BREAKING NEWS

Watsapp

Friday, September 8, 2023

APA ITU ISTILAH ISTIDROJ DAN SEPERTI APA CONTOHNYA

WANITA HAID MEMBACA AL QUR'AN

 KAJIAN KITAB KUNING ARBAIN 


[6/9 15.25] Gauri/Asmara Lautan Api: Dalam kitab Hasyiyah al-Bujairimi 'ala al-Iqna' karya Sulaiman bin Umar bin Muhammad al-Bujairimi 

( وَ ) الثَّالِثُ ( قِرَاءَةُ ) شَيْءٍ مِنْ ( الْقُرْآنِ ) بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ مِنْ الْأَخْرَسِ كَمَا قَالَ الْقَاضِي فِي فَتَاوِيهِ ، فَإِنَّهَا مُنَزَّلَةٌ مَنْزِلَةَ النُّطْقِ هُنَا وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ لِلْإِخْلَالِ بِالتَّعْظِيمِ ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ مَعَ ذَلِكَ غَيْرَهَا أَمْ لَا لِحَدِيثِ التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ : { لَا يَقْرَأْ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ }


الشَّرْحُ قَوْلُهُ : ( وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ) وَعَنْ مَالِكٍ : يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ، وَعَنْ الطَّحَاوِيِّ يُبَاحُ لَهَا مَا دُونَ الْآيَةِ كَمَا نَقَلَهُ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ

Keharaman sebab haid yang ketiga adalah membaca sesuatu dari al-Qur’an, dengan diucapkan atau dengan isyarah dari orang bisu, seperti yang dikatakan Qadhi Husein dalam Fatawinya. 

Mengingat konteks isyarah diletakkan pada konteksnya hukum berucap pada permasalahan ini, meskipun yang dibaca hanyalah sebagian ayat saja dikarenakan hal itu menunjukkan pada unsur penghinaan. Baik bacaan itu diniati bersama dengan niat yang lain ataupun tidak, berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi dan lainnya, “Orang yang sedang junub dan orang yang haid tidak diperbolehkan membaca sesuatu dari al-Qur’an.


✒️Komentar pensyarah


 [Membaca al-Qur’an] dari Imam Malik dijelaskan bahwa diperbolehkan bagi perempuan haid membaca al-Qur’an. Dan dari Ath-Thahawi diterangkan bahwa diperbolehkan bagi dia untuk membaca al-Qur’an namun kurang dari satu ayat, seperti yang dia kutipkan dalam Syarah Al-Kanzu dari kitabnya mazhab Hanafi."


 Kitb Hasyiyah Bujairimi, 3/259-261


تَنْبِيهٌ : يَحِلُّ لِمَنْ بِهِ حَدَثٌ أَكْبَرُ أَذْكَارُ الْقُرْآنِ وَغَيْرُهَا كَمَوَاعِظِهِ وَأَخْبَارِهِ وَأَحْكَامِهِ لَا بِقَصْدِ الْقُرْآنِ كَقَوْلِهِ عِنْدَ الرُّكُوبِ : { سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ } أَيْ مُطِيقِينَ ، وَعِنْدَ الْمُصِيبَةِ : { إنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إلَيْهِ رَاجِعُونَ } وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ فَإِنْ قَصَدَ الْقُرْآنَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ الذِّكْرِ حُرِّمَ ، وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا .

كَمَا نَبَّهَ عَلَيْهِ النَّوَوِيُّ فِي دَقَائِقِهِ لِعَدَمِ الْإِخْلَالِ بِحُرْمَتِهِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَّا بِالْقَصْدِ قَالَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ ، وَظَاهِرُهُ أَنَّ ذَلِكَ جَارٍ فِيمَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ كَالْآيَتَيْنِ الْمُتَقَدِّمَتَيْنِ وَالْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ ، وَفِيمَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ إلَّا فِيهِ كَسُورَةِ الْإِخْلَاصِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ ، وَهُوَ كَذَلِكَ ، وَإِنْ قَالَ الزَّرْكَشِيّ : لَا شَكَّ فِي تَحْرِيمِ مَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ ، وَتَبِعَهُ عَلَى ذَلِكَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ كَمَا شَمِلَ ذَلِكَ قَوْلَ الرَّوْضَةِ ، أَمَّا إذَا قَرَأَ شَيْئًا مِنْهُ لَا عَلَى قَصْدِ الْقُرْآنِ فَيَجُوزُ .


الشَّرْحُ


قَوْلُهُ : ( تَنْبِيهٌ إلَخْ ) هَذَا التَّنْبِيهُ بِمَنْزِلَةِ قَوْلِهِ مَحَلُّ حُرْمَةِ الْقِرَاءَةِ إذَا كَانَتْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ أَوْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ ، و َإِلَّا فَلَا حُرْمَة .


قَوْلُهُ : ( يَحِلُّ إلَخْ ) كَلَامُهُ فِي الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ فَدُخُولُ غَيْرِهِمَا مَعَهُمَا اسْتِطْرَادِيٌّ تَأَمَّلْ ق ل .


قَوْلُهُ : ( كَمَوَاعِظِهِ ) أَيْ مَا فِيهِ تَرْغِيبٌ أَوْ تَرْهِيبٌ .

قَوْلُهُ : ( وَأَخْبَارِهِ ) أَيْ عَنْ الْأُمَمِ السَّابِقَةِ .

قَوْلُهُ : ( وَأَحْكَامِهِ ) أَيْ مَا تَعَلَّقَ بِفِعْلِ الْمُكَلَّف .


قَوْلُهُ : ( وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ ) بِأَنْ سَبَقَ لِسَانُهُ إلَيْهِ .


قَوْلُهُ : ( وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا ) كَمَا لَا يَحْرُمُ إذَا قَصَدَ الذِّكْرَ فَقَطْ ، فَالصُّوَرُ أَرْبَعَةٌ يَحِلُّ فِي ثِنْتَيْنِ ، وَيَحْرُمُ فِي ثِنْتَيْنِ وَأَمَّا لَوْ قَصَدَ وَاحِدًا لَا بِعَيْنِهِ فَفِيهِ خِلَافٌ ، وَالْمُعْتَمَدُ الْحُرْمَةُ ؛ لِأَنَّ الْوَاحِدَ الدَّائِرَ صَادِقٌ بِالْقُرْآنِ فَيَحْرُمُ لِصِدْقِهِ بِهِ . قَوْلُهُ : ( لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَخْ ) أَيْ لَا يَكُونُ قُرْآنًا تَحْرُمُ قِرَاءَتُهُ عِنْدَ وُجُودِ الصَّارِفِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَإِلَّا فَهُوَ قُرْآنٌ مُطْلَقًا ، أَوْ الْمَعْنَى لَا يُعْطَى حُكْمَ الْقُرْآنِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي صَلَاةٍ كَأَنْ أَجْنَبَ وَفَقَدَ الطَّهُورَيْنِ وَصَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ بِلَا طُهْرٍ ، وَقَرَأَ الْفَاتِحَةَ ، فَلَا يُشْتَرَطُ قَصْدُ الْقُرْآنِ ، بَلْ يَكُونُ قُرْآنًا عِنْدَ الْإِطْلَاقِ لِوُجُوبِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ فَلَا صَارِفَ فَاحْفَظْهُ وَاحْذَرْ خِلَافَهُ كَمَا ذَكَرَهُ ابْنُ شَرَفٍ عَلَى التَّحْرِيرِ .


(Tanbih) Diperbolehkan bagi orang yang mempunyai hadats besar untuk membaca dzikir al-Qur’an dan yang lainnya, seperti mauizhahnya, cerita, dan hukum yang ada di dalam al-Qur’an, dengan tidak diniatkan pada al-Qur’annya. Seperti perkataanya ketika naik kendaraan 


(سبحان الذي سخر لنا هذا و ما كنا له مقرنين)


dan ketika mendapat musibah dia mengucapkan 


(إنا لله و إنا اليه راجعون).


Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya. Namun jika dia memaksudkan al-Qur’an saja atau memaksudkan al-Qur’an beserta dzikirnya, maka diharamkan. Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan, sesuai dengan peringatan an-Nawawi dalam kitab Daqaiq, sebab tidak ada unsur penghinaan pada kemuliaan al-Qur'an di sini. Memandang bahwasanya al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali ketika dengan wujudnya niat.

Secara zahir pendapat tersebut berlaku baik pada ayat yang bisa ditemukan susunan kalimatnya di luar al-Qur'an semisal dua ayat di atas, juga basmalah dan al-fatihah. Serta pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an semisal surat al-Ikhlas dan ayat kursi. Benarlah demikian, meski az-Zarkasyi berpendapat tidak diragukannya keharaman pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an. Pendapat az-Zarkasyi ini dianut oleh sebagian ulama mutaakhirin.

Keterangan an-Nawawi tentang kemutlakan tersebut juga terkandung dalam kitab ar-Raudhah. Sedangkan ketika membaca al-Qur'an itu tidak diniatkan pada membaca al-Qur'annya maka diperbolehkan.


✒️Komentar pensyarah 

Tanbih dst

 Tanbih ini menempati perkataan mushannif, “Tempat keharaman membaca al-Qur’an adalah ketika dalam pembacaan itu dengan maksud al-Qur’an atau dengan maksud al-Qur’an dan dzikir. Jika tidak memaksudkan dengan itu semua maka tidak diharamkan."

[Diperbolehkan dst.] Pembahasan penulis tentang wanita haidh dan nifas, namun bisa dikonfirmasikan juga pembahasan selain keduanya. Cermatilah. (al-Qulyubi)

[Seperti mauizhah] Yakni perkara tentang anjuran dan ancaman.

[Cerita] Yakni dari kisah umat terdahulu.

[Dan hukum yang ada di dalam al-Qur'an] Yakni perkara yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf.

[Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya] Dengan kelepasan bicara.

[Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan] Sebagaimana tidak pula diharamkan ketika diniatkan pada dzikirnya saja.

 Sehingga bisa disimpulkan ada empat situasi pembacaan al-Qur'an di sini. Dua diperbolehkan, dan dua lainnya diharamkan.

✒️Sedangkan ketika dia meniatkan pada salah satunya namun tanpa dijelaskan yang mana maka hukumnya khilaf. Menurut qaul Mu'tamad dihukumi haram. 

Sebab unsur salah satunya bisa dimungkinkan niat pada al-Qur'annya sehingga diharamkan memandang adanya kemungkinan tersebut. [Al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an dst.

Yakni ketika muncul qarinah pembeda maka tidak dianggap sebagai al-Qur'an yang haram dibaca kecuali dengan wujudnya niat. Atau bisa juga diartikan tidak diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali dengan wujudnya niat.

 Konteks ini mengesampingkan pada kasus shalat, semisal pada orang junub yang tidak bisa bersuci dengan wudhu dan tayammum, lantas dia shalat li hurmatil waqti, membaca al-Fatihah, maka tidak berlaku persyaratan niat membaca al-Qur'an. Bahkan tetap dianggap sebagai hukum bacaan al-Qur'an ketika dimutlakkan sebab tidak ada qarinah pembeda di sini. Camkanlah dan hati-hati terhadap kesalahpahaman tentang hal itu, sebagaimana dituturkan oleh an-Nawawi dalam kitab at-Tahrir." 


Hasyiyah al-Bujairimi, 1/259-264

[6/9 15.26] Gauri/Asmara Lautan Api: وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْحَائِضَ يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي حَال اسْتِرْسَال الدَّمِ مُطْلَقًا ، كَانَتْ جُنُبًا أَمْ لاَ ، خَافَتِ النِّسْيَانَ أَمْ لاَ . وَأَمَّا إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا ، فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ حَتَّى تَغْتَسِل جُنُبًا كَانَتْ أَمْ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَخَافَ النِّسْيَانَ .

هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَهُمْ ، لأَنَّهَا قَادِرَةٌ عَلَى التَّطَهُّرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ ، وَهُنَاكَ قَوْلٌ ضَعِيفٌ هُوَ أَنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا جَازَ لَهَا الْقِرَاءَةُ إِنْ لَمْ تَكُنْ جُنُبًا قَبْل الْحَيْضِ . فَإِنْ كَانَتْ جَنْبًا قَبْلَهُ فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ .


Kalangan malikiyah berpendapat bahwa wanita haidh diperbolehkan membaca al-Qur'an di masa sedang keluarnya darah haidh secara mutlak, baik disertai junub maupun tidak, entah karena khawatir lupa ataupun tidak. Sedangkan di masa darah haidh sedang berhenti maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an sampai dia mandi bersuci, baik kondisinya disertai junub maupun tidak, kecuali bila khawatir lupa (maka boleh membaca, pen).

Pendapat di atas adalah qaul mu'tamad, sebab seorang wanita dipandang mampu bersuci dalam kondisi darah sedang berhenti tersebut. Namun dalam hal ini ada qaul dha'if yang berpendapat seorang wanita ketika darahnya sedang berhenti tetap diperbolehkan membaca al-Qur'an asalkan kondisinya tidak disertai junub sebelum haidh. Ketika sebelum haidh telah disertai junub maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an (sampai dia mandi bersuci, pen).

Kitb al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, 18/322

[6/9 15.27] Gauri/Asmara Lautan Api: Dalam mazhab syafi'iyah terdapat tujuh pembahasan yang berkaitan dengan hukum wanita haidh membaca al-Qur'an 

-Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya maka haram.

-Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya besertaan niat lainnya maka juga dihukumi haram.

-Bila membaca al-Qur'an diniati selain untuk membaca al-Qur'an seperti untuk menjaga hafalan, membaca zikirnya, kisah-kisah, mauizah, hukum-hukum, maka diperbolehkan.

-Bila membaca al-Qur'an karena kelepasan bicara maka diperbolehkan.

-Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak, yakni sekedar ingin membaca tanpa niat tertentu maka diperbolehkan.

-Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak atau niat selain al-Qur'an, namun yang dibaca adalah susunan kalimat khas al-Qur'an atau satu surat panjang atau keseluruhan al-Qur'an maka khilaf. Menurut an-Nawawi, ar-Ramli Kabir, dan Ibnu Hajar diperbolehkan, sedangkan bagi az-Zarkasyi dan as-Suyuthi diharamkan.

-Bila membaca al-Qur'an diniatkan pada salah satunya tanpa dijelaskan yang mana maka khilaf. Menurut qaul mu'tamad diharamkan sebab adanya kemungkinan niat pada bacaan al-Qur'an.

Sedangkan dalam mazhab malikiyah boleh bagi wanita haidh membaca al-Qur'an.

 Lebih jelasnya tentang hal ini terdapat dua pembahasan.

*- Boleh secara mutlak, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang merembes keluar.

*- Tidak diperbolehkan sebelum mandi hadats, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang mampet. Kecuali bila khawatir lupa, atau kecuali dengan menengok pada qaul dha'if yang memperbolehkannya asalkan haidhnya tidak disertai junub.


Wallohu a'lam bishowab

Thursday, September 7, 2023

HUKUM MEMBAYAR PAJAK

 

[7/9 18.50] +62 858-9129-1624: Bagaimana hukum nya membayar pajak tanah?

[7/9 19.01] KYAI Sibawaih: Wajib

[7/9 19.02] KYAI Sibawaih: بغية المسترشدين؛ ص ١٩٠

(ﻣﺴﺄﻟﺔ: ك) ﻳﺠﺐ اﻣﺘﺜﺎﻝ ﺃﻣﺮ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻓﻴﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﻛﺪﻓﻊ ﺯﻛﺎﺓ اﻟﻤﺎﻝ اﻟﻈﺎﻫﺮ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻟﻪ ﻓﻴﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ اﻟﺤﻘﻮﻕ اﻟﻮاﺟﺒﺔ ﺃﻭ اﻟﻤﻨﺪﻭﺑﺔ ﺟﺎﺯ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﻻﺳﺘﻘﻼﻝ ﺑﺼﺮﻓﻪ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﺭﻓﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ ﻣﺒﺎﺣﺎ ﺃﻭ ﻣﻜﺮﻭﻫﺎ ﺃﻭ ﺣﺮاﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ اﻣﺘﺜﺎﻝ ﺃﻣﺮﻩ ﻓﻴﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ (م ﺭ) ﻭﺗﺮﺩﺩ ﻓﻴﻪ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﻔﺔ، ﺛﻢ ﻣﺎﻝ ﺇﻟﻰ اﻟﻮﺟﻮﺏ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﺤﺮﻣﺎ ﻟﻜﻦ ﻇﺎﻫﺮا ﻓﻘﻂ، *ﻭﻣﺎ ﻋﺪاﻩ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻋﺎﻣﺔ ﻭﺟﺐ ﻇﺎﻫﺮا ﻭﺑﺎﻃﻨﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﻇﺎﻫﺮا ﻓﻘﻂ ﺃﻳﻀﺎ*، ﻭاﻟﻌﺒﺮﺓ ﻓﻲ اﻟﻤﻨﺪﻭﺏ ﻭاﻟﻤﺒﺎﺡ ﺑﻌﻘﻴﺪﺓ اﻟﻤﺄﻣﻮﺭ، ﻭﻣﻌﻨﻰ ﻗﻮﻟﻬﻢ ﻇﺎﻫﺮا ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺄﺛﻢ ﺑﻌﺪﻡ اﻻﻣﺘﺜﺎﻝ، ﻭﻣﻌﻨﻰ ﺑﺎﻃﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻳﺄﺛﻢ اﻩـ. ﻗﻠﺖ: ﻭﻗﺎﻝ ش ق: ﻭاﻟﺤﺎﺻﻞ ﺃﻧﻪ ﺗﺠﺐ ﻃﺎﻋﺔ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﻴﻤﺎ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ ﻇﺎﻫﺮا ﻭﺑﺎﻃﻨﺎ ﻣﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮاﻡ ﺃﻭ ﻣﻜﺮﻭﻩ، ﻓﺎﻟﻮاﺟﺐ ﻳﺘﺄﻛﺪ، ﻭاﻟﻤﻨﺪﻭﺏ ﻳﺠﺐ، ﻭﻛﺬا اﻟﻤﺒﺎﺡ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻛﺘﺮﻙ ﺷﺮﺏ اﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺇﺫا ﻗﻠﻨﺎ ﺑﻜﺮاﻫﺘﻪ ﻷﻥ ﻓﻴﻪ ﺧﺴﺔ ﺑﺬﻭﻱ اﻟﻬﻴﺌﺎﺕ، ﻭﻗﺪ ﻭﻗﻊ ﺃﻥ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺃﻣﺮ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﺑﺄﻥ ﻳﻨﺎﺩﻱ ﺑﻌﺪﻡ ﺷﺮﺏ اﻟﻨﺎﺱ ﻟﻪ ﻓﻲ اﻷﺳﻮاﻕ ﻭاﻟﻘﻬﺎﻭﻱ، ﻓﺨﺎﻟﻔﻮﻩ ﻭﺷﺮﺑﻮا ﻓﻬﻢ اﻟﻌﺼﺎﺓ، ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺷﺮﺑﻪ اﻵﻥ اﻣﺘﺜﺎﻻ ﻷﻣﺮﻩ، ﻭﻟﻮ ﺃﻣﺮ اﻹﻣﺎﻡ ﺑﺸﻲء ﺛﻢ ﺭﺟﻊ ﻭﻟﻮ ﻗﺒﻞ اﻟﺘﻠﺒﺲ ﺑﻪ ﻟﻢ ﻳﺴﻘﻂ اﻟﻮﺟﻮﺏ اﻩـ.

DZAKAR BERGERAK LEBIH 3X/LEBIH KETIKA SHALAT,, TIDAK MEMBATALKAN SHALAT

 

Bismillah 

        ngaji fiqih


DZAKAR BERGERAK LEBIH 3X/LEBIH KETIKA SHALAT,, TIDAK MEMBATALKAN SHALAT


لا ) تبطل ( بحركات خفيفة ) وإن كثرت وتوالت بل تكره ( كتحريك ) أصبع أو ( أصابع ) في حك أو سبحة مع قرار كفه ( أو جفن ) أو شفة أو ذكر أو لسان لأنها تابعة لمحالها المستقرة كالأصابع 


✍🏽 mafhumnyah 

Dan tidak batal shalat akibat gerakan-gerakan ringan meskipun banyak dan berulang-ulang namun hukumnya makruh seperti gerakan jari atau jemari saat menggaruk dengan syarat telapak tangannya tetap (tidak ikut bergerak) atau gerakan pelupuk mata, bibir, zakar atau lisannya karena kesemuanya masih mengikuti (menempel dengan tidak bergerak) pada tempat pokoknya yang diam dan kokoh seperti halnya jari-jemari.


Kitab  Fath al-Mu'in I/215-216 .


( لا ) تبطل ( بحركات خفيفة ) وإن كثرت وتوالت بل تكره ( كتحريك ) أصبع أو ( أصابع ) في حك أو سبحة مع قرار كفه ( أو جفن ) أو شفة أو ذكر 


✍🏽Mafhum 

Menggerak-nggerakkan dzakar walaupun berulang-ulang tidak membatalkan shalat 


Kitb bajuri 1/178 


tapi kalau dengan menggerak-nggerakkan dzakar tersebut bertujuan main-main maka shalatnya batal. 


Kitb  kasyifah al sajaa hlm 77 - 78 


Wallohu a'lam bishowab


🔰 TM GRUP TANYA JAWAB FIQIH & NAHWU BALAHGOH 🔰

Sunday, September 3, 2023

 

[3/9 12.32] +62 895-3801-59177: Asalamualaikum...

Mumpung banyak senior muncul ijin nanya.

ada sebuah desa yang banyak pohon kopi yAng berbuah lebat,terus karna ada angin kencang ,otomatis kopi itu berjatuhan dngn sendirinya,,trs ada seseorang yang mngambil kopi trsebut tanpa ijin pemiliknya,,trus kopi itu di kumpulkan oleh orang trsbt smpai banyak dan di jual,,


pertanyaanya :

1.apakah boleh mngambil kopi trsbt tnpa ijin pemilik kebun?

2.apakah halal uang trsbt untk membli barang?


maaf msh awam🙏🙏🙏

D sebelah di cuekin disini di cuekin jg gak🤭

[3/9 13.07] +62 838-4905-7238: Hukumnya tidak boleh kalo jatuh didalam pagar (halaman rumah pemilik pohon). Kalo jatuh ke luar pagar (luar halaman rumah pemilik pohon), maka hukumnya sama dengan yg jatuh kedalam pagar, Kalo emang tidak ada tradisi kebolehan mengambil cuma cuma-cuma. Kalo udah mentradisi ngambil tanpa pamit, maka dua pendapat:

-Tidak halal, karena masih canggung takut pemiliknya tidak memperbolehkan.


- boleh. Dan ini yg lebih ashoh, karena berlakunya adat disitu dan adanya kerelaan sang pemilik.


 *المجموع شرح المهذب ج٩ ص٥٤* 


 قَالَ أَصْحَابُنَا وَحُكْمُ الثِّمَارِ السَّاقِطَةِ مِنْ الْأَشْجَارِ حُكْمُ الثِّمَارِ الَّتِي عَلَى الشَّجَرِ إنْ كَانَتْ السَّاقِطَةُ دَاخِلَ الْجِدَارِ وَإِنْ كَانَتْ خَارِجَةً فَكَذَلِكَ إنْ لَمْ تَجْرِ عَادَتُهُمْ بِإِبَاحَتِهَا فَإِنْ جَرَتْ فَوَجْهَانِ أَحَدُهُمَا) لَا يَحِلُّ كَالدَّاخِلَةِ وَكَمَا إذَا لَمْ تَجْرِ عَادَتُهُمْ لِاحْتِمَالِ أَنَّ هَذَا الْمَالِكَ لَا يُبِيحُ (وَأَصَحُّهُمَا) يَحِلُّ لِاطِّرَادِ الْعَادَةِ الْمُسْتَمِرَّةِ بِذَلِكَ وَحُصُولِ الظَّنِّ بِإِبَاحَتِهِ كَمَا يَحْصُلُ تَحَمُّلُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ الْهَدِيَّةَ وَيَحِلُّ أَكْلُهَا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

Saturday, September 2, 2023



BAGAIMANA BILA AIR BELUM SAMPAI KEDALAM KUKU PADAHAL WUDHUK TELAH SELESAI 

Seandainya seseorang berwudhuk dan wudhuk nya pun telah selesai ia lakukan, kemudian ia menemukan bahwa kulit dibawah kukunya belum terkena ai wudhuk, lalu ia memotong kuku tersebut dengan maksud agar kuku tersebut tidak menjadi sebab tidak sah wudhuk nya, kemudian ia tidak mengulang kembali bagian yang belum terkena air tersebut, maka wudhuk nya tidak sah. 

Lalu solusinya bagaimana....? 


Solusinya adalah : 

Bila ia telah selesai berwudhuk, dan terjadi hal seperti diatas, maka setelah kukunya dipotong ia harus mengulang kembali wudhuk nya, pengulangan dimulai dari membasuh dua siku kemudian membasuh Kepala dan terakhir membasuh dua kaki. 


Hal ini dilakukan untuk memelihara ketertiban dalam berwudhuk. 

Namun akan berbeda halnya dengan mandi wajib... 

Kalau mandi wajib, bila seseorang selesai mandi wajib, kemudian melihat bahwa dibawah kukunya belum terbasahi air, kemudian ia memotong kuku tersebut... Maka ia hanya harus membasuh bagian yang belum terkena air tersebut. Karna dalam masalah mandi wajib, tidak ada keharusan untuk tertip dalam membasuh anggota wajib 


📚 Referensi : 

📚 kitab ianah At-thalibin , j : 1, h : 40, cet : al haramain 

ولو توضأ ثم تبين أن الماء لم يصب ظفره فقلمه لم يجزه بل عليه أن يغسل محل القلم ثم يعيد مسح رأسه وغسل رجليه مراعاة للترتيب. ولو كان ذلك في الغسل كفاه غسل محل القلم لأنه لا ترتيب فيه


والله اعلم بالصواب

HUKUM MEMBULI

 

KLIK DISINI ULANGAN HARIAN JELAS 7



pertanyaan

Assalamualaikum Mau nanya lagi bagaimna kalau orng membuli dalam syariat islam

jawaban

[29/8 19.10] Gauri/Asmara Lautan Api: Wa Alaikum salam 

Hukum membuli,mencaci ,menghina ,mengibah maka semuanya HARAM ga boleh 

 قال معاذ: من عير أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله.

Mu'adz berkata. Seseorang yg mencaci saudaranya karena dosa yg dilakukan, maka ia tidak akan meninggal kecuali akan melakukan dosa yg sama.

 وقال الحسن : كانوا يقولون من رمى أخاه بذنب قد تاب إلى الله منه لم يمت حتى يبتليه الله.

Sayyidina Hasan menuturkan perkataan yg dinukil orang-orang terdahulu: barangsiapa yg menghina saudaranya karena dosa yg dilakukan (padahal dia sudah bertaubat) maka ia tidak meninggal kecuali akan melakukan dosa yg sama.

 وقال النخعي: إني لأرى الشئ فأكرهه فما يمنعني أن أتكلم فيه إلا مخافة أن أبتلى بمثله.

An Nakho'i berkata: ketika saya melihat sesuatu yg tidak saya sukai dari seseorang, saya enggan mengungkapkan hal tersebut, karena saya Khawatir diuji dengan melakukan hal yang sama.

 وقال يحيى بن جابر: ما عاب رجل قط رجلا بعيب إلا ابتلاه الله بذلك العيب.

Yahya bin Jabir mengatakan: tidak ada seorangpun yg mencaci temannya karena kekurangan yg ada pada temannya, kecuali Allah akan mengujinya dengan kekurangan tersebut.

 وقال بعضهم: لا تعير أخاك بما فيه فيعافيه الله ويبتليك.

Sebagian orang mengatakan: janganlah mencaci saudaramu dengan apa yg ia perbuat, karena bisa jadi Allah memaafkannya dan akan mengujimu.....

قال المناوي رحمه الله تعالى 

BERKATA Al-Munawi rahimahullah ta'ala 

فينبغي للإنسان أن لا يحتقر أحدا

Tidak sepantasnya bagi siapapun menghina orang lain, 

فربما كان المحتقر أطهر قلبا ، وأزكى عملا ،وأخلص نية 

bisa jadi orang yang kau hina itu hatinya lebih bersih, lebih tulus amalnya, lebih lurus niatnya. 

فإن احتقار عباد الله. يورث الخسران ، ويورث الذل والهوان

Karena tindakan menghina hamba-hamba Allah, pasti akan menuai kerugian dan kehinaan."


Sumber

کتاب :فيض القدير 5-380

Wallohu a'lam bishowab

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes