BREAKING NEWS

Watsapp

Saturday, January 29, 2022

FADILAH MENULIS LAFAD ASHABUL KAHFI


(pemuda2 penghuni gua) 

Ada 8 nama, 1 nama anjingnya . 

 مكسلمنا وتمليخ ومرطونس ونينوس وساريولس وذونوانس وفليستطيونس قطمير

(Maksalmina, tamlikha, Marthunus, ninus, saryulus, dunwanus, falyastatyunus , qitmir).

-ditulis dipintu rumah akan terselamatkan dari kebakaran

-ditulis diharta benda akan terbebas dari pencurian

-ditulis dikendaraan tidak akan tenggelam/kcelaka'an


Juga disampaikan oleh ibnu abbas diantara faidahnya:

-Untuk permohonan

-terhindar dari kejahatan

-memadamkan api, ditulis dikertas dilempar ditengah2 api

- menenangkan anak kecil ketika menangis

-mriang

-pusing dengan diikatkan dilengan kanan

-Mengusir Ummu sibyan(jin yang ganggu anak kecil

-keselamatan berkendara didarat & dilaut

-menjaga harta

-pertumbuhan/kcerdasan akal

-selamat dari pendosa. 


Referensi:

قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلّا قَلِيْلٌ إلخ الكهف ٢٢) الى أن قال... أي وهم مكسلمنا وتمليخ ومرطونس ونينوس وساريولس وذونوانس وفليستطيونس وهو الراعي واسم كلبهم قطمير وقيل حِمران وقيل ريان، قال بعضكم علموا أولادكم أسماء أهل الكهف، فإنهالو كتبت على باب دار لم  تحرق وعلى متاع لم يسرق وعلى مركب لم تغرق، وقال ابن عباس رضي الله عنها : خواص أسماء أهل الكهف تنفع لتسع أشياء، للطلب، والهرب، ولطفء الحريق تكتب على خرقة وترمى من وسط النار تطفأ بإذن الله، ولبكاءالأطفال والحمى المثلثة وللصداع تشد على العضد الأيمن ولأم الصبيان وللركوب في البر والبخر ولحفظ المال ولنماء العقل ونجاة الأثمين( الصاوي ص:١٢ ج:٣ دارالفكر)

TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN YANG HALAL DIMAKAN DAN MENGOLAH IKAN MENURUT KAJIAN FIQIH (HUKUM ISLAM)


I. Pendahuluan

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah yang tercekik, yang dipukul yang jatuh yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk Berhala. " [1]

Perkara halal dan haram adalah sesuatu yang amat penting dan wajib diketahui oleh setiap muslim termasuk didalamnya perkara yang ada hubungannya dengan masalah makanan. karena makanan yang yang haram akan membahayakan bagi diri seorang muslim pada kesehatan tubuh dan agamanya.

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menjelaskan tentang beberapa perkara yang diharamkan bagi seorang muslim untuk salah satu hal yang harus diperhatikan oleh seorang muslim agar binatang-binatang yang halal dimakan menjadi betul-betul halal adalah cara penyembelihannya. karena penyembelihan yang tidak sesuai dengan hukum agama akan membuat binatang yang halal tersebut menjadi berstatus bangkai yang haram hukumnya untuk dimakan.

Tulisan ringkas ini akan membahas tentang tata cara menyembelih hewan yang halal dimakan dan mengolah ikan menurut fiqih (hukum Islam) agar hewan tersebut betul-betul menjadi halal untuk dimakan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semuanya amin ya robbal alamin.

II. Tata cara menyembelih hewan

Pengertian menyembelih (Adzakaatu) adalah menjadikan enak/baik. karena dengan disembelih menjadikan enak atau baik memakan daging hewan yang disembelih dengan sebab keluarnya darahnya. sedangkan pengertian menyembelih menurut syara ialah Menghilangkan sifat panas yang bersifat tabiat/watak pada hewan dengan cara yang telah ditentukan.[2]

Melalui pengertian menyembelih menurut syara’ di atas, maka dapat dipahami bahwa penyembelihan hewan akan dipandang sah apabila telah memenuhi tata cara dan ketentuan ketentuan yang telah ditetapkan dalam agama. Sebagaimana yang akan dijelaskan dalam ketentuan keterangan berikut ini:

A. Rukun rukun menyembelih

Rukun-rukun menyembelih yang wajib dipenuhi dalam menyembelih hewan itu ada 4 diantaranya:

1. Pekerjaan menyembelih (dab Hun)

2. Orang yang melakukan penyembelihan (da bihun)

3. Hewan yang disembelih (da biihun)

4. Alat yang digunakan untuk menyembelih (alat penyembelih).


B. Syarat-syarat menyembelih

Agar penyembelihan yang dilakukan menjadi sah maka diwajibkan terpenuhinya syarat -syarat sebagai berikut:

1. Di Dalam pekerjaan menyembelih disyaratkan adanya maksud untuk melakukan penyembelihan.[3]

2. Orang yang melakukan penyembelihan disyaratkan orang muslim atau ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang boleh untuk dinikahi.[4]

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:


اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ

مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ

غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ.


Terjemahan

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

Tafsir Ringkas Kemenag RI

Ayat ini masih berkaitan dengan ayat yang lalu memberikan jawaban atas pertanyaan orang yang beriman tentang apa saja yang dihalalkan bagi mereka. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan, yakni binatang halal yang disembelih Ahli Kitab itu halal bagimu selagi tidak bercampur dengan barang-barang yang haram, dan makananmu halal pula bagi mereka, maka kamu tidak berdosa memberikannya kepada mereka. Dan dihalalkan bagimu menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan halal pula menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, yakni melangsungkan akad nikah secara sah, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Demikian Allah menetapkan hukum-hukum-Nya untuk dijadikan tuntunan bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. ”(QS. Al Maidah :5)

3. Hewan yang disembelih disyaratkan berupa hewan yang halal untuk dimakan dan masih memiliki kehidupan yang tetap (Hayatun Mustaqiroh) pada permulaan melaksanakan penyembelihan.[5]

Ada perbedaan pendapat para ulama mengenai yang dimaksud dengan masih adanya kehidupan yang tetap (Hayatun mustafi Rotun pada hewan yang hendak disembelih diantaranya:

a) Menurut Abu Hamid, Ibnu Sabil dan dan Al Omroni , bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup dalam satu atau dua hari.

b) Berkata Ibnu Sabil; bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup 1 hari atau setengah hari.[6].

c) Yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah masih adanya ruh di dalam tubuhnya/ jasadnya dan dia masih bisa melihat dan mengeluarkan suara dan melakukan gerakan yang terkontrol.[7]

Sedangkan mengenai tanda-tanda masih adanya kehidupan yang tetap dapat diketahui dari adanya salah satu tanda-tanda sebagai berikut:

A. Adanya gerakan yang keras setelah disembelih.

B. Memancar dan menyembuh nya darah setelah disembelih.[8]

4. Alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan berupa benda yang tajam yang dapat melukai seperti benda yang terbuat dari besi, bambu, kaca, batu dan lain sebagainya, selain benda yang terbuat dari tulang seperti gigi dan kuku. Hal ini berdasarkan hadis Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang artinya:” benda-benda yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya Maka makanlah olehmu selagi benda itu bukan berupa gigi dan kuku…”(HR Bukhari dan Muslim).[9]








C. Tata cara menyembelih

Tata cara menyembelih hewan itu terbagi kepada dua macam yaitu:

1. Hewan yang bisa dikuasai: maka tata cara menyembelihnya adalah dengan memotong sampai putus saluran nafas (hulqum dan saluran makanan ( Marian)

2. Hewan yang tidak bisa dikuasai/liar. Maka tata cara menyembelihnya adalah dengan melukai di tempat mana saja dari bagian anggota tubuhnya yang dapat mematikannya.

Sedangkan sembelihan hewan yang berada dalam perut induknya itu mengikuti sembelihan induknya apabila dia keluar sudah dalam keadaan mati. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam: “ sembelihan janin (hewan) itu adalah mengikuti sembelihan induknya.” (hadits riwayat Imam Ahmad).[10]


D. Kesunahan kesunahan dalam menyembelih hewan

Ada beberapa hal yang dianjurkan dilakukan oleh seseorang yang hendak menyembelih binatang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menajamkan pisau atau alat yang akan digunakan memotong. Hal ini berdasarkan hadits Nabi sebagai berikut:” dan sebaiknya menajamkan salah seorang kamu akan pisaunya.” (HR muslim)

2. Menghadapkan hewan yang hendak dipotong ke arah kiblat begitu pula dengan orang yang akan menyembelih nya.

3. Memotong urat lehernya yang berada di kiri dan kanannya leher hewan yang disembelih (Al wa dijaini)

4. Memotong hewan yang memiliki leher yang panjang (seperti kontak) dari arah leher bagian bawahnya, karena hal ini dapat memudahkan keluarnya ruh.

5. Hewan yang hendak disembelih dibaringkan pada sisi badan yang sebelah kiri kecuali pada unta disunahkan disembelih dalam keadaan berdiri.

6. Membaca Bismillahirohmanirohim

7. Membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu Alaihi Salam.[11]



E. Hikmah diwajibkan yang menyembelih

Hikmah diwajibkannya menyembelih hewan adalah untuk membedakan antara hewan yang halal untuk dimakan dagingnya dan dan yang haram untuk dimakan.[12]



III. Mengolah ikan

Bangkai ikan hukumnya adalah suci dan halal untuk dimakan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ”Dua bangkai yaitu bangkai ikan dan belalang.” (HR Ibnu Majah dari Ibnu Umar).

Apabila ikan tersebut ikan yang kecil (ikan teri) maka makruh untuk dipotong, dan boleh dimakan tanpa terlebih dahulu membersihkan kotoran yang ada di perutnya dengan alasan sulitnya untuk dibersihkan.

Apabila ikan tersebut ikan besar yang lama matinya maka Sunnah untuk dipotong. menurut albuzay rimi memotongnya dari ekornya kalau ikan tersebut tidak menyerupai hewan darat yang boleh dipotong, Tetapi kalau ikan tersebut menyerupai hewan darat yang boleh dipotong maka dipotong dari lehernya.[13]

Apabila ikan tersebut ikan besar maka sebelum dimasak atau dimakan wajib terlebih dahulu dibersihkan kotoran yang berada di dalam perutnya, karena kotoran ikan yang besar menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah najis.[14]

Darah yang mengalir dari ikan hukumnya adalah najis sebagaimana darah darah yang lainnya.[15]

Ada perbedaan pendapat ulama tentang hukum memasak atau menggoreng ikan yang masih dalam keadaan hidup yaitu:

1. Makruh

2. Haram. karena ada unsur penyiksaan

Demikian pembahasan kajian tentang yang masalah hewan yang boleh disembelih tentunya hewan yang halal dimakan dan kajian masalah pengolahan tentang ikan.

Semoga bermanfaat khususnya bagi penulis karya tulis ini umumnya bagi para pembaca yang senang terhadap kajian-kajian keilmuan keilmuan berdasarkan referensi kitab kuning sebagai pendapatnya para ulama-ulama terdahulu. Assalamualaikum warahmatullahi wabara katuh.



Daftar Bacaan

a. Kitab Al Bajuri

b. Kitab Iqna’

c. Kitab As Syarqowi

d. Kitab Fathul Wahab

e. Kitab Qulyubi wa ‘Umairoh



[1] (QS. Al Maidah: juz 5 : 3 ).

[2] (Al Bajuri juz 2 halaman 285). Sumber referensi (Fathul Wahab juz 2 halaman 184)


[3] Fathul wahab juz 2 halaman 184)


[4] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).


[5] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).


[6] (kifayatul Akhyar juz 2 halaman 224)


[7] (i'anatut tholibin, juz 2 halaman 343).


[8] (kifayatul Akhyar, juz 2 halaman 224).


[9] (Fathul Wahab juz 2 halaman 186).


[10] (Fathul Wahab, juz 2 halaman 184).


[11] (Fathul Wahab juz 2 halaman 184-185)


[12] ( (qalyubi wa Umairah, juz 4 titik halaman 240).


[13] ( I'anatut tholibin, juz 2 halaman 353).


[14] (i'anatut tholibin, Juz 1 halaman 91 91).


[15] . (tholibin Juz 1 halaman 83)

DOA AGAR TIDAK WAS-WAS

 DOA AGAR TIDAK WAS-WAS


Al Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad RA suatu ketika berkata pada seorang pemuda yang di hinggapi penyakit was-was :

"Karena engkau terjangkit penyakit was-was maka akan aku ajarkan tahlil Zubaidah binti Ja'far bin Khalifah  Al-Manshur.

لا إله إ لا الله أر ضي به‍ا ر بّي، لا إ له إ لا الله أ فني به‍ا  عمر ي، لا إله إلاّ الله أ د خل به‍ا قبر ي، لا إله إلاّ الله أخلو به‍ا و حد ي

"Laa ilaaha illallah urdhiy bihaa Rabbi,  Laa ilaaha illallah ufniy bihaa 'umriy,

Laa ilaaha illallah adkhulu bihaa qobriy, Laa ilaaha illallah akhluu bihaa wahdiy"

Artinya:

Laa ilaaha illallah berkat kalimat ini ALLAH ridho kepadaku, Laa ilaaha illallah akan ku habiskan umurku dengan mengucap kalimat ini, Laa ilaaha illallah aku akan memasuki liang lahatku bersama kalimat ini, Laa ilaaha illallah aku akan menyendiri bersama kalimat ini"


Dibaca sebanyak-banyaknya bila datang rasa was-was tersebut.

Wallahu a'lam semoga bermanfaat.


#AmalanAbahGuruSekumpulIndonesia

Friday, January 28, 2022

SEMUA AMAL BAIK ORANG KAFIR TIDAK DITERIMA


Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh 

Bismillahirrahmanirrohiim

🌲🌲🌲

TAFSIR AYAT :

SEMUA AMAL BAIK ORANG KAFIR TIDAK DITERIMA

QS ALI IMRAN AYAT 90-91

🌲🌲🌲

Orang kafir adalah orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah subhana wa ta'ala karena petunjuk tersebut terhalang darinya dan mereka adalah orang-orang yang menentang atau menolak kebenaran dari Allah subhana wa ta'ala yang di sampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kafir ialah lawan dari iman.

Dalam ayat ini Allah subhana wa ta'ala mengatakan bahwa orang kafir tidak akan memperoleh pahala di akhirat kelak, meski pernah berbuat baik saat masih hidup di dunia. Allah subhana wa ta'ala tidak akan membalas perbuatan baik mereka di akhirat di karenakan kekafiran mereka, selain itu orang-orang kafir juga tidak akan di hisab karena pekerjaan yang mereka lakukan di dunia hanyalah sia-sia. Justru orang-orang kafir nantinya akan menerima azab yang pedih dari Allah subhana wa ta'ala.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ (90) 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ 

نَاصِرِينَ (91)

Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. 

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.

Alhafidz Ibnu Katsir menjelaskan:

 يقول تعالى متوعدا ومتهددا لمن كفر بعد إيمانه ثم ازداد كفرا ، أي : استمر عليه إلى الممات ، ومخبرا بأنه لا يقبل لهم توبة عند مماتهم ، كما قال [ تعالى ] ( وليست التوبة للذين يعملون السيئات حتى إذا حضر أحدهم الموت [ قال إني تبت الآن ولا الذين يموتون وهم كفار أولئك أعتدنا لهم عذابا أليما ] ) [ النساء : 18 ] . ولهذا قال هاهنا : ( لن تقبل توبتهم وأولئك هم الضالون ) أي : الخارجون عن المنهج الحق إلى طريق الغي .قال الحافظ أبو بكر البزار : حدثنا محمد بن عبد الله بن بزيع ، حدثنا يزيد بن زريع ، حدثنا ابن أبي هند ، عن عكرمة ، عن ابن عباس ، أن قوما أسلموا ثم ارتدوا ، ثم أسلموا ثم ارتدوا ، فأرسلوا إلى قومهم يسألون لهم ، فذكروا ذلك لرسول الله صلى الله عليه وسلم ، فنزلت هذه الآية : ( إن الذين كفروا بعد إيمانهم ثم ازدادوا كفرا لن تقبل توبتهم ) هكذا رواه ، وإسناده جيد . ثم قال : ( إن الذين كفروا وماتوا وهم كفار فلن يقبل من أحدهم ملء الأرض ذهبا ولو افتدى به ) أي : من مات على الكفر فلن يقبل منه خير أبدا ، ولو كان قد أنفق ملء الأرض ذهبا فيما يراه قربة ، كما سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن عبد الله بن جدعان - وكان يقري الضيف ، ويفك العاني ، ويطعم الطعام - : هل ينفعه ذلك ؟ فقال : لا ، إنه لم يقل يوما من الدهر : رب اغفر لي خطيئتي يوم الدين .وكذلك لو افتدى بملء الأرض أيضا ذهبا ما قبل منه ، كما قال تعالى : ( ولا يقبل منها عدل ولا تنفعها شفاعة ) [ البقرة : 123 ] ، [ وقال ( لا بيع فيه ولا خلة ولا شفاعة ) ] [ البقرة : 254 ] وقال : ( لا بيع فيه ولا خلال ) [ إبراهيم : 31 ] وقال ( إن الذين كفروا لو أن لهم ما في الأرض جميعا ومثله معه ليفتدوا به من عذاب يوم القيامة ما تقبل منهم ولهم عذاب أليم ) [ المائدة : 36 ] ، ولهذا قال تعالى هاهنا : ( إن الذين كفروا وماتوا وهم كفار فلن يقبل من أحدهم ملء الأرض ذهبا ولو افتدى به ) فعطف ( ولو افتدى به ) على الأول ، فدل على أنه غيره ، وما ذكرناه أحسن من أن يقال : إن الواو زائدة ، والله أعلم . ويقتضي ذلك ألا ينقذه من عذاب الله شيء ، ولو كان قد أنفق مثل الأرض ذهبا ، ولو افتدى نفسه من الله بملء الأرض ذهبا ، بوزن جبالها وتلالها وترابها ورمالها وسهلها ووعرها وبرها وبحرها .وقال الإمام أحمد : حدثنا حجاج ، حدثني شعبة ، عن أبي عمران الجوني ، عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " يقال للرجل من أهل النار يوم القيامة : أرأيت لو كان لك ما على الأرض من شيء ، أكنت مفتديا به ؟ قال : فيقول : نعم . قال : فيقول : قد أردت منك أهون من ذلك ، قد أخذت عليك في ظهر أبيك آدم ألا تشرك بي شيئا ، فأبيت إلا أن تشرك " . وهكذا أخرجاه البخاري ومسلم .طريق أخرى : قال الإمام أحمد : حدثنا روح ، حدثنا حماد ، عن ثابت ، عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " يؤتى بالرجل من أهل الجنة فيقول له : يا ابن آدم ، كيف وجدت منزلك ؟ فيقول : أي رب ، خير منزل . فيقول : سل وتمن . فيقول : ما أسأل ولا أتمنى إلا أن تردني إلى الدنيا فأقتل في سبيلك عشر مرار - لما يرى من فضل الشهادة . ويؤتى بالرجل من أهل النار فيقول له : يا ابن آدم ، كيف وجدت منزلك ؟ فيقول : يا رب ، شر منزل . فيقول له : تفتدي مني بطلاع الأرض ذهبا ؟ فيقول : أي رب ، نعم . فيقول : كذبت ، قد سألتك أقل من ذلك وأيسر فلم تفعل ، فيرد إلى النار " .ولهذا قال : ( أولئك لهم عذاب أليم وما لهم من ناصرين ) أي : وما لهم من أحد ينقذهم من عذاب الله ، ولا يجيرهم من أليم عقابه .

Allah berfirman mengancam dan memperingatkan orang yang kafir sesudah imannya, kemudian kekafirannya makin bertambah, yakni terus-menerus dalam kekafirannya hingga mati, bahwa tobat mereka tidak diterima di saat matinya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka. 

(An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.

Firman Allah:

{لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ}

sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. 

(Ali Imran: 90)

Yakni mereka keluar dari jalan yang hak menuju ke jalan kesesatan.


Ibnu Abbas berkata :

أن قوما أسلموا ثم ارتدوا ، ثم أسلموا ثم ارتدوا ، فأرسلوا إلى قومهم يسألون لهم ، فذكروا ذلك لرسول الله صلى الله عليه وسلم ، فنزلت هذه الآية : ( إن الذين كفروا بعد إيمانهم ثم ازدادوا كفرا لن تقبل توبتهم )

Bahwa ada suatu kaum masuk Islam, setelah itu mereka murtad, lalu masuk Islam lagi, dan murtad kembali. Kemudian mereka mengirimkan utusan kepada kaumnya, meminta kepada kaumnya untuk menanyakan hal tersebut bagi mereka. Lalu kaum mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya. (Ali Imran: 90)

(HR Bazaar)

Demikianlah bunyi riwayat Al-Bazzar, sanadnya adalah jayyid.

Firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَباً وَلَوِ افْتَدى بِهِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. 

(Ali Imran: 91)

Maksudnya, barang siapa yang mati dalam keadaan kafir, maka tidak akan diterima darinya suatu kebaikan pun untuk selama-lamanya, sekalipun dia telah menginfakkan emas sepenuh bumi yang menurutnya dianggap sebagai amal taqarrub.

Seperti yang pernah ditanyakan kepada Nabi (shallallahu 'alaihi wasallam) tentang hal Abdullah ibnu Jad'an. Abdullah ibnu Jad'an semasa hidupnya gemar menjamu tamu, memberikan pertolongan kepada orang miskin, dan memberi makan orang kelaparan. Pertanyaan yang diajukan kepada beliau ialah, "Apakah hal itu bermanfaat baginya?" 

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

Tidak, sesungguhnya dia belum pernah mengucapkan barang sehari pun sepanjang hidupnya, "Ya Tuhanku, ampunilah bagiku semua kesalahanku di hari pembalasan nanti."

Demikian pula seandainya dia menebus dirinya dengan emas sepenuh bumi, niscaya hal itu tidak akan diterima darinya. 

---

Makna ayat ini menyimpulkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah, sekalipun dia telah menginfakkan emas sebesar bumi. Walaupun dia berupaya menebus dirinya dari azab Allah dengan emas sebesar bumi yang beratnya sama dengan berat semua gunung-gunung, semua lembah-lembah, semua tanah, pasir, dataran rendah dan hutan belukarnya, serta daratan dan lautannya (niscaya tidak akan diterima).

Nabi bersabda: 

يُقَالُ لِلرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ مَا عَلَى الأرْضِ مِنْ شَيْءٍ، أَكُنْتَ مُفْتَدِيًا بِهِ؟ قَالَ: فَيَقُولُ: نَعَمْ. قَالَ: فَيَقُولُ: قَدْ أَرَدْتُ مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ ذَلِكَ، قَدْ أَخَذْتُ عَلَيْكَ فِي ظَهْرِ أَبِيكَ آدَمَ أَلَّا تُشْرِكَ بِي شَيْئًا، فَأَبَيْتَ إِلا أَنْ تُشْرِكَ

Dikatakan kepada seorang lelaki penghuni neraka kelak di hari kiamat,  "Bagaimanakah yang akan kamu lakukan seandainya engkau mempunyai segala sesuatu yang ada di permukaan bumi, apakah itu akan engkau pakai untuk menebus dirimu (dari azab-Ku)?" 

Ia menjawab, "Ya." 

Allah berfirman, "Padahal Aku menghendaki darimu hal yang lebih mudah daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu masih berada di dalam lulang sulbi kakek moyangmu, yaitu Adam; agar janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Tetapi kamu menolak melainkan hanya tetap mempersekutukan Aku."

(HR Ahmad)

Demikian pula  apa  yang  diketengalikan  oleh  Imam  Bukhari  dan Imam Muslim.

Rasulullah bersabda: 

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، خَيْرُ مَنزلٍ. فَيَقُولُ: سَلْ وَتَمَنَّ. فَيَقُولُ: مَا أَسْأَلُ وَلا أَتَمَنَّى إِلا أَنْ تَرُدَّنِي إِلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ عَشْرَ مِرَار -لِمَا يَرَى مِنْ فَضْلِ الشَّهَادَةِ. وَيُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرُّ مَنزلٍ. فَيَقُولُ لَهُ: تَفْتَدِي مِني بِطِلاعِ الأرْضِ ذَهَبًا؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، نَعَمْ. فَيَقُولُ: كَذَبْتَ، قَدْ سَأَلْتُكَ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ وَأَيْسَرَ فَلَمْ تَفْعَلْ، فيُرَد إِلَى النَّارِ


Didatangkan seorang lelaki dari penduduk surga, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat kedudukanmu?" 

Lelaki itu menjawab, "Wahai Tuhanku, (aku jumpai tempat tinggalku adalah) sebaik-baik tempat tinggal." 

Allah berfirman, "Mintalah dan berharaplah." 

Lelaki itu menjawab, "Aku tidak akan meminta dan berharap lagi, kecuali kumohon Engkau mengembalikan aku ke dunia, lalu aku akan berperang hingga gugur di jalan-Mu," sebanyak sepuluh kali ,ia mengatakan demikian karena keutamaan yang dirasakannya berkat mati syahid.

Dan didatangkan pula seorang lelaki dari penduduk neraka, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggalmu?" 

Ia menjawab, "Wahai Tuhanku (aku jumpai tempat tinggalku adalah) seburuk-buruk tempat tinggal." 

Dikatakan kepadanya, "Apakah engkau mau menebus dirimu dari (azab)-Nya dengan emas sepenuh bumi?" 

Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku." 

Allah berfirman, "Kamu dusta, karena sesungguhnya Aku pernah memintamu melakukan hal yang lebih ringan daripada itu dan lebih mudah, tetapi kamu tidak mau melakukannya." 

Lalu lelaki itu dicampakkan kembali ke dalam neraka.

(HR Ahmad).

Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:

{أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}

Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. 

(Ali Imran: 91),

Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah, dan tidak ada seorang pun yang melindungi mereka dari siksa-Nya yang amat pedih.

(Tafsir Ibnu Katsir ll /71 - 73)

TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN YANG HALAL DIMAKAN DAN MENGOLAH IKAN




TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN YANG HALAL DIMAKAN DAN MENGOLAH IKAN                                                         MENURUT KAJIAN FIQIH (HUKUM ISLAM )

 

I.           Pendahuluan

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah yang tercekik, yang dipukul yang jatuh yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk Berhala. " [1]

 

Perkara halal dan haram adalah sesuatu yang amat penting dan wajib diketahui oleh setiap muslim termasuk didalamnya perkara yang ada hubungannya dengan masalah makanan. karena makanan yang yang haram akan membahayakan bagi diri seorang muslim pada kesehatan tubuh dan agamanya.

 

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menjelaskan tentang beberapa perkara yang diharamkan bagi seorang muslim untuk salah satu hal yang harus diperhatikan oleh seorang muslim agar binatang-binatang yang halal dimakan menjadi betul-betul halal adalah cara penyembelihannya. karena penyembelihan yang tidak sesuai dengan hukum agama akan membuat binatang yang halal tersebut menjadi berstatus bangkai yang haram hukumnya untuk dimakan.

 

Tulisan ringkas ini akan membahas tentang tata cara menyembelih hewan yang halal dimakan dan mengolah ikan menurut fiqih (hukum Islam) agar hewan tersebut betul-betul menjadi halal untuk dimakan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semuanya amin ya robbal alamin.

 

II.        Tata cara menyembelih hewan

 

Pengertian menyembelih (Adzakaatu) adalah menjadikan enak/baik. karena dengan disembelih menjadikan enak atau baik memakan daging hewan yang disembelih dengan sebab keluarnya darahnya. sedangkan pengertian menyembelih menurut syara ialah Menghilangkan sifat panas yang bersifat tabiat/watak pada hewan dengan cara yang telah ditentukan.[2]

 

Melalui pengertian menyembelih menurut syara’  di atas, maka dapat dipahami bahwa penyembelihan hewan akan dipandang sah apabila telah memenuhi tata cara dan ketentuan ketentuan yang telah ditetapkan dalam agama. Sebagaimana yang akan dijelaskan dalam ketentuan keterangan berikut ini:

 

A.           Rukun rukun menyembelih

Rukun-rukun menyembelih yang wajib dipenuhi dalam menyembelih hewan itu ada 4 diantaranya:

1.      Pekerjaan menyembelih (dab Hun)

2.      Orang yang melakukan penyembelihan (da bihun)

3.      Hewan yang disembelih (da biihun)

4.  Alat yang digunakan untuk menyembelih (alat penyembelih).

B.            Syarat-syarat menyembelih

Agar penyembelihan yang dilakukan menjadi sah maka diwajibkan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

1.        Di Dalam pekerjaan menyembelih disyaratkan adanya maksud untuk melakukan penyembelihan.[3]

2.    Orang yang melakukan penyembelihan disyaratkan orang muslim atau ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang boleh untuk dinikahi.[4]

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: 

 

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ

اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ

بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ

Terjemahan

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

Tafsir Ringkas Kemenag RI

Ayat ini masih berkaitan dengan ayat yang lalu memberikan jawaban atas pertanyaan orang yang beriman tentang apa saja yang dihalalkan bagi mereka. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan, yakni binatang halal yang disembelih Ahli Kitab itu halal bagimu selagi tidak bercampur dengan barang-barang yang haram, dan makananmu halal pula bagi mereka, maka kamu tidak berdosa memberikannya kepada mereka. Dan dihalalkan bagimu menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan halal pula menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, yakni melangsungkan akad nikah secara sah, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Demikian Allah menetapkan hukum-hukum-Nya untuk dijadikan tuntunan bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. ”(QS. Al Maidah :5) 

3.      Hewan yang disembelih disyaratkan berupa hewan yang halal untuk dimakan dan masih memiliki kehidupan yang tetap (Hayatun Mustaqiroh) pada permulaan melaksanakan penyembelihan.[5]

 

Ada perbedaan pendapat para ulama mengenai yang dimaksud dengan masih adanya kehidupan yang tetap (Hayatun mustafi Rotun pada hewan yang hendak disembelih diantaranya:

  a).  Menurut Abu Hamid, Ibnu Sabil dan dan Al Omroni , Ma bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup dalam satu atau dua hari.

 b). Berkata Ibnu Sabil; bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup 1 hari atau setengah hari.[6].

  c). Yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah masih adanya ruh di dalam tubuhnya/jasadnya dan dia masih bisa melihat dan mengeluarkan suara dan melakukan gerakan yang terkontrol.[7]

 

Sedangkan mengenai tanda-tanda masih adanya kehidupan yang tetap dapat diketahui dari adanya salah satu tanda-tanda sebagai berikut:

1.  Adanya gerakan yang keras setelah disembelih.

2.  Memancar dan menyembuh nya darah setelah disembelih.[8]

 

 4.     Alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan berupa benda yang tajam yang dapat melukai seperti benda yang terbuat dari besi bambu kaca batu dan lain sebagainya, selain benda yang terbuat dari tulang seperti gigi dan kuku. Hal ini berdasarkan hadis Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang artinya:” benda-benda yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya Maka makanlah olehmu selagi benda itu bukan berupa gigi dan kuku…”(HR Bukhari dan Muslim).[9]

 

C.         Tata cara menyembelih

Tata cara menyembelih hewan itu terbagi kepada dua macam yaitu:

1. Hewan yang bisa dikuasai: maka tata cara menyembelihnya adalah dengan memotong sampai putus saluran nafas (hulqum dan saluran makanan ( Marian).

2.  Hewan yang tidak bisa dikuasai/liar. Maka tata cara menyembelihnya adalah dengan melukai di tempat mana saja dari bagian anggota tubuhnya yang dapat mematikannya.


Sedangkan sembelihan hewan yang berada dalam perut induknya itu mengikuti sembelihan induknya apabila dia keluar sudah dalam keadaan mati. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam: “ sembelihan janin (hewan) itu adalah mengikuti sembelihan induknya.” (hadits riwayat Imam Ahmad).[10]


    D.     Kesunahan kesunahan dalam menyembelih hewan

Ada beberapa hal yang dianjurkan dilakukan oleh seseorang yang hendak menyembelih binatang diantaranya adalah sebagai berikut:

1.    Menajamkan pisau atau alat yang akan digunakan memotong. Hal ini berdasarkan hadits Nabi sebagai berikut:” dan sebaiknya menajamkan salah seorang kamu akan pisaunya.” (HR muslim)

2.   Menghadapkan hewan yang hendak dipotong ke arah kiblat begitu pula dengan orang yang akan menyembelih nya.

3.  Memotong urat lehernya yang berada di kiri dan kanannya leher hewan yang disembelih (Al wa dijaini)

4.   Memotong hewan yang memiliki leher yang panjang (seperti kontak) dari arah leher bagian bawahnya, karena hal ini dapat memudahkan keluarnya ruh. 

5.  Hewan yang hendak disembelih dibaringkan pada sisi badan yang sebelah kiri kecuali pada unta disunahkan disembelih dalam keadaan berdiri.

6.     Membaca Bismillahirohmanirohim

7.   Membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu Alaihi Salam.[11]

 

      E.   Hikmah diwajibkan yang menyembelih

Hikmah diwajibkannya menyembelih hewan adalah untuk membedakan antara hewan yang halal untuk dimakan dagingnya dan dan yang haram untuk dimakan.[12].

 


        III.    Mengolah ikan

 

  Bangkai ikan hukumnya adalah suci dan halal untuk     dimakan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad     Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ”Dua bangkai yaitu       bangkai ikan dan belalang.” (HR Ibnu Majah dari Ibnu Umar).

 

  Apabila ikan tersebut ikan yang kecil (ikan teri) maka     makruh untuk dipotong, dan boleh dimakan tanpa terlebih     dahulu membersihkan kotoran yang ada di perutnya dengan       alasan sulitnya untuk dibersihkan.

 

 Apabila ikan tersebut ikan besar yang lama matinya maka     Sunnah untuk dipotong. menurut albuzay rimi memotongnya     dari ekornya kalau ikan tersebut tidak menyerupai hewan darat     yang boleh dipotong, Tetapi kalau ikan tersebut menyerupai     hewan darat yang boleh dipotong maka dipotong dari lehernya.[13]

 

    Apabila ikan tersebut ikan besar maka sebelum dimasak       atau   dimakan wajib terlebih dahulu dibersihkan kotoran yang   berada di dalam perutnya, karena kotoran ikan yang besar     menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah najis.[14]

 

     Darah yang mengalir dari ikan hukumnya adalah najis     sebagaimana darah darah yang lainnya.[15]

        Ada perbedaan pendapat ulama tentang hukum memasak atau menggoreng ikan yang masih dalam keadaan hidup yaitu:

    1.      Makruh

    2.      Haram. karena ada unsur penyiksaan 

 

Demikian pembahasan kajian tentang yang masalah hewan yang boleh disembelih tentunya hewan yang halal dimakan dan kajian masalah pengolahan tentang ikan.


Semoga bermanfaat khususnya bagi penulis karya tulis ini umumnya bagi para pembaca yang senang terhadap kajian-kajian keilmuan keilmuan berdasarkan referensi kitab fiqih sebagai pendapatnya para ulama-ulama terdahulu. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Daftar Bacaan

a.       Kitab Al Bajuri

b.      Kitab Iqna’

c.       Kitab As Syarqowi

d.      Kitab Fathul Wahab

e.       Kitab Qulyubi wa ‘Umairoh



[1] (QS. Al Maidah: juz 5 : 3 ).

[2] (Al Bajuri juz 2 halaman 285). Sumber referensi (Fathul Wahab juz 2 halaman 184).

[3] Fathul wahab juz 2 halaman 184)

[4] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).

[5] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).

[6] (kifayatul Akhyar juz 2 halaman 224)

[7] (i'anatut tholibin, juz 2 halaman 343).

[8] (kifayatul Akhyar, juz 2 halaman 224).

[9] (Fathul Wahab juz 2 halaman 186).

[10] (Fathul Wahab, juz 2 halaman 184).

[11] (Fathul Wahab juz 2 halaman 184-185)

[12] ( Qalyubi wa Umairah, juz 4 titik halaman 240).

[13] ( I'anatut tholibin, juz 2 halaman 353).

[14] (i'anatut tholibin, Juz 1 halaman 91 91).

[15] . (tholibin Juz 1 halaman 83)

 

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes