﻗﻮﻟﻪ : ( ﻭﻧﺘﺮ ﺫﻛﺮ ) ﺑﺎﻟﺘﺎﺀ ﺍﻟﻤﺜﻨﺎﺓ . ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺮﻭﺽ : ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﻨﺘﺮ ﺃﻥ ﻳﻤﺴﺢ ﺑﻴﺴﺮﺍﻩ ﻣﻦ ﺩﺑﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺭﺃﺱ ﺫﻛﺮﻩ ، ﻭﻳﻌﻴﺪﻩ ﺑﻠﻄﻒ ﻟﻴﺨﺮﺝ ﻣﺎ ﺑﻘﻲ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ، ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﺑﺎﻹﺑﻬﺎﻡ ﻭﺍﻟﻤﺴﺒﺤﺔ ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﺑﻬﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﺑﺎﻟﺬﻛﺮ ، ﻭﺗﻀﻊ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺃﺻﺎﺑﻊ ﻳﺪﻫﺎ ﺍﻟﻴﺴﺮﻯ ﻋﻠﻰ ﻋﺎﻧﺘﻬﺎ

Imam nawawi berkata menurut al mukhtar, kesunnahan berdehem dan mengurut kelamin ketika buang hajat itu tidak umum pada setiap orang, yang terpenting diyakini air seni yang keluar itu benar-benar tuntas. Sebagian hanya dengan sedikit meremas sudah cukup , ada yang harus diulang-ulang mengurut, ada yang sampai berdehem dan mengurut, ada yang tak melakukan apapun.

Dan dianjurkan bagi siapapun tidak melakukannya sampai batas was was.

ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ : ﻭﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﺑﺎﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻨﺎﺱ ، ﻭﺍﻟﻘﺼﺪ ﺃﻥ ﻳﻈﻦ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﺑﻤﺠﺮﻯ ﺍﻟﺒﻮﻝ ﺷﻲﺀ ﻳﺨﺎﻑ ﺧﺮﻭﺟﻪ ، ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﺤﺼﻞ ﻫﺬﺍ ﺑﺄﺩﻧﻰ ﻋﺼﺮ ، ﻭﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺗﻜﺮﺭﻩ ، ﻭﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺗﻨﺤﻨﺢ ﻭﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻻ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ، ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻨﺘﻬﻲ ﺇﻟﻰ ﺣﺪ ﺍﻟﻮﺳﻮﺳﺔ

12. Dalam kitab bulughul maram ada sebuah hadits yang mengajarkan tentang tata cara setelah buang air kecil yakni dengan cara di-odot-odot tiga kali kemudian berdehem tiga kali. Pertanyaannya kalau perempuan yang diodot apanya ?

Jawab :

Istibra adalah membersihkan (mengeluarkan sisa air kencing) yang masih tersisa dalam saluran nya (prostat dan uretra=saluran dari kantung kemih sampai ujung penis/ujung saluran di vagina bagi perempuan) dengan cara mengurut keluar dengan tangan kiri,dari halaqoh dubur sampai ujung penis, ini dimaksudkan agar air kencing yang masih tersisa di saluran itu terdorong keluar. Prakteknya dengan meletakkan jari tengah (tangan kiri) di bawah penis dan meletakkan ibu jarinya di atas penis kemudian mengurutnya sampai ujung penis.

Cara Istibra' (minta pembebasan) dari kencing yaitu dengan berdehem dan menarik-narik tiga kali, mengurut-urut dengan tangan kiri dibagian bawahnya batang penis. Istibro juga bisa dilakukan dengan berjalan atau dengan berdehem atau dengan memiringkan/merebahkan badan ke kiri atau lainnya seperti menggerakkan kaki.

Istibra untuk wanita, yaitu menempatkan ujung jari jari tangan kiri di area 'Amanat nya (antara anus dan farji) dengan mengurutnya perlahan.

- Bidayatul hidayah :

وأن يستبرئ من البول بالتنحنح والنتر ثلاثا، و بإمرار اليد اليسرى على أسفل القضيب.
وإن كنت في الصحراء، فابعد عن عيون الناظرين واستتر بشيء إن وجدته، ولا تكشف عورتك قبل الانتهاء إلى موضع الجلوس.

- Al fiqh al islam wa adillatuhu :

الاستبراء: أيضاً إما بالمشي أو التنحنح أو الاضطجاع على شقه الأيسر أو غيره بنقل أقدام وركض، وهو: أن يستخلص مجرى البول من ذكره، مسح ذكره بيده اليسرى من حلقة دبره (بدايته) إلى رأسه ثلاثاً، لئلا يبقى شيء من البلل في ذلك المحل، فيضع إصبعه الوسطى تحت الذكر، والإبهام فوقه، ثم يمرهما إلى رأس الذكر، ويستحب نتره ثلاثاً بلطف ليخرج ما بقي إن كان.

- 'Umdatus saalik :

عمدة السالك وعدة الناسك ، ج:١ ص: ٢٠

فإذا انقطع البول مسح بيساره من دبره إلى رأس ذكره، وينتر بلطف ثلاثا.

وعبارة المالكية والحنابلة والشافعية: يكون الاستبراء بنتر وسلت خفيفين

ثلاثاً: بأن يجعل إصبعه السبابة من يده اليسرى تحت ذكره من أصله، والإبهام فوقه، ثم يسحبه برفق، حتى يخرج ما فيه من البول. والنتر: جذبه، وندب أن يكون كل منهما برفق، وذلك حتى يغلب الظن نقاوة المحل من البول، ولا يتتبع الأوهام، فإنه يورث الوسوسة، وهي تضر بالدين (1).

روى الإمام أحمد حديث: «إذا بال أحدكم فلينتر ذكره ثلاث مرات».

واستبراء المرأة: أن تضع أطراف أصابع يدها اليسرى على عانتها.

والاستبراء عموماً يختلف باختلاف الناس. والقصد أن يظن أنه لم يبق بمجرى البول شيء يخاف خروجه، فمنهم من يحصل هذا بأدنى عصر، ومنهم من يحتاج إلى تكرّره، ومنهم من يحتاج إلى تنحنح، ومنهم من لا يحتاج إلى شيء من هذا. ويكره حشو مخرج البول من الذكر بنحو قطن، وإطالة المكث في محل قضاء الحاجة، لأنه يورث وجعاً في الكبد.

ودليل طلب الاستبراء: حديث ابن عباس: أن النبي صلّى الله عليه وسلم مرّ بقبرين، فقال: «إنهم

ا ليعذبان، وما يعذبان في كبير: أما أحدهما فكان لا يستبرئ من بوله، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة» (2).

ودليل القائلين بندبه دون إيجاب: قوله صلّى الله عليه وسلم: «تنزهوا من البول، فإن عامة عذاب القبر منه» والظاهر من انقطاع البول عدم عودة، ويحمل الحديث على ما إذا تحقق أو غلب على ظنه بمقتضى عادته أنه إن لم يستبرئ خرج منه شيء.

واستبراء المرأة: أن تضع أطراف أصابع يدها اليسرى على عانتها.

والاستبراء عموماً يختلف باختلاف الناس. والقصد أن يظن أنه لم يبق بمجرى البول شيء يخاف خروجه، فمنهم من يحصل هذا بأدنى عصر، ومنهم من يحتاج إلى تكرّره، ومنهم من يحتاج إلى تنحنح، ومنهم من لا يحتاج إلى شيء من هذا. ويكره حشو مخرج البول من الذكر بنحو قطن، وإطالة المكث في محل قضاء الحاجة، لأنه يورث وجعاً في الكبد.

ودليل طلب الاستبراء: حديث ابن عباس: أن النبي صلّى الله عليه وسلم مرّ بقبرين، فقال: «إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير: أماأحدهما فكان لا يستبرئ من بوله، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة»




SUNNAH SUNNAH WUDHU DAN URUTAN SUNNAH DALAM BERWUDHU


SUNNAH² WUDHU

~~~~~~~~~~~

(وَسُنَنُهُ) أَيِ الْوُضُوْءِ (عَشْرَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ عَشْرُ حِصَالٍ

Kesunnahan-kesunnahan wudhu’ ada sepuluh perkara. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa ”sepuluh khishal”.

(التَّسْمِيَّةُ) أَوَّلَهُ وَأَقَلُّهَا بِسْمِ اللهِ وَأَكْمَلُهَا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Yaitu membaca basmalah di awal pelaksanaan wudhu’. Minimal bacaan basmalah adalah bismillah. Dan yang paling sempurna adalah bismillahirrahmanirrahim.

فَإِنْ تَرَكَ التَّسْمِيَّةً أَوَّلَهُ أَتَى بِهَا فِيْ أَثْنَائِهِ. فَإِنْ فَرَغَ مِنَ الْوُضُوْءِ لَمْ يَأْتِ بِهَا.

Jika tidak membaca basmalah di awal wudhu’, maka sunnah melakukannya di pertengahan pelaksanaan. Jika sudah selesai melaksanakan wudhu’-dan belum sempat membaca basmalah-, maka tidak sunnah untuk membacanya.

(وَغَسْلُ الْكَفَّيْنِ) إِلَى الْكَوْعَيْنِ قَبْلَ الْمَضْمَضَةِ

Dan membasuh kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan tangan sebelum berkumur.

وَيَغْسِلُهُمَا ثَلَاثًا إِنْ تَرَدَّدَ فِيْ طَهْرِهِمَا (قَبْلَ إِدْخَالِهِمَا الْإِنَاءَ) الْمُشْتَمِلَ عَلَى مَاءٍ دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ.

Dan membasuh keduanya tiga kali jika masih ragu-ragu akan kesuciannya, sebelum memasukkannya ke dalam wadah yang menampung air kurang dari dua Qullah.

فَإِنْ لَمْ يَغْسِلْهُمَا كُرِهَ لَهُ غَمْسُهُمَا فِي الْإِنَاءِ

Sehingga, jika belum membasuh keduanya, maka bagi dia dimakruhkan memasukkannya ke dalam wadah air.

وَإِنْ تَيَقَّنَ طُهْرَهُمَا لَمْ يُكْرَهْ لَهُ غَمْسُهُمَا

Jika telah yakin akan kesucian keduanya, maka bagi dia tidak dimakruhkan untuk memasukkannya ke dalam wadah.

(وَالْمَضْمَضَةُ) بَعْدَ غَسْلِ الْكَفَّيْنِ.

Dan berkumur setelah membasuh kedua telapak tangan.

وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ فِيْهَا بِإِدْخَالِ الْمَاءِ فِي الْفَمِّ سَوَاءٌ أَدَارَهُ فِيْهِ وَمَجَّهُ أَمْ لَا. فَإِنْ أَرَادَ الْأَكْمَلَ مَجَّهُ

Kesunnahan berkumur sudah bisa hasil / didapat dengan memasukkan air ke dalam mulut, baik di putar-putar di dalamnya kemudian dimuntahkan ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dengan cara memuntahkannya.

(وَالْاِسْتِنْشَاقُ) بَعْدَ الْمَضْمَضَةِ.

Dan istinsyaq(memasukkan air ke dalam hidung) setelah berkumur.

وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ فِيْهِ بِإِدْخَالِ الْمَاءِ فِي الْأَنْفِ,سَوَاءٌ جَذَبَهُ بِنَفَسِهِ إِلَى خَيَاشِيْمِهِ وَنَثَرَهُ أَمْ لَا, فَإِنْ أَرَادَ الْأَكْمَلَ نَثَرَهُ.

Kesunnahan istinsyaqsudah bisa didapat dengan memasukkan air ke dalam hidung, baik ditarik dengan nafasnya hingga ke janur hidung lalu menyemprotkannya ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dia harus menyemprotkannya.

وَالْمُبَالَغَةُ مَطْلُوْبَةٌ فِي الْمَضْمَضَةِ وَالْاِشْتِنْشَاقِ.

Mubalaghah(mengeraskan) dianjurkan saat berkumur dan istinsyaq.

وَالْجَمْعُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالْاِسْتِنْشَاقِ بِثَلَاثِ غُرَفٍ يَتَمَضْمَضُ مِنْ كُلٍّ مِنْهَا ثُمَّ يَسْتَنْشِقُ أَفْضَلُ مِنَ الْفَصْلِ بَيْنَهُمَا.

Mengumpulkan berkumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air, yaitu berkumur dari setiap cidukan kemudian istinsyaq, adalah sesuatu yang lebih utama daripada memisah di antara keduanya.

(وَمَسْحُ جَمْيِعْ الرَّأْسِ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ وَاسْتِيْعَابِ الرَّأْسِ بِالْمَسْحِ.

Dan mengusap seluruh bagian kepala. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa “dan meratakan kepala dengan usapan”.

أَمَّا مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ فَوَاجِبٌ كَمَا سَبَقَ.

Sedangkan untuk mengusap sebagian kepala hukumnya adalah wajib sebagaimana keterangan di depan.

وَلَوْ لَمْ يُرِدْ نَزْعَ مَا عَلَى رَأْسِهِ مِنْ عِمَامَةٍ وَنَحْوِهَا كَمَّلَ بِالْمَسْحِ عَلَيْهَا.

Dan seandainya tidak ingin melepas sesuatu yang berada di kepalanya yaitu surban atau sesamanya, maka dia disunnahkan menyempurnakan usapan air itu ke seluruh surbannya.

(وَمَسْحُ) جَمِيْعِ (الْأُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا بِمَاءٍ جَدْيِدٍ) أَيْ غَيْرِ بَلَلِ الرَّأْسِ

Dan mengusap seluruh bagian kedua telinga, bagian luar dan dalamnya dengan menggunakan air yang baru, maksudnya bukan basah-basah sisa usapan kepala.

وَالسُّنَّةُ فِيْ كَيْفِيَّةِ مَسْحِهِمَا أَنْ يُدْخِلَ مُسَبِّحَتَيْهِ فِيْ صَمَاخَيْهِ وَيُدِيْرَهُمَا عَلَى الْمَعَاطِفِ وَيُمِرَّ إِبْهَامَيْهِ عَلَى ظُهُوْرِهِمَا ثُمَّ يُلْصِقَ كَفَّيْهِ وَهُمَا مَبْلُوْلَتَانِ بِالْأُذُنَيْنِ اسْتِظْهَارًا.

Dan yang sunnah di dalam cara mengusap keduanya adalah ia memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinganya, memutar-mutar keduanya ke lipatan-lipatan telinga dan menjalankan kedua ibu jari di telinga bagian belakang, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya yang dalam keadaan basah pada kedua telinganya guna memastikan meratanya usapan air ke telinga.

(وَتَخْلِيْلِ اللِّحْيَةِ الْكَثَّةِ) بِمُثَلَّثَةٍ مِنَ الرَّجُلِ.

Dan menyelah-nyelahi bulu jenggotnya orang laki-laki yang tebal. Lafadz ”al katstsati” dengan menggunakan huruf yang diberi titik tiga (huruf tsa’).

أَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْخَفِيْفَةُ وَلِحْيَةُ الْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى فَيَجِبُ تَخْلِيْلُهُمَا

Sedangkan jenggotnya laki-laki yang tipis, jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib untuk diselah-selahi

وَكَيْفِيَّتُهُ أَنْ يُدْخِلَ الرَّجُلُ أَصَابِعَهُ مِنْ أَسْفَلِ اللِّحْيَةِ.

Cara menyelah-nyelahi adalah seorang laki-laki memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot.

(وَتَخْلِيْلُ أَصَابِعِ الْيَدَّيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ) إِنْ وَصَلَ الْمَاءُ إِلَيْهَا مِنْ غَيْرِ تَخْلِيْلٍ.

Dan sunnah menyelah-nyelahi jari-jari kedua tangan dan kaki, jika air sudah bisa sampai pada bagian-bagian tersebut tanpa diselah-selahi.

فَإِنْ لَمْ يَصِلْ إِلَّا بِهِ كَالْأَصَابِعِ الْمُلْتَفَّةِ وَجَبَ تَخْلِيْلُهَا.

Jika air tidak bisa sampai pada bagian tersebut kecuali dengan cara diselah-selahi seperti jari-jari yang menempel satu sama lain, maka wajib untuk diselah-selahi.

وَإٍنْ لَمْ يَتَأَتَّ تَخْلِيْلُهَا لِالْتِحَامِهَا حَرُمَ فَتْقُهَا لِلتَّخْلِيْلِ.

Jika jari-jari yang menempel itu sulit untuk diselah-selahi karena terlalu melekat, maka haram di sobek karena tujuan untuk diselah-selahi.

وَكَيْفِيَّةُ تَخْلِيْلِ الْيَدَّيْنِ بِالتَّشْبِيِكِ وَالرِّجْلَيْنِ بِأَنْ يَبْدَأَ بِخِنْصِرِ يَدِّهِ الْيُسْرَى مِنْ أَسْفَلِ الرِّجْلِ مُبْتَدِئًا بِخِنْصِرِ الرِّجْلِ الْيُمْنَى خَاتِمًا بِخِنْصِرِ الْيُسْرَى.

Cara menyelah-nyelahi kedua tangan adalah dengan tasybik. Dan cara menyelah-nyelahi kedua kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan dimasukkan dari arah bawah kaki, dimulai dari selah-selah jari kelingking kaki kanan dan diakhiri dengan jari kelingking kaki kiri.

(وَتَقْدِيْمُ الْيُمْنَى) مِنْ يَدَّيْهِ وَرِجْلَيْهِ (عَلَى الْيُسْرَى) مِنْهُمَا.

Dan sunnah mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum bagian kiri dari keduanya.

أَمَّا الْعُضْوَانِ اللَّذَانِ يَسْهُلُ غَسْلُهُمَا مَعًا كَالْخَدَّيْنِ فَلَا يُقَدَّمُ الْأَيْمَنُ مِنْهُمَا بَلْ يُطَهَّرَانِ دَفْعَةً وَاحْدَةً.

Sedangkan untuk dua anggota yang mudah dibasuh secara bersamaan seperti kedua pipi, maka tidak disunnahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan dari keduanya, akan tetapi keduanya disucikan secara bersamaan.

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ سُنِّيَّةَ تَثْلِيْثِ الْعُضْوِ الْمَغْسُوْلِ وَالْمَمْسُوْحِ فْيْ قَوْلِهِ (وَالطَّهَارَةُ ثَلَاثًا ثَلَاثًا) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالتِّكْرَارُ أَيْ لِلْمَغْسُوْلِ وَالْمَمْسُوْحِ.

Mushannif menyatakan kesunnahan mengulangi basuhan dan usapan anggota wudhu’ sebanyak tiga kali di dalam perkataan beliau, “dan sunnah melakukan bersuci tiga kali tiga kali.” Dalam sebagian teks diungkapkan dengan bahasa “mengulangi anggota yang dibasuh dan yang diusap.”

(وَالْمُوَالَّاةُ) وَيُعَبَّرُ عَنْهَا بِالتَّتَابُّعِ وَهِيَ أَنْ لَا يَحْصُلَ بَيْنَ الْعُضْوَيْنِ تَفْرِيْقٌ كَثِيْرٌ بَلْ يُطَهِّرُ الْعُضْوَ بَعْدَ الْعُضْوِ بِحَيْثُ لَا يَجِفُّ الْمَغْسُوْلُ قَبْلَهُ مَعَ اعْتِدَالِ الْهَوَاءِ وَالْمِزَاجِ وَالزَّمَانِ.

Dan muwalat (terus menerus). Muwalla Diungkapkan dengan bahasa “tatabbu’”(terus menerus). Muwalla Adalah antara dua anggota wudhu’ tidak terjadi perpisahan yang lama,bahkan setiap anggota langsung disucikan setelah mensucikan anggota sebelumnya, sekira anggota yang dibasuh sebelumnya belum kering dengan keadaan angin, cuaca dan zaman dalam keadaan normal.

وَإِذَا ثَلَّثَ فَالْاِعْتِبَارُ لِآخِرِ غَسْلَةٍ.

Ketika mengulangi basuhan hingga tiga kali, maka yang jadi patokan adalah basuhan yang terakhir.

وَإِنَّمَا تُنْدَبُ الْمُوَالَّاةُ فِيْ غَيْرِ وُضُوْءِ صَاحِبِ الضَّرُوْرَةِ. أَمَّا هُوَ فَالْمُوَالَّاُة وَاجِبَةٌ فِيْ حَقِّهِ.

Muwalat hanya disunnahkan di selain wudhunya shohibul dharurah (orang yang memiliki keadaan darurat). Pasangan untuk shahibur dharurah, makamuwallah hukumnya wajib bagi dia.

وَبَقِيَ لِلْوُضُوْءِ سُنَنٌ أُخْرَى مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ.

Dan masih ada lagi kesunnahan-kesunnahan wudhu’ lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya.

 

URUTAN SUNNAH DALAM BERWUDHU :

✓A. SEBELUM MEMBASUH WAJAH :

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

1. Memeriksa anggota wudhunya dari sesuatu yang bisa merubah warna, rasa atau bau air dan dari sesuatu yang bisa mencegah sampainya air ke kulit

2. Yakin bahwa airnya adalah air mutlak(suci mensucikan)

3. Menghadap kiblat (jika tak bisa maka niatkan ingin melakukannya)

4. Duduk (jika tak memungkinkan maka niatkan ingin melakukannya)

5. Tidak berbicara kecuali perlu selama berwudhu

6. Bersiwak

7. Melafadzkan niat sunah wudlu

8. Tak menggunakan air secara berlebihan (“setiap tetesan akan dipertanggung jawabkan”)

9. Niat di hati mengerjakan sunnah wudhu lalu membaca ta’awudz, basmalah dan syahadat sambil membasuh 2 telapak tangan

10. Berkumur dengan sungguh-sungguh (kecuali saat puasa) & menghirup air ke hidung (minimal sampainya air ke mulut atau hidung) bersamaan 3x sambil mengingat dosa-dosa lisannya

11. Membuang air kumuran ke kirinya

12. Mengeluarkan air dari hidung dengan tangan kiri 3x sambil mengingat dosa-dosa hidung

13. Melafadzkan niat fardhu wudhu

14. Mengambil air dengan ke 2 tangannya

✓B. KETIKA MEMBASUH WAJAH

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

15. Memulai dari wajah bagian atas sambil niat fardhu wudhu lalu mengingat dosa-dosa wajahnya & matanya

16. Memperhatikan 2 ujung matanya dengan jari telunjuk(jika ada beleknya maka wajib)

17. Mengusap 2 telinganya (masih dengan air yang sama,bukan air baru)

18. Kelebihan basuhan dari batasan wajah ((إطالة الغرة

19. Menyela-nyela jenggot yang tebal dengan air yang baru dari bagian bawah (dg air yang baru)

20. Membasuh wajah 3x

✓C. KETIKA MEMBASUH 2 TANGAN

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

21. Membasuh tangan dimulai dari 2 jari-jarinya

22. Menggerak-gerakkan cincinnya (jika air tidak bisa sampai ke kulit kecuali dengan digerakkan maka wajib menggerakkannya)

23. Mendahulukan yang kanan dan membasuhnya sampai ketiak(afdol) atau minimal melewati sikut ((اطالة التحجيل3x sambil mengingat dosa-dosa tangannya

24. Melakukan hal yang sama pada tangan kiri

25. Menyela-nyela jari-jarinya

✓D. KETIKA MENGUSAP KEPALA

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

26. Mengambil air dengan 2 tangannya

27. Meletakan 2 ibu jarinya pada 2 pelipis nya, menempelkan 2 ujung telunjuknya satu sama lain, lalu memutarnya ke belakang dan mengembalikan lagi ke depan jika rambutnya bisa kembali (jika tak bisa kembali karena rambutnya terlalu panjang/pendek maka tidak dikembalikan ke depan) lalu langsung mengusap telinga 3x(dg air yang sama) sambil mengingat dosa-dosa pikiran dan rambutnya.

✓E. SETELAH MENGUSAP KEPALA

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

28. Mengusap telinga 3x sambil mengingat dosa-dosa telinganya

29. Mengusap leher dengan tangan kanan

✓F. KETIKA MEMBASUH KAKI

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

30. Mendahulukan yang kanan

31. Mulai dari jari-jari dan menyela-nyelanya dari kelingking sampai ibu jari dengan jari kelingking tangan kiri dari bagian bawah

32. Membasuhnya sampai lutut (afdol)atau minimal sampai tengah betis (اطالة التحجيل) 3x sambil mengingat dosa-dosa kakinya

33. Melakukan hal yang sama pada kaki kiri hanyasaja menyela-nyelanya dari ibu jari sampai kelingking

✓G. SETELAH SELESAI DARI WUDHU

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

34. Meminum air sisa wudhu nya walaupun sedikit, karena ada hadits yang menyatakan hal ini merupakan obat segala penyakit

35. Berdoa setelah wudhu sambil menghadap kiblat, melihat ke atas(langit) dan mengangkat 2 tangannya sampai kira-kira terlihat 2 ketiaknya

36. Membaca surah al-Qadr 3x

37. Tidak mengelap air wudhu nya

38. Sholat sunnah wudhu atau sholat sunnah yang lain sebelum air wudhu yang ada di badannya kering.

 


 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes