BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, August 4, 2024

TERJEMAH FATHUL MUIN ( SHIFAT SHOLAT )

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHIFAT SHOLAT



𝕡𝕒𝕣𝕥   1⃣


(فَصْلٌ): فِيْ صِفَةِ الصَّلَاةِ


TENTANG SHIFAT ( CARA ) SHALAT✅

---------------------

 ✅المراد بالصفة: الكيفية.

 

Yang dimaksud dengan sifat adalah bagaimana caranya. 


وهي تنقسم إلى واجب ومندوب


Dan sifat ini terbagi menjadi wajib dan sunnah.


والأول لا يخلو إما أن يكون داخلا في الماهية ويسمى ركنا، أو خارجا عنها ويسمى شرطا.


🔷Yang pertama (WAJIB) perkara tidak lepas dari dua kemungkinan:

ada kalanya termasuk dalam hakikat (esensi) sholat dan disebut RUKUN, atau berada di luar hakikat sholat dan disebut SYARAT.


والثاني لا يخلو إما أن يجبر بالسجود ويسمى بعضا، أو لا ويسمى هيئة.


🔷Yang kedua (SUNNAH) juga tidak lepas dari dua kemungkinan: apakah bisa diperbaiki  dengan sujud sahwi dan disebut sebagai  SUNNAH AB'AD, atau tidak bisa diperbaiki dengan sujud sahwi dan disebut sebagai SUNNAH HAIAT.


وشبهت الصلاة بالإنسان، فالركن كرأسه، والشرط كحياته، والبعض كأعضائه، والهيئات كشعره.


"Dan shalat diibaratkan seperti manusia; 

🔸RUKUN RUKUNNYA  seperti kepalanya, 

🔸SYARAT SYARATNYA seperti kehidupannya,

 🔸SUNNAH AB' AD seperti anggota tubuhnya, dan

 🔸 SUNNAH HAIAT seperti rambutnya."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL 126

NURUL ILMI

--------------------




(أَرْكَانُ الصَّلَاةِ) أَيْ فُرُوْضُهَا: أَرْبَعَةُ عَشَرَ، بِجَعْلِ الطُّمَأْنِيْنَةِ فِيْ مَحَالِّهَا رُكْنًا وَاحِدًا.


(Rukun-rukun shalat)📝 yakni kefardhuannya ada 14 dengan menjadikan tuma’nīnah sebagai satu rukun di dalamanya (11).

-----------------

📝أي أجزاؤها التي تتركب منها حقيقتها.


"Bagian-bagiannya  shalat yang tersusun dan sebagai hakikatnya sholat.


وقوله: أي فروضها أفاد به أن الأركان والفروض بمعنى واحد، وإنما عبر هنا بالأركان وفي الوضوء بالفروض إشارة إلى أنه لا يجوز تفريق أفعال الصلاة، بخلاف الوضوء


".Dan perkataan mushonif:

 yaitu kewajiban-kewajibannya menunjukkan bahwa rukun-rukun ( اركان ) dan kewajiban-kewajiban ( فروض ) itu bermakna satu { sama }, hanya saja di sini ( sholat ) disebutkan sebagai rukun-rukun ( اركان )dan dalam wudhu disebutkan sebagai kewajiban-kewajiban ( فروض ), menunjukkan bahwa tidak boleh memisahkan tindakan-tindakan shalat, berbeda dengan wudhu."

 

 والأركان المذكورة ثلاثة أقسام: قلبي: وهو النية.

 

RUKUN RUKUN tersebut terbagi menjadi tiga bagian : 

🔸1 . QOLBIY { di dalam hati } : 

Yaitu NIYAT

وقولي: وهو خمسة: التكبير،

والفاتحة، والتشهد، والصلاة على النبي - صلى الله عليه وسلم - بعده، والسلام.


🔸 2 . QOULIY { terucap } : ada lima :

Yaitu  BACA FATIHAH,  BACA  TSYAHUD, BACA SHOLAWAT KEPADA NABI MUHAMMAD SAW setelah tasyahud, dan SALAM.


وفعلي: وهو سبعة: القيام، والركوع، والاعتدال، والسجود، والجلوس بين السجدتين، والجلوس في التشهد الأخير، والترتيب.


🔸 3 . FI,LIY { Tindakan } : ada tujuh :

Yaitu : BERDIRI, RUKU' , I 'TIDAL, SUJUD, DUDUK diantara dua sujud, DUDUK TASYAHUD AKHIR, TARTIB.


(قوله: أحدها) أي أحد الأركان.


نية، لأنها واجبة في بعض الصلاة.


وهو أولها، لا في جميعها.


فكانت ركنا كالتكبير والركوع.


وقيل: هي شرط، لأنها عبارة عن قصد فعل الصلاة، فتكون خارج الصلاة.


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL 126

NURUL ILMI

----------------



1⃣ أَحَدُهَا: (نِيَّةٌ) وَ هِيَ الْقَصْدُ بِالْقَلْبِ، لِخَبَرِ: “إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ”. 


Yang pertama dari RUKUN RUKN sholat adalah (niat). Niat adalah menyengaja dalam hati. 📚Dasar dari niat ini adalah hadits Nabi: Sahnya dari amal perbuatan hanyalah dari niatnya. 

--------------------

📚 🔸هذا معنى النية لغة،

🔸 أما شرعا فهو قصد الشئ مقترنا بفعله، أي قصد الشئ الذي يريد فعله حال كون ذلك القصد مقترنا بفعل ذلك الشئ.


🔸Ini adalah makna niat secara bahasa,

🔸 sedangkan secara syar'i, niat adalah bermaksud melakukan sesuatu bersamaan dengan pelaksanaannya, yaitu bermaksud melakukan sesuatu yang ingin dilakukan dengan maksud tersebut bersamaan dengan pelaksanaannya.



IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL 126

NURUL ILMI

--------------------------


(فَيَجِبُ فِيْهَا) أَيِ النِّيَّةِ (قَصْدُ فِعْلِهَا) أَيِ الصَّلَاةِ، لِتَتَمَيَّزُ عَنْ بَقِيَّةِ الْأَفْعَالِ (وَ تَعْيِيْنُهَا) مِنْ ظُهْرٍ أَوْ غَيْرِهَا، لِتَتَمَيَّزَ عَنْ غَيْرِهَا،


(Wajib di dalam niat untuk menyengaja melaksanakan shalat) 📌 supaya shalat menjadi berbeda dengan pekerjaan yang lain (dan wajib untuk menentukannya) dari shalat Zhuhur, atau selainnya agar shalat Zhuhur berbeda dari shalat lainnya, 

------------------

📌اعلم أن الصلاة على ثلاثة أقسام: فرض، ونفل مقيد بوقت أو سبب، ونفل مطلق وما ألحق به مما يندرج في غيره.


Ketahuilah, bahwa shalat terbagi menjadi tiga jenis:

🔸1.  shalat wajib, 

🔸2 . shalat sunnah yang terikat dengan waktu atau sebab, dan

🔸3 .  shalat sunnah mutlak serta yang termasuk dalam jenis lainnya.


فالأول يشترط فيه ثلاثة أمور: نية الفعل، والتعيين صبحا أو غيره، ونية الفرضية.


Yang pertama  { SHOLAT WAJIB }mensyaratkan tiga hal: 

🔷niat melakukan, 

🔷menentukan waktu seperti subuh atau lainnya, dan

 🔷niat kewajiban / Fardlu.


CONTOH

اصلی فرض الصبح


والثاني يشترط فيه اثنان: نية الفعل، والتعيين، والثالث يشرط فيه واحد: وهو قصد الفعل.


Dan yang kedua { SHOLAT SUNNAH MUQOYTAD } mensyaratkan dua hal: 🔷niat melakukan dan

🔷 menentukan waktu. 


Sedangkan yang ketiga { SHOLAT SUNNAH MUTLAQ } mensyaratkan satu hal: 

🔷yaitu niat melakukan.


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL 126 - 127

NURUL ILMI

--------------------------


 فَلَا يَكْفِيْ نِيَّةُ فَرْضِ الْوَقْتِ. 

 

 maka tidaklah cukup berniat fardhu dengan waktu yang mutlak



(وَ لَوْ) كَانَتِ الصَّلَاةُ الْمَفْعُوْلَةُ (نَفْلًا) غَيْرَ مُطْلَقٍ، كَالرَّوَاتِبِ وَ السُّنَنِ الْمُؤَقَّتَةِ أَوْ ذَاتِ السَّبَبِ، فَيَجِبُ فِيْهَا التَّعْيِيْنُ بِالْإِضَافَةِ إِلَى مَا يُعَيِّنُهَا كَسُنَّةِ الظُّهْرِ الْقَبْلِيَّةِ أَوِ الْبَعْدِيَّةِ، وَ إِنْ لَمْ يُؤَخِّرِ الْقَبْلِيَّةَ. 


 (walaupun) shalat yang dikerjakan (adalah shalat sunnah) selain shalat mutlak seperti shalat rawātib📗, shalat sunnah yang memiliki waktu atau sebab, 📒maka wajib untuk menentukan shalat itu dengan menyandarkan, pada hal yang dapat menentukan seperti sunnah Zhuhur qabliyyah atau ba‘diyyah – walaupun sunnah qabliyyah  tidak diakhirkan dari fardhunya . 

 ------------------

📗المراد بها سنن الصلوات الخمس، القبلية والبعدية المؤكدة وغير المؤكدة.


"Yang dimaksud adalah sunah-sunah shalat lima waktu, baik sunah sebelum maupun sesudahnya, yang muakkad (ditekankan) dan yang ghairu muakkad (tidak ditekankan)."


📒أي أو السنن ذات السبب كالكسوفين والاستسقاء.

Sholat sunnah yang punya sebab seperti sholat gerhana matahari dan gerhana bulan dan istisqo,


قال في النهاية: ويسنثنى من ذي السبب تحية المسجد، وركعتا الوضوء والإحرام والاستخارة والطواف، وصلاة الحاجة، وسنة الزوال، وصلاة الغفلة بين المغرب والعشاء، والصلاة في بيته إذا أراد الخروج للسفر، والمسافر إذا نزل منزلا وأراد مفارقته، لحصول المقصود بكل صلاة.


"Dikecualikan dari sholat yang mempunyai sebab adalah shalat tahiyatul masjid, shalat dua rakaat setelah wudu, shalat ihram, shalat istikharah, shalat thawaf, shalat hajat, shalat sunnah zuwal, shalat ghaflah antara maghrib dan isya, shalat di rumahnya ketika ingin keluar untuk bepergian, dan shalat musafir ketika singgah di suatu tempat dan ingin meninggalkannya, karena tujuan dapat tercapai dengan setiap shalat."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL  127

NURUL ILMI

--------------------------



وَ مِثْلُهَا كُلُّ صَلَاةٍ لَهَا سُنَّةٌ قَبْلَهَا وَ سُنَّةٌ بَعْدَهَا، وَ كَعِيْدِ الْأَضْحَى أَوِ الْأَكْبَرِ أَوِ الْفِطْرِ أَوِ الْأَصْغَرِ، فَلَا يَكْفِيْ صَلَاةُ الْعَيْدِ.


dan seperti halnya Zhuhur 📗adalah setiap shalat yang memiliki kesunnahan sebelum dan setelahnya – , Dan seperti shalat ‘Īd-ul-Adhḥā (akbar), atau ‘Īd-ul-Fithri (ashghar), – maka tidaklah cukup berniat shalat ‘Īd🔷

 ---------------

📗وقوله: كل صلاة إلخ أي كالمغرب والعشاء، لأن لكل قبلية وبعدية، فيجب فيهما التعيين بالقبلية والبعدية، بخلاف الصبح والعصر فإنهما ليس لهما إلا قبلية فلا يجب فيها التعيين

.

"Dan perkataan mushonef : setiap shalat dan seterusnya, maksudnya seperti shalat Maghrib dan Isya, karena masing-masing memiliki sunah sebelum ( قبلية ) dan sesudahnya ( بعدية ). Oleh karena itu, harus ditentukan apakah itu sunah sebelum atau sesudah. Berbeda dengan shalat Subuh dan Ashar, karena keduanya hanya memiliki sunah sebelum, sehingga tidak perlu menentukan apakah itu sebelum atau sesudah."

--------------

🔷أي لعدم التعيين.

"Tidak sah niyat sholat ied dengan 

اصلی سنة العيد

 Karena tidak ada penentuan 

قال في النهاية: وما بحثه ابن عبد السلام من أنه ينبغي في صلاة العيد أن لا يجب التعرض لكونه فطرا أو نحرا، لأنهما مستويان في جميع الصفات، فيلتحق بالكفارة.

Ibnu Abdus Salam dalam kitab Al-Nihayah mengatakan: 'Pendapat yang diteliti oleh Ibnu Abdus Salam adalah bahwa dalam shalat Id tidak perlu menentukan apakah itu Idul Fitri atau Idul Adha, karena keduanya memiliki sifat yang sama, sehingga hal ini disamakan dengan kafarat.'"


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL  127

NURUL ILMI

--------------------------



 وَ الْوِتْرِ سَوَاءٌ الْوَاحِدَةُ وَ الزَّائِدَةُ عَلَيْهَا، وَ يَكْفِيْ نِيَّةُ الْوِتْرِ مِنْ غَيْرِ عَدَدٍ. وَ يُحْمَلُ عَلَى مَا يُرِيْدُهُ عَلَى الْأَوْجَهِ،

 

– , seperti shalat witir – baik satu raka‘at ataupun lebih, CUKUP NIYAT  WITIR📌 tanpa menyebutkan jumlah raka‘atnya dan diarahkan 5 raka‘at yang dikehendaki menurut pendapat yang unggul, 

------------------

📌عبارة المغنى: الوتر صلاة مستقلة فلا يضاف إلى العشاء، فإن أوتر بواحدة أو بأكثر ووصل نوى الوتر، وإن فصل نوى بالواحدة الوتر.


Kalimat dalam kitab Al-Mughni: "Shalat witir adalah shalat yang berdiri sendiri dan tidak dihubungkan dengan shalat Isya. Jika seseorang melakukan witir dengan satu rakaat atau lebih secara sambung, ia berniat witir. Jika ia memisahkannya, ia berniat witir dengan satu rakaat."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1  HAL  128

NURUL ILMI

--------------------------

 وَ لَا يَكْفِيْ فِيْهِ نِيَّةُ سُنَّةِ الْعِشَاءِ أَوْ رَاتِبَتِهَا،

tidak cukup dalam shalat witir ini dengan hanya berniat shalat sunnah ‘Isyā’ atau rawātib-nya – , 

 وَ التَّرَاوِيْحِ وَ الضُّحَى، وَ كَاسْتِسْقَاءٍ وَ كُسُوْفِ شَمْسٍ أَوْ (خُسُوْفِ) قَمَرٍ. 

seperti shalat tarāwiḥ, dhuḥā, istisqā’, gerhana matahari dan rembulan.

أَمَّا النَّفَلُ الْمُطْلَقُ فَلَا يَجِبُ فِيْهِ تَعْيِيْنٌ بَلْ يَكْفِيْ فِيْهِ نِيَّةُ فِعْلِ الصَّلَاةِ، كَمَا فِيْ رَكْعَتَيِ التَّحِيَّةِ وَ الْوُضُوْءِ وَ الْاِسْتِخَارَةِ، وَ كَذَا صَلَاةِ الْأَوَّابِيْنَ، عَلَى مَا قَالَهُ شَيْخُنَا ابْنُ زِيَادٍ وَ الْعَلَّامَةُ السُّيُوْطِيُّ رَحِمَهُمَا اللهُ تَعَالَى.

 Sedangkan bila shalat sunnah tersebut adalah SHOLAT SUNNAH MUTHLAQ, maka cukup di dalamnya berniat melakukan shalat saja seperti halnya niat di dalam shalat dua raka‘at tahiyyat-ul-masjid, dua rakaat wudhū’ dan istikhārah, begitu pula shalat awwābīn seperti yang telah dipaparkan oleh guru kita Ibnu Ziyād dan al-‘Allāmah as-Suyūthī – semoga Allah mengasihinya – . 

 وَ الَّذِيْ جَزَمَ بِهِ شَيْخُنَا فِيْ فَتَاوِيْهِ أَنَّهُ لَا بُدَّ فِيْهَا مِنَ التَّعَيُّنِ كَالضُّحَى.

Sedang pendapat yang diputuskan oleh guru kita Ibnu Ḥajar dalam Fatāwī-nya adalah wajibnya menentukan shalat awwābīn seperti shalat dhuḥā.

 (وَ) تَجِبُ (نِيَّةُ فَرْضٍ فِيْهِ) أَيْ فِي الْفَرْضِ، وَ لَوْ كِفَايَةً أَوْ نَذْرًا، وَ إِنْ كَانَ النَّاوِيْ صَبِيًّا، لِيَتَمَيَّزَ عَنِ النَّفْلِ. 

  (Wajib untuk berniat fardhu (55) di dalam shalat yang fardhu) – walaupun fardhu kifāyah atau nadzar dan walaupun orang yang berniat adalah anak kecil – agar niat fardhu itu membedakan dengan kesunnahan.

(كَأُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ) مَثَلًا، أَوْ فَرْضَ الْجُمْعَةِ، وَ إِنْ أَدْرَكَ الْإِمَامَ فِيْ تَشَهُّدِهَا.

(Contoh niatnya: Saya shalat kefardhuan Zhuhur) (66) atau kefardhuan jum‘at walaupun hanya menemukan imām dalam tasyahhudnya.


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Saturday, August 3, 2024

BAB JUAL BELI YANG DILARANG

 بسم الله الرحمن الرحيم 

Pondok pesantren Brebes 

الحمد لله رب العالمين 

صلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.


باب البيوع المنهي عنها.


• Bab tentang Jual Beli yang dilarang



 ١). بيع النجش

- (Bai'u an-najsy) menawar agar orang lain menawar lebih tinggi.


النجش حرام وهو أن يزيد في الثمن لا لرغبة بل ليخدع غيره ، فإن اغتر به إنسان فاشترى فشراؤه صحيح عند الثلاثة وإن أثم الغر ، وقال مالك : الشراء باطل.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٥


Artinya: 

"An-najsy (menawar bukan karena suka bahkan agar orang lain menawar lebih tinggi) adalah haram. Namun, jika orang tersebut (yang memahalkan harga) membelinya juga, pembeliannya adalah sah, Demikian menurut madzhab hanafi, syafi'i, dan hanbali, walaupun ia (yang memahalkan harga) berdosa. Sedangkan menurut madzhab maliki pembeliannya (orang yang memahalkan itu) tidak sah".


٢). بيع الحاضر للبادي

- Menjualnya orang kota terhadap barang orang desa.


ويحرم بيع الحاضر للبادي بالإتفاق وهو ان يقدم غريب بمتاع تعم الحاجة إليه ليبيعه بسعر يومه فيقول بلدي : إتركه عندي لأبيعه قليلا قليلا بأغلى.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٥-١١٦


Artinya:

"Dengan sepakat diharamkan orang kota (tengkulak) menjual barang orang desa, yaitu orang desa datang ke-kota dengan membawa barang yang diperlukan orang banyak (umum diperlukan), untuk dijual dengan harga umum pada hari itu, lalu orang yang ditemuinya berkata : "Tinggalkan saja barang itu padaku, akan ku jualkan sedikit demi sedikit dengan harga yang lebih mahal", demikian menurut para imam madzhab (imam abu hanifah, imam malik, imam syafi'i, imam ahmad bin hanbali).


٣). بيع العربون


- (Bai'u al-'urbun) memberikan panjar atau uang muka sebagai bagian dari harga, jika senang maka ia membelinya, tetapi jika tidak senang maka uang tersebut menjadi hibah (pemberian).


ويحرم بيع العربون وهو ان يشترى السلعة ويدفع إليه درهما ليكون من الثمن إن رضي السلعة وإلا فهو هبة ، وقال أحمد لا بأس بذلك.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٦


Artinya:

Diharamkan jual beli dengan cara (Bai'u al-'urbun) memberikan panjar atau uang muka sebagai bagian dari harga, jika senang maka ia membelinya, tetapi jika tidak senang maka uang tersebut menjadi hibah (pemberian). Demikian menurut imam tiga madzhab (imam abi hanifah, imam malik, imam syafi'i). Hanbali berpendapat : jual beli dengan cara demikian tidak apa-apa.


• Akan tetapi Ada juga Jual Beli yang diperbolehkan, walaupun makruh menurut madzhab syafi'i akan tetapi tidak diperbolehkan menurut 3 madzhab (hanafi, maliki, hanbali).


Yaitu:


٤). بيع العينة 


- (Bai'u al-'inah) menjual sesuatu barang dengan harga tertentu secara kredit, lalu penjual itu membelinya dari pembelinya secara kontan dengan harga yang lebih rendah.     


ويجوز بيع العينة عند الشافعي مع الكرهة وهو ان يبيع

سلعة بثمن إلى أجل ثم يشتريها من مشتريها نقدا بأقل من ذلك الثمن ، وقال أبو حنيفة ومالك وأحمد : لا يجوز ذلك بخلاف ما لو باعها المشتري لغير بائعه ثم اشتراه بعد ذلك بائعه فإنه يجوز وينتفي الخلاف.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٦


Artinya:

" diperbolehkan jual beli dengan cara (Bai'u al-'inah) menjual sesuatu barang dengan harga tertentu secara kredit, lalu penjual itu membelinya dari pembelinya secara kontan dengan harga yang lebih rendah. Demikian menurut syafi'i. hanafi dan hanbali berpendapat : penjualan dengan cara demikian tidak diperbolehkan. Berbeda halnya jika pembelinya menjual barang itu kepada orang lain, lalu di beli oleh pembeli yang pertama (yakni, yang menjual pertamakali itu barang) baik itu lebih mahal atau lebih murah dari harga kreditnya itu. Maka penjualan demikian diperbolehkan, dan menafikan khilaf (dalam arti, tidak ada perbedaan dalam hal ini).


٥). بيع التسعير 


- (Bai'u at-tas'ir) Penentuan barang oleh pemerintah.


ويحرم التسعير عند أبي حنيفة والشافعي ، وعن مالك أنه قال : إذا خالف واحد من أهل السوق بزيادة أو نقصان يقال له إما أن تبيع بسعر أهل السوق أو تنعزل عنهم فإن سعر السلطان على الناس فباع الرجل متاعه وهو لا يريد بيعه بذلك كان مكرها ، وقال أبو حنيفة : إكره السلطان يمنع صحة البيع وإكراه غيره لا يمنع.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٦


Artinya:

"Jual beli yang ditentukan harga barangnya oleh pemerintah (Bai'u at-tas'ir) adalah haram. Demikian menurut hanafi dan syafi'i. Diriwayatkan dari maliki : Apabila salah seorang diantara para pedagang suatu pasar menyalahi harga yang ditetapkan, dengan menjual harga yang lebih mahal atau lebih murah, hendaknya dipaksa mengikuti harga pasar (harga umumnya barang tersebut), atau memisahkan diri dari pasar. Apabila pemerintah menetapkan harga barang, sedangkan pemilik barang tidak senang menjual barang dengan harga tersebut, maka ia dihukumi sebagai orang yang terpaksa menjual barangnya, menurut hanafi : paksaan pemerintah (terhadap penetapan harga barang) tersebut, (yang mana pemilik barang tak senang menjual dengan harga barang dengan harga tersebut, yang ditetapkan oleh pemerintah itu), menghalangi sahnya penjualan".


٦). بيع الإحتكار


- (Bai'u al-ihtikar) Menimbun barang makanan untuk dijual pada masa sulit dengan harga yang lebih tinggi.


والإحتكار في الأقوات حرام بالإتفاق وهو أن يبتاع طعاما في الغلاء ويمسكه ليزداد ثمنه.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٦


Artinya:

"(Bai'u al-ihtikar) Menimbun barang makanan untuk dijual pada masa sulit dengan harga yang tinggi hukumnya haram. Demikian menurut kesepakatan para imam madzhab (imam hanafi, imam maliki, imam syafi'i, imam hanbali).


• Maklumat Penting :


       Hal ini berkaitan dengan pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang isinya berupa larangan menimbun barang pada kondisi tertentu. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.


       Dalam konteks itulah pelaku usaha perlu untuk memperhatikan Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal ini berisi ancaman sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun, dan/atau pidana denda maksimal 50 miliar rupiah bagi pelaku usaha yang melanggar larangan menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.


٧). بيع الكلئ بالكلئ 


- (Bai'u al-kal i bil kal i) jual beli utang dengan utang.


واتفقوا على أنه لا يجوز بيع الكلئ بالكلئ وهو الدين بالدين.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان. ص:١١٦


 Artinya:

"Dan juga para imam madzhab (imam hanafi, imam maliki, imam syafi'i, imam hanbali), sepakat tidak diperbolehkan (Bai'u al-kal i bil kal i) yaitu adalah jual beli utang dengan utang".


• Pencerahan : 


      Bentuk jual beli ini adalah seseorang berhutang kepada Zaid misalnya berupa barang lalu Zaid menjual piutangnya tersebut kepada orang lain secara terhutang juga. Atau menjual sesuatu kepada orang yang menghutanginya secara terhutang.


٨). وثمن الكلب وبيعه 


- Hasil penjualan anjing Dan Jual beli anjing.


وثمن الكلب خبيث ، وكره مالك بيعه مع الجواز فإن بيع لم لم يفسخ البيع عنده على كلب أمكن الإنتفاع به وبهذ قال أبو حنيفة ، وقال الشافعي : لا يجوز أصلا ولا قيمة له إن قتل أو أتلف ، وبه قال أحمد.


(رحمة الأمة في اختلاف الأئمة لمحمد ابن عبد الرحمن الدمشقي) .

.مكتبة در الكتب العلمية لبنان.  


Artinya:

"Hasil penjualan anjing hukumnya haram. Maliki berpendapat membolehkan menjualnya (menjual anjing), tetapi makruh. Jual beli (anjing) tidak batal jika anjing yang dijual itu membawa manfa'at (seperti halnya anjingnya itu dapat menjadi penjaga atas rumahnya, misalnya). Demikian juga pendapat hanafi. Sedangkan menurut syafi'i : tidak boleh sama sekali (jual beli anjing), dan tidak ada ganti rugi (kepada penjual anjing) jika anjing tersebut dibunuh. Seperti ini juga pendapat hanbali".


قد تم بعون الله تعالى ....

صلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

والحمد لله رب العالمين.


والله أعلم بالصواب والمستعين عن الضلالات بهدايته وتوفيقه.


(محضار ابن احمد الحبشي).

Friday, August 2, 2024

HUKUM LAKI-LAKI MENINGGALKAN SHALAT JU'MAT (3 KALI)

 Bismillah


➡️HUKUM LAKI-LAKI MENINGGALKAN SHALAT JU'MAT (3 KALI)


🩸Haram (dosa besar) hukumnya meninggalkan shalat jum'at tanpa ozor (halangan yang diizinkan Agama).


✍️ Barang siapa meninggalkan shalat jum'at dengan tanpa udzur sampai 3 kali secara berturut-turut maka Allah SWT menutup pintu hati sehingga tidak bisa menerima perkara haq dan mau'izhah. Dalam satu riwayat mengatakan orang tersebut membuang/meninggalkan syari'at juga dicap/ dicatat sebagai orang munafiq, bukan sebagai pezina:


من ترك ثلاث جمع تهاونا بها طبع الله على قلبه. من ترك الجمعة ثلاث جمع متواليات فقد الإسلا وراء ظهره يعني بلا عذر شرعي من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين


✍️Orang yang meninggalkan shalat jum'at dengan tanpa adanya udzur maka disunahkan bersedekah sebanyak 1 atau 1/2 dinar. 


📚Demikian yang dijelaskan dalam Kitab l'anatut Thalibin juz 2 hal 52 :


قال في المجموع يستحب لمن ترك الجمعة بلا عذر أن يتصدق بدينار أو. .نصفه لخبر أبي داود وغيره


📚HR At-Thabarani :


من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين 


▪️Artinya, “Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah shalat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafiq,”


📚hadits Rasulullah SAW riwayat At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni


. من ترك الجمعة ثلاث مرات تهاونا بها طبع الله على قلبه 


▪️Artinya, “Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya Allah menutup hatinya,” (HR At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni).


📚Imam Ar-Ramli melalui Kitab Nihayatul Muhtaj juz VI, halaman 450 :


قَوْلُهُ (مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمْعٍ تَهَاوُنًا) أَيْ بِأَنْ لَا يَكُونَ لِعُذْرٍ وَلَا يَمْنَعُ مِنْ ذَلِكَ اعْتِرَافُهُ بِوُجُوبِهَا وَأَنَّ تَرْكَهَا مَعْصِيَةٌ، وَظَاهِرُ إطْلَاقِهِ أَنَّهُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْمُتَوَالِيَةِ وَغَيْرِهَا، وَلَعَلَّهُ غَيْرُ مُرَادٍ وَإِنَّمَا الْمُرَادُ الْمُتَوَالِيَةُ (قَوْلُهُ : طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ) أَيْ أَلْقَى عَلَى قَلْبِهِ شَيْئًا كَالْخَاتَمِ يَمْنَعُ مِنْ قَبُولِ الْمَوَاعِظِ وَالْحَقِّ 


📚Artinya, “(Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan) dalam arti tidak ada uzur. Pengakuan atas kewajiban Jumat tidak menghalanginya dari konsekuensi tindakannya. Tindakan meninggalkan Jumat adalah maksiat. Secara zahir kemutalakannya bahwa tidak ada perbedaan antara meninggalkan berturut-turut atau tidak. Tetapi bisa jadi bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud adalah ‘berturut-turut’ (niscaya Allah menutup hatinya) Allah menyegel hatinya dengan sesuatu seperti cincin yang dapat menghalanginya dari nasihat dan kebenaran.”


Wallahu a'lam

Apakah boleh membaca Al Qur’an tanpa tajwid?

 2. Apakah boleh membaca Al Qur’an tanpa tajwid? 


 🌨️Jawaban 🌨️

 

Membaca Al Qur’an tanpa takwid hukumnya khilaf namun lebih baik dan berhati - hati memakai pendapat Ulama Mutaqoddimun yang mengharamkan 


🔰 Menyibukkan diri mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardlu kifayah.


 💠 Adapun mengamalkannya, Ulama' mutaqoddimun dari para Ulama' Qiro'ah dan tajwid berpendapat bahwasanya memakai semua dasar ilmu tajwid hukumnya wajib dan berdosa bagi yang meninggalkannya. Sama saja apakah berkaitan dengan menjaga huruf-hurufnya -(dari perkara yang merubah bentuknya atau merusak maknanya)- atau berkaitan dengan selainnya dari perkara yang telah disebutkan oleh Ulama' dalam kitab-kitab tajwid seperti idgom dan lainya. Muhammad bin Al-Jazari berkata dalam kitab An-Nasr menukil dari Imam Nashr Asy-Syairozi; belajar Al-Qur'an dari guru adalah wajib dalam membaca Al-Qur'an, dan wajib bagi Qori' membaca Al-Qur'an sesuai dengan haknya.

💠Ulama' mutaakhhirun berpendapat pada mentafsil (memerinci) :

✅ perkara yang wajib syar'i dari permasalahan tajwid, yakni perkara yang meninggalkan kepada merubah bentuk dan merusak makna

✅ perkara yang wajib shina'i, yakni yang mewajibkan ahlinya pada ilmu untuk menyempurnakan keserasian Qur'an, dan hal ini perkara yang telah disebutkan oleh Ulama' dalam kitab-kitab tajwid dari permasalahan-permasalahan yang tidak seperti itu, seperti idgom, ikhfa' dan seterusnya. Maka semacam ini menurut mereka (mutaakhhirun) tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.


⚜️🌐 *━•⊰Referensi⊱•━*⚜️🌐

نهاية القول المفيد ص ٢٦


اعلم ان الواجب في علم التجويد ينقسم الى واجب شرعي وهو ما يثاب على فعله ويعاقب على تركه او صناعي وهو ما يحسن فعله ويقبح تركه ويعزر على تركه التعزير اللائق به عند اهل تلك الصناعة. فالشرعي ما يحفظ الحروف من تغيير المعنى وافساد المعنى فيأثم تاركه. والصناعي ما ذكره العلماء في كتب التجويد كالادغام والاخفاء والاقلاب والترقيق والتفخيم فلا يأثم تاركه على اختيار المتأخرين. واما المتقدمون فاختاروا وجوب الجميع شرعا 


موسوعة فقهية الكويتية ، ج ١٠ ص ١٧٨ }


اﻟﺤﻜﻢ اﻹﺟﻤﺎﻟﻲ:

ﻻ ﺧﻼﻑ ﻓﻲ ﺃﻥ اﻻﺷﺘﻐﺎﻝ ﺑﻌﻠﻢ اﻟﺘﺠﻮﻳﺪ ﻓﺮﺽ ﻛﻔﺎﻳﺔ ﺃﻣﺎ اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ، ﻓﻘﺪ ﺫﻫﺐ اﻟﻤﺘﻘﺪﻣﻮﻥ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎء اﻟﻘﺮاءاﺕ ﻭاﻟﺘﺠﻮﻳﺪ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ اﻷﺧﺬ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺃﺻﻮﻝ اﻟﺘﺠﻮﻳﺪ ﻭاﺟﺐ ﻳﺄﺛﻢ ﺗﺎﺭﻛﻪ، ﺳﻮاء ﺃﻛﺎﻥ ﻣﺘﻌﻠﻘﺎ ﺑﺤﻔﻆ اﻟﺤﺮﻭﻑ - ﻣﻤﺎ ﻳﻐﻴﺮ ﻣﺒﻨﺎﻫﺎ ﺃﻭ ﻳﻔﺴﺪ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ - ﺃﻡ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﻐﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﺃﻭﺭﺩﻩ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻲ ﻛﺘﺐ اﻟﺘﺠﻮﻳﺪ، ﻛﺎﻹﺩﻏﺎﻡ ﻭﻧﺤﻮﻩ. ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺠﺰﺭﻱ ﻓﻲ اﻟﻨﺸﺮ ﻧﻘﻼ ﻋﻦ اﻹﻣﺎﻡ ﻧﺼﺮ اﻟﺸﻴﺮاﺯﻱ: ﺣﺴﻦ اﻷﺩاء ﻓﺮﺽ ﻓﻲ اﻟﻘﺮاءﺓ، ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺎﺭﺉ ﺃﻥ ﻳﺘﻠﻮ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﺣﻖ ﺗﻼﻭﺗﻪ


ﻭﺫﻫﺐ اﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻭﻥ ﺇﻟﻰ اﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﺑﻴﻦ ﻣﺎ ﻫﻮ (ﻭاﺟﺐ ﺷﺮﻋﻲ) ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺘﺠﻮﻳﺪ، ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﺆﺩﻱ ﺗﺮﻛﻪ ﺇﻟﻰ ﺗﻐﻴﻴﺮ اﻟﻤﺒﻨﻰ ﺃﻭ ﻓﺴﺎﺩ اﻟﻤﻌﻨﻰ، ﻭﺑﻴﻦ ﻣﺎ ﻫﻮ (ﻭاﺟﺐ ﺻﻨﺎﻋﻲ) ﺃﻱ ﺃﻭﺟﺒﻪ ﺃﻫﻞ ﺫﻟﻚ اﻟﻌﻠﻢ ﻟﺘﻤﺎﻡ ﺇﺗﻘﺎﻥ اﻟﻘﺮاءﺓ، ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻲ ﻛﺘﺐ اﻟﺘﺠﻮﻳﺪ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻟﻴﺴﺖ ﻛﺬﻟﻚ، ﻛﺎﻹﺩﻏﺎﻡ ﻭاﻹﺧﻔﺎء ﺇﻟﺦ. ﻓﻬﺬا اﻟﻨﻮﻉ ﻻ ﻳﺄﺛﻢ ﺗﺎﺭﻛﻪ ﻋﻨﺪﻫﻢ. 

والله اعلم بالصواب

"Menyambut Hari Kemerdekaan." Jum'at, 2 Agustus 2024 .

 KULTUM SUBUH



Jum'at, 2 Agustus 2024 .

( 26 Muharram 1446 Hijriyah)

"Menyambut Hari Kemerdekaan."

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah  

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah subhanahu wata'ala. Dialah Dzat yang tidak pernah berhenti melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Terutama nikmat Islam dan iman, sehingga kita tetap beriman dengan akidah yang kuat. 

Shalawat beserta salam biqaulina Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad, tidak lupa kita selalu haturkan di manapun dan kapanpun, karena dengan membaca shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad merupakan salah satu bukti kita mencintai-Nya. 

Hadirin jama'ah rahimakumullah,

Kaum Muslimin patut bangga memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah, pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga sangat jelas. Allah berfirman, wa laqad karramnâ banî âdam (sungguh telah Kami telah muliakan manusia). Islam juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta merdeka dari belenggu penindasan. 

Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs), terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok inilah yang lazim disebut maqâshidus syarî‘ah .

Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya, masing-masing memiliki hak untuk hidup yang wajar. Sebagai implementasi dari nilai-nilai utama tadi, mereka seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya, dan sejenisnya. Jaminan tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang bertanggung jawab. Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka sangatlah wajar sebuah perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.


Allah subhanahu wata'ala berfirman:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yang teraniaya itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah".

(Qur'an Surat Surat Al-Hajj ayat 39-40)

Jika kita perhatikan secara seksama, Surat Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung halaman, rumah, tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut diyârihim (berasal dari kata dâr, rumah). Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi kewenangan mereka untuk membela diri. Mengapa demikian? Karena kampung halaman atau tanah air adalah tempat berpijak untuk melaksanakan kehidupan secara wajar dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi. Tanah air adalah tempat untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama, bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.


Jamaah rahimakumullâh,

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka. Mereka berperang bukan semata hanya untuk menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum Musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun. Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.

Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama kita era pra-kemerdekaan Indonesia. Selama proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri. Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah beribadah. Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial. Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut. Resolusi Jihad adalah deklarasi perang kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia pada 22 Oktober 1945 guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah Indonesia. Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. Umat Islam sadar bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang. Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri.

Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul, bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara. Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:

المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.”

Jamaah rahimakumullâh,

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa (mu’ahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai dasar negara. Ia dibangun atas janji bersama, termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam. Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh dan ulama Muslim. Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat menghormati janji, seluruh umat Islam wajib menaati dasar tersebut, apalagi kita tahu nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ

Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (Hadits Riwayat Al-Baihaqi dari Abi Hurairah)


Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam. Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya. Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. Sedangkan kewajiban rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.


Jamaah rahimakumullâh,

Kita patut bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di belahan lain dunia. Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok. Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah Air dalam menjalankan hidup sehari-hari. Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan sampai kita baru menyadari dan merasakan kenikmatan luar biasa ini setelah rudal-rudal berjatuhan di sekeliling kita, tank-tank perang berseliweran, tempat ibadah hancur karena bom, atau konflik berdarah antara-saudara sesama bangsa. Na’ûdzubillâhi min dzâlik.

Oleh karenanya, pada momentum kali ini, Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan hamdalah, sujud syukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif. Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan, narkoba, dan lain-lain yang juga wajib kita perangi.


Hadirin jama'ah subuh rahimakumullah,

Demikianlah Kultum Subuh ini 

Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab kita untuk meningkatkan ibadah, ketaqwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan. 

Wa billahit taufik wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh.

💫🕌🕋🇮🇩

Thursday, August 1, 2024

Bagaimana hukum menggunakan penutup muka (semisal cadar) ketika sedang mengerjakan shalat?

 RUMUSAN 

TANYA JAWAB FIQIH III


➡️ Pertanyaan :

*Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh afwan sbelumnya ustadz dan ustdzah, sya izin bertanya. Bagaimana hukum menggunakan penutup muka (semisal cadar) ketika sedang mengerjakan shalat? Syukron katsir* 🙏🏻


➡️ Jawaban :

Hukum memakai niqob/cadar ditafshil :

1. Makruh

2. Boleh bahkan wajib jika ada mafsadah misal utk menghidari fitnah dan timbul nya syahwat bagi laki-laki


 ➡️ Referensi :


📚 كفاية الاخيار ص١٦٢ دار المنهاج

ويكره أن يصلي في ثوب فيه صورة ، وتلثما ، والمرأة متنقبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد .. . حرم عليها رفع النقاب (٤) ، وهذا كثير من مواضع الزيارات كبيت المقدس زاده الله تعالى شرفا ، فليجتنب ذلك ، ويستحب أن يصلي الشخص في أحسن ثيابه ، والله أعلم 

(٤) أي : تصلي والمنديل مسدول ولا إعادة . أفاده العلامة الشيخ عب الرحمن رشيد لخطيب عن شيخه العلامة أحمد الجبري رحمهما الله تعالى .


📚 مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية الكويتية، ١٣٥/٤١

النِّقَابُ فِي الصَّلاَةِ:

8 - ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى كَرَاهَةِ النِّقَابِ فِي الصَّلاَةِ، وَكَرِهَهُ الْمَالِكِيَّةُ مُطْلَقًا فِي الصَّلاَةِ وَفِي غَيْرِهَا.


📚 مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية الكويتية، ١٣٥/٤١

وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ: أَنَّ النِّقَابَ مَكْرُوهٌ مُطْلَقًا أَيًّا كَانَ، فِي صَلاَةٍ أَوْ خَارِجِهَا، سَوَاءٌ كَانَ فِيهَا لأَِجْلِهَا أَوْ لِغَيْرِهَا، مَا لَمْ يَكُنْ لِعَادَةٍ، وَإِلاَّ فَلاَ كَرَاهَةَ فِيهِ خَارِجَهَا 


📚 فقه العبادات جز ١ صح ٢٢٩*

ﺃﻣﺎ ﻋﻮﺭﺓ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﺠﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻬﺎ ﻋﺪا اﻟﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ ﻇﻬﺮا ﻭﺑﻄﻨﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﻜﻮﻋﻴﻦ (اﻟﻜﻮﻉ: ﻃﺮﻑ اﻟﺰﻧﺪ اﻟﺬﻱ ﻳﻠﻲ اﻹﺑﻬﺎﻡ) ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻭﻻ ﻳﺒﺪﻳﻦ ﺯﻳﻨﺘﻬﻦ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻬﺎ} 

(اﻟﻨﻮﺭ: 31) ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ: ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ﻭاﻟﺨﺎﺗﻢ (ﺗﻔﺴﻴﺮ اﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﺟ 3/ﺻ 283)

 *ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﺳﺘﺮ اﻟﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ ﺇﺫا ﺧﺸﻴﺖ اﻟﻔﺘﻨﺔ ﻟﺪﺭء اﻟﻤﻔﺴﺪﺓ،* ﻟﻜﻦ ﺗﺮﻓﻊ اﻟﻐﻄﺎء ﻋﻦ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻋﻨﺪ اﻟﺴﺠﻮﺩ ﻟﺘﻼﻣﺲ ﺟﺒﻬﺘﻬﺎ اﻷﺭﺽ.


📚 البجيرمي، حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب، ٤٥٣/١

وَيُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي ثَوْبٍ فِيهِ صُورَةٌ، وَأَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ مُتَلَثِّمًا وَالْمَرْأَةُ مُنْتَقِبَةً إلَّا أَنْ تَكُونَ فِي مَكَان، وَهُنَاكَ أُجَانِبُ لَا يَحْتَرِزُونَ عَنْ النَّظَرِ إلَيْهَا فَلَا يَجُوزُ لَهَا رَفْعُ النِّقَابِ، وَيَجِبُ أَنْ يَكُونَ السَّتْرُ 

[البجيرمي، حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب، ٤٥٣/١]

TANYA JAWAB - HUKUM BERHUTANG EMAS DIBAYAR DENGAN UANG

 Jawaban:



TANYA JAWAB - HUKUM BERHUTANG EMAS DIBAYAR DENGAN UANG


🔄 Pertanyaan :


Assalamu'alaikum wr wb.

Mau nanya soal utang. Bagaimana praktek dan hukum utang emas di bayar pake uang atau sebaliknya? 

Syukran🙏🙏


➡️ Jawaban :


Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh. 


Hukum asal hutang piutang suatu barang adalah mesti dibayar atau dikembalikan dalam bentuk barang yang semisalnya. Oleh karena itu jika seseorang meminjam emas, maka harus dikembalikan dalam bentuk emas dan tidak boleh dikembalikan dalam bentuk uang. Mangkanya ada istilah mitslan bimitslin dan sawaan bisawain yang bermakna mesti sejenis dan sama pula ukuran atau takarannya. Jadi kalau seseorang meminjam emas seberat dua gram misalnya, maka harus dikembalikan dalam bentuk emas pula yaitu seberat dua gram, nah inilah yang dimaksud sawaan bisawain.


📚 Keterangan :


الأصل أن القرض يرد بمثله فمن اقترض ذهبا فعليه أن يرد ذهبا ولا يجوز الاتفاق معه عند القرض على أن يرد نقودا أو فضة لأن ذلك من الصرف المؤجل وهو ربا


“Hukum asal hutang piutang itu wajib dikembalikan dalam bentuk yang semisalnya. Oleh karena itu barang siapa yang meminjam emas, maka wajib untuk mengembalikannya dalam bentuk emas. Dan tidak diperbolehkan ada kesepakatan pada saat akad untuk mengembalikannya dalam bentuk perak (atau semisal uang), karena yang demikian itu termasuk shorof (tukar menukar emas dengan perak atau uang) yang terjadi penundaan, dan itu merupakan riba”


📕 (Darul Ifta Al-Mishriyyah, Nomor Fatwa. 7836)


📚 Tambahan keterangan :


والقرض يقع في كل شيء فلا يحل إقراض شيء ليرد إليك أقل أو أكثر، ولا من نوع آخر أصلا لكن مثل ما أَقرضت في نوعه ومقداره


“Hutang piutang bisa dilakukan untuk semua jenis barang (entah itu barang ribawi dan non ribawi). Maka tidak diperbolehkan meminjamkan suatu barang agar dikembalikan kepadamu dalam jumlah yang lebih sedikit atau dalam jumlah yang lebih banyak, dan tidak boleh pula untuk dikembalikan dengan jenis yang berbeda berdasarkan hukum asalnya. Akan tetapi pengembalian tersebut wajib yang semisal pada saat kamu meminjamkannya entah itu dari segi bentuknya maupun dari segi jumlahnya” 


📕 (Nidzhomul Islam, hlm. 256)


📚 Tambahan keterangan :


و يجب على المقترض رد المثل فى المثلى و هو النقود و الحبوب و لو نقدا ابطله السلطان لانه اقرب الى حقه و رد المثلى صورة فى المتقوم و هو الحيوان و الثياب و الجواهر


“Wajib bagi orang yang berhutang dengan suatu barang agar mengembalikannya dalam bentuk barang yang semisalnya seperti nuqud (emas, perak atau uang) dan hutang biji-bijian meski nuqud tersebut umpamanya sudah diperbarui kegunaannya oleh penguasa (dinegeri tersebut), karena pengembalian dalam bentuk barang yang semisalnya adalah lebih sesuai dengan haknya. Dan wajib untuk mengembalikan peminjaman suatu barang yang sama bentuknya pada sesuatu yang dapat dinilai seperti halnya hewan, pakaian dan juga perhiasan” 


📕 (Tarsihul Mustarsyidin, hlm. 233)


والله أعلم بالصواب

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes