TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN YANG HALAL DIMAKAN DAN MENGOLAH IKAN MENURUT KAJIAN FIQIH (HUKUM ISLAM )
I. Pendahuluan
Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai darah daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah
yang tercekik, yang dipukul yang jatuh yang ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk Berhala. " [1]
Perkara halal dan haram
adalah sesuatu yang amat penting dan wajib diketahui oleh setiap muslim termasuk
didalamnya perkara yang ada hubungannya dengan masalah makanan. karena makanan
yang yang haram akan membahayakan bagi diri seorang muslim pada kesehatan tubuh
dan agamanya.
Dalam ayat di atas Allah
Subhanahu Wa Ta'ala telah menjelaskan tentang beberapa perkara yang diharamkan
bagi seorang muslim untuk salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh seorang muslim agar binatang-binatang yang halal dimakan menjadi betul-betul halal adalah cara
penyembelihannya. karena penyembelihan yang tidak sesuai dengan hukum agama
akan membuat binatang yang halal tersebut menjadi berstatus bangkai yang haram
hukumnya untuk dimakan.
Tulisan ringkas ini akan
membahas tentang tata cara menyembelih hewan yang halal dimakan dan mengolah
ikan menurut fiqih (hukum Islam) agar hewan tersebut betul-betul menjadi halal
untuk dimakan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semuanya amin ya robbal
alamin.
II. Tata cara menyembelih hewan
Pengertian menyembelih (Adzakaatu)
adalah menjadikan enak/baik. karena dengan disembelih menjadikan enak atau baik
memakan daging hewan yang disembelih dengan sebab keluarnya darahnya. sedangkan
pengertian menyembelih menurut syara ialah Menghilangkan sifat panas yang
bersifat tabiat/watak pada hewan dengan cara yang telah ditentukan.[2]
Melalui pengertian
menyembelih menurut syara’ di atas, maka dapat dipahami bahwa
penyembelihan hewan akan dipandang sah apabila telah memenuhi tata cara dan ketentuan ketentuan yang telah ditetapkan dalam agama. Sebagaimana
yang akan dijelaskan dalam ketentuan keterangan berikut ini:
A.
Rukun rukun menyembelih
Rukun-rukun menyembelih yang wajib dipenuhi dalam
menyembelih hewan itu ada 4 diantaranya:
1. Pekerjaan menyembelih (dab Hun)
2. Orang yang melakukan penyembelihan (da bihun)
3. Hewan yang disembelih (da biihun)
4. Alat yang digunakan untuk menyembelih (alat
penyembelih).
B.
Syarat-syarat menyembelih
Agar penyembelihan yang dilakukan menjadi sah maka
diwajibkan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
1. Di Dalam pekerjaan
menyembelih disyaratkan adanya maksud untuk melakukan penyembelihan.[3]
2. Orang yang melakukan
penyembelihan disyaratkan orang muslim atau ahli kitab (Yahudi dan Nasrani)
yang boleh untuk dinikahi.[4]
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
اَلْيَوْمَ
اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ
لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ
وَالْمُحْصَنٰتُ
مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ
قَبْلِكُمْ اِذَآ
اٰتَيْتُمُوْهُنَّ
اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ
وَمَنْ يَّكْفُرْ
بِالْاِيْمَانِ
فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ
Terjemahan
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala
yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu
halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi
kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya,
tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.
Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Tafsir Ringkas Kemenag
RI
Ayat ini masih berkaitan dengan ayat yang lalu memberikan jawaban atas
pertanyaan orang yang beriman tentang apa saja yang dihalalkan bagi mereka.
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan, yakni binatang
halal yang disembelih Ahli Kitab itu halal bagimu selagi tidak bercampur dengan
barang-barang yang haram, dan makananmu halal pula bagi mereka, maka kamu tidak
berdosa memberikannya kepada mereka. Dan dihalalkan bagimu menikahi
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang
beriman dan halal pula menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, yaitu orang-orang Yahudi dan
Nasrani, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, yakni melangsungkan
akad nikah secara sah, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan
perempuan piaraan. Demikian Allah menetapkan hukum-hukum-Nya untuk dijadikan
tuntunan bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa kafir setelah beriman,
maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang
rugi. ”(QS. Al Maidah :5)
3. Hewan yang disembelih
disyaratkan berupa hewan yang halal untuk dimakan dan masih memiliki kehidupan
yang tetap (Hayatun Mustaqiroh) pada permulaan melaksanakan penyembelihan.[5]
Ada perbedaan pendapat para
ulama mengenai yang dimaksud dengan masih adanya kehidupan yang tetap (Hayatun
mustafi Rotun pada hewan yang hendak disembelih diantaranya:
a). Menurut Abu Hamid, Ibnu Sabil dan dan Al Omroni , Ma bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup dalam satu atau dua hari.
b). Berkata Ibnu Sabil; bahwasanya yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah apabila hewan itu ditinggalkan/dibiarkan maka dia masih bisa hidup 1 hari atau setengah hari.[6].
c). Yang dimaksud dengan kehidupan yang tetap adalah masih adanya ruh di dalam tubuhnya/jasadnya dan dia masih bisa melihat dan mengeluarkan suara dan melakukan gerakan yang terkontrol.[7]
Sedangkan mengenai tanda-tanda
masih adanya kehidupan yang tetap dapat diketahui dari adanya salah satu
tanda-tanda sebagai berikut:
1. Adanya gerakan yang keras
setelah disembelih.
2. Memancar dan menyembuh nya
darah setelah disembelih.[8]
4. Alat yang digunakan untuk
menyembelih disyaratkan berupa benda yang tajam yang dapat melukai seperti
benda yang terbuat dari besi bambu kaca batu dan lain sebagainya, selain benda
yang terbuat dari tulang seperti gigi dan kuku. Hal ini berdasarkan hadis
Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang artinya:” benda-benda
yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya Maka makanlah
olehmu selagi benda itu bukan berupa gigi dan kuku…”(HR Bukhari dan Muslim).[9]
C. Tata cara menyembelih
Tata cara menyembelih hewan itu terbagi kepada dua
macam yaitu:
1. Hewan yang bisa dikuasai:
maka tata cara menyembelihnya adalah dengan memotong sampai putus saluran nafas
(hulqum dan saluran makanan ( Marian).
2. Hewan yang tidak bisa
dikuasai/liar. Maka tata cara menyembelihnya adalah dengan melukai di tempat
mana saja dari bagian anggota tubuhnya yang dapat mematikannya.
Sedangkan sembelihan hewan yang berada dalam perut
induknya itu mengikuti sembelihan induknya apabila dia keluar sudah dalam
keadaan mati. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam: “
sembelihan janin (hewan) itu adalah mengikuti sembelihan induknya.” (hadits
riwayat Imam Ahmad).[10]
D. Kesunahan kesunahan dalam
menyembelih hewan
Ada beberapa hal yang
dianjurkan dilakukan oleh seseorang yang hendak menyembelih binatang
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menajamkan pisau atau alat yang akan digunakan
memotong. Hal ini berdasarkan hadits Nabi sebagai berikut:” dan sebaiknya
menajamkan salah seorang kamu akan pisaunya.” (HR muslim)
2. Menghadapkan hewan yang hendak dipotong ke arah
kiblat begitu pula dengan orang yang akan menyembelih nya.
3. Memotong urat lehernya yang berada di kiri dan
kanannya leher hewan yang disembelih (Al wa dijaini)
4. Memotong hewan yang memiliki leher yang panjang
(seperti kontak) dari arah leher bagian bawahnya, karena hal ini dapat
memudahkan keluarnya ruh.
5. Hewan yang hendak disembelih dibaringkan pada sisi
badan yang sebelah kiri kecuali pada unta disunahkan disembelih dalam keadaan
berdiri.
6. Membaca Bismillahirohmanirohim
7. Membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu Alaihi Salam.[11]
E. Hikmah diwajibkan yang
menyembelih
Hikmah diwajibkannya menyembelih hewan adalah untuk membedakan antara hewan yang halal untuk dimakan dagingnya dan dan yang haram untuk dimakan.[12].
III. Mengolah ikan
Bangkai ikan hukumnya adalah
suci dan halal untuk dimakan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda: ”Dua bangkai yaitu bangkai ikan dan belalang.” (HR
Ibnu Majah dari Ibnu Umar).
Apabila ikan tersebut ikan
yang kecil (ikan teri) maka makruh untuk dipotong, dan boleh dimakan tanpa
terlebih dahulu membersihkan kotoran yang ada di perutnya dengan alasan
sulitnya untuk dibersihkan.
Apabila ikan tersebut ikan
besar yang lama matinya maka Sunnah untuk dipotong. menurut albuzay rimi
memotongnya dari ekornya kalau ikan tersebut tidak menyerupai hewan darat yang
boleh dipotong, Tetapi kalau ikan tersebut menyerupai hewan darat yang boleh
dipotong maka dipotong dari lehernya.[13]
Apabila ikan tersebut ikan
besar maka sebelum dimasak atau dimakan wajib terlebih dahulu dibersihkan
kotoran yang berada di dalam perutnya, karena kotoran ikan yang besar menurut
pendapat yang kuat hukumnya adalah najis.[14]
Darah yang mengalir dari
ikan hukumnya adalah najis sebagaimana darah darah yang lainnya.[15]
Ada perbedaan pendapat ulama tentang hukum memasak
atau menggoreng ikan yang masih dalam keadaan hidup yaitu:
1.
Makruh
2. Haram. karena ada unsur penyiksaan
Demikian pembahasan kajian
tentang yang masalah hewan yang boleh disembelih tentunya hewan yang halal
dimakan dan kajian masalah pengolahan tentang ikan.
Semoga bermanfaat khususnya bagi penulis karya tulis ini umumnya bagi para pembaca yang senang terhadap kajian-kajian keilmuan keilmuan berdasarkan referensi kitab fiqih sebagai pendapatnya para ulama-ulama terdahulu. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Daftar
Bacaan
a. Kitab Al Bajuri
b. Kitab Iqna’
c. Kitab As Syarqowi
d. Kitab Fathul Wahab
e. Kitab Qulyubi wa ‘Umairoh
[1] (QS. Al Maidah: juz 5 : 3 ).
[2] (Al Bajuri juz 2 halaman 285). Sumber referensi (Fathul Wahab juz 2 halaman 184).
[3] Fathul wahab juz 2 halaman 184)
[4] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).
[5] (Fathul Wahab juz 2 halaman 185).
[6] (kifayatul Akhyar juz 2 halaman 224)
[7] (i'anatut tholibin, juz 2 halaman 343).
[8] (kifayatul Akhyar, juz 2 halaman 224).
[9] (Fathul Wahab juz 2 halaman 186).
[10] (Fathul Wahab, juz 2 halaman 184).
[11] (Fathul Wahab juz 2 halaman 184-185)
[12] ( Qalyubi wa Umairah, juz 4 titik halaman 240).
[13] ( I'anatut tholibin, juz 2 halaman 353).
[14] (i'anatut tholibin, Juz 1 halaman 91 91).
[15] . (tholibin Juz 1 halaman 83)
Post a Comment