BREAKING NEWS

Watsapp

Monday, July 12, 2021

KELEZATAN DALAM BERIBADAH

 كيف تحصل اللذة في العبادة ؟

Bagaimana bisa mendapat kelezatan dalam beribadah?


أما تحصيل اللذة في العبادات في أساسه.. إفراد القصد للرب، ثم تكلف حضور القلب مع الله تبارك وتعالى، ثم مجالسة الصالحين وقراءة أخبارهم، فلذلك تحصل اللذة في العبادة.

Adapun mendapatkan kelezatan dalam semua ibadah maka pondasinya... memurnikan tujuan hanya untuk Allah, lalu memaksa menghadirkan hati bersama Allah تبارك وتعالى, kemudian selalu duduk dg orang-orang sholeh serta membaca sejarah mereka,  karena itu mendapatkan kelezatan dalam beribadah.

وقد سئل بعض العارفين : ايجد لذة العبادة من يعصي الله ؟ فقال له : لا، ولا من يهم بالمعصية 

الذي يهم بالمعاصي .. ما يجد هذه الحلاوة على وجهها، ولكن من وطن نفسه على ترك المعاصي .. رزقه الله الأنفة منها، وجالت روحه في عالم الملكوت، بعد ذلك يكون الأمر قريباً. 

Sebagian arifin ditanya : apakah bisa mendapatkan kelezatan ibadah orang yg bermaksiat kepada Allah? Maka beliau menjawab : tidak, bahkan orang yang hanya ingin melakukan maksiat.

Orang yang ingin bermaksiat.. tidak mendapatkan kelezatan ini dengan sebenarnya, akan tetapi orang yang membiasakan dirinya meninggalkan maksiat... maka Allah akan menjauhkan dia dari kemaksiatan dan ruhnya berkeliling di alam kerajaan langit, setelah itu segala urusan akan menjadi mudah.


توجيه النبيه.

Kitab taujihun nabiih


Wallahu a'lam bish shawab,

Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. 

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,     

 ═════•❁📚🌹📚❁•═════

❥●•••❀°•┈❀🌹🌹❀┈•°❀•••●❥

Semoga اَللّهُ senantiasa melimpahkan Rahmat Taufik serta hidayah-Nya kepada kita semua ,  tetap istiqomah  dalam kebaikan & meningkatkan amal ibadah


             آمِــــــــــيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِــــــــــيْنَ


"HUKUM QADHA SHALAT UNTUK ORANG WAFAT"

Bismillah


Qadha shalat diwajibkan bagi siapapun yang meninggalkan shalat, baik sengaja maupun tidak. Untuk orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, diwajibkan mengqadha shalat secepat mungkin (faur). 

Bahkan ia diharuskan mengerjakan shalat qadha terlebih dahulu, sebelum mengerjakan shalat wajib lainnya atau shalat sunnah. Misalnya, ketika ada yang secara sengaja meninggalkan shalat dzuhur dan waktunya sudah habis, ia diwajibkan untuk mengqadhanya sebelum menunaikan shalat ashar. 

Beda halnya dengan orang yang lupa atau ketiduran, mereka dianjurkan  untuk menyegerakan (wa yubadiru bihi nadban), dan tidak diwajibkan sebagaimana halnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja. 

 Kewajiban qadha ini mengukuhkan bahwa bagaimanapun dan dalam kondisi apapun shalat wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali bagi perempuan haid.

Lalu bagaimana dengan orang yang sudah meninggal?

Apakah ahli  waris atau keluarganya dianjurkan untuk mengqadha shalat orang yang sudah wafat? 

Persoalan ini sudah dibahas dan diperdebatkan oleh para ulama sejak dulu. Dalam Fathul Mu’in, Zainuddin Al-Malibari mengatakan: 

من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه، وفي قول: إنها تفعل عنه، أوصى بها أم لا، حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه 

“Orang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah. Menurut satu pendapat, dianjurkan qadha’, baik diwasiatkan maupun tidak, sebagaimana yang dikisahkan Al-‘Abadi dari As-Syafi’i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadha shalat) untuk sebagian sanak-familinya.”

Memang tidak terdapat hadits yang secara tegas menunjukkan kebolehan qadha shalat. Ulama yang membolehkan hal ini berdalil pada hadits kewajiban qadha puasa bagi ahli waris. ‘Aisyah pernah mendengar Rasulullah  bahwa: 

من مات وعليه صيام صام عنه وليه 

“Siapa yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, wajib bagi keluarganya untuk mengqadhanya,”

(HR Al-Bukhari).

Anjuran mengqadha puasa ini disematkan pada shalat, karena keduanya sama-sama ibadah badaniyah (ibadah fisik). 

Dalam Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi juga menguraikan perdebatan ulama terkait hal ini. 

Persoalannya, apakah ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, pahalanya sampai kepada orang yang meninggal atau tidak?

An-Nawawi  menjelaskan: 

 ذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إلى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفي صحيح البخاري في باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلي عنها 

“Sekelompok ulama berpendapat bahwa pahala seluruh ibadah (yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal) sampai kepada mereka, baik ibadah shalat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Dalam shahih al-Bukhari, bab orang yang meninggal dan masih memiliki kewajiban nadzar, Ibnu Umar memerintahkan kepada orang yang meninggal ibunya dan memiliki tanggungan shalat untuk mengerjakan shalat untuk ibunya.” 

Demikianlah pendapat ulama terkait kebolehan mengqadha shalat untuk orang yang sudah wafat. Selain pendapat, sebagian ulama besar seperti As-Subki  juga melakukan untuk keluarganya yang telah wafat. Bagi siapa yang tidak setuju dengan pendapat diatas, alangkah baiknya untuk tidak menyalahkan orang yang mengqadha’ shalat untuk keluarganya yang telah wafat. 

Sebab persoalan ini masih diperdebatkan dan diperselisihkan oleh para ulama (khilafiyah). 

Wallahu a'lam bish shawab, Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. 


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,     

 ═════•❁📚🌹📚❁•═════

Salam Penulis


❥●•••❀°•┈❀🌹🌹❀┈•°❀•••●❥

Semoga اَللّهُ senantiasa melimpahkan Rahmat Taufik serta hidayah-Nya kepada kita semua ,  tetap istiqomah  dalam kebaikan & meningkatkan amal ibadah


             آمِــــــــــيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِــــــــــيْنَ

                      🤲🤲🤲


"BAGAIMANAKAH HUKUM KB (KELUARGA BERENCANA)

 Bismillahirrahmanirrohiim

Masalah hukum KB

Penjelasan 

Dalam melaksanakan hukum KB (keluarga berencana), baik dengan suntik, pil atau spiral" perinciaanya sebagai berikut :

Bila niatnya MENGATUR jarak kelahiran, maka boleh. Apalagi kalau tujuannya agar pendidikan anak-anaknya menjadi lebih terarah.

Bila niatnya MEMUTUSKAN/MENGHENTIKAN kelahiran, maka hukumnya haram, terkecuali ada udzur syar’i, misalnya kata dokter yang ahli lagi adil, ada masalah besar yang membahayakan jiwanya jika mengandung.

Keterangan dari Nash kitab “Syarqawi” II/ 332. 

ﻮﻋﺑﺎﺮﺘﻪ : ﻭﺃﻤﺎ ﺇﺴﺘﻌﻤﺎﻞ ﻤﺎ ﻴﻗﻄﻊ ﺍﻟﺤﺑﻞ ﻤﻦ ﺃﺼﻟﻩ ﻔﻬﻮ ﺤﺭﺍﻡ ﺑﺨﻼﻒ ﻤﺎﻻ ﻴﻗﻁﻌﻪ ﺑﻞ ﻴﺑﻂﺌﻪ ﻤﺪﺓ ﻓﻼ ﻴﺤﺭﻡ ﺑﻞ ﺇﻦ ﻜﺎﻦ ﻠﻌﺫﺮ ﻜﺘﺭﺑﻴﺔ ﻭﻟﺪ ﻟﻡ ﻴﻜﺮﻩ ﺃﻴﻀﺎ

 Catatan :

IUD adalah adalah alat yang berbentuk huruf T yang ditempatkan di dalam rahim yang menyebabkan terjadinya perubahan di dalam rahim tersebut yang mencegah sel telur dari kondisi siap untuk menghadapi pembuahan. Alat pencegah kehamilan tersebut dapat berada didalam uterus untuk kurun waktu beberapa tahun dan merupakan alat pengatur jarak kehamilan yang paling efektif.dan juga pemasangan alat kontrasepsi IUD.

Lalu jika diperbolehkan KB dari beberapa cara di atas diperbolehkan karena adanya alasan tertentu,Bagaimana hukumnya menggunakan kontrasepsi spiral (IUD) dalam KB mengingat caranya dengan melihat aurat?

Pada dasarnya menggunakan spiral (IUD) itu hukumnya boleh, sama dengan 'azl atau alat-alat kontrasepsi yang lain, tetapi karena cara memasangnya harus melihat aurat mugholadzoh maka hukumnya haram. Oleh karena itu diusahakan dengan cara yang dibenarkan oleh syara’ seperti dipasang oleh suaminya sendiri.

# DASAR PENGAMBILAN HUKUM#

1. Sullam al-Taufiq

وَمِنْ مَعَاصِى اْلعَيْنِ النَّظَرُ اِلىَ النِّسَاءِ اْلاَجْنَبِيَّاتِ وَكَذَا نَظَرُ هُنَّ اِلَيْهِمْ وَنَطَرُ اْلعَوْرَاتِ فَيَحْرُمُ نَظَرُ شَيْئٍ مِنْ بَدَنِ اْلمَرْأَةِ اْلاَجْنَبِيَّةِ غَيْرِ الْحَلِيْلَةِ وَيَحْرُمُ عَلَيْهَا كَشْفُ شَيْئٍ مِنْ بَدَنِهَا بِحَضْرَةِ مَنْ يَحْرُمُ نَظَرُهُ اِلَيْهَا وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهاَ كَشْفُ شَيْءٍ مِمَّا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ بِحَضْرَةِ مُطَّلِعٍ عَلىَ اْلعَوْرَاتِ وَلَوْ مَعَ جِنْسٍ وَمَحْرَمِيَّةٍ غَيْرِ حَلِيْلَةٍ

“Termasuk diantara maksiat mata yaitu memandang kepada wanita lain dan demikian juga mereka memandang laki-laki lain dan melihat aurat. Maka haram melihat bagian dari tubuh wanita lain kecuali perempuan yang halal dan haram pula atas dia membuka bagian dari badannya dihadapan orang yang haram melihatnya. Haram atas laki-laki dan perempuan membuka bagian di antara pusar dan lutut dihadapan orang yang melihat aurat sekalipun bersama jenis dan ada hubungan mahram kecuali perempuan yang halal”.

2. Hasyiyah al-Qulyubi, Juz III, Hlm, 212.

(وَمَتَى حَرُمَ النَّظَرُ حَرُمَ الْمَسُّ) لِأَنَّهُ أَبْلَغُ فِي اللَّذَّةِ مِنْهُ

“Dan ketika melihat itu haram, maka menyentuh juga haram karena menyentuh itu lebih sempurna daripada melihat dalam kenikmatannya”.

3. Mughni al-Muhtaj, Juz IV, Hlm, 215

اعْلَمْ أَنَّ مَا تَقَدَّمَ مِنْ حُرْمَةِ النَّظَرِ وَالْمَسِّ هُوَ حَيْثُ لاَ حَاجَةَ إلَيْهِمَا وَأَمَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ فَالنَّظَرُ وَالْمَسُّ (مُبَاحَانِ لِفَصْدٍ وَحِجَامَةٍ وَعِلاَجٍ) وَلَوْ فِيْ فَرْجٍ لِلْحَاجَةِ الْمُلْجِئَةِ إلَى ذَلِكَ؛ ِلأَنَّ فِي التَّحْرِيْمِحِيْنَئِذٍ حَرَجًا، فَلِلرَّجُلِ مُدَاوَاةُ الْمَرْأَةِ وَعَكْسُهُ، وَلْيَكُنْ ذَلِكَ بِحَضْرَة مَحْرَمٍ أَوْ زَوْجٍ أَوْ امْرَأَةٍ ثِقَةٍ إنْ جَوَّزْنَا خَلْوَةَ أَجْنَبِيٍّ بِامْرَأَتَيْنِ، وَهُوَ الرَّاجِحُ

“Ketahuilah sesungguhnya apa yang telah lalu bahwa keharaman melihat dan menyentuh ketika tidak hajat untuk melihat dan menyentuh. Adapun ketika ada hajat maka melihat dan menyentuh hukumnya boleh karena bertujuan cantuk dan mengobati walaupun pada farji, karena hajat yang mendesak untuk itu, karena jika diharamkan dalam kondisi seperti ini akan menimbulkan kesulitan. Jadi seorang laki-laki boleh mengobati orang perempuan dan sebaliknya dan hendaknya hal itu dilakukan dihadapan mahram atau suami atau perempuan yang dipercaya jika kita mengikuti ulama yang membolehkan khalwat satu orang laki-laki dengan dua orang perempuan dan ini pendapat yang rajih”.

Barokalloh

Salam dan Hormat

Penulis


HUKUM WANITA KELUAR RUMAH DALAM MASA IDDAH?

 Bismillah


Penjelasan :

Wanita yang sedang dalam masa iddah karena suaminya meninggal dunia tidak diperbolehkan keluar rumah, berdasarkan firman Allah;

لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Janganlah kalian keluarkan mereka (wanita – wanita dalam masa iddah) dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang” (Q.S. At-Thalaq : 1).

Dan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pada Furai’ah, seorang wanita yang ditinggal mati suaminya;

امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

"Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa 'iddah." (Sunan Abu Dawud,2300, Sunan Turmudzi, no.1204,Sunan Nasa’I, no.3530 dan Sunan Ibnu Majah, no.2031).

Kecuali apabila wanita tersebut mempunyai hajat, maka diperbolehkan baginya untuk keluar rumah. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ;

طُلِّقَتْ خَالَتِي، فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا، فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ، فَأَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «بَلَى فَجُدِّي نَخْلَكِ، فَإِنَّكِ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي، أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا

"Bibiku dicerai oleh suaminya, lalu dia ingin memetik buah kurma, namun dia dilarang oleh seorang laki-laki untuk keluar rumah." Setelah itu istriku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan hal itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab; "Ya, boleh! Petiklah buah kurmamu, semoga kamu dapat bersedekah atau berbuat kebajikan." (Shahih Muslim, no.1483).

Hajat yang memperbolehkan bagi seorang wanita yang sedang dalam masa iddah, seperti : untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak – anaknya, berbelanja, mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau harta bendanya, omongan – omongan tetangga yang sangat menyakitkan hati, lingkungan rumahnya banyak terdapat orang – orang jahat, dan sebagainya.

Diperbolehkannya wanita tersebut keluar rumah dengan catatan dengan tetap melaksanakan “ihdad” yang wajib bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu dengan tidak berhias diri dan memakai minyak wangi ketika keluar rumah.

Referensi :

1.Al-Hawi Al-Kabir, Juz : 11 Hal : 245

2. Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 4 Hal : 163

3. Kifayatul Akhyar, Juz : 1 Hal : 433

4. Fathul Qorib, Hal : 255 - 256

Ibarot :

Al-Hawi Al-Kabir, Juz : 11 Hal : 245


قال الشافعي رحمه الله: " قال الله تعالى في المطلقات {لا تخرجوهن من بيوتهن ولا يخرجن إلا أن يأتين بفاحشة مبينة} وقال - صلى الله عليه وسلم - لفريعة بنت مالك حين أخبرته أن زوجها قتل وأنه لم يتركها في مسكن يملكه " امكثي في بيتك حتى يبلغ الكتاب أجله

Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 4 Hal : 163

أما دليل جواز الخروج للحاجة: فما رواه مسلم (الطلاق، باب: جواز خروج المعتدة البائن .. لحاجتها، رقم: 1483) عن جابر - رضي الله عنه - قال: طلقت خالتي، فأرادت أن تجد نخلها، فزجرها رجل أن تخرج، فأتت النبي - رضي الله عنه - فقال: " بلى اخرجي، فجدي نخلك، فإنك عسى أن تصدقي، أو تفعلي معروفا

Kifayatul Akhyar, Juz : 1 Hal : 433

يجب على المعتدة ملازمة مسكن العدة فلا يجوز لها أن تخرج منه ولا إخراجها إلا لعذر نص عليه القرآن العظيم قال الله تعالى {لا تخرجوهن من بيوتهن ولا يخرجن} فلو اتفق الزوجان على أن تنتقل إلى منزل آخر بلا عذر لم يجز وكان للحاكم المنع من ذلك لأن العدة حق الله تعالى وقد وجبت في ذلك المنزل فكما لا يجوز إبطال أصل العدة كذلك لا يجوز إبطال صفاتها وقوله إلا لحاجة يعني يجوز الخروج والحاجة أنواع منها إذا خافت على نفسها أو مالها من هدم أو حريق أو غرق سواء في ذلك عدة الوفاة والطلاق وكذا لو لم تكن الدار حصينة وخافت اللصوص أو كانت بين فسقة تخاف على نفسها أو كانت تتأذى بالجيران والأحماء تأذيا شديدا ولو كانت تبذو وتستطيل بلسانها عليهم جاز إخراجها وتتحرى القرب من مسكن العدة ومنها إذا احتاجت إلى شراء طعام أو قطن أو بيع غزل ونحوه فينظر إن كانت رجعية فهي زوجة فعليه القيام بكفايتها بلا خلوة ولا تخرج إلا بإذن

Fathul Qorib, Hal : 255 - 256

ويجب على المتوفى عنها) زوجها (الإحداد؛ وهو) لغة مأخوذ من الحد، وهو المنع، وشرعًا (الامتناع من الزينة) بترك لبس مصبوغ يقصد به الزينة كثوب أصفر أو أحمر. ويباح غير المصبوغ من قطن وصوف وقطن إبريسم، ومصبوغ لا يقصد لزينة، (و) الامتناع من (الطيب) أي من استعماله في بدن أو ثوب أو طعام أو كُحْل غير محرم، أما المحرم كالاكتحال بالإثمد الذي لاَ طيب فيه فحرام إلا لحاجة كرم، فرخص فيه للمحدة، ومع ذلك فتستعمل ليلا وتمسحه نهارا إلا إن دعت ضرورة لاستعماله نهارا

Salam dan Hormat

Penulis


"HUKUM MENCANTUMKAN NAMA SUAMI PADA NAMA ISTRINYA"

 

Bismillahirrahmanirrahiim,

Kajian dalam Hukum mencantumkan nama suami pada nama istrinya, yang sering mendengarkan terjadi. Sehingga memerlukan bahasan bahasan yang mendasar. Tentunya memakai jalan syari'at yang dibenarkan oleh Allah, SWT. diantaranya memakai hukum fiqih. Berikut uraian dalam kajian referensi kitab.

Penjelasan :

Pemberian identitas kepada seseorang itu bersifat lapang dan fleksibel, dan salah satunya dengan hubungan pernikahan, sebagaimana Allah menyebut nama-nama istri nabi, seperti yang terdapat pada ayat :

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ

"Allah membuat istri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir". (Q.S. At-Tahrim : 10).


Dalam satu hadits yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu. dikisahkan ;

جَاءَتْ زَيْنَبُ، امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ زَيْنَبُ، فَقَالَ: «أَيُّ الزَّيَانِبِ؟» فَقِيلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: «نَعَمْ، ائْذَنُوا لَهَا

"Zainab istri Ibnu Mas'ud r.a. datang kepada beliau dan meminta izin untuk bertemu. Lalu salah seorang yang ada di rumah berkata, "Wahai Rasulullah, Zainab meminta izin untuk bertemu." "Zainab siapa?" tanya beliau. "Istri Ibnu Mas'ud." Lalu beliau berkata, "Ya, persilahkan dia masuk." (Shahih Bukhari, no.1462).

Sedangkan yang dilarang dalam Islam adalah menisbatkan diri kepada orang yang bukan ayahnya berdasarkan beberapa hadits yang melarang hal ini, diantaranya ;


مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

"Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga". (Shahih Bukhari, no.4327,6766 dan Shahih Muslim, no.115).

Namun pelarangan ini pun apabila dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan sebagai anak, seperti kata: anak, bin, binti dan lain sebagainya. Jadi yang dilarang bukan seluruh penisbatan atau penyebutan identitas. Penggunaan kata-kata tertentu untuk menjelaskan identitas seseorang sehingga menjadi kebiasaan dalam suatu masyarakat atau waktu tertentu adalah tidak apa-apa selama tidak menyeret pada kesalahpahaman adanya hubungan kekerabatan yang dilarang oleh syariat Islam.

Kesimpulannya mencantumkan nama suami pada nama istrinya hukumnya boleh. Wallahu a'lam.

Referensi : kitab 

1.Lembaga Fatwa Mesir, Fatwa No. 152

2. Tafsir At-Thabari, Juz : 23 Hal : 497

3. Al-Fiqh Alal Madzahib Al-Arba'ah, Juz : 10 Hal : 7248


Ibarot

إضافة لقب عائلة الزوج إلى اسم الزوجة

إلى أن قال- وباب التعريف واسع؛ فقد يكون بالولاء كما في: عكرمة مولى ابن عباس، وقد يكون بالحرفة كما في: الغزالي، وقد يكون باللقب أو الكنية، كالأعرج والجاحظ وأبي محمد الأعمش، وقد يُنسَب إلى أمه مع معرفة أبيه كما في: إسماعيل ابن عُلَيَّة، وقد يكون بالزوجية كما ورد في القرآن من تعريف المرأة بإضافتها إلى زوجها في مثل قوله تعالى: ﴿امْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ﴾ [التحريم: 10]، ﴿امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ﴾ [التحريم: 11]. وقد روى البخاري ومسلم من حديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أَنَّ زَيْنَبَ امْرَأَةَ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا جَاءَتْ تَسْتَأْذِنُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْكَ، فَقَالَ: أَيُّ الزَّيَانِِبِ؟ فَقِيَلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: نَعَمْ؛ ائْذَنُوا لَهَا, فَأُذِنَ لَهَا

والمحظور في الشرع إنما هو انتساب الإنسان إلى غير أبيه بلفظ البنوة أو ما يدل عليها، لا مطلق النسبة والتعريف، وقد يشيع بعض هذه الأشكال من التعريف في بعض الأماكن أو في بعض الأحوال ويغلب في الإطلاق حتى يصير عُرفًا، ولا حَرج في ذلك ما دام لا يوهم الانتساب الذي يأباه الشرع، وهو الانتساب بلفظ البنوة أو معناها إلى غير الأب

Tafsir At-Thabari, Juz : 23 Hal : 497

القول في تأويل قوله تعالى: {ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (10) }. يقول تعالى ذكره: مَثَّل الله مثلا للذين كفروا من الناس وسائر الخلق امرأة نوح وامرأة لوط، كانتا تحت عبدين من عبادنا، وهما نوح ولوط فخانتاهما. ذُكر أن خيانة امرأة نوح زوجها أنها كانت كافرة، وكانت تقول للناس: إنه مجنون. وأن خيانة امرأة لوط، إن لوطًا كان يُسِرّ الضيف، وتَدُلّ عليه

Al-Fiqhu Alal Madzahib Al-Arba'ah, Juz : 10 Hal : 7248

ومنع الشرع أيضاً الأبناء من انتسابهم إلى غير آبائهم، فقال صلّى الله عليه وسلم: من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم، فالجنة عليه حرام


Salam

Penulis


"HUKUM LAKI LAKI BERAMBUT PANJANG"

HUKUM LAKI LAKI BERAMBUT PANJANG
Penjelasan :
Begitu juga tidak wajib dibasuh yaitu bagian dalam rambut yang terikat/gimbal, tapi dengan syarat rambutnya menggimbal dengan sendirinya walaupun gimbalnya banyak / tebal, menurut ibnu hajar dhohir keterangan tadi itu walaupun yang punya rambut sembrono contohnya rambutnya tidak dirawat dengan tidak dikasih minyak,.dan perkara ini sudah jelas karena tidak ada perintah untuk merawat rambut. [ hasyiyah jamal juz 1 hal 475 ].
ج: ذهب جماهير الفقهاء إلى أن أفعال النبي صلى الله عليه وسلم التي لم يقترن بها قول بالأمر منه صلى الله عليه وسلم، الصحيح أنها تدل على الإباحة فقط، وهذا قول جماهير الفقهاء، ولم يخالف في ذلك إلا الظاهرية وبعض أهل الحديث، وكان من الفقهاء الذين يقولون بأنها تدل على الإباحة فقط شيخ الإسلام ابن تيمية ~،
Mayoritas ulama berpendapat bahwa perbuatan Nabi (yang tidak terkait dengan ibadah mahdhoh, pent) yang tidak diiringi dengan perintah secara lisan itu hanya menghasilkan hukum mubah. Demikian kaedah yang tepat dalam masalah ini. Inilah pendapat mayoritas pakar fikih yang hanya diselisihi oleh mazhab zhahiri dan sebagian ulama pakar hadits. 
وإذا قلنا إنها للإباحة وكان شُهْرَة في زمان أو مكان فإنه لا يجوز، فتجد أن بعض الناس يطيل الشعر، ويعقد شعره، ويجعل له ضفائر، وربما جعله على كتفيه ثم يقول: هذه سنة النبي صلى الله عليه وسلم.
Jika katakan bahwa hukum rambut gondrong bagi laki-laki yang merupakan perbuatan Nabi itu mubah dan perkara mubah itu menyebabkan seseorang itu popular di masyarakat di sebagian tempat atau di suatu masa maka hukum mubah ini berubah menjadi terlarang. Anda jumpai sebagian laki-laki memanjangkan rambutnya dan mengucirnya lalu beralasan “Ini adalah sunnah Nabi”.
والجواب أن هذه ليست سنة بالمعنى الأصولي والمصطلح الفقهي عند الفقهاء، فهي سنة أي طريقة صحيحة،
Komentar kita untuk orang ini adalah lelaki berambut gondrong bukanlah sunnah Nabi dalam pengertian sesuatu yang berpahala jika dilakukan namun dalam pengertian Nabi melakukannya.
ولكن قال العلماء: الفعل المحض الذي لم يقترن به أمر منه صلى الله عليه وسلم فإنه لا يُعتبر له حكم الاستحباب فضلاً عن الوجوب، ولهذا نقول: إنه مباح.
Namun ingat, para ulama mengatakan bahwa semata-mata perbuatan Nabi yang non ibadah mahdhoh yang tidak diiringi perintah dari Nabi maka perbuatan Nabi tersebut tidak menghasilkan hukum anjuran, apalagi hukum wajib. 


Oleh karena itu kami katakan bahwa hukum gondrong untuk laki-laki adalah mubah.
وإذا قلنا بإباحته فقد ينتقل إلى حكم الكراهة والحرمة إذا كان فيه شهرة، كما يفعل بعض الشباب تديناً يظن أن هذا سنة من سنن النبي صلى الله عليه وسلم،
Jika kita katakan bahwa hukumnya adalah mubah maka perkara mubah ini bisa berubah menjadi makruh atau haram jika menyebabkan syuhror [terkenal karena nyentrik dan aneh-aneh] sebagaimana dilakukan sebagian anak muda yang beranggapan bahwa rambut gondrong adalah bagian dari ajaran agama.
ويفعله شباب آخرون تقليداً للكفار والغرب ثم إذا نُوصِحَ بذلك قال: إن النبي صلى الله عليه وسلم ترك شعره. وهذا هو الحكم الذي عليه أكثر الفقهاء. والله أعلم.
Sedangkan sebagian anak muda yang lain berambut gondrong karena ikut-ikutan orang kafir atau orang barat kemudian ketika diingatkan dia beralasan bahwa Nabi juga gondrong. Inilah hukum masalah ini berdasarkan kaedah yang dianut oleh mayoritas ahli fikih.


✍🏾 Catat yah 🙏 
Hukum asal rambut panjang bagi laki-laki adalah boleh dan tiada larangan
السائل:المستمع يحي محمد عطية من الجمهورية العراقية ناحية القيارة يقول أكثر الناس بدأوا يطيلون شعورهم حتى لا يعرف الرجل من المرأة والبنت من الولد وبدأت المرأة تقص رأسها وإذا قيل الشعر الطويل حرام للرجال يقولون إن الرسول صلى الله عليه وسلم كان لا يقص شعره حتى يعمل منه جديلة فهل هذا صحيح وهل تطويل الشعر حرام وهل قص الشعر للمرأة حرام أفيدونا وفقكم الله؟ فأجاب رحمه الله تعالى : هذا السؤال يتضمن مسألتين الأولى بالنسبة لتطويل الرجال لشعورهم والثانية بالنسبة لتقصير المرأة من رأسها.
أما الأول فإن إطالة شعر الرأس لا بأس به فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم له شعر يقرب أحيانا إلى منكبيه فهو على الأصل لا بأس به ولكن مع ذلك هو خاضع للعادات والعرف فإذا جرى العرف واستقرت العادة بأنه لا يستعمل هذا الشيء إلا طائفة معينة نازلة في عادات الناس وأعرافهم فلا ينبغي لذوي المروءة أن يستعملوا إطالة الشعر حيث إنه لدى الناس وعاداتهم وأعرافهم لا يكون إلا من ذوي المنزلة السافلة فالمسألة إذن بالنسبة لتطويل الرجل لرأسه من باب الأشياء المباحة التي تخضع لأعراف الناس وعاداتهم فإذا جرى بها العرف وصارت للناس كلهم شريفهم ووضعهم فلا بأس به أما إذا كانت لا تستعمل إلا عند أهل الضعة فلا ينبغي لذوي الشرف والجاه أن يستعملوها ولا يرد على هذا أن النبي صلى الله عليه وسلم وهو أشرف الناس وأعظمهم جاها كان يتخذ الشعر لأننا نرى في هذه المسألة أن اتخاذ الشعر ليس من باب السنة والتعبد وإنما هو من باب اتباع العرف والعادة هذا بالنسبة للمسألة الأولى من السؤال

fokus yah 
فأجاب رحمه الله تعالى : هذا السؤال يتضمن مسألتين الأولى بالنسبة لتطويل الرجال لشعورهم والثانية بالنسبة لتقصير المرأة من رأسها. أما الأول فإن إطالة شعر الرأس لا بأس به فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم له شعر يقرب أحيانا إلى منكبيه فهو على الأصل لا بأس به   فتاوى نور على الدرب - لابن عثيمين - (ج / ص 9
فتاوى الشبكة الإسلامية - (ج 8 / ص 4015)
هل يجوز ربط الشعر الطويل بالنسبة إلى الرجل، أفيدوني؟ جزاكم الله خيراً.الفتوى الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:فلا حرج في أن يربط الرجل شعره إذا لم يتم ذلك بطريقة يحصل فيها التشبه بالنساء، فقد ورد في الأحاديث الصحيحة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا طال شعره جعله ضفائر.روى أبو داود والترمذي وابن ماجه وأحمد عن أم هانئ قالت: قدم النبي صلى الله عليه وسلم إلى مكة وله أربع غدائر تعني عقائص .وفي زاد المعاد لابن القيم رحمه الله قال: كان شعره فوق الجمة ودون الوفرة وكانت جمته تضرب شحمة أذنه، وإذا طال جعله غدائر أربعاً، والدوائر الضفائر .والله أعلم
دليل المرأة المسلمة لعلي الحجاج الغامدي - (ج 6 / ص 105)
قال الحافظ ابن حجر رحمه الله : (( الذؤابة ما يتدلى من شعر الرأس ، ثم قال : والغرض منه هنا : قوله : ( فأخذ بذؤابتي ) فإن فيه تقريره - صلى الله عليه وسلم - على اتخاذ الذؤابة )) .وكانت لأنس بن مالك - رضي الله عنه - ذؤابة ، فقالت أمه : لا أنجزها كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يمدها ويأخذ بها وفي هذا تقرير لاتخاذ الذوائب ، وإذا صح في حق الرجل صح في حق المرأة من باب أولى

Dalam hadits lain 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ وَسُفْيَانُ بْنُ عُقْبَةَ السُّوَائِيُّ هُوَ أَخُو قَبِيصَةَ وَحُمَيْدُ بْنُ خُوَارٍ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِي شَعْرٌ طَوِيلٌ فَلَمَّا رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذُبَابٌ ذُبَابٌ قَالَ فَرَجَعْتُ فَجَزَزْتُهُ ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ الْغَدِ فَقَالَ إِنِّي لَمْ أَعْنِكَ وَهَذَا أَحْسَنُ
Aku mendatangi Nabi , sementara aku mempunyai rambut yang panjang. Ketika Rasulullah melihatku beliau bersabda:Lalat, lalat. Wail bin Hujr berkata, Maka aku kembali pulang & memangkasnya, setelah itu aku mendatangi beliau pada keesokan harinya. Beliau bersabda:Sesungguhnya aku tak bermaksud untuk menjelekkanmu namun ini (sekarang) lebih baik.


Sunday, July 11, 2021

"RESIKO ATAU TANGGUNG JAWAB MENJADI IMAM SHALAT"


حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدْ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَائِشَةَ وَسَهْلِ بْنِ سَعْدٍ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَوَاهُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَحَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَى أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَى نَافِعُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ أَبُو عِيسَى و سَمِعْت أَبَا زُرْعَةَ يَقُولُ حَدِيثُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى و سَمِعْت مُحَمَّدًا يَقُولُ حَدِيثُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَائِشَةَ أَصَحُّ وَذَكَرَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْمَدِينِيِّ أَنَّهُ لَمْ يُثْبِتْ حَدِيثَ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَلَا حَدِيثَ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَائِشَةَ فِي هَذَا

Telah menceritakan kepada kami Hanna berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Al Ahwash dan Abu Mu'awiyah, dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : 
"Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya), sedangkan muadzin orang yang dipercayakan (tidak bertanggung-jawab jika ia keliru).  Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin." 
Abu 'Isa berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Aisyah, Sahl bin Sa'd dan 'Uqbah bin 'Aamir." Abu 'Isa berkata; "Hadits Abu Hurairah diriwayatkan oleh Sufyan Ats Tsauriy dan Hafsh bin Ghiyats dan beberapa orang dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." Asbath bin Muhammad juga meriwayatkan dari Al A'masy, ia berkata; "Aku pernah dibacakan sebuah hadits dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Nafi' bin Sulaiman meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Abu Shalih dari Ayahnya dari 'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Abu 'Isa berkata; "Aku mendengar Abu Zur'ah berkata; "Hadits Abu Shalih dari Abu Hurairah lebih shahih dari hadits Abu Shalih yang diriwayatkan dari 'Aisyah." Abu 'Isa berkata; "Aku mendengar Muhammad berkata; "Hadits Abu Shalih dari 'Aisyah derajatnya lebih shahih." Dan ia juga menyebutkan dari 'Ali bin Al Madini, bahwasanya ia tidak pernah menetapkan (shahih) hadits riwayat Abu Shalih dari Abu Hurairah, dan hadits Abu Shalih dari 'Aisyah tentang permasalahan ini." (HR. Tirmidzi no. 207)

حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى الْأَشْيَبُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
Telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Sahl berkata; Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Musa Al Asy'ari berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Diinaar, dari Zaid bin Aslam, dari 'Atha` bin Yasar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : 
"Para imam shalat memimpin kalian. Maka jika dia benar, mereka mendapat pahala dan kalian juga mendapatkan bagian pahalanya. Namun bila dia salah kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa." (HR. Bukhari no. 694)

Catatan teruntuk anakku dimana saja kalian berada, agar perhatikan pesanku ini :

1. Terkait dengan shalat adalah ibadah mahdah (langsung berhubungan dengan Allah, SWT.

2, Shalat adalah ibadah yang pertama kali diminta pertanggung jawaban oleh Allah, SWT.

3. Tanamkan ketawadhuan dihadapan Allah, SWT. Karena beratnya pertanggungjawaban kita. Oleh karena itu doakanlah kedua orang tuamu untuk menjadi kemuliaan dihadapan Allah, tidak kalian harus jadi Imam, selama ada Imam. Tapi bawalah dirimu sendiri dan keluargamu dari bapak atau ibumu. Selanjutnya ada bahasan keharusan bersikap tawadhu.

4. Bila hidupmu berupaya besar utk mendapat perhatian orang, kau pasti akan banyak mengalami kecewa. Bila hidupmu berupaya besar utk mendapat perhatian Allah, kau akan merasakan nikmat, sekalipun sering dikecewakan manusia. 

5. Orang sekalipun penampilannya duniawiyah bila cinta akhirat, insyaallah dia takut berkhianat. Tapi orang sekalipun penampilannya ukhrowiyah bila cinta dunia, maka akan mudah berkhianat. 

6. Bila 4 kali basuhan pada anggota wudhumu tertawalah syetan, disana ada kebencian tuhanmu. Bila ada anak muda menikah karena niat ibadah, menjeritlah setan, disana ada kesukaan tuhanmu. Tertawanya setan tanda bencinya tuhan. Menangisnya setan pertanda kesukaan tuhan.

والله أعلم بالصواب

Wallahu a'lam


 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes