BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, January 31, 2023

BANYAKNYA NIAT BANYAK NYA PAHALA MU

*TAMBAHAN:*

haditsnya di kitab Ta’limul Muta’allim :

(Lihat pada fasal niat ketika belajar)

كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الدّنْياَ وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِيَّة مِن أَعْمَالِ الآخِرَة، كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الأخرة ثُمَّ يَصِيْر مِن أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِيَّة

Artinya: “Banyak amalan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan Akhirat lantaran niat yang bagus. Banyak pula amalan yang terlihat sebagai perbuatan Akhirat berubah menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk.”

DAHULUKAN NIAT YANG BAIK SEBELUM NGAJI ATAU NGAJAR*

Makin banyak niat = Makin banyak PAHALA

NIAT DALAM MENUNTUT ILMU SYAR'I.

1. Ikhlas kepada Allah.

2. Mengikuti perintah Allah terkait mencari ilmu.

3. Jihad jiwa.

4. Sebagai bentuk pengagungan terhadap syariat. 

5. Sebagai bentuk penjagaan terhadap syariat.

6. Menghidupkan syariat Allah.

7. Mengikuti para rasul sebab ilmu syar'i adalah warisan para nabi.

8. Mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

9. Menolong dan membela agama Allah. 

10. Sebagai bentuk sedekah jariyah.

11. Sunnah mulia dalam agama.

12. Sebagai pinjaman yang baik. 

13. Menghilangkan kebodohan yang ada pada diri sendiri dan orang lain.

14. Mengambil manfaat dengan ilmu.

15. Berbenah dalam urusan agama.

16. Menyinari sekaligus menghiasi hati dengan ilmu

17. Sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah yang berbuah di hari kiamat.

18. Menggapai ridha Allah

19. Dia yang mahir Al-Qur'an bersama malaikat mulia.

20. Guna menggapai rahmat Allah.

21. Termasuk dalam kategori dzikir dan bentuk syukur kepada Allah dan ibadah yang baik.

22. Membantu kaum muslimin dan juga menyelesaikan masalah mereka dengan cara mengajarkan ilmu. Bahkan dengan itu engkau mengambil manfaat dari ilmu yang engkau ajarkan.

23. Menggapai derajat syuhada dan siddiqin.

24. Menggapai derajat orang yang menuntut ilmu dan pengajar ilmu.

25. Guna mengamalkan apa yang diilmui

26. Melakukan amar makruf dan nahi mungkar tanpa melakukan kemungkaran.

27. Agar Allah menganugerahkan kita kenikmatan terlezat di Surga yaitu memandang wajah-Nya yang agung.

Sumber:

 

*كتاب اوقات مليئة بالحسنات مع النيات الصالحة.*

OBROLAN RINGAN KAJIAN MEMBANGUN MAQBAROH DAN MENANAM MAESAN/ KIJING

[NASEHAT UNTUK DIINGAT}


30/1 21.56] NERIMA PESAN HNI-SHOPEE: Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh mau nanya Poro Masyayikh

Bagaimana hukum nembok maqbaroh, kalau boleh sebatas mana kebolehan nya. Kalau gak Boleh Kenapa alasan nya banyaknya masyarakat dan orang sholeh menemboknya.

Terimakasih jazakumullah buat yang lagi kesepian karena ga ada yang nanya. Mempeng sepi🙏🙏🙏

Waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh 

[30/1 22.16] +62 853-3359-2253: Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim...

 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ

[30/1 22.23] +62 853-3359-2253: Dalam kalam imam safi,i...

ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص

Mungkin yang menemboknya itu sudah di bayar tanahnya atao membayar pajak  sama ahli keluarga makanya di bangun...kalo tempat umum yang di miliki masarakat tidak di ijinkan...kuatir tidak ada tempat untuk orang lain...

Dalam keterangan di bawah ini kuburan harus diratakan dan tidak boleh di bangun....

ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص

Konteks di atas di dukung dgn hadis ini.... kalo nggak salah...lupa soalnya ...pikun...hee

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

Dan Referensinya  Kalo nggak salah kiyai... (Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94).

Dan Kalo hadisnya Kifayatul Akhyar, hal. 214. kalo nggak salah...maklum fikun..heee🙏🏻

[30/1 22.43] NERIMA PESAN HNI-SHOPEE:

Bagaimana dengan MAKBAROH para ulama kalau ZIYAROH suka banyak yang ditembok. Apakah pengecualian itu? 

[31/1 03.24] Admin 6: Bagaimana sebenarnya hukum Memberi Maesan / kijing diatas kuburan.? 

 🌨️Jawaban 🌨️

Hukum memasang kijing atau maesan di atas kuburan menurut qoul yang di unggulkan adalah haram karena :

▪️Masih tetap ada setelah rusaknya mayit

▪️Memyempitkan lahan bagi muslim lain tanpa ada tujuan yang di benarkan

📝Terkecuali kuburan para nabi, syuhada dan orang-orang sholeh maka di perbolehkan membangun meski di atas tanah kuburan umum.

📝 Hukum ini ketika di tanah makam umum (mauqufah/musabbalah) berbeda hukum makam tanah pribadi/milik orang lain maka dengan ada idzin maka hukumnya makruh.

📝Tujuan yang di benarkan itu seperti menjaga dari pencurian, hewan buas dan banjir maka boleh membangun di atas kuburan bila terdapat salah satu alasan ini. 

⚜️🌐 *━•⊰Referensi⊱•━*⚜️🌐

📚تحفة ج٣ / ١٩٨ 

وَهَلْ مِنْ الْبِنَاءِ مَا اُعْتِيدَ مِنْ جَعْلِ أَرْبَعَةِ أَحْجَارٍ مُرَبَّعَةٍ مُحِيطَةٍ بِالْقَبْرِ مَعَ لَصْقِ رَأْسِ كُلٍّ مِنْهَا بِرَأْسِ الْآخَرِ بِجِصٍّ مُحْكَمٍ أَوْ لَا لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى بِنَاءً عُرْفًا وَاَلَّذِي يُتَّجَهُ الْأَوَّلُ لِأَنَّ الْعِلَّةَ السَّابِقَةَ مِنْ التَّأْبِيدِ مَوْجُودَةٌ هُنَا

📚اعانة الطالبين ج ٢ ص ١٣٦

( وكره بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل

ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل ا...لبلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه

(قوله: لصحة النهي عنه) أي عن البناء. وهو ما رواه مسلم، قال: نهى رسول الله (ص) أن يجصص القبر وأن يبنى عليه. زاد وأن يقعد عليه الترمذي: وأن يكتب عليه، وأن يوطأ عليه. وقال: حديث حسن صحيح. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك.

📚نهاية الزين ج ١ ص ١٥٥ 

ولو وجد بناء في أرض مسبلة ولم يعلم أصل وضعه هل هو بحق أو لا ترك لاحتمال أنه وضع بحق نعم لو كان البناء في المسبلة لخوف نبش سارق أو سبع أو تخرق سيل جاز ولا يهدم

📚(الباجوري ١/ ٥٦٥) 

قوله (ولا يبنى عليه) فيكره البناء عليه إن كان في غير نحو المقبرة المسبلة للدفن فيهاوإلا حرم سواء كان فوق الارض أو في باطنها، فيجب على الحاكم هدم جميع الأبنية التي في القرافة المسبلة للدفن فيها، وهي التي جرت عادة اهل البلد بالدفن فيها لأنه يضيق على الناس ولا فرق بين أن يكون البناء قبة أو بيتا أو مسجدا أو غير ذلك، ومنه الأحجار المعروفة بالتركيبة.

📚[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٤١١/١] 

 قَوْلُهُ: (بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ) وَلَوْ نَحْوَ بَيْتٍ لِيَأْوِيَ فِيهِ الزَّائِرُونَ، *وَسَوَاءٌ بَاطِنُ الْأَرْضِ وَظَاهِرُهَا*، وَمِنْهُ الْأَحْجَارُ الْمَشْهُورَةُ الْآنَ.

[31/1 04.55] Admin 6: Ngaji Fiqih

Hukum Membangun Kuburan (kijing)

Oleh Muhans / Tinggalkan Komentar / Januari 14, 2022 / 12 minutes of reading


Deskripsi Masalah

Suatu hari Karim yang sudah lama merantau dan baru kembali ke kampung halamannya hendak berziarah ke makam orangtuanya di pemakaman desa. Namun karena setelah puluhan tahun ia baru kembali dan banyak perubahan yang terjadi di area makam, ia merasa pangling dan tidak lagi mengenali kuburan orang tuanya. Apalagi kuburan orang tuanya tidak dibangun dengan menggunakan batu bata dan semen seperti yang lain sehingga kuburan yang demikian mudah menjadi rata kembali dengan tanah dan nisannya pun hilang. Sementara di area makam sudah tampak banyak bangunan baru secara permanen. Akhirnya Karim pun melangsungkan Tahlilan di pinggiran area makam. Ketika pulang ke rumahnya, ia prihatin dan berpesan kepada anak – anaknya agar kelak jika ia meninggal agar kuburannya dibangun permanen menggunakan batu bata dan semen supaya kuburannya tidak hilang dan menjadi rata dengan tanah, serta mudah untuk menziarahinya.

Pertanyaan;

a. Bagaimanakah hukumnya membangun kuburan (mengkijing) secara permanen?

Jawaban

Tafsil:

– Jika ditanah pemakaman umum baik wakafan atau musabbal maka memasang kijing di atas kuburan tersebut hukumnya haram karena :

a. Masih tetap ada setelah rusaknya mayit.

b. Memyempitkan lahan bagi muslim lain tanpa ada tujuan yang di benarkan.

– Jika tanah pribadi /milik orang lain dan dengan ada idzin maka hukumnya makruh. Kecuali jika bertujuan untuk berhias dan bermegah-megahan maka harom.

Catatan

– Apabila sudah terjadi kasus membangun kuburan (Mengkijing) di tanah pemakaman umum baik musabal atau wakafan, maka ulama sepakat wajib untuk menghancurkannya karena hal tersebut termasuk keharoman. Dan menurut “imam ibnu hajar” hal ini tidak boleh dilakukan perorangan melainkan pihak yang berwenang guna untuk meredam konflik yang mungkin terjadi. (pihak yang berwenang bisa terlebih dahulu bermusyawarah terhadap ahli waris agar tidak timbul gesekan).

– Menurut sebagian ulama, diantaranya seperti “Imam Al-Bujairimi dan Imam Ar-Rohmani, Imam Al-Halabi dan Imam Az-Zayadi” , bahwa Untuk kuburan para nabi, syuhada dan orang-orang sholeh (Yaitu orang yang menghabiskan hidupnya untuk menjalankan keta’atan kepada Allah ) di perbolehkan membangun meski di atas tanah kuburan umum. Sebab untuk keperluan ziyaroh dan tabarruk (Mengambil keberkahan). 

-Tujuan yang di benarkan itu seperti menjaga dari pencurian, hewan buas dan banjir maka boleh membangun di atas kuburan bila terdapat salah satu alasan ini.

– Makam musabbal adalah makam yang tidak didahului dengan kepemilikan oleh seseorang dan juga bukan berupa wakafan namun masyarakat sudah mengadatkan untuk menguburkan jenazah disitu.

NB.

Keinginan  penulis mudahan – mudahan di setiap daerah menerapkan hal ini sebagai perdes (peraturan desa) menyoal menanggulangi habis nya lahan pemakaman seiring berjalannya waktu dan terlebih menerapkan perkara hak menurut hukum agama . 

b. Bolehkah berpesan atau berwasiat seperti dalam deskripsi masalah?

Jawaban

Wasiat seperti itu hukumnya tidak sah. Dan tidak dianjurkan untuk  dilaksanakan, bahkan haram jika ditanah musabbal/mauquf.

Refrensi

النووي ,شرح النووي على مسلم ,7/27

(نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ) وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى نَهَى عن تقصيص القبور التقصيص بالقاف وصادين مهملتين هُوَ التَّجْصِيصُ وَالْقَصَّةُ بِفَتْحِ الْقَافِ وَتَشْدِيدِ الصَّادِ هِيَ الْجِصُّ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ كَرَاهَةُ تَجْصِيصِ القبر والبناء عيه وَتَحْرِيمُ الْقُعُودُ وَالْمُرَادُ بِالْقُعُودِ الْجُلُوسُ عَلَيْهِ هَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَجُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ وَقَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ الْمُرَادُ بِالْقُعُودِ الْجُلُوسُ وَمِمَّا يُوَضِّحُهُ الرِّوَايَةُ الْمَذْكُورَةُ بَعْدَ هَذَا لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى (لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتَحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ) قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ وَأَمَّا الْبِنَاءُ عَلَيْهِ فَإِنْ كَانَ فِي مِلْكِ الْبَانِي فَمَكْرُوهٌ وَإِنْ كَانَ فِي مَقْبَرَةٍ مُسَبَّلَةٍ فَحَرَامٌ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ

تحفة المحتاج ج٣ / ١٩٨

وَهَلْ مِنْ الْبِنَاءِ مَا اُعْتِيدَ مِنْ جَعْلِ أَرْبَعَةِ أَحْجَارٍ مُرَبَّعَةٍ مُحِيطَةٍ بِالْقَبْرِ مَعَ لَصْقِ رَأْسِ كُلٍّ مِنْهَا بِرَأْسِ الْآخَرِ بِجِصٍّ مُحْكَمٍ أَوْ لَا لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى بِنَاءً عُرْفًا وَاَلَّذِي يُتَّجَهُ الْأَوَّلُ لِأَنَّ الْعِلَّةَ السَّابِقَةَ مِنْ التَّأْبِيدِ مَوْجُودَةٌ هُنَا

اعانة الطالبين ج ٢ ص ١٣٦

( وكره بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل ا…لبلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه (قوله: لصحة النهي عنه) أي عن البناء. وهو ما رواه مسلم، قال: نهى رسول الله (ص) أن يجصص القبر وأن يبنى عليه. زاد وأن يقعد عليه الترمذي: وأن يكتب عليه، وأن يوطأ عليه. وقال: حديث حسن صحيح. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك.

نهاية الزين ج ١ ص ١٥٥

ولو وجد بناء في أرض مسبلة ولم يعلم أصل وضعه هل هو بحق أو لا ترك لاحتمال أنه وضع بحق نعم لو كان البناء في المسبلة لخوف نبش سارق أو سبع أو تخرق سيل جاز ولا يهدم

حاشية الباجوري ١/ ٥٦٥

قوله (ولا يبنى عليه) فيكره البناء عليه إن كان في غير نحو المقبرة المسبلة للدفن فيهاوإلا حرم سواء كان فوق الارض أو في باطنها، فيجب على الحاكم هدم جميع الأبنية التي في القرافة المسبلة للدفن فيها، وهي التي جرت عادة اهل البلد بالدفن فيها لأنه يضيق على الناس ولا فرق بين أن يكون البناء قبة أو بيتا أو مسجدا أو غير ذلك، ومنه الأحجار المعروفة بالتركيبة.

تقي الدين الحصني، كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار، صفحة ١٦٤

وَيكرهُ تجصيصه وَالْكِتَابَة عَلَيْهِ وَكَذَا الْبناء عَلَيْهِ فَلَو بنى عَلَيْهِ إِمَّا قبَّة أَو محوطاً وَنَحْوه نظر إِن كَانَ فِي مَقْبرَة مسْلبَةٌ هدم لِأَن الْبناء وَالْحَالة هَذِه حرَام قَالَ النَّوَوِيّ هَذَا بِلَا خلاف وَهل يطين الْقَبْر قَالَ إِمَام الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزالِيّ لَا وَلم يذكر جُمْهُور الْأَصْحَاب وَنقل التِّرْمِذِيّ عَن الشَّافِعِي أَنه قَالَ لَا بَأْس بالتطيين

[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٤١١/١]

 قَوْلُهُ: (بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ) وَلَوْ نَحْوَ بَيْتٍ لِيَأْوِيَ فِيهِ الزَّائِرُونَ، وَسَوَاءٌ بَاطِنُ الْأَرْضِ وَظَاهِرُهَا، وَمِنْهُ الْأَحْجَارُ الْمَشْهُورَةُ الْآنَ.

المجموع شرح مهذب ج 5 ص 260

قال الشافعي والأصحاب: يكره أن يجصص القبر، وأن يكتب عليه اسم صاحبه أو غير ذلك، وأن يبنى عليه، وهذا خلاف فيه عندنا، وبه قال مالك وأحمد وداود وجماهير العلماء، وقال أبو حنيفة: لا يكره، دليلنا الحديث السابق، قال أصحابنا رحمهم الله: ولا فرق في البناء بين أن يبنى قبة أو بيتاً أو غيرهما، ثم ينظر فإن كان مقبرة مسبلة حرم عليه ذلك؛ قال أصحابنا ويهدم هذا البناء بلا خلاف. قال الشافعي في «الأم»: ورأيت من الولاة من يهدم ما بنى فيها، ولم أر الفقهاء يعيبون عليه ذلك، ولأن في ذلك تضييقاً على الناس، قال أصحابنا: وإن كان القبر في ملكه جاز بناء ما شاء مع الكراهة، ولا يهدم عليه، قال أصحابنا: وسواء كان المكتوب على القبر في لوح عند رأسه كما جرت عادة بعض الناس أم في غيره، فكله مكروه لعموم الحديث، قال أصحابنا وسواء في كراهة التجصيص للقبر في ملكه أو المقبرة المسبلة، وأما تطيين القبر، فقال إمام الحرمين والغزالي يكره ونقل أبو عيسى الترمذي في جامعه المشهور أن الشافعي قال: لا بأس بتطيين القبر، ولم يتعرض جمهور الأصحاب له؛ فالصحيح أنه لا كراهة فيه، كما نص عليه. ولم يرد فيه نهي.

إعانة الطالبين – البكري الدمياطي – ج ٢ – الصفحة ١٣٧

وقال سم: لا يبعد أن يستثنى عليه ما لو كان جعل الأحجار المذكورة لحفظه من النبش والدفن. اه‍. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك. قال الحلبي: ولو في مسبلة، وأفتى به، وقد أمر به الشيخ الزيادي مع ولايته، وكل ذلك لم يرتضه شيخنا الشوبري، وقال: الحق خلافه. وقد أفتى العز بن عبد السلام بهدم ما في القرافة.

حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ج 2 ص 297

(وَلَا يُبْنَى) عَلَى الْقَبْرِ نَحْوُ قُبَّةٍ كَبَيْتٍ (وَلَا يُجَصَّصُ) أَيْ يُبَيَّضُ بِالْجِصِّ وَهُوَ الْجِبْسُ وَقِيلَ: الْجِيرُ وَالْمُرَادُ هُنَا هُمَا أَوْ أَحَدُهُمَا، أَيْ يُكْرَهُ الْبِنَاءُ وَالتَّجْصِيصُ لِلنَّهْيِ عَنْهُمَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ. وَخَرَجَ بِتَجْصِيصِهِ تَطْيِينُهُ فَإِنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ. وَقَالَ فِي الْمَجْمُوعِ: إنَّهُ الصَّحِيحُ، وَتُكْرَهُ الْكِتَابَةُ عَلَيْهِ سَوَاءٌ كُتِبَ عَلَيْهِ اسْمُ صَاحِبِهِ أَمْ غَيْرِهِ، وَيُكْرَهُ أَنْ يُجْعَلَ عَلَى الْقَبْرِ مِظَلَّةٌ لِأَنَّ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ – رَأَى قُبَّةً فَنَحَّاهَا وَقَالَ: دَعُوهُ يُظِلُّهُ عَمَلُهُ. وَلَوْ بُنِيَ عَلَيْهِ فِي مَقْبَرَةٍ مُسْبَلَةٌ وَهِيَ الَّتِي جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ الْبَلَدِ بِالدَّفْنِ فِيهَا حُرِّمَ وَهُدِمَ لِأَنَّهُ يُضَيِّقُ عَلَى النَّاسِ، وَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَبْنِي قُبَّةً أَوْ بَيْتًا أَوْ مَسْجِدًا أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ،قَوْلُهُ: (وَلَا يُبْنَى) أَيْ يُكْرَهُ فِي غَيْرِ الْمُسْبَلَةِ وَالْمَوْقُوفَةِ وَيَحْرُمُ فِيهِمَا كَمَا أَشَارَ لِذَلِكَ الشَّارِحُ، إلَّا إنْ خِيفَ نَبْشُهُ أَوْ تَخْرِقَةُ سَيْلٍ لَهُ فَلَا يُكْرَهُ حِينَئِذٍ وَلَا فَرْقَ فِي عَدَمِ الْكَرَاهَةِ لِأَجْلِ ذَلِكَ بَيْنَ الْمُسْبَلَةِ وَغَيْرِهَا كَمَا صَرَّحَ بِهِ الزَّرْكَشِيّ. اهـ. حَجّ وَلَوْ وُجِدَ بِنَاءٌ فِي أَرْضٍ مُسْبَلَةٍ وَلَمْ يُعْلَمْ أَصْلُهُ تُرِكَ لِاحْتِمَالِ أَنَّهُ وُضِعَ بِحَقٍّ قِيَاسًا عَلَى مَا حَرَّرُوهُ فِي الْكَنَائِسِ وَمِنْ الْبِنَاءِ الْأَحْجَارُ الَّتِي جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِتَرْكِيبِهَا نَعَمْ اسْتَثْنَى بَعْضُهُمْ قُبُورَ الْأَنْبِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَنَحْوَهُمْ، بِرْمَاوِيٌّ وَعِبَارَةُ الرَّحْمَانِيِّ: نَعَمْ قُبُورُ الصَّالِحِينَ يَجُوزُ بِنَاؤُهَا وَلَوْ بِقُبَّةٍ الْأَحْيَاءِ لِلزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ، قَالَ الْحَلَبِيُّ: وَلَوْ فِي مُسْبَلَةٍ، وَأَفْتَى بِهِ، وَقَالَ: أَمَرَ بِهِ الشَّيْخُ الزِّيَادِيُّ مَعَ وِلَايَتِهِ وَكُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَرْتَضِهِ شَيْخُنَا الشَّوْبَرِيُّ، وَقَالَ: الْحَقُّ خِلَافُهُ وَقَدْ أَفْتَى الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِهَدْمِ مَا فِي الْقَرَافَةِ، وَيُسْتَثْنَى قُبَّةُ الْإِمَامِ لِكَوْنِهَا فِي دَارِ ابْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ اهـ وَيَظْهَرُ حَمْلُ مَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ عَلَى مَا إذَا عَرَفَ حَالَ الْبِنَاءِ فِي الْوَضْعِ، فَإِنْ جُهِلَ تُرِكَ حَمْلًا عَلَى وَضْعِهِ بِحَقٍّ كَمَا فِي الْكَنَائِسِ الَّتِي نُقِرُّ أَهْلَ الْكَنَائِسِ عَلَيْهَا فِي بِلَادِنَا وَجَهِلْنَا حَالَهَا، وَكَمَا فِي الْبِنَاءِ الْمَوْجُودِ عَلَى حَافَّاتِ الْأَنْهَارِ وَالشَّوَارِعِ اهـ وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر: وَصَرَّحَ فِي الْمَجْمُوعِ بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ فِي الْمُسْبَلَةِ، قَالَ الْأَذْرَعِيُّ: وَيَقْرُبُ إلْحَاقُ الْمَوَاتِ بِهَا لِأَنَّ فِيهِ تَضْيِيقًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ بِمَا لَا مَصْلَحَةَ وَلَا غَرَضَ شَرْعِيٌّ فِيهِ بِخِلَافِ الْأَحْيَاءِ. اهـ

سراج الطالبين ص ١/٧

الصالح) اسم فاعل من صلح : إذا استقامت أفعاله وأحواله فيما بينه وبين الله تعالى ، أو القائم بحقوق الله وحقوق عباده . وفال البيضاوي : هو الذي صرف عمره في طاعة الله ، وماله في مرضاته ، وهو ناظر للصالح الكامل فلا ينافي أن من صرف مدة عمره عمل المعاصي ثم تاب توبة صحيحة ، . وسلك طريق السلوك وقام بخدمة ملاك الملوك يسمى صالحا

[ابن حجر الهيتمي ,الفتاوى الفقهية الكبرى ,2/18]

وَسُئِلَ) – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – مَا حُكْمُ بِنَاءِ الْقُبُورِ قَدْرَ مِدْمَاكَيْنِ فَقَطْ وَهَلْ يَجُوزُ أَخْذُ حِجَارَةِ الْقُبُورِ لِسَدِّ فَتْحِ لَحْدٍ أَوْ لِبِنَاءِ قَبْرٍ؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لَا يَجُوزُ عَلَى الْمُعْتَمَدِ بِنَاءُ الْقَبْرِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ سَوَاءٌ أَظْهَرَ بِبُنْيَانِهِ تَضْيِيقٌ فِي الْحَالِ أَمْ لَا وَهِيَ الَّتِي اعْتَادَ أَهْلُ الْبَلَدِ الدَّفْنَ فِيهَا وَإِنْ لَمْ يُعْرَفْ لَهَا مُسَبِّلٌ وَأَلْحَقَ بِهَا الْأَذْرَعِيُّ الْمَوَاتَ لِأَنَّ فِيهِ تَضْيِيقًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ بِمَا لَا مَصْلَحَةَ وَلَا غَرَضٌ شَرْعِيٌّ فِيهِ بِخِلَافِ الْإِحْيَاءِ وَهُوَ أَوْجَهُ مِنْ قَوْلِ غَيْرِهِ يَجُوزُ وَيُهْدَمُ بِلَا خِلَافٍ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ وَإِنْ قُلْنَا الْكَرَاهَةُ لِلتَّنْزِيهِ وَيَظْهَرُ أَنَّ الَّذِي يَهْدِمُهُ هُوَ الْحَاكِمُ لَا الْآحَادُ أَخْذًا مِنْ كَلَامِهِمْ فِي بَابِ الصُّلْحِ لِمَا يُخْشَى فِيهِ مِنْ الْفِتْنَةِ وَسَوَاءٌ فِيمَا ذُكِرَ الْبِنَاءُ فِي حَرِيمِ الْقَبْرِ وَخَارِجِهِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ وَمِنْ الْمُسَبَّلَةِ الْمَوْقُوفَةِ بَلْ أَوْلَى.قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَالْبِنَاءُ فِي الْمَقَابِرِ أَمْرٌ قَدْ عَمَّتْ بِهِ الْبَلْوَى وَطَمَّ وَلَقَدْ تَضَاعَفَ الْبِنَاءُ حَتَّى انْتَقَلَ لِلْمُبَاهَاةِ وَالشُّهْرَةِ وَسُلِّطَتْ الْمَرَاحِيضُ عَلَى أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِينَ وَالْأَشْرَافِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَغَيْرِهِمْ فَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ اهـ وَلَيْسَ هَذَا خَاصًّا بِتُرَبِ مِصْرَ بَلْ انْتَقَلَ نَظِيرُ ذَلِكَ وَأَفْحَشُ مِنْهُ إلَى تُرْبَتَيْ الْمَعْلَاةِ وَالْبَقِيعِ حَتَّى صَارَ يَقَعُ فِيهِمَا مِنْ الْمَفَاسِدِ مَا لَا يَقَعُ فِي غَيْرِهِمَا وَسَبَبُهُ وُلَاةُ السُّوءِ وَقُضَاةُ الْجَوْرِ ثُمَّ ظَاهِرُ إطْلَاقِهِمْ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْبِنَاءِ الْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ لِأَنَّ عِلَّةَ الْحُرْمَةِ أَنَّهُ يَتَأَبَّدُ بِالْجَصِّ وَإِحْكَامِ الْبِنَاءِ فَيُمْنَعُ عَنْ الدَّفْنِ هُنَاكَ بَعْدَ الْبِلَى وَالِانْمِحَاقِ وَهَذَا يَجْرِي فِي الْبِنَاءِ الْقَلِيلِ فَهُوَ حَرَامٌ كَالْكَثِيرِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ.

[عبد الرحمن الجزيري، الفقه على المذاهب الأربعة، ٤٨٧/١]

يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان تحدق به – كالحيشان – إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر، وإلا كان ذلك حراماً، وهذا إذا كانت الأرض غير مسبلة ولا موقوفة؛ والمسبلة هي التي اعتاد الناس الدفن فيها، ولم يسبق لأحد ملكها؛ والموقوفة: هي ما وقفها مالك بصيغة الوقف، كقرافة مصر التي وقفها سيدنا عمر رضي الله عنه أما المسبلة والموقوفة فيحرم فيهما البناء مطلقاً، لما في ذلك من الضيق والتحجير على الناس، وهذا الحكم متفق عليه بين الأئمة، إلا أن الحنابلة قالوا: إن البناء مكروه مطلقاً، سواء كانت الأرض مسبلة أو لا، والكراهة في المسبلة أشد؛ وبذلك تعلم حكم ما ابتدعه الناس من التفاخر في البنيان على القبور، وجعلها قصوراً ومساكن قد لا يوجد مثلها في مساكن كثير من الأحياء، ومن الأسف أنه لا فرق في هذه الحالة بين عالم وغيره.

الرافعي، عبد الكريم، العزيز شرح الوجيز المعروف بالشرح الكبير  452/2

(1) حاصله أن البناء على القبر مكروه مطلقاً سواء كان في مسبلة أم لا؟، وأمَّا الهدم فيفصل بين المسبلة وغيرها لكن قول المصنف، فإن كان في مسبلة هدم يقتضي أن الكراهة كراهة تحريم، وصرح به في شرح المهذب فجزم بالتحريم، وقال: قال أصحابنا: وبهدم البناء، قال في الأم: ورأيت من الولاة من يهدم ما يبنى فيها لم أر الفقهاء يعيبون عليه في ذلك، ولأن في ذلك تضييقاً على الناس، وذكر في شرح مسلم قبل كتاب الزكاة نحوه أيضاً، وجزم به أيضاً في الفتاوى، *وعبارة الحاوي أن التجصيص ممنوع في ملكه وغيره. وعبارة ابن كج وسليم لا يجوز تجصيص القبور، ولا أن يبنى عليها قباب ولا غيرها، والوصية به باطلة.


نهاية الزين ص ٢٧٨

وأركان الْوَصِيَّة أَرْبَعَة موص وموصى لَهُ وموصى بِهِ وَصِيغَة وَشرط فِي الْمُوصي تَكْلِيف وحرية وَاخْتِيَار وَلَو كَانَ كَافِرًا حَرْبِيّا أَو غَيره وَإِن اسْترق بعد الْوَصِيَّة حَيْثُ عتق قبل مَوته أَو مَحْجُور سفه كَمَا يَقع من الْوَصِيَّة من الْمَرْأَة للغاسلة بِخَاتم أَو نَحوه أَو فلس كَمَا قَالَ (تصح وَصِيَّة مُكَلّف حر) مُخْتَار وَلَا بُد من وجود هَذِه الْأَوْصَاف عِنْد الْوَصِيَّة وَذَلِكَ لصِحَّة عبارتهم واحتياجهم للثَّواب الشَّامِل للتَّخْفِيف من عَذَاب غير الْكفْر فِي حق الْكَافِر والسكران كالمكلف وَإِن لم يكن تَمْيِيز فَلَا تصح الْوَصِيَّة من صبي وَمَجْنُون ومغمى عَلَيْهِ ورقيق وَلَو مكَاتبا ومكره كَسَائِر الْعُقُود لعدم ملك الرَّقِيق أَو ضعفه وَشرط فِي الْمُوصى لَهُ عدم الْمعْصِيَة وَعدم الْكَرَاهَة فِي الْوَصِيَّة لَهُ بِأَن تكون الْوَصِيَّة (لجِهَة حل) سَوَاء كَانَ الْمُوصى لَهُ جِهَة عَامَّة أَو غَيرهَا فَلَا تصح الْوَصِيَّة لكَافِر بِعَبْد مُسلم ومرتد ومصحف وَكتب علم فِيهَا آثَار السّلف لكَونهَا مَعْصِيّة إِذا بَقِي الْمُوصى لَهُ على الْكفْر إِلَى موت الْمُوصيثمَّ إِن كَانَت الْوَصِيَّة على غير جِهَة اشْترط فِي الْمُوصى لَهُ أَيْضا كَونه مَوْجُودا مَعْلُوما أَهلا للْملك فَلَا تصح الْوَصِيَّة لحمل سيحدث وَإِن حدث قبل موت الْمُوصي لِأَنَّهَا تمْلِيك وتمليك الْمَعْدُوم مُمْتَنع وَلَا تصح لأحد هذَيْن الرجلَيْن لِأَن الْملك لَا يتَصَوَّر للمبهم مَا دَامَ على إبهامه وَلذَلِك صَحَّ أَن يَقُول أعْطوا هَذَا لأحد هذَيْن لِأَنَّهُ تَفْوِيض لغيره وَهُوَ إِنَّمَا يعْطى معينا كَمَا صَحَّ قَوْله لوَكِيله بِعْهُ لأَحَدهمَا وَلَا تصح لمَيت لِأَنَّهُ لَيْسَ أَهلا للْملك وَلَا لدابة غير مَوْقُوفَة لذَلِك إِلَّا إِن فسر الْوَصِيَّة لَهَا بِالصرْفِ فِي عَلفهَا فَتَصِح لِأَن عَلفهَا على مَالِكهَا فَهُوَ الْمَقْصُود بِالْوَصِيَّةِ فَيشْتَرط قبُوله وَيتَعَيَّن الصّرْف إِلَى جِهَة الدَّابَّة رِعَايَة لغَرَض الْمُوصي وَلَا يسلم عَلفهَا للْمَالِك بل يصرفهُ الْوَصِيّ الَّذِي أَقَامَهُ الْمُوصي فَإِن لم يكن فَالْقَاضِي وَلَو بنائبه وَشَمل قَوْله لجِهَة حل الْقرْبَة كعمارة الْمَسَاجِد وَلَو من كَافِر وَعمارَة نَحْو قبَّة على قُبُور الْأَنْبِيَاء وَالْعُلَمَاء وَالصَّالِحِينَ لما فِي ذَلِك من إحْيَاء الزِّيَارَة والتبرك بهَا وَذَلِكَ إِذا كَانَ الدّفن فِي مَوَاضِع مَمْلُوكَة لَهُم أَو لمن دفنهم فِيهَا لأبناء الْقُبُور نَفسهَا للنَّهْي عَنهُ وَلَا فعل ذَلِك فِي الْمَقَابِر المسبلة فَإِن فِيهِ تضييقا على الْمُسلمين والمباحة كفك أُسَارَى كفار منا وَإِن كَانَ الْمُوصي ذِمِّيا وَأَعْطَاهُ غَنِي وَكَافِر وَلَو حَرْبِيّا ومرتدا إِذا لم يمت على ردته وَبِنَاء رِبَاط لنزول أهل الذِّمَّة أَو سكناهم بِهِ مَا لم يَأْتِ بِمَا يدل على أَنه للتعبد وَحده أَو مَعَ نزُول الْمَارَّة فَلَا تصح الْوَصِيَّة حِينَئِذٍ وكما لَو أوصى بِأَن يدْفن فِي بَيته فَتَصِح لِأَن الدّفن فِيهِ مُبَاح لَيْسَ بمكروه وَتَصِح الْوَصِيَّة

© 2023 Ngaji Fiqih. All right reserved.

[31/1 05.06] +62 831-5361-0998: Terimakasih, jadi inget 2 hari yang lalu pas ditv lihat pemakaman di tanah Arab, yang selalu dibongkar setelah beberapa th meninggal dan tulang belulang dijadikan 1 tempat agar pemakaman yang digunakan itu bisa digunakan kembali... dan yang dibongkar itu ulama Indonesia imam an Nawawi Al Bantani (klo tdk salah)...dan jasadnya masih tetap utuh meski sudah puluhan tahun atau ratus an th lupa...owh ternyata seperti itu klo di Arab ... 😆(Sumber acara tv di nettv😂)

[31/1 05.07] +62 831-5361-0998: Sebenernya boleh g sih tulang belulang manusia yg sudah meninggal itu disatukan jadi 1 tempat.  setelah lamaaaaaa meninggal guna tidak  menambah lahan kuburan LG?

[30/1 23.02] Hasanul Admin 4 Anwar: Dalam membangun kuburan itu haram, apa bila tanah nya itu bukan milik nya sendiri.

Dan letak keharamannya itu jika mayatnya bukan orang Sholeh, kalau orang Sholeh bleh di bangun walaupun bukan tanahnya sendiri, dengan catatan di pemakaman itu sudah ada wasiat bahwasanya di perbolehkan di bagun kuburan orang Sholeh, karena untuk mempermudah pesiyarah, atau untuk tabarrukan.

قَوْلُهُ: وَحَرُمَ أَيْ الْبِنَاءُ)  ظَاهِرًا وَبَاطِنًا إنْ لَمْ يَتَحَقَّقْ وَقْفُهَا وَمُحَلُّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاحِ وَمِنْ ثَمَّ جَازَتْ الْوَصِيَّةُ بِعِمَارَةِ قُبُورِ الصَّالِحِينَ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ إحْيَاءِ الزِّيَارَةِ أَوْ التَّبَرُّكِ ح ل

خاشية البجيرمي على شرح المنهج ج ١ ص ٤٩٦

Demikian berbagai tanggapan untuk bisa dicermati dan dipahami permasalahannya.

Terimakasih jazakumullah atas kebaikan semuanya telah memberikan kontribusi masukan pemikiran2nya sehingga dapat terwujud kumpulan kajian dan berbagai referensi.

TAK PERLU GENGSI MOTIVASI DARI ULAMA TERDAHULU

SELAMAT BERAKTIVITAS


👉JANGAN GENGSI


Banyak santri bercita-cita jadi seperti kyainya, punya pondok atau mengajar. Tapi tak semua santri mujur dari segi ekonomi, gak semuanya anak pengusaha, orang kaya, dan gak semua mendapat rizki melalui lini menjanjikan seperti pns dan semisalnya. Jika ia pengajar honorer problemnya masih sama, tak pernah kunjung usai, itu itu aja yaitu kekurangan upah gaji ngajar

Protes atau menggerutu di belakang sudah bosan, sia-sia, bak menegakkan benang basah. Alangkah baiknya cari tambahan sendiri, berdagang, berbisnis kecil-kecilan, walau terkesan remeh-temeh gak papa, asal halal no problem. Andai bisa sedikit menurunkan bandrol gengsi, semua akan baik-baik saja, suara gamang dunia miring seputar peramplopan tak akan muncul lagi. Kan aku sarjana, aku kan guru yang di hormati, aku kan pakar ini itu, jatuh harga diriku dong. Sudahlah, tak usah di bantah, cukup renungkan saja

Imam Ibrahim bin adham pernah menjadikan dirinya sebagai kuli pekerja demi mendapatkan gaji agar tak minta-minta. Sulaiman al-khowwas berprofesi sebagai pengutip biji-bijian gandum sisa orang panen. Huzaifah al-mara'syi pembuat batu-bata, ia jual buat kehidupan sehari-hari. Bahkan nabi Daud bekerja sebagai pengrajin pelepah kurma. Nabi Idris berprofesi sebagai sebagai tukang jahit. Nabi Zakaria tukang kayu. Nabi Adam petani, dan nabi Musa penggembala.

Bahkan sosok raksasa Syafi'iiyah masa lalu sekelas imam al-mawardi tak malu-malu berprofesi berjualan air mawar. Imam al-Qoffal jadi tukang ahli kunci. Hingga kedua ulama tersebut lebih dikenal dengan nama profesinya ketimbang nama aslinya.


Semoga bermanfaat dan memotivasi kita semuanya. Aamiin ya Rabbal Alamin 

Sunday, January 29, 2023

HUKUM MENGULANG SHOLAT JUMAT DENGAN SHOLAT DUHUR

Keagamaan terkait hukum mengulang sholat Jumat digantikan dengan sholat Dhuhur 

Dalam mengulang shalat jumat degan shalat dzuhur

Dalam hal ini di bagi menjadi tiga:

> Wajib, jika ada praduga kuat bahwa jumatan yg dilakukan tidak sah, seperti yg megikuti shalat jumat tidak sesuai dgn ketentuan, 40 orang menurut mayoritas madzhab Syafi'i.

> Sunnah, yaitu ketika ada dua pendapat ulama; yg satu mengatakan sah, ulama yg lain mengatakan tidak sah. Seperti satu desa terdapat dua jumatan, dan keduanya memang ada hajat untuk didirikan 2 jumat.

> Haram, shalat jumat dilakukan dgn sempurna, kemudian mengulangi shalat duhur tanpa adanya alasan. Dan inilah yg disebut bermain² dalam beribadah ('abatsan fil ibadah).

Poin pertama dan kedua masih banyak sekali pandangan ulama yg tdk sama. Sdgnkan poin yg ke tiga para ulama telah sepakat.


Sumber referensi 

Bughyah alMustarsyidiin I/170 :

(مسألة) : لو شك الحاضرون حال الخطبة هل اجتمع أربعون ؟ أو هل خطب الإمام ثنتين أو أخلّ بركن ؟ لم يؤثر ، بل لو عرض ذلك في الصلاة لم يؤثر أيضاً ، حتى في حق الإمام فضلاً عن غيره ، قاله أبو مخرمة.


- Safiinatun Najaa 94 :

وقال في فتاويه ايضا اذا دخلوا في الصلاة مع ظن الامية في بعضهم فلا تقع صلاته فالاعادة واجبة


- AlFuruuq alLughowiyyah I/303 :

الفرق بين الشك والظن: أن الشك إستواء طرفي التجويز، والظن رجحان أحد طرفي التجويز، والشاك يجوز كون ما شك فيه على إحدى الصفتين لانه لا دليل هناك ولا أمارة


- Alfatawy alfiqhiyyah qubro I/252 :

وَلَا يَجُوزُ إعَادَةُ الْجُمُعَةِ ظُهْرًا وَكَذَا عَكْسُهُ لِغَيْرِ الْمَعْذُورِ انْتَهَتْ وَوَجْهُ الْمَنْعِ في صُورَةِ السُّؤَالِ أَنَّ الْإِعَادَةَ إنَّمَا نُدِبَتْ لِتَحْصِيلِ كَمَالٍ في فَرِيضَةِ الْوَقْتِ يَقِينًا إنْ صلى الْأُولَى مُنْفَرِدًا أو ظَنًّا أو رَجَاءً إنْ صَلَّاهَا جَمَاعَةً وَلَوْ بِجَمَاعَةٍ أَكْمَلَ ظَاهِرًا وَمَنْ صلى الْجُمُعَةَ كانت هِيَ فَرْضُ وَقْتِهِ فَإِعَادَتُهُ الظُّهْرَ لَا تَرْجِعُ بِكَمَالٍ على الْجُمُعَةِ التي هِيَ فَرْضُ وَقْتِهِ أَصْلًا فلما لم يَكُنْ في إعَادَةِ الظُّهْرِ كَمَالٌ يَرْجِعُ لِفَرْضِ الْوَقْتِ امْتَنَعَتْ إعَادَةُ الظُّهْرِ لِأَنَّهَا عَبَثٌ وَالْعِبَادَةُ يُقْتَصَرُ فيها على مَحَلِّ وُرُودِهَا أو ما هو في مَعْنَاهُ من كل وَجْهٍ


Berpandangan luas dengan MEMILIKI ILMU yang luas jangan alergi dengan perbedaannya. Karena kita diciptakan dengan hasil perbedaan.

Saturday, January 28, 2023

ISLAM DAN IMAN



 #الاسلام والايمان #

فكل محسن مؤمن وكل مؤمن مسلم وليس كل مؤمن محسنا ولا كل مسلم مؤمنا كما سيأتي بيانه - إن شاء الله - في سائر الأحاديث كالحديث الذي رواه حماد بن زيد عن أيوب عن أبي قلابة عن رجل من أهل الشام عن أبيه { عن النبي صلى الله عليه وسلم قال له : أسلم تسلم . قال : وما الإسلام ؟ قال : أن تسلم قلبك لله وأن يسلم المسلمون من لسانك ويدك . قال : فأي الإسلام أفضل ؟ قال : الإيمان . قال : وما الإيمان ؟ قال : أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله وبالبعث بعد الموت . قال : فأي الإيمان أفضل ؟ قال : الهجرة . قال : وما الهجرة ؟ قال : أن تهجر السوء . قال : فأي الهجرة أفضل ؟ قال : الجهاد . قال : وما الجهاد ؟ قال : أن تجاهد أو تقاتل الكفار إذا لقيتهم ولا تغلل ولا تجبن } . 

ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { عملان هما أفضل الأعمال إلا من عمل بمثلهما - قالها ثلاثا - حجة مبرورة أو عمرة } رواه أحمد ومحمد بن نصر المروزي . 

ولهذا يذكر هذه " المراتب الأربعة { فيقول : المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم والمهاجر من هجر السيئات والمجاهد من جاهد نفسه لله } . وهذا مروي عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث عبد الله بن عمرو وفضالة بن عبيد وغيرهما بإسناد جيد وهو في " السنن " وبعضه في " الصحيحين "

وقد ثبت عنه من غير وجه أنه قال : { المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم } . ومعلوم أن من كان مأمونا على الدماء والأموال ; كان المسلمون يسلمون من لسانه ويده ولولا سلامتهم منه لما ائتمنوه .

 وكذلك في حديث عبيد بن عمير عن عمرو بن عبسة . وفي حديث عبد الله بن عبيد بن عمير أيضا عن أبيه عن جده أنه { قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم ما الإسلام ؟ قال : إطعام الطعام وطيب الكلام . قيل : فما الإيمان ؟ قال : السماحة والصبر . قيل : فمن أفضل المسلمين إسلاما ؟ قال : من سلم المسلمون من لسانه ويده . قيل : فمن أفضل المؤمنين إيمانا ؟ قال : أحسنهم خلقا . قيل فما أفضل الهجرة ؟ قال : من هجر ما حرم الله عليه . قال : أي الصلاة أفضل ؟ قال : طول القنوت . قال : أي الصدقة أفضل ؟ قال : جهد مقل . قال : أي الجهاد أفضل ؟ قال : أن تجاهد بمالك ونفسك ; فيعقر جوادك ويراق دمك . قال أي الساعات أفضل ؟ قال : جوف الليل الغابر } . 

ومعلوم أن هذا كله مراتب بعضها فوق بعض ; وإلا فالمهاجر لا بد أن يكون مؤمنا وكذلك المجاهد ولهذا قال : { الإيمان : السماحة والصبر } . وقال في الإسلام : { إطعام الطعام وطيب الكلام } . والأول مستلزم للثاني ; فإن من كان خلقه السماحة فعل هذا بخلاف الأول ; فإن الإنسان قد يفعل ذلك تخلقا ولا يكون في خلقه سماحة وصبر . 

وكذلك قال : { أفضل المسلمين من سلم المسلمون من لسانه ويده } . وقال : { أفضل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا } . 

ومعلوم أن هذا يتضمن الأول ; فمن كان 

حسن الخلق فعل ذلك . 

قيل للحسن البصري : ما حسن الخلق ؟ قال : بذل الندى وكف الأذى وطلاقة الوجه . فكف الأذى جزء من حسن الخلق . وستأتي الأحاديث الصحيحة بأنه جعل الأعمال الظاهرة من الإيمان كقوله : { الإيمان بضع وسبعون شعبة أعلاها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق } . 

{ وقوله لوفد عبد القيس : آمركم بالله وحده ، أتدرون ما الإيمان بالله وحده ؟ شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وأن تؤدوا خمس ما غنمتم } . 

ومعلوم أنه لم يرد أن هذه الأعمال تكون إيمانا بالله بدون إيمان القلب ; لما قد أخبر في غير موضع أنه لا بد من إيمان القلب فعلم أن هذه مع إيمان القلب هو الإيمان وفي " المسند " عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : { الإسلام علانية والإيمان في القلب } 

Majmu fatawa :4/ 7-8

JENIS JENIS RIBA'

👉 SAMBUTAN DEWAN KOMITE DALAM HARLAH MILAD SMPN 2 GARAWANGI YANG KE 23 DITAHUN 2023 

Assalamu'alaikum,, warahmatullahi wabarokatuh  para kyai mnta PENJELASAN,, atw definisi RIBA',, sebelmnya terimaksih 🙏🙏

Bandung


Jawaban 

Waalaikumsalam 

Riba itu ada empat macam :

1. Riba fadlol yaitu menjual barang ribawi (emas,perak dan makanan) dengan barang sejenis yang salah satunya ada yang lebih banyak seperti emas 7 gr dijual dengan emas 10 gram.

2. Riba qordl yaitu menghutangkan sesesuatu dengan mensyaratkn manfa'at pada muqridl/org yang menghutangkan seperti hutang 1000 di haruskan bayar 1100.

3. Riba yad yaitu salah satu dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli) berpisah/meninggalkan tempat transaksi/aqad sebelum menerima barangnya.

4. Riba nasaa' yaitu mensyaratkan tempo pada salah satunya dan kontan pada yang lain seperti pembeli sudah menerima barang tapi penjual belum menerima harganya.

semua riba yang di sebut di atas ulama' sepakat semuanya batal dan harom. Berdasarkan Referensinya dalam kitab I'anatut Tholibin 

وهو أنواع : ربا فضل بأن يزيد أحد العوضين ومنه ربا القرض بأن يشترط فيه ما فيه نفع للمقرض وربا يد بأن يفارق أحدهما مجلس العقد قبل التقابض وربا نساء بأن يشترط أجل في أحد العوضين وكلها مجمع عليها.


إعانة الطالبين

HADITS KEBOLEHAN BAGI WANITA MEMANGKAS RAMBUTNYA

Dalam Kitab Shahih Muslim 1/176/754 disebutkan :

وحدثنى عبيد الله بن معاذ العنبرى قال حدثنا أبى قال حدثنا شعبة عن أبى بكر بن حفص عن أبى سلمة بن عبد الرحمن قال دخلت على عائشة أنا وأخوها من الرضاعة فسألها عن غسل النبى -صلى الله عليه وسلم- من الجنابة فدعت بإناء قدر الصاع فاغتسلت وبيننا وبينها ستر وأفرغت على رأسها ثلاثا. قال وَكَانَ أَزْوَاجُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذْنَ مِنْ   رُءُوْسِهِنَّ حَتَّى تَكُوْنَ كَالْوَفْرَةِ

كالوفرة = rambut yang ada diatas telinga


…dari Abu Salamah bin Abdurrahman dia berkata: “Aku masuk pada Aisyah bersama saudara laki-laki sesusuannya. Lalu dia menanyakan kepadanya tentang mandi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam karena junub. Lantas Aisyah meminta wadah yang memuat kira-kira satu sha’, lalu dia mandi dengan meletakkan tabir di antara kami dan dia. Aisyah menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali. Dia berkata: “Para istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memotong rambut mereka, hingga panjangnya seperti al-wafrah.

Dalam Syarh Imam Nawawi 2/23 :

قَوْلَهُ : ( وَكَانَ أَزْوَاجُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذْنَ مِنْ رُءُوْسِهنَّ حَتَّى تَكُوْنَ كَالْوَفْرَةِ ) اَلْوَفْرَة أَشْبَعُ وَأَكْثَرُ مِنَ ( اللُّمَّةِ ) ، وَاللُّمَّةُ مَا يَلُمُّ بِالْمَنْكِبَيْنِ مِنَ الشَّعْر ، قَالَهُ الْأَصْمَعِيُّ ، وَقَالَ غَيْرُهُ : اَلْوَفْرَةُ أَقَلُّ مِنَ اللُّمَّةِ ، وَهِيَ مَا لَا يُجَاوِزُ الْأُذُنَيْنِ ، وَقَالَ أَبُوْ حَاتِمٍ : اَلْوَفْرَةُ مَا عَلَى الْأُذُنَيْنِ مِنَ الشَّعْر .

AL-WAFRAH lebih lebat dan lebih banyak dari AL-LUMMAH. AL-LUMMAH ialah rambut yang terkumpul di kedua pundak demikian dikatakan oleh al Ashma’i. Lainnya ada yang mengatakan: AL-WAFRAH lebih sedikit dari AL-LUMMAH. AL-LUMMAH ialah rambut yang tidak melewati dua telinga. Abu Hatim berkata: AL-WAFRAH ialah rambut yang berada di atas dua telinga.

قَالَ الْقَاضِيْ عِيَاضٌ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى : اَلْمَعْرُوْفُ أَنَّ نِسَاءَ الْعَرَبِ إِنَّمَا كُنَّ يَتَّخِذْنَ الْقُرُوْنَ وَالذَّوَائِبَ ، وَلَعَلَّ أَزْوَاج النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلْنَ هَذَا بَعْدَ وَفَاتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَرْكِهِنَّ التَّزَيُّنَ ، وَاسْتِغْنَائِهِنَّ عَنْ تَطْوِيْلِ الشَّعْرِ ، وَتَخْفِيْفًا لِمُؤْنَةِ رُءُوْسِهِنَّ . وَهَذَا الَّذِي ذَكَرَهُ الْقَاضِيْ عِيَاضٌ مِنْ كَوْنِهِنَّ فَعَلْنَهُ بَعْدَ وَفَاتِهِ لَا فِيْ حَيَاتِهِ ، كَذَا قَالَهُ أَيْضًا غَيْرُهُ وَهُوَ مُتَعَيِّنٌ ، وَلَا يُظَنُّ بِهِنَّ فِعْلُهُ فِيْ حَيَاتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْفِيْفِ الشُّعُوْرِ لِلنِّسَاءِ : وَاللهُ أَعْلَمُ .

Hadis ini merupakan dalil bolehnya memangkas rambut bagi wanita. 

Taat pada suami adalah kewajiban. Namun demikian apabila perintah suami bertentangan dengan syara’, seorang istri dapat mengajukan keberatan dengan tetap mengedepankan kesopanan dan cara yang baik dalam menolaknya. Atau, istri dapat mengajukan alternatif lain dari perintah suami. 

QOSIDAH Burdah KHAS DARUSSALAM CIAMIS JAWA BARAT 

IMAN KEPADA QODO DAN QODAR

 



MATPEL TUGAS KELAS IX

A. Pengertian Beriman kepada Qada-Qadar Qada dan Qadar atau takdir berasal dari bahasa Arab. Qada secara bahasa berarti ketetapan, ketentuan, ukuran, takaran, atau sifat. Qada secara istilah, yaitu ketetapan Allah yang tercatat di Lauh al-Mahfuz (papan yang terpelihara) sejak zaman azali. Ketetapan ini sesuai dengan kehendak-Nya dan berlaku untuk seluruh makhluk atau alam semesta. 

Adapun Qadar atau takdir secara bahasa berarti ketetapan yang telah terjadi atau keputusan yang diwujudkan. Qadar atau takdir secara istilah adalah ketetapan atau keputusan Allah yang memiliki sifat Maha Kuasa (Qadir) atas segala ciptaan-Nya, baik berupa takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Ciptaan Allah adakalanya terwujud setelah melalui proses alam atau mengikuti hukum sebab-akibat, yakni disebut al-Khalqu, seperti wujudnya anak karena adanya orang tua dan wujudnya harta benda karena hasil usaha manusia. Adakalanya ciptaan Allah terwujud seketika tanpa proses, yakni disebut al-amru (kun fa yakun/ jadilah, maka jadi), seperti wujudnya Nabi Isa tanpa ada bapaknya. Wujud mukjizat Nabi Isa menghidupkan orang yang telah meninggal dunia karena sudah menjadi perintah Allah Swt. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.

..........................................................................................................................................

Artinya: … Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam (Q.S. al-A’raf/7: 54) 

Dengan kata lain, Qadar dan takdir merupakan perwujudan atau realisasi dari Qada. Hubungan antara Qada dan Qadar sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Qada adalah ketetapan yang masih bersifat rencana dan ketika rencana itu sudah menjadi kenyataan, maka kejadian nyata itu bernama Qadar atau takdir. Dalam kehidupan sehari-hari, kita terbiasa menggunakan kata-kata takdir, padahal yang dimaksud adalah Qada dan Qadar. 

Takdir itu sendiri dibagi atas dua hal, yaitu takdir mubram dan takdir muallaq. 

1. Takdir Mubram Takdir mubram ialah takdir atau ketetapan Allah yang tidak dapat diubah atau tidak dapat diubah oleh siapa pun. Contoh-contoh takdir mubram, antara lain, sebagai berikut. 

a. Setiap makhluk pasti akan mengalami mati atau seseorang pasti hanya punya satu ibu kandung. Firman Allah Swt. 

....,...................,......................................................................

Artinya: “tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.” (Q.S. Ali Imran/ 3: 185) 

b. Manusia pasti mempunyai akal, pikiran, dan perasaan. 

c. Di alam semesta ini setiap benda bergerak menurut sunatullah. Artinya, segala sesuatu berjalan menurut hukum kekuatan, ukuran, sebab, dan akibat yang telah digariskan oleh Allah. Kayu mempunyai kemampuan berbeda dengan besi. Kekuatan tenaga manusia berbeda dibandingkan dengan gajah, matahari, bulan, bintang, dan planet-planet hingga benda-benda yang terkecil bergerak sesuai dengan garisnya, dan waktu tak pernah berhenti.

2. Takdir Muallaq Takdir muallaq ialah takdir yang masih dapat diubah melalui usaha manusia. Setiap hamba diberi peluang atau kesempatan oleh Allah untuk berusaha mengubah keadaan dirinya menjadi lebih baik. Firman Allah Swt.

..........................................................................................................................................

Artinya: «Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. « (Q.S. Ar-Ra›d/ 13: 11).


Risalah Jabariah dan Qadariah adalah dua contoh aliran teologi Islam yang berbeda pendapat dalam menyikapi Qada dan Qadar. Jabariah berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dalam hidupnya dan segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah Swt. semata. Pandangan ini cenderung membuat hidup sudah ditentukan oleh Allah. Sebaliknya qadariah berpandangan bahwa Allah memberikan kebebasan pada manusia untuk menentukan jalan hidupnya. Oleh karena itu, apa pun yang diperbuat oleh manusia adalah berkat usaha dan kemampuannya sendiri serta tidak ada lagi campur tangan Allah di dalamnya. Dengan demikian, manusia mempertanggungjawabkan segala perbuatannya kepada Allah di akhirat. Pemahaman semacam ini cenderung membuat seseorang bersikap aktif dan optimistis dalam menjalani kehidupannya. Berikut merupakan contoh dari takdir muallaq, antara lain seperti contoh berikut. Hasan dilahirkan dalam keluarga yang sederhana. Ia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, ia menyadari bahwa penghasilan orang tuanya sangat terbatas sehingga ia mencari cara agar cita-citanya dapat tercapai. la belajar dengan tekun sehingga meraih prestasi tinggi dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Di tempatnya kuliah pun, ia masih tetap rajin belajar sehingga ia kembali mendapatkan beasiswa. Bahkan ia mendapatkan tawaran pekerjaan dan posisi yang cukup tinggi. Saat ini ia dapat hidup lebih layak daripada orangtuanya karena ia mau mengadakan perubahan, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.


B. Dalil Naqli Dalil naqli adalah dalil yang diambil dari al-Qur’an dan hadis. Banyak sekali dalil mengenai keimanan terhadap Qada dan Qadar, antara lain, sebagai berikut. 

a. Firman Allah Swt.

....................................................................................................................................

Artinya: Katakanlah, sesekali-sekali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang beriman harus bertawakal.» (Q.S. at-Taubah/ 9: 51)

b. Firman Allah Swt

....................................................................................................................................

Artinya: «Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.» (Q.S. al-Qamar/ 54: 49)

c. Firman Allah Swt.

....................................................................................................................................

Artinya: «maka apabila telah tiba waktu (yang telah ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya.» (Q.S. an-Nahl/ 6: 61)


Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dikatakan bahwa telah diperintahkan kepada Malaikat Jibril supaya menulis empat perkara, yaitu rezeki, ajal, amal, dan nasib rugi atau untungnya. Adapun dalil aqli adalah dalil yang diambil dari akal yang sehat. Akal sehat membenarkan adanya kejadian di luar kehendak dan perhitungan akal manusia. Akal sehat juga mengakui adanya peraturan, ukuran, undang-undang, sifat, serta hukum alam atau sunatullah yang berlaku bagi alam semesta, seperti api bersifat panas, tanah bersifat padat, atau air laut terasa asin. Orang yang ingin pintar harus belajar, ingin kaya harus berusaha, dan ingin merdeka harus berjuang. Allah telah membuat ketentuan takdir bahwa untuk mencapai sesuatu harus dengan berusaha, sedangkan ketentuan-ketentuan itu tidak dapat diubah. Firman Allah Swt.

....................................................................................................................................

Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunah Allah. (Q.S. al-Ahzab/ 33: 62).

....................................................................................................................................

Artinya: Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukurannya dengan serapi-rapinya « (Q.S. al-Furqan/ 25: 2)


C. Kaitan antara Takdir, Ikhtiar dan Tawakkal Takdir sebagaimana telah dijelaskan adalah takaran, ukuran, ketetapan, peraturan, undang-undang yang diciptakan Allah tertulis di Lauh Mahfuz sejak zaman azali dan berlaku bagi semua makhluk-Nya. Takdir ada dua macam, yaitu (1) takdir mubram yang makhluk tidak diberi peluang atau kesempatan untuk memilih dan mengubahnya, dan (2) takdir muallaq yang makhluk diberi peluang atau kesempatan untuk memilih dan mengubahnya. Ikhtiar adalah berusaha melakukan segala daya dan upaya untuk mencapai sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut bahasa Arab, ikhtiar berarti ‘memilih’. Dua pengertian yang berbeda itu tetap mempunyai hubungan yang erat dan merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, setiap orang mempunyai kebebasan memilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada yang mencari nafkah dengan berdagang, bertani, berkarya di kantor, berwirausaha, dan lain sebagainya. Tawakal diartikan dengan sikap pasrah dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Dalam bahasa Arab, tawakal berarti `mewakilkan’, yaitu mewakilkan kepada Allah untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu urusan. Ajaran tawakal ini menanamkan kesan bahwa manusia hanya memiliki hak dan berusaha, sedangkan ketentuan terakhir tetap di tangan Allah swt. sehingga apabila usahanya berhasil, ia tidak bersikap lupa diri, dan apabila mengalami kegagalan, ia tidak akan merasa putus asa. Pengertian seperti ini merupakan ajaran tawakal yang paling tepat. 

....................................................................................................................................................

Artinya: “Maka apa bila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya.» (Q.S. Ali Imran/ 3: 159)

Takdir, ikhtiar, dan tawakal adalah tiga hal yang sulit untuk dipisahpisahkan. Dengan kemahakuasaan-Nya, Allah menciptakan undang undang, peraturan, dan hukum yang tidak dapat diubah oleh siapa pun. Sementara itu, manusia diberi kebebasan untuk memilih dan diberi hak untuk bekerja dan berusaha demi mewujudkan pilihannya. Akan tetapi, setiap manusia tidak dapat dan tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada Allah untuk mewujudkan keinginannya. Bertawakal bukan berarti bahwa seseorang hanya diam dan bertopang dagu tanpa bekerja. Orang yang sudah menentukan pilihan dan cita-citanya tanpa mau bekerja, hanya akan menjadi lamunan atau khayalan semata karena hal itu tidak akan pernah terlaksana. Firman Allah swt.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.» (Q.S. An Najm/ 53: 39) Dalam sebuah hadis yang panjang dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dikisahkan bahwa ketika Khalifah Umar bin Khattab r.a. dan pasukannya akan masuk ke negeri Syam dan telah sampai di perbatasan, ada yang menyampaikan laporan bahwa di negeri Syam tersebut tengah terjangkit penyakit menular. Khalifah Umar bin Khattab r.a. akhirnya memutuskan untuk membatalkan kepergiannya ke negeri Syam dan kembali pulang ke Madinah. Abu Baidah berkata kepada Khalifah, «Mengapa Anda lari dari takdir Allah?» Khalifah Umar bin Khattab r.a. menjawab, «Kami lari dari takdir untuk mengejar takdir pula.» Maksud dari pernyataan `lari dari takdir menuju takdir› itu adalah bahwa mereka memilih meninggalkan takdir yang buruk menuju pada takdir yang lebih baik. Manusia yang telah diberi fitrah dan pengetahuan untuk dapat membedakan baik dan buruk pasti akan senantiasa mampu menaati segala kebaikan dan menjauhi keburukan. 

Oleh karena itu, sebagai penghayatan terhadap keyakinan akan takdir, ikhtiar, dan tawakal, maka kewajiban kita memilih segala hal yang baik. Adapun ukuran mengenai baik dan buruknya adalah norma yang tercantum pada al-Qur’an dan hadis, senantiasa tekun, bersungguh sungguh dalam bekerja sesuai dengan kemampuan, bertawakal, berdoa, tidak sombong atau tidak lupa diri dan bersyukur apabila berhasil serta tidak berputus asa apabila belum berhasil.

D. Fungsi Iman kepada Qada dan Qadar dalam kehidupan Sehari-hari Islam itu ajaran yang tinggi (mulia), bersifat universal, sangat sesuai dengan fitrah, suci, indah, sempurna, dan tidak ada ajaran lain yang mampu menandinginya. Salah satu pokok ajarannya ialah keimanan pada Qada dan Qadar. Setiap muslim dan muslimah wajib beriman bahwa ada Qada dan Qadar Allah yang berlaku untuk seluruh makhluk-Nya, baik takdir yang menguntungkan dirinya atau sesuai keinginannya maupun sebaliknya. Apa pun kenyataannya, kita harus yakin bahwa di balik setiap takdir yang terjadi pasti mengandung hikmah bagi manusia. Di antara fungsi beriman pada Qada dan Qadar dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut: 

1. Mendorong Kemajuan dan Kemakmuran Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah Swt. sudah diberi ukuran, takaran, sifat, dan undang-undang. Panas matahari tidak mampu membuat air mendidih, tetapi ia sangat berguna bagi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan, selain sebagai alat penerang yang mengalahkan cahaya bulan dan lampu. Bumi, langit, dan isinya diciptakan untuk manusia sebagai khalifah. Dengan iman kepada takdir, hendaknya manusia dapat menyelidiki dan mempelajari alam sehingga mampu memanfaatkannya. Bagaimana mungkin manusia dapat memanfaatkan alam jika tidak mengetahui sifat, ukuran, sebab-akibat, atau sunatullah? Bagaimana cara memanfaatkan sinar matahari, air terjun, racun, udara, gas, angin, bulu domba, bisa ular, dan lain sebagainya? Dengan mengimani takdir, maka manusia dapat mempelajari suatu hukum yang pasti sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia. 


2. Menghindari Sifat Sombong Dengan beriman kepada takdir, seseorang yang memperoleh KELAS XII SMA/SMK 211 sukses besar, meraih jabatan yang tinggi, menjadi penguasa, atau memiliki harta berlimpah, ia tidak akan merasa sombong. Sebaliknya, ia menjadi semakin rendah hati karena menyadari bahwa sukses yang diperoleh bukan semata-mata hasil usahanya sendiri, kecuali sudah menjadi ketetapan Allah. Tanpa pertolongan dan ketetapan Allah seseorang tidak akan mampu memperoleh kesuksesan itu sehingga ketika mendapatkannya, ia justru menjadi tawadlu atau rendah hati menyadari akan kemudahan dan keagungan Allah swt. Firman Allah swt.

...................................................................................................................................................

Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah datangnya dan bila kamu ditimpa kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.» (Q.S. an-Nahl/ 16: 53). 

3. Melatih Berhusnuzan (baik sangka) Iman kepada takdir mendidik manusia untuk berbaik sangka pada ketetapan Allah karena apa yang kita inginkan belum tentu berakibat baik, demikian pula sebaliknya. 

4. Melatih Kesabaran Seorang yang beriman kepada Qada dan Qadar akan tetap tabah, sabar, dan tidak mengenal putus asa pada saat mengalami kegagalan karena menyadari bahwa semua kejadian sudah ditetapkan oleh Allah. Akan tetapi, bagi orang yang tidak beriman kepada takdir, kegagalan mengakibatkan stres, putus asa, dan kegoncangan jiwa. Firman Allah swt. 

....................................................................................................................................................

Artinya: “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmatAllah, sesungguhnya tidak putus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.» (Q.S. Yusuf/12: 87) 

5. Terhindar dari Sifat Ragu dan Penakut Iman pada Qada dan Qadar akan menumbuhkan sifat pemberani. 212 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Semangat dan jiwa seseorang akan bangkit karena ia tidak memiliki keraguan atau gentar sedikit pun untuk maju. Orang yang beriman itu meyakini bahwa apa pun yang bakal terjadi tidak akan menyimpang dari ketentuan atau takdir Allah. Sejarah Islam telah mencatat bahwa Khalid bin Walid pada setiap peperangan tampil gagah berani tanpa rasa takut sedikit pun. Akan tetapi, Allah tidak menetapkan bahwa ia wafat di medan perang. Ia senantiasa diselamatkan nyawanya dan selalu dilindungi oleh Allah sehingga ia dapat hidup hingga usia tua. Khalid bin Walid wafat di atas pembaringan meskipun terdapat lebih dari 500 bekas luka dalam peperangan.


E. Perilaku Cerminan Iman Kepada Qada dan Qadar Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan iman kepada Qada dan Qadar, antara lain sebagai berikut. 

a. Yakin terhadap Qada dan Qadar dari Allah karena pada hakikatnya Qada dan Qadar tersebut sangat logis (masuk akal). Apabila kita sulit memahaminya, hal tersebut berarti bahwa kita sendiri yang belum memiliki pemahaman secara menyeluruh mengenai hal tersebut. 

b. Pemahaman yang menyeluruh mengenai Qada dan Qadar akan melahirkan pribadi yang mau bekerja keras dalam meraih sesuatu. 

c. Allah tidak akan menyalahi hukum-Nya (sunnatullah) sehingga manusia harus yakin akan kekuasaan-Nya atas hidup dan kehidupan manusia. 

d. Kita tidak boleh sombong apabila kita berhasil meraih sesuatu karena semua itu tidak semata-mata atas usaha kita sendiri. 

e. Tidak boleh putus asa karena senantiasa husnuzan pada keadilan Allah. 

f. Mampu menyusun strategi, khususnya, dalam hal pekerjaan sehingga hasilnya efektif dun efisien. 

g. Bersyukur apabila memperoleh rezeki apa pun bentuknya dan senantiasa bersabar apabila mendapatkan ujian atau musibah. 


Setelah kita mampu memahami akan Qada dan Qadar yang merupakan salah satu sendi keimanan umat Islam, kita dapat mengambil beberapa hikmah di antaranya sebagai berikut. 

a. Allah telah menggariskan hukum-Nya dalam Qada dan Qadar. Dengan pemahaman yang benar, kita mampu menjadi pribadi yang optimistis dengan melakukan doa dan ikhtiar serta tawakal. 

b. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita tidak akan memiliki prasangka buruk, baik kepada Allah maupun kepada makhluk-Nya. 

c. Kita bisa menyadari bahwa Allah telah membekali manusia dengan berbagai perangkat untuk kehidupannya. Jika kita mampu menggunakannya dengan baik, tentu hasil yang optimal dapat kita raih selama hidup di dunia ini. 

d. Kita menyadari bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dan tentu memiliki hikmah tersendiri, di antaranya, untuk saling mengenal dan bekerja sama. 

e. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita dapat menyadari bahwa segala yang diciptakan dan yang terjadi di dunia ini tidak pernah luput dari kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, manusia tidak pantas untuk berperilaku sombong. 

f. Manusia berhak memilih untuk melakukan sesuatu. Dengan kesadaran itu, konsekuensi yang akan diterima di akhirat kelak, yang berupa ganjaran surga dan neraka, menjadi keniscayaan bagi setiap manusia. 

g. Keberhasilan atau kesuksesan bukan sebuah khayalan karena jika kita mau berusaha, Allah pasti akan membuka jalan-Nya. 

h. Mampu membedakan antara jalan yang baik dan yang buruk karena masing-masing memiliki akibat atau konsekuensinya. 

i. Menjadi pribadi yang tidak pernah berputus asa dan lupa diri apabila menghadapi sesuatu, baik kesenangan maupun kesedihan. 

j. Allah tidak pernah menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Oleh karena itu, manusia tinggal mempergunakan karunia tersebut dengan sebaik-baiknya.

Dari penjelasan bab ini, kita dapat menerapkan karakter sebagai berikut: 

1. Karakter Religius Dari pemahaman beriman kepada Qada dan Qadar Allah, kalian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan beribadah kepada Allah Swt. Penerapan yang dapat kamu lakukan dalam kehidupan seharihari antara lain adalah: • mendirikan salat wajib berjamaah; • berdzikir setelah shalat; dan • membaca al-Qur’an setiap hari. 

2. Karakter Jujur Dengan meyakini iman kepada Qada-Qadar diharapkan dapat memberikan motivasi bersikap jujur dalam kehidupan. Penerapan karakter jujur yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah: • mengerjakan ulangan dengan jujur; • membeli barang sesuai dengan harganya; dan • mengembalikan barang temuan kepada yang punya. 

3. Karakter Peduli Sosial Penerapan karakter peduli sosial dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah: • membantu teman yang membutuhkan pertolongan; • mengeluarkan infaq setiap Jumat; dan • membantu korban bencana alam. 

4. Karakter Bertanggung Jawab Penerapan karakter bertanggung jawab dalam kehidupan seharihari antara lain adalah: • mengerjakan tugas dari guru dengan sebaik-baiknya; • membersihkan ruang kamar setiap hari; dan • menjadi ketua kelas dengan amanah. 

5. Karakter Kreatif Penerapan karakter tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari adalah: • melakukan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat; • menyusun program dalam organisasi dengan kreatif; dan • menemukan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

KESIMPULAN :

1. Qada dan Qadar atau takdir berasal dari bahasa Arab. Qada menurut bahasa Arab berarti ketetapan, ketentuan, ukuran, takaran, atau sifat. Qada menurut istilah, yaitu ketetapan Allah yang tercatat di Lauh alMahfuz (papan yang terpelihara) sejak zaman azali. Ketetapan ini sesuai dengan kehendak-Nya dan berlaku untuk seluruh makhluk atau alam semesta. 

2. Adapun dalil naqli adalah dalil yang diambil dari al-Qur’an dan hadis Qadar atau takdir yaitu ketetapan yang telah terjadi. Adapun dalil aqli adalah dalil yang diambil dari akal yang sehat. 

3. Takdir, ikhtiar, dan tawakal adalah tiga hal yang sulit untuk dipisahpisahkan. Dengan kemahakuasaan-Nya, Allah menciptakan peraturan, dan hukum yang tidak dapat diubah oleh siapa pun. Sementara itu, manusia diberi kebebasan untuk memilih dan diberi hak untuk bekerja dan berusaha demi mewujudkan pilihannya. Akan tetapi, setiap manusia tidak dapat dan tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada Allah untuk mewujudkan keinginannya. 

4. Fungsi beriman pada Qada dan Qadar dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut. a. Mendorong Kemajuan dan Kemakmuran b. Menghindari Sifat Sombong c. Melatih Berhusnuzan (Baik Sangka) d. Melatih Kesabaran e Terhindar dari Sifat Ragu dan Penakut. 

5. Perilaku yang mencerminkan iman kepada Qada dan Qadar, antara lain sebagai berikut. a. Yakin terhadap Qada dan Qadar dari Allah karena pada hakikatnya Qada dan Qadar tersebut sangat logis (masuk akal) b. Pemahaman yang menyeluruh mengenai Qada dan Qadar akan melahirkan pribadi yang mau bekerja keras dalam meraih sesuatu.

Friday, January 27, 2023

PONDOK PESANTREN YANG TELAH BERDIRI LEBIH DARI SATU ABAD

MWC.NUGAR.ANZAAY


Ini daftar nama-nama Pondok Pesantren yang akan mendapatkan penganugrahan dari PBNU tgl 31 Januari tepatnya hari selasa di TMII karena sudah berdiri diatas 1 Abad umur pesantrenya, dan  Berkah untuk Semua... amiin


PONDOK PONDOK TUA DI INDONESIA Ya seperti biasa


1. Pondok Pesantren Al-Kahfi Somolangu, Kebumen (1475) 

2. Pondok Pesantren Mojosari, Loceret, Nganjuk (1710) 

3. Pondok Pesantren Babakan, Cirebon (1715) 

4. Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan (1718) 

5. Pondok Pesantren Jamsaren, Solo (1750) 

6. Pondok Pesantren Buntet, Cirebon (1750) 

7. Pondok Pesantren Qomaruddin, Bungah, Gresik (1753) 

8. Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading, Malang (1768) 

9. Pondok Pesantren Balerante, Cirebon (1779) 

10. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah, Siwalan Panji, Sidoarjo (1787) 

11. Pondok Pesantren Hidayatut Thullab, Durenan, Trenggalek (1790) 

12. Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon (1800-an) 

13. Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang (1825) 

14. Pondok Pesantren Watucongol, Magelang, (1830) 

15. Pondok Pesantren Tremas, Pacitan (1830) 

16. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber, Wonosobo (1832) 

17. Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo (1839) 

18. Pondok Pesantren Al-Hikamus Salafiyah, Cipulus, Purwakarta (1840) 

19. Pondok Pesantren Al-Fauzan, Garut (1850) 

20. Pondok Pesantren Langitan, Tuban (1852) 

21. Pondok Pesantren MIS (Ma’hadul Ilmi Asy-Syar’i), Sarang, Rembang (1859) 

22. Pondok Pesantren Syaikhona Kholil, Bangkalan (1861) 

23. Pondok Pesantren Giri Kusumo, Mranggen (1868) 

24. Pondok Pesantren Arriyadl, Ringinagung, Pare, Kediri (1870) 

25. Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin, Pacul Gowang (1880) 

26. Pondok Pesantren Sukamiskin, Bandung (1881) 

27. Pondok Pesantren Al-Ashriyah, Genteng, Banyuwangi (1882) 

28. Pondok Pesantren Roudatul Mubtadi’in, Balekambang, Jepara (1884) 

29. Pondok Pesantren Darul Ulum, Peterongan, Jombang (1885) 

30. Pondok Pesantren Al-Ihsan, Jampes, Kediri (1886) 

31. Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep (1887) 

32. Pondok Pesantren Darul Hikam, Bendo, Pare, Kediri (1889) 

33. Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Lamongan (1898) 

34. Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1899) 

35. Pondok Pesantren Gedongsari, Nganjuk (1901) 

36. Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor (1901) 

37. Pondok Pesantren Futuhiyah, Mranggen, Demak (1905) 

38. Pondok Pesantren Kempek, Cirebon (1908) 

39. Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo (1908) 

40. Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati (1910) 

41. Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri (1910) 

42. Pondok Pesantren Al-Hikmah, Benda, Brebes (1911) 

43. Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta (1911) 

44. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Jember (1912) 

45. Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah, Tegal (1913) 

46. Pondok Pesantren Darussalam Martapura Kalsel (1914) 

47. Pesantren Islam As Shiddiqi, Jember, (1915) 

48. Pondok Pesantren Matla’ul Anwar Linahdhatil Ulama (MALNU) Pandeglang (1916) 

49. Pondok Pesantren Denanyar, Jombang (1917) 

50. Pondok Pesantren al-Qaumaniyah, Bareng, Kudus (1918) 

51. Pondok Pesantren Apik, Kauman Kaliwungu, (1919) 

52. Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq, Winong, Cirebon (1919) 

53. Pondok Pesantren Al-Masturiyah, Sukabumi (1920) 

54. Pondok Pesantren Mustofawiyah, Mandailing Natal, Sumut (1925) 

55. Pondok Pesantren Ihya Ulumaddin, Cilacap (1925) 

56. Pondok Pesantren Ploso, Kediri (1925)

HUKUM MENGGUNAKAN SUSUK BAIK EMAS MAUPUN PERAK

KAJIAN BERIKUT 

Assalamualaikum wr.wb.

Mohon maaf mau bertanya terkait penggunaan susuk🙏

Bagaimana hukumnya orang yang menggunakan susuk, baik itu susuk emas, perak, dsb. Dengan tujuan untuk kekebalan, kekuatan, pengasihan.


Terimakasih ,

Atas jawabannya 


Wassalamualaikum wr.wb.🙏

Waalaikum'salam warahmatullahi wa barokatuh

Boleh jika tidak menyalahi secara syariat dan tidak memberikan dampak buruk:

"فَرْعٌ :وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ دَقِّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَأَكْلِهِمَا مُفْرَدَيْنِ أَوْ مَعَ انْضِمَامِهِمَا لِغَيْرِهِمَا مِنْ الْأَدْوِيَةِ هَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ كَغَيْرِهِ مِنْ سَائِرِ الْأَدْوِيَةِ أَمْ لَا يَجُوزُ لِمَا فِيهِ مِنْ إضَاعَةِ الْمَالِ ؟ فَأَجَبْت عَنْهُ بِقَوْلِي : إنَّ الظَّاهِرَ أَنْ يُقَالَ فِيهِ إنَّ الْجَوَازَ لَا شَكَّ فِيهِ حَيْثُ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ نَفْعٌ ، بَلْ وَكَذَا إنْ لَمْ يَحْصُلْ مِنْهُ ذَلِكَ لِتَصْرِيحِهِمْ فِي الْأَطْعِمَةِ بِأَنَّ الْحِجَارَةَ وَنَحْوَهَا لَا يَحْرُمُ مِنْهَا إلَّا مَا أَضَرَّ بِالْبَدَنِ أَوْ الْعَقْلِ .وَأَمَّا تَعْلِيلُ الْحُرْمَةِ بِإِضَاعَةِ الْمَالِ فَمَمْنُوعٌ لِأَنَّ الْإِضَاعَةَ إنَّمَا تَحْرُمُ حَيْثُ لَمْ تَكُنْ لِغَرَضٍ وَمَا هُنَا لِقَصْدِ التَّدَاوِي وَصَرَّحُوا بِجَوَازِ التَّدَاوِي بِاللُّؤْلُؤِ فِي الِاكْتِحَالِ وَغَيْرِهِ وَرُبَّمَا زَادَتْ قِيمَتُهُ عَلَى الذَّهَبِ"

(Bujairim ala Khotib)

Tanpa memandang susuk terbuat dari emas ataupun bukan emas, hukum memakai susuk menurut fiqih terperinci sebagai berikut:

(1) apabila pemakai susuk menyakini yang memberikan efek dari pemakaian susuk tersebut secara hakikat adalah susuk itu sendiri, ulama sepakat menghukuminya sebagai kufur.

 (2) jika ia menyakini pemberi efek adalah susuk atas kekuatan yang dititipkan Allah pada benda tersebut, para ulama berbeda pendapat (khilaf) soal status hukumnya. Pendapat paling shahih (ashah) adalah tidak kufur, hanya saja pelakunya dikategorikan fasiq (berlaku dosa). Sedangkan sebagian pendapat lain menyatakan kufur.

(3) Jika pemakai susuk meyakini susuk pasti bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka tergolong sebagai orang bodoh (jahil) dan tidak menyebabkan kufur. 

(4) Jika meyakini benda tersebut biasanya bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka termasuk golongan yang selamat.

Masalah aqidah ini sangat penting menjadi landasan baik bagi orang yang memakai susuk maupun orang yang berobat apa pun.

Dengan bahasa lain, kaitan susuk dengan aqidah sangat bergantung pada keyakinan si pengguna terhadap susuk. Bisa berakibat pada  kekufuran, kefasikan, atau sesuatu yang boleh-boleh saja. Dalam hal ini, menata niat dan kesadaran merupakan hal yang sangat krusial.

Terimakasih jazakumullah atas kebaikan dan Semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal Alamin 

AKTIVITAS DISUNNAHKAN DI HARI JUM'AT


*Beberapa Hal/Aktifitas yang disunnahkan pada hari/malam Jum'at*

الشافعية - قالوا : من السنن المطلوبة يوم الجمعة قص الشارب حتى تظهر حمرة الشفة ومعنى ذلك أنه يبالغ في قصه إلى أن يخف شعره ويظهر ما تحته ولكنه يكره استئصاله بالقص كما يكره حلقه جميعه وإذا قص بعضه وحلق بعضه فإنه جائز أما اللحية فإنه يكره حلقها والمبالغة في قصها فإذا زادت على القبضة فإن الأمر فيه سهل خصوصا إذا ترتب عليه تسوية للخفة أو تعريض به ونحو ذلك.

1. Mencukur brengos (kumis)

Mencukur kumis di sini bermakna tidak mencukur habis kumisnya, melainkan hingga tersisa tipis saja, sehingga kulit dasarnya tampak. Adapun mencukur habis kumis, maka dihukumi makruh. Dan apabila mencukur tipis sebagian kumis, dan sebagian lain digundulkan, maka hal ini dihukumi boleh.

Adapun jenggot, maka dihukumi makruh mencukur habis. Dan apabila tebalnya mencapai satu genggam lebih, maka hukumnya makruh juga mencukurnya.

 ومن السنن المطلوبة يوم الجمعة نتف شعر الابطين ويكره للقادر على النتف أن يحلقه أما الذي يتألم من النتف فإنه لا يكره له الحلق.

2. Mencabut bulu ketiak.

Mencabut bulu ketika ini disunnahkan bagi orang yang memang mampu untuk mencabutnya, dan baginya makruh untuk mencukur bulu ketiaknya. Adapun orang yang merasa sakit ketika mencabut bulu ketiak, maka ia tidak dimakruhkan untuk mencukurnya.

 وكذلك من السنن المطلوبة يوم الجمعة حلق شعر العانة للرجل ونتفها للمرأة ويتعين على المرأة إزالتها عند أمر الزوج لها.

3. Mencukur bulu kemaluan (jembut)

Mencukur jembut disini disunnahkan untuk laki-laki. Adapun bagi perempuan disunnahkan agar mencabutnya, dan ini dihukumi lebih kuat lagi jika atas permintaan suaminya.

 ويكره نتف شعر الأنف بل يسن قصه إن طال وأن يتركه لما فيه من المنفعة الصحية

4. Mencukur bulu hidung jika off-side

Sebagian orang memiliki bulu hidung yang terkadang off-side (keluar batas), maka baginya disunnahkan untuk mencukurnya, atau ia diperbolehkan untuk membiarkannya, sebab ini memiliki beberapa manfaat kesehatan. Adapun mencabutnya, maka hal ini dihukumi makruh.

 أما شعر الرأس فإن حلقه مباح ولا بأس بتركه لمن يتعهده بالنظافة إلا إذا كان الغرض من تركه التشبه بفئة مخصوصة ليلبس على الناس فإن تركه لا يجوز حينئذ

Adapun rambut kepala, maka hukum mencukurnya ialah mubah, dan tak mengapa jika membiarkannya panjang bagi seorang yang telaten akan kebersihannya. Kecuali jika ia memanjangkan rambutnya ditujuhkan untuk menyerupai sebagian kelompok tertentu, maka hukum memanjangkan rambut di sini tidak diperbolehkan.

ومن السنن المطلوبة يوم الجمعة قص الأظافير لغير المحرم متى طالت . ومثل يوم الجمعة الخميس والاثنين . والمعتمد في كيفية قص الأظافير أن يبدأ في اليدين بسبابة يمينه إلى خنصرها ثم إبهامها ثم خنصر يساره إلى إبهامها ويبدأ في الرجلين بخنصر الرجل اليمنى إلى خنصر الرجل اليسرى على التوالي

5. Memotong kuku bagi orang yang tidak sedang melakukan ihram


Hukum kesunnahan memotong kuku ini terdapat pada hari Jum'at, Kamis dan hari Senin.

Tata cara memotong kuku pun beragam, namun, pendapat yang mu'tamad ialah dimulai pada: 

_Jari telunjuk tangan kanannya hingga kelingking, kemudian ibu jari tangan kanan. Lalu pada tangan kiri dimulai pada jari kelingking hingga ibu jari._

Kemudian pada kaki dimulai pada :

_Jari kelingking kaki kanan, hingga jari kelingking kaki kiri._

الفقه على المذاهب الأربعة

Source : http://islamport.com/w/fqh/Web/2793/1160.htm

Wednesday, January 25, 2023

ADAKAH NABI YANG MASIH HIDUP?

 

_*Nabi yang Masih Hidup*_

📌 Untuk diketahui ✨

Disebutkan di beberapa kitab karangan Imam Ibnu Katsir bahwa ada 4 (empat) Nabi yang masih hidup, yaitu :

🔹Di Bumi Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir.

🔹Di Langit Nabi Idris dan Nabi Isa

📌 Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir bertemu setiap tahun di bulan Romadhon di Baitul Maqdis, dan mereka berhaji setiap tahun, dan meminum air Zamzam.

وَقَالَ مَكْحُولٌ عَنْ كَعْبٍ: أَرْبَعَةُ أَنْبِيَاءَ أَحْيَاءٌ، اثْنَانِ فِي الْأَرْضِ: إِلْيَاسُ وَالْخَضِرُ، وَاثْنَانِ فِي السَّمَاءِ: إِدْرِيسُ وَعِيسَى. وَقَدْ قَدَّمْنَا قَوْلَ مَنْ ذَكَرَ أَنَّ إِلْيَاسَ وَالْخَضِرَ يَجْتَمِعَانِ فِي كُلِّ عَامٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَأَنَّهُمَا يَحُجَّانِ كُلَّ سَنَةٍ، وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شَرْبَةً تَكْفِيهُمَا إِلَى مِثْلِهَا مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ.

[ابن كثير، البداية والنهاية ط هجر، ٢٧٤/٢]

[ابن كثير، البداية والنهاية ط هجر، ٢٧٣/٢]

وَقَالَ مَكْحُولٌ عَنْ كَعْبٍ: أَرْبَعَةُ (1) أَنْبِيَاءَ أَحْيَاءٌ، اثْنَانِ فِي الْأَرْضِ إِلْيَاسُ وَالْخضر، وَاثْنَانِ فِي السَّمَاء: إِدْرِيس وَعِيسَى عَلَيْهِم السَّلَام.

وَقَدْ قَدَّمْنَا قَوْلَ مَنْ ذَكَرَ أَنَّ إِلْيَاسَ وَالْخَضِرَ يَجْتَمِعَانِ فِي كُلِّ عَامٍ فِي

شَهْرِ رَمَضَانَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَأَنَّهُمَا يَحُجَّانِ كُلَّ سَنَةٍ وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شَرْبَةً تَكْفِيهُمَا إِلَى مِثْلِهَا مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ.

[ابن كثير، قصص الأنبياء، ٢٤٢/٢]

وجمهور أهل العلم على أن عيسى عليه السلام حى عند الله تعالى حياة لم تثبت كيفيتها ولا طبيعتها مستدلين بما سنورده فيما يلى عن واقعة نزوله وعودته إلى الأرض.

[مجموعة من المؤلفين، فتاوى دار الإفتاء المصرية، ٣٥٥/٧]

Dijelaskan pula dalam sumber referensi lainnya bahwa nabi Idris masih ada berikut 

Dijelaskan dalam _Hasyiyah Syeikh Ahmad Dardir ala Qisshotil Mi'roj_ hal 17 :

*أما  إدريس عليه السلام فإنه وإن كان حيا لأنه رُدّت له الروح بعد ما قبض في  السماء الرابعة إلا أنه التحق بأهل الجنة فكان حكمه حكم غيره من الأنبياء*

Adapun nabi Idris alaihissalam maka sesungguhnya meski ia masih hidup sebab ruhnya dikembalikan sesudah dicabut di langit keempat, hanya saja ia bergabung dengan ahli surga. Maka ketetapannya sama dengan ketetapan untuk  para nabi lainnya.

Sementara dalam tafsir al-Qurthubi dipaparkan: 

*الجامع لأحكام القرآن  » سورة مريم  » قوله تعالى واذكر في الكتاب إدريس إنه كان صديقا نبيا قال وهب بن منبه : فإدريس تارة يرتع في الجنة ، وتارة يعبد الله تعالى مع الملائكة في السماء*

Wahab  bin Munabbih mengatakan : Nabi Idris terkadang berada di surga dan terkadang beribadah kepada Allah di langit bersama malaikat. 

- _Tafsir Al-Qurthubi_ juz 11 hal 44.

*والله أعلم بالصواب*

Monday, January 23, 2023

MENINJAU STATUS HADITS KEUTAMAAN BULAN RAJAB



 *MENINJAU STATUS HADITS KEUTAMAAN BULAN RAJAB*

Ketika memasuki bulan Rajab, umat Islam di Indonesia banyak yang melaksanakan berbagai amalan, baik itu berdoa bersama, berpuasa dan sebagainya. Mereka melakukan hal tersebut adalah untuk fadhilah (keutamaan) amal.

Adapun salah satu hadits yang membahas mengenai keutamaan bulan Rajab, yaitu:

*حدثنا زائدة بن ابي الرقاد قال نا زياد النميري عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم اِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قال اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبِ وَشَعْبَانِ وَبلِّغْنَا رَمَضَانَا لَا يَرْوِيَ هَذَا اْلحَدِيْثِ عَنِ النَّبِي صَلّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلَّا بِهَذَا الْإِسْنَادِ تَفَرَّدَ بِهِ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ.*

Telah menceritakan kepada kami Zaidah ibn Abu ar-Ruqad, ia berkata menceritakan kepada kami Ziyad an-Numairi dari Anas ibn Malik, ia berkata:

"Apabila telah masuk bulan Rajab maka Rasulullah SAW berdoa: Ya Allah! Berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadan".

Tidak ada yang meriwayatkan Hadits dari Nabi tersebut kecuali dengan jalur sanad ini yaitu Zaidah ibn Abu ar-Ruqad.”

Jika kita telusuri, hadits di atas tercantum dalam beberapa kitab, antara lain:

◼️‘Abdullah ibn Ahmad dalam Kitab Zawa’id al-Musnad nomor 2346.

◼️Al-Bazzar dalam kitab Musnad al-Bazzar nomor 616.

◼️At-Tabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Ausat nomor 3939.

◼️Dan dalam kitab ad-Du’a nomor 911 Juz IV halaman 189.

Selain itu, terdapat juga dalam karya Abu Nu’aim al-Asbahani pada Kitab : 

◼️Hilyatul Auliya juz VI halaman 269.

◼️Al-Baihaqi dalam kitab ‘Asy-Syu’ab al-Iman nomor 3534.

◼️Dan dalam Kitab Fada’il al-Auqat nomor 14.

◼️Al-Khatib al-Bagdadi al-Maudih, dan sebagainya.

Memasuki bulan Rajab seperti sekarang ini, banyak sekali tersebar hadits-hadits mengenai keutamaan bulan Rajab. Hal tersebut biasanya bertujuan untuk memotivasi orang memperbanyak ibadah (fadhail al-A’mal) puasa pada bulan Rajab.

Walaupun hadits-hadits beredar luas di kalangan masyarakat dengan tujuan yang baik, namun ada juga sebagian orang yang mempermasalahkan perihal status hadisnya yang bermasalah. 

Ibnu Hajar Al-Asqalani juga pernah mengkaji khusus hadits mengenai keutamaan bulan Rajab ini.

Kemudian Beliau tuangkan hasil kajiannya tersebut dalam Kitab yang berjudul *_"Tabyinul ‘Ajab bi Ma Warada fi Fadhli Rajab"_*. 

Dalam kitabnya tersebut, ia menjelaskan seperti berikut ini:

*لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه ولا في صيام شيئ منه معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة. وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسما عيل الهروي الحافظ…..ولكن اشتهر أن أهل العلم يتسمحون في إيرد الأحاديث في الفضائل وإن كان فيها ضعيف، ما لم تكن موضوعة.*

“Mengenai keutamaan bulan Rajab, baik itu dalam hal puasa Rajab dan tidak juga dalam puasa di hari tertentu dari bulan Rajab, serta beribadah pada malam (Qiyam al-lail) tertentu di bulan Rajab, di dalamnya tidak ditemukan hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai hujjah. 

Sebelumnya sudah ada yang melakukan kajian ini, yaitu Imam Abu Ismail Al-Harawi Al-Hafidz. Namun demikian, sesungguhnya Para Ulama' membolehkan mengamalkan hadits tentang fadhilah amal, meskipun status hadisnya dhaif (kualitasnya lemah), selama tidak maudhu’ (palsu).”

Menurut apa yang tertulis di atas, Ibnu Hajar memang mengakui bahwa belum ditemukan dalil yang shahih dan spesifik mengenai keutamaan bulan Rajab, keutamaan puasa di bulan Rajab dan Qiyamul lail untuk beribadah di malam bulan rajab.

Namun bukan berarti puasa di bulan rajab tidak boleh. Sebab dalam ranah hadits, status hadits di atas, tingkat kelemahannya dinilai tidak begitu parah, sehingga kita diperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif tersebut selama tidak berkaitan dengan masalah Aqidah.

Mengenai puasa Rajab, terdapat hadis shahih yang secara spesifik membahasnya dan dapat dijadikan dalil diperbolehkannya puasa Rajab. 

Salah satunya adalah Hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada Shahabat yang bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair mengenai puasa Rajab.

Kemudian Said menjawab: “Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Rasulullah SAW selalu berpuasa dan Beliau tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga ia tidak puasa”.

📚 (HR. Muslim).

Selanjutnya dalam riwayat lain yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Al-Baihaqai, dan lain-lain yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan salah seorang Shahabatnya untuk berpuasa pada bulan-bulan mulia (Asyhurul hurum).

Sedangkan bulan Rajab termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam Islam tersebut. 


*والله اعلم بالصواب*

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes