Disebutkan di beberapa kitab karangan Imam Ibnu Katsir bahwa ada 4 (empat) Nabi yang masih hidup, yaitu :
🔹Di Bumi Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir.
🔹Di Langit Nabi Idris dan Nabi Isa
📌 Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Nabi Ilyas dan Nabi Khidhir bertemu setiap tahun di bulan Romadhon di Baitul Maqdis, dan mereka berhaji setiap tahun, dan meminum air Zamzam.
وجمهور أهل العلم على أن عيسى عليه السلام حى عند الله تعالى حياة لم تثبت كيفيتها ولا طبيعتها مستدلين بما سنورده فيما يلى عن واقعة نزوله وعودته إلى الأرض.
[مجموعة من المؤلفين، فتاوى دار الإفتاء المصرية، ٣٥٥/٧]
Dijelaskan pula dalam sumber referensi lainnya bahwa nabi Idris masih ada berikut
Dijelaskan dalam _Hasyiyah Syeikh Ahmad Dardir ala Qisshotil Mi'roj_ hal 17 :
*أما إدريس عليه السلام فإنه وإن كان حيا لأنه رُدّت له الروح بعد ما قبض في السماء الرابعة إلا أنه التحق بأهل الجنة فكان حكمه حكم غيره من الأنبياء*
Adapun nabi Idris alaihissalam maka sesungguhnya meski ia masih hidup sebab ruhnya dikembalikan sesudah dicabut di langit keempat, hanya saja ia bergabung dengan ahli surga. Maka ketetapannya sama dengan ketetapan untuk para nabi lainnya.
Sementara dalam tafsir al-Qurthubi dipaparkan:
*الجامع لأحكام القرآن » سورة مريم » قوله تعالى واذكر في الكتاب إدريس إنه كان صديقا نبيا قال وهب بن منبه : فإدريس تارة يرتع في الجنة ، وتارة يعبد الله تعالى مع الملائكة في السماء*
Wahab bin Munabbih mengatakan : Nabi Idris terkadang berada di surga dan terkadang beribadah kepada Allah di langit bersama malaikat.
"(Ungkapan Syaikh Zainuddin al-Malibari: “Saya mewakafkannya untuk shalat.”), yakni jika si pewakaf berkata: “Saya wakafkan tempat ini untuk shalat.” Maka ucapan itu termasuk sharih (jelas) dalam kemutlakan wakaf. (Ungkapan beliau: “Dan kinayah dalam kekhususannya sebagai mesjid, maka harus ada niat menjadikannya mesjid.”) Jika ia berniat menjadikan mesjid, maka tempat tersebut menjadi mesjid. Jika tidak, maka hanya menjadi wakaf untuk shalat saja, dan tidak menjadi mesjid seperti madrasah atau sekolahan". (I'anatut Tholibin).
Perwakafan itu tidak bisa dicabut kembali. Maka dari itu tanah yang sejak awal sudah diwakafkan untuk masjid, sampai kapan pun statusnya tetap berlaku wakaf, meski bangunan masjidnya sudah dibongkar atau dipindah. Karena status tanah itu masih dihukumi masjid, maka orang yang menanggung hadats besar diharamkan berada di tempat tersebut. (Nihayatuz Zain; 272).
#Meluruskan istilah masjid dan mushola#
Secara bahasa, masjid [arab: مسجد] diambil dari kata sajada [arab: سجد], yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena dia menjadi tempat untuk bersujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan shalat.
Imam Az-Zarkasyi mengatakan,
ولَمّا كان السجود أشرف أفعال الصلاة، لقرب العبد من ربه، اشتق اسم المكان منه فقيل: مسجد، ولم يقولوا: مركع
”Mengingat sujud adalah gerakan yang paling mulia dalam shalat, karena kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya (ketika sujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata ini, sehingga orang menyebutnya: ’Masjid’, dan mereka tidak menyebutnya: Marka’ (tempat rukuk). (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).
Kemudian Imam az-Zarkasyi, beliau menyebutkan makna masjid menurut istilah yang dipahami kaum muslimin (urf),
ثم إن العُرف خصص المسجد بالمكان المهيّأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المُصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يُعطى حكمه
Kemudian, masyarakat muslim memahami bahwa kata masjid hanya khusus untuk tempat yang disiapkan untuk shalat 5 waktu. Sehingga tanah lapang tempat berkumpul untuk shalat id atau semacamnya, tidak dihukumi sebagai masjid. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).
Berdasarkan keterangan di atas, secara istilah syariah, mushola termasuk masjid. Karena musholah merupakan tempat yang disediakan khusus untuk shalat jamaah.
Untuk itu, sebagai catatan, bahwa kata masjid dalam istilah fikih ada dua,
Masjid jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu dan shalat jumat
Masjid ghairu Jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu saja, dan tidak digunakan untuk jumatan.
Masjid jenis kedua ini, di tempat kita disebut mushola.
Ketiga, batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf
Ibnu Rusyd menyebutkan, ada 3 pendapat ulama tentang batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf.
I’tikaf hanya bisa dilakukan di 3 masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Ini merupakan pendapat sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu dan seorang tabiin Said bin al-Musayib. Dan ini pendapat yang lemah. Karena tidak ada batasan bahwa i’tikaf harus di 3 masjid tersebut.
I’tikaf hanya bisa dilakukan di masjid jami’, masjid yang digunakan untuk jumatan.
I’tikaf bisa dilakukan di semua masjid, baik jami’ maupun bukan jami’. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, diantaranya as-Syafii, Abu Hanifah, at-Tsauri, dan pendapat masyhur dari Imam Malik.
(Bidayah al-Mujtahid, hlm. 261).
InsyaaAllah pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama bahwa tempat yang bisa digunakan untuk i’tikaf tidak harus masjid jami’, namun bisa semua masjid, meskipun tidak digunakan untuk jumatan.
Karena Allah hanya menyebutkan yang bersifat umum, ”ketika kalian sedang i’tikaf di masjid.” tanpa ada batasan, baik masjid jami’ maupun yang bukan jami’. *Sehingga i’tikaf di mushola (tempat dilaksannya shalat lima waktu) hukumnya boleh dan sah.* والله اعلم
‘Urf (kebiasaan masyarakat) membuat arti masjid secara spesifik sebagai tempat yang dipersiapkan dan disediakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu, hal ini agar menganulir definisi mushalla yang sering dipakai saat hari raya dan momentum lainnya.
Dengan demikian, hukum mushalla tidak dapat disamakan dengan masjid. Demikian halnya ribath serta madrasah-madrasah yang dialokasikan untuk kegiatan selain shalat.
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Ashar sampai matahari terbenam.
🌱 Larangan tersebut hukumnya berbeda-beda di beberapa kitab :
1. Haram
2. Makruh Tahrim
3. Makruh Tanzih
🌱 Sebab yang diperbolehkan yaitu :
1. Sebab yang mendahului, misal :
▫️Masuk Masjid melakukan sholat Tahiyatul Masjid.
▫️Setelah berwudhu melakukan sholat sunnah Wudhu.
▫️Sholat Istisqo' (minta hujan)
▫️Sholat sunnah Thowaf.
2. Sebab yang berbarengan, misal :
▫️Sholat Kusuf (gerhana matahari)
📚 Referensi :
1. Safinatun Najah, 41-42
2. Fiqhul Ibadat, 1/247
3. Kifayatul Akhyar, 127
4. Hasiyah AlBujairomy 'alal Khotib, 2/116
📚 سفينة النجاة، ٤١-٤٢
(فصل ) تحرم الصلاة التي ليس لها سبب متقدم ولا مقارن في خمسة أوقات : عند طلوع الشمس حتى ترتفع قدر رمح وعند الإستواء في غير يوم الجمعة حتى تزول ، وعند الإصفرار حتى تطلع الشمس وبعد صلاة العصر حتى تغرب .
📚 [درية العيطة، فقه العبادات على المذهب الشافعي، ٢٤٧/١]
فالأوقات المحرمة حرمة متعلقة بالفعل هي:
-1- بعد صلاة الصبح، ويستمر إلى أن تطلع الشمس، لحديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (لا صلاة بعد الصبح حتى ترتفع الشمس، ولا صلاة بعد العصر حتى تغيب الشمس) (البخاري ج 1/ كتاب مواقيت الصلاة باب 30/561)
-2- بعد صلاة العصر حتى تغرب الشمس، ولو صلاها مجموعة مع الظهر جمع تقديم للحديث السابق.
وأما الأوقات المحرمة حرمة متعلقة بالزمن فهي:
-1- عند طلوع الشمس: وتبدأ الحرمة من بدء طلوع الشمس إلى أن تتكامل وترتفع في السماء قدر رمح (سبعة أذرع من ذراع الآدمي. لحديث ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إذا طلع حاجب الشمس فأخروا الصلاة حتى ترتفع، وإذا غاب حاجب الشمس فأخروا الصلاة حتى تغيب) (البخاري ج 1/ كتاب مواقيت الصلاة باب 29/558)
-2- عند استواء الشمس، وتستمر الحرمة حتى تزول الشمس من وسط السماء إلى جهة المغرب، ويستثنى من ذلك يوم الجمعة فلا تحرم الصلاة فيه وقت الاستواء سواء كان حاضراً الجمعة أم لا، لما روي عن أبي قتادة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم " أنه كره الصلاة نصف النهار إلا يوم الجمعة، وقال: (إن جهنم تُسجّر إلا يوم الجمعة) " (أبو داود ج 1/ كتاب الصلاة باب 223/1083)
-3- عند الغروب: تبدأ الحرمة باصفرار الشمس (وإن لم يصل العصر بعد) حتى تكامل غروبها بدليل حديث ابن عمر رضي الله عنهما المتقدم: (وإذا غاب حاجب الشمس فأخروا الصلاة حتى تغيب)
📚 [تقي الدين الحصني ,كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار ,page 127]
(ثَلَاث سَاعَات كَانَ ينهانا رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم أَن نصلي فِيهِنَّ أَو نقبر فِيهِنَّ أمواتنا حِين تطلع الشَّمْس بازغة حَتَّى ترْتَفع وَحين يقوم قَائِم الظهيرة حَتَّى تميل الشَّمْس وَحين تضيف الشَّمْس للغروب)
[تقي الدين الحصني ,كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار ,page 127]
وَأما الوقتان الْآخرَانِ فيتعلقان بِالْفِعْلِ بِأَن يُصَلِّي الصُّبْح أَو الْعَصْر فَإِذا قدم الصُّبْح أَو الْعَصْر طَال وَقت الْكَرَاهَة وَإِذا أخر قصر وَحجَّة ذَلِك مَا ورد عَن أبي هُرَيْرَة رَضِي الله عَنهُ أَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
Azay Nipira itu saya sebuah nama untuk dalam bermedia saja. Adalah terlahir dari seorang ibu yang cantik, baik, sholehah berdarah Sunda. Tentu saya adalah seorang manusia makhluk biasa yang senantiasa berdoa dan berusaha untuk terus berupaya dan untuk terus berdaya sekemampuan berbuat kebaikan untuk ibu, saudara saudari, seggenap keluarga, masyarakat, bangsa, negara sebagai perintah agama Islam yang saya yakini kebenarannya. Dengan tetap saling menghormati, menghargai, serta menjungjung tinggi siapapun orang untuk tetap saling mengenal satu sama yang lainnya. Ucapan terimakasih kepada siapapun yang telah memberikan ilmu ilmu kepada sayadan menjadi guruku, namun mohon ma'af saya tidak bisa membalasnya hanya saya selalu berdo'a untuk semua yang menjadi guruku dengan mendo'akan agar menjadi nilai tambah baginya sehingga mendapatkan balasan yang setimpal sepadan dari Allah SWT sebaik baiknya Dzat pemberi balasan kebaikan. Aamii..n. yaa..Rabbal Aalamiin....