BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, October 12, 2021

KALIMAT PERTANYAAN DALAM AL-QUR'AN

 Beberapa Makna Istifham (Kalimat Pertanyaan) dalam Al-Quran


Salah satu bentuk gaya bahasa yang digunakan Al-Quran adalah kalimat tanya atau istifham. Dalam Al-Quran sendiri, kalimat pertanyaan atau istifham itu memiliki banyak makna yang disesuaikan dengan konteks kalimat atau pembahasannya. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam karyanya, Zubdat al-Itqan fi Ulum Al-Quran menjelaskan beberapa makna istifham dalam Al-Quran serta menyebutkan contohnya.

Istifham dalam ilmu balaghah termasuk dalam kalam insya, yaitu sesuatu yang apabila diucapkan atau diungkapkan tidak mengandung unsur kebenaran atau kebohongan. Berbeda dengan kalam khabar atau berita yang bisa mengandung unsur kebenaran atau kebohongan.

Sebelum dibahas lebih jauh apa saja makna istifham dalam Al-Quran, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa pengertian istifham tersebut serta adatul-istifham atau perangkat apa saja yang bisa digunakan sebagai pertanyaan dalam bahasa Arab.

Istifham (اِسْتِفْهَامٌ) berasal dari asal kata اِسْتَفْهَمَ yang berarti mencari atau meminta kepahaman. Mencari atau meminta kepahaman tersebut biasanya dengan bertanya. Sehingga, kata اِسْتِفْهَامٌ yang merupakan bentuk masdhar dari kata اِسْتَفْهَمَ tersebut diartikan dengan pertanyaan. Kata tersebut juga dapat diartikan dengan mencari sebuah berita.

Adatul-istifham atau perangkat yang bisa digunakan sebagai kata tanya dalam bahasa Arab ada berbagai macam, di antaranya adalah:

الْهَمْزَةُ،َ هَلْ، مَا، مَنْ، أَيُّ، كَمْ، كَيْفَ، أَيْنَ، أَنَّى، مَتَى، أَيَّانَ

Salah satu bentuk gaya bahasa yang digunakan Al-Quran adalah kalimat tanya atau istifham. Dalam Al-Quran sendiri, kalimat pertanyaan atau istifham itu memiliki banyak makna yang disesuaikan dengan konteks kalimat atau pembahasannya. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam karyanya, Zubdat al-Itqan fi Ulum Al-Quran menjelaskan beberapa makna istifham dalam Al-Quran serta menyebutkan contohnya.

Istifham dalam ilmu balaghah termasuk dalam kalam insya, yaitu sesuatu yang apabila diucapkan atau diungkapkan tidak mengandung unsur kebenaran atau kebohongan. Berbeda dengan kalam khabar atau berita yang bisa mengandung unsur kebenaran atau kebohongan.

Sebelum dibahas lebih jauh apa saja makna istifham dalam Al-Quran, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa pengertian istifham tersebut serta adatul-istifham atau perangkat apa saja yang bisa digunakan sebagai pertanyaan dalam bahasa Arab.

Istifham (اِسْتِفْهَامٌ) berasal dari asal kata اِسْتَفْهَمَ yang berarti mencari atau meminta kepahaman. Mencari atau meminta kepahaman tersebut biasanya dengan bertanya. Sehingga, kata اِسْتِفْهَامٌ yang merupakan bentuk masdhar dari kata اِسْتَفْهَمَ tersebut diartikan dengan pertanyaan. Kata tersebut juga dapat diartikan dengan mencari sebuah berita.

Adatul-istifham atau perangkat yang bisa digunakan sebagai kata tanya dalam bahasa Arab ada berbagai macam, di antaranya adalah:

الْهَمْزَةُ،َ هَلْ، مَا، مَنْ، أَيُّ، كَمْ، كَيْفَ، أَيْنَ، أَنَّى، مَتَى، أَيَّانَ

Beberapa makna Istifham dalam Al-Quran

Ada 18 makna istifham dalam Al-Quran yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya tersebut. Berikut ini penjelasan satu per satu makna tersebut:

  1. Al-Inkar (الْإِنْكَارُ)

Istifham ini disebut dengan istifham inkari. Makna yang terkandung dalam istifham ini adalah penafian atau pengingkaran. Sehingga lafadz yang jatuh setelah adatul-istifham adalah sesuatu yang dinafikan. Contohnya seperti terdapat di surah Asy-Syu’ara [26]: 111.

قَالُوا أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ

Artinya: Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?.”

Maksud yang terkandung dari pertanyaan dalam ayat tersebut adalah ‘kami tidak akan beriman kepadamu.’

Istifham dengan makna ini juga seringkali disertai dengan adatul-istitsna (perangkat yang digunakan untuk mengecualikan) إلا setelahnya. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Ahqaf [46]: 35:

فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.

  1. At-Taubikh (التوبيخ) atau at-Taqri’ (التقريع)

Makna istifham dalam Al-Quran yang kedua adalah التوبيخ atau التقريع yang berarti celaan atau teguran. Celaan atau teguran itu seringkali terjadi pada sesuatu hal yang nyata. Dan yang dicela adalah perbuatannya. Contohnya seperti terdapat dalam Q.S. Ash-Shaffat [37]: 125:

أَتَدْعُونَ بَعْلًا وَتَذَرُونَ أَحْسَنَ الْخَالِقِينَ

Artinya: Patutkah kamu menyembah Baal dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta,

Atau celaan tersebut karena meninggalkan perintah Allah Swt. seperti yang terdapat di dalam Q.S. An-Nisa’ [4]: 97:

قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا

Artinya: Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”

Baca Juga: Kompleksitas Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Quran

  1. At-Taqrir (التقرير)

Kalimat tanya yang bermakna taqrir berarti mendorong mukhotob (orang yang diajak berbicara) untuk berikrar dan mengakui peristiwa yang telah terjadi padanya.

Pertanyaan yang bermakna taqrir hukumnya adalah mujab (positif), bukan manfi (negatif) meskipun ada huruf nafinya. Sehingga, kalimat positif bisa diathafkan kepadanya. Contohnya seperti terdapat dalam Q.S. Al-Insyirah [94]: 1-2

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (2)

Artinya: Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,

Hakikat dari istifham taqrir sebenarnya adalah istifham inkar. Karena istifham inkar – yang bermakna nafi (negatif) – masuk pada kalimat yang dinafikan dengan menggunakan huruf nafi atau kalimat yang secara makna memang bermakna nafi, maka hukumnya menjadi positif.

Contohnya terdapat dalam Q.S. Al-Insyirah [94]: 1-2 di atas atau di dalam Q.S. Ad-Dhuha [93]: 6 berikut:

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى

Artinya: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

Hakikat istifham dalam ayat tersebut adalah istifham inkar. Namun, karena istifham inkar masuk pada lafadz لَمْ يَجِدْكَ yang bermakna nafi disebabkan adanya huruf nafi لم, maka maknanya berubah menjadi taqrir dan positif. Sama seperti dalam rumus matematika, negatif bertemu dengan negatif maka hukumnya positif.

Contoh di atas itu untuk kalimat yang dinafikan dengan menggunakan huruf nafi. Sedangkan contoh istifham inkar yang masuk pada kalimat yang memang bermakna nafi seperti terdapat dalam Q.S. Al-A’raf [7]: 172

أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ

Artinya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”

Lafadz  لَسْتُ yang berasal dari  لَيْسَ + تُsecara arti memang telah menunjukkan negatif atau peniadaan, yaitu aku bukanlah.

  1. Ta'a Jub atau Ta’jib (التعجب أو التعجيب)

Ta’ajjub artinya adalah heran, kagum, takjub. Istifham yang bermakna ta’ajjub berarti pertanyaan yang menunjukkan arti keheranan, kekaguman. Salah satu contoh istifham jenis ini terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 28 dan Q.S. An-Naml [27]: 20

كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28)

Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?

وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ (20)

Artinya: Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir.

Di antara beberapa makna istifham yang telah disebutkan di atas, ada ayat Al-Quran yang mengandung makna istifham tersebut lebih dari satu. Salah satu contohnya terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 44

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44)

Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajibanmu) sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

Imam Zamakhsyari mengatakan bahwa hamzah yang berfungsi sebagai istifham atau pertanyaan dalam ayat tersebut bermakna taqrir beserta dengan taubikh dan ta’ajjub.

Itu adalah empat makna istifham dalam Al-Quran dari 18 makna yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi dalam Zubdat al-Itqan-nya. InsyaAllah makna-makna yang belum disebutkan dalam artikel ini akan dijelaskan dalam artikel selanjutnya. Semoga bermanfaat.



1. PENGERTIAN QADA, QADAR DAN TAKDIR

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Sekolah : SMP www.ilmuguru.org

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Kelas/Semester : IX / 1 (Ganjil)

Alokasi Waktu : 120 Menit

Materi Pokok : Beriman kepada Qadha dan Qadar


  1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:

  • Beriman kepada qadha dan qadar

  • Menunjukkan perilaku tawakal kepada allah swt sebagai implementasi pemahaman iman kepada qadha dan qadar

  • Memahami penjelasan mengenai iman kepada Qadha dan Qadar


Media/Alat, Bahan & Sumber Belajar


Media/Alat

:

Worksheet atau lembar kerja (siswa), Lembar penilaian, Al-Qur’an


Bahan

:

Penggaris, spidol, papan tulis, Laptop & infocus


Sumber Belajar

:

Buku Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas IX, Kemendikbud, Tahun 2016


  1. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pertemuan Ke-1

Pendahuluan (15 menit)

1.

Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk memulai pembelajaran, memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin

2.

Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik dengan materi/tema/kegiatan sebelumnya serta mengajukan pertanyaan untuk mengingat dan menghubungkan dengan materi selanjutnya.

3.

Menyampaikan motivasi tentang apa yang dapat diperoleh (tujuan & manfaat) dengan mempelajari materi : Pengertian Tentang Iman Kepada Qadha Dan Qadar

4.

Menjelaskan hal-hal yang akan dipelajari, kompetensi yang akan dicapai, serta metode belajar yang akan ditempuh,


Kegiatan Inti

(90 Menit)

KEGIATAN LITERASI

  • Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat, mengamati, membaca dan menuliskannya kembali. Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi Pengertian Tentang Iman Kepada Qadha Dan Qadar.

CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)

  • Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum dipahami, dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan ini harus tetap berkaitan dengan materi Pengertian Tentang Iman Kepada Qadha Dan Qadar.

COLLABORATION (KERJASAMA)

  • Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi mengenai Pengertian Tentang Iman Kepada Qadha Dan Qadar.

COMMUNICATION (BERKOMUNIKASI)

  • Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu secara klasikal, mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali oleh kelompok atau individu yang mempresentasikan

CREATIVITY (KREATIVITAS)

  • Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Pengertian Tentang Iman Kepada Qadha Dan Qadar. Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk menanyakan kembali hal-hal yang belum dipahami

Penutup (15 menit)

1.

Peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan. 

2.

Guru membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.


  1. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN

  • Penilaian yang akan dilakukan diantaranya penilaian skala sikap, penilaian “Membaca dengan Tartil”, penilaian tes uraian serta penilaian diskusi.

Wednesday, October 6, 2021

REBO WEKASAN ( RABU, KALIWON 6 OKTOBER 2021)

 Rabu Wekasan (Rabu Kliwon, 6 Oktober 2021) 

Rabu Wekasan (Jawa: Rebo Wekasan) adalah tradisi ritual yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, guna memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dll.

Tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi). 

Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.

Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suruur fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhuur” mengatakan, 

“Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 000 00 ribu balak (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.” 

Beberapa ulama mengatakan bahwa ayat Alquran, “Yawma Nahsin Mustamir” yang artinya “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari ini.

Amalan dalam Rebo Wekasan meliputi:

1. Sholat tolak bala'/muthlaqoh/hajat

2. Berdoa dengan doa-doa khusus; 

3. Minum air jimat dari rajah tolak balak atau makan Kambing tolak balak/Kambing yang disembelih karena menghadapi rebo wekasan (Jamu wedos rebo wekasan)

4. Selamatan, sedekah, silaturrahim, dan berbuat baik kepada sesama.

 Sholat Rebo Wekasan / Sholat pada hari Rabu akhir dari bulan Shofar ,

Waktu mulai hbs maghrib selasa malam rabu sampai asar hari rabu.

Sholat sebanyak empat rokaat dengan dua kali salam.

Niatnya adalah sebagai berikut 

أصلي سنة ركعتين لله تعالى

Setiap rokaat -setelah membaca Surah Al-Fatihah- membaca :

• Surah Al-Kautsar sebanyak 17 kali

• Surah Al-Ikhlas sebanyak 5 kali

• Surah Al-Falaq 1 kali

• Surah An-Nas 1 kali

Setelah selesai 4 rokaat membaca do’a di bawah ini :

بِسْمِ اللهِ الرّحْمنِ الرّحِيْمِ. 

ألحمْدُ لله ربّ العالَميْنَ. وَصَلَّى اللّٰهُ تَعَالى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

اَللّـٰـهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوٰى ، وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ ، يَا عَزِيْزُ ، يَا مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ ، 

اِكْفِـنِيْ مِنْ شَرِّ جَمِيْعِ خَلْقِكَ ،

يَا مُحْسِنُ ، يَا مُجَمِّلُ ، يَا مُتَفَضِّلُ ، يَا مُنْعِمُ ، يَا مُتَكَرِّمُ، يَا مَنْ لآَ إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ ، 

اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللّـٰـهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِـيْهِ وَأُمِّـهِ وَبَنِيْـهِ , اِكْفِـنِيْ شَرَّ هٰذَا الْيَوْمِ وَمَا يُنْزَلُ فِيْهِ .

يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ، يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَـيَكْفِيْـكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آٰلِـهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.


Dengan menyebut nama Alloh yg maha Pengasih n Penyayang,

Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam.

Dan semoga Allah Ta'ala mencurahkan rahmat n salam-Nya atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga n para shahabat Beliau.


Ya Allah Wahai Yang Maha Kuat kekuatan-Nya, wahai yg sangat rekadaya-Nya, wahai yg Maha Perkasa yg mana kepada keperkasaan-Mu tunduklah segala makhluk,

Cukupkanlah aku dari segala makhluk-Mu, wahai Yg Maha Baik, wahai Yg Maha Memperindah, wahai Yg Maha Memberi karunia, wahai Yg Maha Memberi nikmat, wahai Yg Maha Memulyakan, wahai Yang tiada Tuhan selain Engkau, kasihilah aku dengan rahmat-Mu wahai Yg Maha Penyayang di antara para penyayang.


Ya Allah, dengan rahasia yang ada pada sayyid Hasan, saudaranya (Sayyid Husein) , Kakeknya (Nabi Muhammad shallallaahu ‘Alaihi wasallam) , Ayahnya (sayyidina Ali) ,Ibunya (Sayyidah Fathimah), serta keturunannya, jauhkanlah hamba dari keburukan hari ini dan keburukan yang turun di dalamnya,

Wahai Dzat Yg mencukupi beberapa kepentingan, Dzat yg menolak bahaya, Allah akan mencukupi kamu sekalian dan Allah Maha mengetahui lagi Maha mendengar.

Dia adalah sebaik-baik Dzat Yg mencukupi dan menguasai, tiada daya dan kekuatan selain hanya dari Allah yang maha Agung n maha Luhur

Dan semoga Allah Ta'ala mencurahkan rahmat-Nya atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Tuesday, October 5, 2021

BERBUAT BAIKLAH PADA KEDUA ORANG TUAMU

BISMILLAH

KISAH SEORANG AHLI IBADAH 

DITULIS DILEMBARAN 

KITAB LAUHUL MAHFUDZ 

NAMANYA ADA DALAM

DERETAN PENGHUNI NERAKA

Siapakah dia...

Dia adalah seorang sufi dari kalangan tokoh tasawuf yang bernama Syeikh Abdul Aziz Ad-dabagh. Beliau dalam kalangan tokoh tasawuf termasuk ulama kelas atas, seorang wali min auliya illah yang ahli ibadah.

Suatu ketika malaikat melihat namanya di lembaran kitab Lauhul Mahfudz ada dalam deretan penghuni neraka, Melihat hal tersebut malaikat merasa kasihan dan mendatangi Abdul Aziz Ad-dabagh.

Malaikat berkata: wahai Abdul Aziz untuk apa engkau ibadah sampai segitunya sedangkan aku lihat namamu di lembaran Lauhul Mahfudz engkau adalah penghuni neraka, Mau ibadah gimana pun engkau tetap akan masuk neraka.

Kemudian Abdul Aziz menjawab: wahai malaikat, surga dan neraka bukan urusanku, aku diciptakan oleh Allah swt hanya untuk ber ibadah kepada Allah swt, Sebagaimana Allah swt berfirman, tidak lah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk ber ibadah kepadaku. Mau aku masuk surga atau neraka itu hak nya Allah swt.

Subhanallah, benar-benar ikhlas dalam beribadah.

Kemudian malaikat kembali ke Lauhul Mahfudz dan dilihat namanya dirubah oleh Allah swt menjadi penghuni surga, Sebab Allah berhak menetapkan kitabullah.

Lantas malaikat kembali menemui Abdul Aziz dan berkata: wahai Abdul Aziz ada kabar gembira, baru saja aku melihat namamu oleh Allah dirubah menjadi penghuni surga.

Abdul Aziz menjawab: Alhamdulillah, tapi sekali lagi malaikat, surga dan neraka bukan urusanku, aku beribadah hanya untuk menggapai ridhoNya Allah swt, kalau Allah swt ridho aku di neraka, ya itulah tujuanku.

Malaikat pun takjub dengan keikhlasan Abdul Aziz dalam beribadah dan berkata: wahai Abdul Aziz, ikhlasmu inilah yang membuat Allah ridho dan merubah namamu menjadi penghuni surga.

Lantas Abdul Aziz bertanya kepada malaikat: kalau ikhlasku tadi yang membuat Allah ridho kepadaku, lalu kira-kira dosa apa yang membuat Allah swt murka kepadaku sehingga aku menjadi penghuni neraka?

Kemudian malaikat bercerita: engkau ingat ketika engkau masih kecil ketika umurmu sekitar 15 tahunan, engkau ingat ketika engkau tidur di kamar tidurmu, kemudian engkau mendengar suara langkah kaki ibumu menuju tempat tidurmu untuk menyuruhmu membeli sesuatu di pasar? Karena engkau mendengar suara langkah kaki ibumu menuju kamarmu, lalu engkau pura-pura tidur padahal engkau sudah bangun agar engkau tidak disuruh pergi ke pasar. Ketika ibumu membuka pintu kamarmu dan melihatmu masih tidur, ibumu merasa kasihan dan tidak jadi menyuruhmu ke pasar. Sebab engkau bohongi ibumu Allah swt murka dan menjadikan namamu sebagai penghuni neraka.

Mendengar cerita dari malaikat, Abdul Aziz pun beristighfar memohon ampun kepada Allah swt.

Semenjak kejadian tersebut Abdul Aziz Ad-dabagh disisa umurnya tidak pernah berceramah kecuali tentang berbakti kepada orang tua. Setiap orang yang datang kepada beliau selalu diwasiatkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Mari kita renungkan sejenak!

Padahal beliau hanya pura-pura tidur, lalu bagaimana yang sampai membentak ibunya?

Bagaimana yang sampai memasamkan wajahnya kepada ibunya?

Yang mengeraskan suaranya di depan ibunya?

Yang sampai tidak memberi nafkah?

Dan bahkan yang sampai membuat menangis ibunya, bagaimana kira-kira nasibnya?

Mari kita belajar bersama-sama untuk lebih berbakti kepada orang tua kita baik yang masih hidup ataupun yang telah wafat.

Jangan meremehkan dosa kecil dikhawatirkan disitu ada murkaNya Allah swt.

Jika tangan kita masih sulit untuk berbuat baik padanya, maka ringankanlah lisan kita untuk senantiasa mendoakan kedua orang tua kita.

Semoga Allah swt mengampuni semua dosa-dosa kita dan dosa kedua orang tua kita. Aamin.

AAMIIN…… YA ALLAH……

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes