BREAKING NEWS

Watsapp

Monday, July 25, 2022

MACAM MACAM HUKUM DALAM ISLAM

 


۞ Pendahuluan Kitab ۞PART 1️⃣

➡️Safinah An-Najah

✨Karangan Syaikh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair al-Hadhromi✨

Madzhab Syafi'i

Pembuka

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ،وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ،وآله وصحبه أجمعين ، ولاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ،

Bismillaahirrohmaanirrohiim . Alhamdulillaahi Rabbil 'Aalamiin . Wabihii Nasta'iinu 'Alaa Umuuriddunya Waddiin . Washallallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Khootamannabiyyiina Wa Aalihii Washohbihii Ajma'iina . Walaa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaahil Aliyyil 'Azhiim .

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang . Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam . Dan dengannya kami mohon pertolongan atas segala urusan dunia dan agama . Dan Allah bersholawat atas junjungan kita Muhammad penutup para Nabi dan atas keluarganya dan sahabatnya semua . Dan tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung .

➡️Macam-macam Hukum Islam

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan berbagai nikmat yang tidak kita dapatkan selain dari sisi-Nya. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw dan kepada seluruh Nabi Allah serta para Rasul-Nya.

Syari’at Islam mempunyai 2 sumber hukum dalam menetapkan undang-undangnya, yaitu: Al-Qur’an dan Hadits, walaupun sebagian ‘ulama’ memasukkan ijma’ dan qiyas sebagai sumber hukum syari’at Islam. Segala ketetapan di dalam agama Islam yang bersifat perintah, anjuran, larangan, pemberian pilihan atau yang sejenisnya dinamakan sebagai hukum-hukum syara’ atau hukum-hukum syariat atau hukum-hukum agama.

Hukum syara’ adalah seruan Syari’ (pembuat hukum) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia) berupa tuntutan, penetapan dan pemberian pilihan. Dikatakan Syari’ tanpa menyebutkan Allah swt sebagai pembuat hukum karena agar sunnah Nabi Muhammad saw termasuk didalamnya. Dikatakan pula “aktivitas hamba”, tidak menggunakan mukallaf (orang yang dibebani hukum), agar hukum itu mencakup anak kecil dan orang gila.

Secara garis besar ada 5 macam hukum syara’ yang mesti diketahui oleh kita:

1. Wajib

2. Sunnah

3. Haram

4. Makruh

5. Mubah

🛑1. Wajib:

para ‘ulama’ memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:

“Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau “Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat azab“

Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka berdosalah dia.

Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.

Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:

(فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (النور:63

“….Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan ditimpa musibah atau azab, dan orang yang ditimpa azab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

Wajib atau fardhu itu dibagi menjadi dua bagian :

a. Wajib ‘ain :

Wajib ‘ain Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang mukallaf, seperti shalat lima waktu, puasa dan sebagainya.

b. Wajib kifâyah :

Wajib kifâyah yaitu suatu kewajiban yang sudah dianggap cukup apabila telah dikerjakan oleh sebagian orang mukallaf, dan seluruhnya akan berdosa jika tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakan, seperti menyolati mayit dan menguburkannya.

🛑2. Sunnah:

“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa“

Contoh: Nabi saw bersabda:

-صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا. -رواه البخاري و مسلم

Artinya: “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam Bukhari dan imam Muslim ,

Dalam hadits ini ada perintah -صُمْ- “shaumlah”, jika perintah ini dianggap wajib, maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.

..مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ؟ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا….

“….apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan ramadhan, kecuali engkau mau bertahta wu’ (melakukan yang sunnah)….” Hadits riwayat Imam Bukhari.

Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama “shaumlah” itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkinan hukum yang bisa diambil:

1. Sunnah

2. Mubah

Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.

Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman Allah swt:

-لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ. -يونس: 26

“Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan (disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya)” –S.Yunus: 26-

Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagaimana firman Allah:

-هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلاّ الإِحْسَانُ. –الرحمن:60

Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” S. Ar-Rahman: 60.

Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai “ganjaran”.

Sunnah dibagi menjadi dua :

a. Sunnat muakkad

Sunnah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan baik karena merupakan penyempurna ibadah fardhu, atau karena sunnah tersebut seringkali dilakukan oleh Nabi, seperti shalat rawâtib, shalat dua hari raya fitri dan adha dan sebagainya.

b. Sunnah ghairu muakkad

Sunnah ghairu muakkad yaitu sunnat yang tidak sesuai dengan kriteria di atas, seperti shalat qobliyah maghrib.

🛑3. Haram:

“Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu“.

Contoh: Nabi saw bersabda:

-لاَتَاْتُوا الكُهَّانَ. –رواه الطبراني

“Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“. Hadits riwayat Imam Thabrani.

Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menanyakan sesuatu hal gaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.

Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur’an QS.An-Nur: 63.

🛑4. Makruh:

Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.

“Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan daripada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik daripada melakukannya“. Kalau dilanggar pelakunya tidak berdosa, dan jika ditinggalkan dia mendapat pahala.

Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.

Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:

-إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ… –البقرة: 173

“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah….”

Kata إِنَّمَا dalam bahasa Arab disebut sebagai “huruf hasyr” yaitu huruf yang dipakai untuk membahas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf “innama” ini adalah:

إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوْءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلاَةِ

“Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu’ apabila aku akan mengerjakan shalat“. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.

Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. Lafazh إِنَّمَا pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentang Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.

contoh lainnya : menunda kewajiban tanpa sebab, melakukan sesuatu yang masih diragukan (syubhat), dll.

🛑5. Mubah:

Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.

“Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang diizinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya“

Contoh: dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” Al-A’raf: 31

Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2 kemungkinan hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan atau minum ini adalah bersifat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu termasuk dalam hukum mubah.

secara ringkasnya dijelaskan dalam kitab Kitab Ri’ayah al-himmah jilid 1 bab fikih

Tanbihun – Melanjutkan pembahasan tentang Definisi Hukum Syara’, Akal dan Adat , diteruskan dengan penjelasan definisi Ahkamul khamsah atau hukum-hukum Islam yang lima ;

Wajib, yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan perintah yang tetap.

Sunnah, yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.Haram, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina, mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.Makruh, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.Mubah, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak menunjukkan larangan tetap atau larangan tidak tetap.

WaLLAHU a’lam bisshowab

Nantikan lanjutan nya ✍️✍️✍️

 


WaLLAHU a’lam bisshowab

Sunday, July 24, 2022

KAJIAN QS AL ANFAL AYAT 72 TENTANG KONTROL DIRI (KANDUNGAN, SIKAP)

 KAJIAN QS AL ANFAL AYAT 72 TENTANG KONTROL DIRI (KANDUNGAN, SIKAP)

Dalam agama Islam, kontrol diri diistilahkan dengan mujahadah an nafs. Kontrol diri sama dengan pengendalian menghadapi hawa nafsu, emosi, dan hal lain yang nantinya berdampak buruk.
"Mujahadah an nafs berasal dari kata mujahadah yang artinya bersungguh-sungguh, serta an nafs berarti diri sendiri. Maknanya adalah perjuangan melawan hawa nafsu atau perbuatan tercela sesuai hukum Allah SWT,"

kontrol diri bukan hal yang mudah. Apalagi manusia punya kecenderungan tertarik pada hal negatif dan bujukan negatif. Hal ini tercantum dalam Al Quran surat Al-Mujadalah ayat 19       

, ٱسۡتَحۡوَذَ عَلَيۡهِمُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ فَأَنسَٮٰهُمۡ ذِكۡرَ ٱللَّهِ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ حِزۡبُ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱلشَّيۡطَـٰنِ هُمُ ٱلۡخَـٰسِرُونَ (١٩)

Artinya: "Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi."

Beratnya kontrol diri yang dalam agama Islam diistilahkan mujahadah an nafs juga dikisahkan Rasulullah SAW, yang baru pulang dari Perang Badar. Rasulullah SAW ternyata menganggap perang Badar sebagai pertempuran kecil dibanding melawan diri sendiri. 

"Ya Rasulullah, Apakah ada lagi perang yang lebih besar dari ini (Perang Badar)?" Rasulullah mengatakan, "Melawan hawa nafsu,"

Imam Al-Ghazali menerangkan, kontrol diri yang baik akan menghasilkan kekuatan karakter. Artinya pembangunan karakter memerlukan pengendalian diri, disiplin, dan selalu yakin akan balasan dari Allah SWT. Muslim yang taat beribadah, punya karakter kuat, dan mampu kontrol diri lebih mampu menahan diri dari kesenangan sementara. 

Dijelaskan di dalam kitab ihya ulumuddin oleh imam al ghazali ,tersebut ada tiga tahap Cara untuk melemahkan hawa nafsu :
1.Memutuskan keterikatan .
Contoh: jika kita Terikat di dalam makanan Diputus dengan berpuasa.
2.Memadamkan api
maksudnya adalah Sesungguhnya nafsu syahwat itu bisa berkobar dengan pandangan hal hal yang bisa menarik nafsu syahwat kita ,Rasulullah saw bersabda "bahwa Pandangan itu Salah satu panah yang beracun dari panah panah iblis". Contoh : menjaga Pandangan atau diri kita dari hal hal yang tidak baik dan juga mata telinga hidung mulut serta hati kita kita luruskan tekad di dalam hati kita bahwa di dalam hal hal yg tercela itu tidak diridhoi oleh allah .
3.Mencari jalan yang halal
Setiap manusia Tentu memiliki kebutuhan jasmani Yg harus dipenuhi Baik makanan pakaian tempat tinggal dll,Maka Semua itu dapat diPenuhi dalam menjaga diri kita Dg syariat dan tawakal yang diperkuatkan Yakni mencari perkara atau Jalan yg halal Atas setiap kebutuhan hidup .
Inilah tiga jalan Yang mampu melemahkan hawa nafsu syahwat kita yg dijelaskan oleh imam al ghozzy di dalam kitabnya .والله أعلم بالصواب

Berdasarkan Surat Al Anfal Ayat 72, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk melakukan kontrol diri (mujahadah an-nafs), antara lain :

  1. Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan dari perbuatan yang akan dilakukan,

  2. Memikirkan akibat dari perbuatan yang dilakukan,

  3. Berdzikir kepada Allah,

  4. Berdoa kepada Allah.

Nah, untuk lebih memahami tentang isi kandungan Surat Al Anfal Ayat 72, berikut ini akan kami sampaikan Isi Kandungan, Asbabun Nuzul, Kajian Ilmu Tajwid, Terjemahan (Arti), dan sikap dan perilaku yang mencerminkan QS Al Anfal : 72.

 

  1. Asbabun Nuzul Surat Al Anfal Ayat 72

 

Menurut Ibnu Munzir, ayat ini turun sebagai jawaban dari pertanyaan kaum muslim, "Bagaimana kalau kami memberi dan menerima harta waris dari saudara kami yang musyrik?" Ayat ini diturunkan sebagai penjelasan bahwa antara mukmin dan kafir tidak saling mewarisi harta.


Riwayat lain yang disampaikan oleh Ibnu Sa'ad, menyebutkan bahwa Rasulullah saw telah mempersaudarakan Zubair bin Awwam dengan Ka'ab bin Malik. Zubair berkata, "Saat perang Uhud, aku melihat Kaab terluka parah. Kemudian aku berkata, Jika dia meninggal, dia terputus hubungan keluarganya dan aku yang menjadi pewarisnya."Lalu ayat ini turun dan menjadi dasar dalil bahwa : warisan itu diberikan bagi orang yang memiliki hubungan kerabat, pernikahan, dan satu agama.

 

  1. Bacaan Surat Al Anfal Ayat 72

 

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْٓا اُولٰۤىِٕكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يُهَاجِرُوْا مَا لَكُمْ مِّنْ وَّلَايَتِهِمْ مِّنْ شَيْءٍ حَتّٰى يُهَاجِرُوْاۚ وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ اِلَّا عَلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

 

  1. Kajian Ilmu Tajwid Surat Al Anfal Ayat 72

 

Dalam QS Al Anfal : 72, ada beberapa tajwid yang perlu kita ketahui. Beberapa ilmu tajwid yang ada pada QS surat Al Anfal tersebut antara lain mencarikan Contoh bacaan :

Ø   Idgam bigunnah :……………………..

Ø   Iqlab :…………………………………

Ø   Iqlab :…………………………………

Ø   Idgam mutamasilain :…………………

Ø   Mad Arid Lissukun :………………….

 

  1. Terjemahan dan Makna Kata Surat Al Anfal Ayat 72

 

Terjemahan QS Al Anfal 72 yaitu : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

 

Makna kosakata yang ada pada QS Al Anfal : 72 yaitu :

 

  1.  وَهَاجَرُوا  (Wahaajaruu ) : Hijrah menjadi bukti yang jelas bagi seseorang atau kelompok yang ingin mengubah dirinya menjadi lebih baik. Sejak masa lalu sampai modern, mereka yang memelihara keimanannya selalu melakukan hijrah.

  2.  أَوْلِيَاءُ: (Auliaa) Makna bahasa adalah dekat, lalu maknanya meluas, diantaranya membela melindungi, membantu dan mencintai.

  3. …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

  4. …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

  5. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

  6. Dst seterusnya silahkan untuk dibuatkan dari yang ada pada surat Al-‘Anfal ayat 72. Makna kosakata atau mufrodatnya.

 

5. Isi dan Kandungan Ayat Surat Al Anfal Ayat 72

 

Isi dan kandungan yang terdapat dalam QS Al Anfal : 72 mengajarkan kita banyak hal. Beberapa di antaranya yaitu sebagai berikut :

  1. Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah swt. menjelaskan kepada  kaum muslim tentang sikap yang harus dilakukan saat berhadapan dengan orang kafir,[1] sementara ayat-ayat ini (khususnya Q.S. Al-Anfal [8]: 72-75) menjelaskan hubungan yang harus dijalin antar sesama umat Islam dalam membentuk tatanan umat yang kuat dan kokoh.

  2. Jalinan kasih dan sayang, senantiasa saling melindungi harus selalu dibina antar kaum muslim. Bukan hanya sekadar mengorbankan harta, namun harus juga melalui jiwa dan raga seperti yang telah diperankan oleh kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka saling mengorbankan apa saja yang dipunya dalam menegakkan kehormatan dan martabat agama.

  3. Sesama orang beriman harus saling membantu, menolong. dan memperkuat, terutama saat-saat menghadapi musibah atau kesulitan. Sebaliknya, mukmin harus melakukan kontrol diri untuk tidak saling berdebat, berselisih paham, apalagi bertengkar yang pada akhirnya hanya menimbulkan kekacauan dan kerusakan yang lebih besar (Q.5. Al-Anfal 18) 73) karena akibat selanjutnya kekuatan umat akan semakin menurun dan lemah di hadapan musuh-musuhnya.

  4. Perlu kesungguhan bagi setiap muslim untuk bersama sama memikul beban berat perjuangan, saling menolong dan melindungi, baik melalui harta maupun jiwa, dalam mengemban risalah ilahi yang kini tantangannya semakin berat dan kompleks.

  5. Pada setiap kurun atau masa selalu ada sekelompok umat yang bersikap mementingkan diri-sendiri, tidak mau berbagi dan peduli, apalagi berkorban dengan harta dan jiwa mereka. Melalui ayat ini, kita diingatkan oleh Allah swt dengan teladan dan contoh yang bagus, yakni perjuangan dua kelompok umat Islam, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Sementara satu kelompok yang tidak perlu ditiru, yaitu kaum muslim yang tidak ikut hijrah bersama Rasulullah saw.

  6. Keberhasilan dan kesuksesan sangat dipengaruhi komitmen yang tinggi, ikhtiar yang sungguh-sungguh, kontrol diri yang terus terjaga (stabil), dan kebersamaan dalam merasakan suka dan duka.

  7. Perlunya umat melakukan hijrah di saat menghadapi situasi dan kondisi yang serba tidak menentu. Hijrah bukan hanya berpindah dalam makna fisik, namun yang lebih penting adalah hijrah dalam makna rohani, yaitu bertekad bulat untuk senantiasa mengubah pola hidup (life style) yang buruk menjadi baik, lemah semangat menjadi bersemangat, miskin cita-cita menjadi tinggi cita dan asa

 

6. Sikap dan Perilaku yang Mencerminkan Ayat Surat Al Anfal Ayat 72

 

Ada beberapa perilaku dan sikap yang mencerminkan QS Al Anfal : 72 yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

  1. Untuk meraih kesuksesan dibutuhkan komitmen yang tinggi dari seluruh komponen umat, baik pikiran, tenaga, harta, bahkan jiwa dan raga.

  2. Tradisi diaspora, menjelajahi kawasan dunia, ekspedisi, dan eksplorasi harus ditumbuhkembangkan di kalangan umat Islam, mengikuti tradisi umat Islam dahulu. Mereka sering melakukan hal-hal tersebut sehingga mereka dapat mencapai apa yang kita rasakan sekarang ini, yaitu titik-titik keberadaan umat Islam dapat kita temukan di belahan bumi (benua/area) mana pun juga.

  3. Kontrol diri, menata keluarga dan umat yang dilakukan secara sungguh-sungguh menjadi kunci keberhasilan dan kesuksesan umat Islam, baik untuk masa kini dan esok.

  4. Bahu-membahu dan saling melindungi, menolong, dan membantu antar sesama umat Islam sangat diperlukan dalam ikhtiar menggapai dan menuju kemuliaan Islam dan martabat umat Islam.

  5. Setiap kehidupan pasti dilingkupi keburukan, halangan, dan rintangan yang terkadang sangat menyulitkan dan menyesakkan dada. Jika menemukan hal tersebut ada solusi yang ditawarkan, yaitu melakukan hijrah. Bila perlu, kita tidak hanya melakukan hijrah fisik, namun juga secara mental, tekad dan strategi perjuangan.

 

Demikianlah kajian dan hanyalah bersifat tulis ulang kembali saja untuk kita pelajari bersama sama.



TUGAS CLIK LINK INI KERJAKAN



[1] Tugas kalian semuanya cari tahu seperti apakah dalam ayat sebelumnya Allah menjelaskan sikap yang harus dimiliki kaum muslimin kepada orang kafir?



KAJIAN SURAT AL-MUJADALAH AYAT 11


MATERI PAI KELAS VII
Surat Al Mujadalah Ayat 11 Beserta Artinya
Berikut ini Surat Al Mujadalah Ayat 11 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
(Yaa ayyuhal ladziina aamanuu idzaa qiila lakum tafassahuu fil majaalisi fafsahuu yafsahillaahu lakum. Wa idzaa qillan syuzuu fansyuzuu, yarfa’illaahul ladziina aamanuu minkum walladziina uutul ‘ilma darojaat. Walloohu bimaa ta’maluuna khobiir).
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Asbabun Nuzul Al Mujadalah Ayat 11
Rasulullah biasa memberikan tempat khusus kepada para sahabat ahli badar. Di suatu hari, ketika majlis sedang berlangsung, datang beberapa sahabat ahli badar. Mereka mengucapkan salam kepada Rasulullah dan beliau menjawabnya.
Mereka mengucapkan salam kepada orang-orang di majlis itu dan mereka menjawabnya pula. Namun, tidak ada yang beranjak dari tempat duduknya sehingga para ahli badar itu berdiri.
Maka Rasulullah memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain, yang tidak ikut perang badar, untuk mengambil tempat lain agar para ahli badar bisa duduk di dekat beliau.
Orang-orang munafik memanfaatkan kesempatan itu dengan menuduh Rasulullah tidak adil. “Katanya Muhammad berlaku adil, ternyata tidak.” Mereka bermaksud memecah belah para sahabat.
Ketika tuduhan itu sampai di telinga Rasulullah, beliau menjelaskan bahwa siapa yang memberi kelapangan untuk saudaranya, ia akan mendapatkan rahmat Allah. Para sahabat menyambut seruan Rasulullah itu dan Allah pun menurunkan Surat Al Mujadalah ayat 11.
Tafsir Surat Al Mujadalah Ayat 11
Tafsir Surat Al Mujadalah Ayat 11 ini disarikan dari Tafsir Ibnu KatsirTafsir Fi Zhilalil QuranTafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Harapannya, agar ringkas dan mudah dipahami.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
1. Adab Menghadiri Majelis dan Keutamaannya
Poin pertama dari Surat Al Mujadalah ayat 11 ini adalah adab dalam majlis dan keutamaannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah,
Kata tafassahuu (تفسحوا) dan ifsahuu (إفسحوا) berasal dari kata fasaha (فسح) yang artinya lapang. Sedangkan kata unsyuzu (أنشزوا) berasal dari kata nusyuuz (نشوز) yang artinya tempat yang tinggi. Yaitu beralih ke tempat yang tinggi. Perintah itu berarti, berdirilah untuk pindah ke tempat lain guna memberikan kesempatan kepada orang lain agar duduk di situ.
Ayat ini memberikan tuntunan adab atau etika bermajelis. Yakni hendaklah setiap orang berlapang-lapang dalam majelis. Tidak mengambil tempat duduk kecuali seperlunya dan mempersilahkan orang lain agar bisa duduk di majlis jika masih memungkinkan.
Dalam Surat Al Mujadalah ayat 11 ini juga ada tuntunan, hendaklah seseorang memberikan tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati dan orang-orang yang lemah. Dalam konteks asbabun nuzul, para sahabat ahli badar adalah orang-orang yang memiliki keutamaan dan kedudukan mulia dalam Islam karena jasa besar mereka dalam perjuangan. Karena itulah Rasulullah memberikan tempat khusus kepada mereka.
Imam Qurthubi menjelaskan, boleh bagi seseorang mengutus pembantunya untuk mengambilkan tempat duduk baginya di masjid. Dengan catatan, pembantunya itu berdiri untuk pindah ke tempat lain ketika yang mengutusnya datang dan duduk.
Namun secara umum, dilarang menyuruh seseorang untuk pindah dari tempat duduknya untuk ia tempati.
لاَ يُقِمِ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَقْعُدْ فِيهِ
“Janganlah seseorang menyuruh berdiri orang lain dari majelisnya lalu ia duduk menggantikannya.” (HR. Ahmad)
Orang yang memberi kelapangan kepada orang lain, ia akan diberi kelapangan oleh Allah. Orang yang memberikan tempat duduk kepada orang lain, ia juga mendapat kebaikan dari Allah.
2. Allah Meninggikan Derajat Orang Berilmu
Poin kedua dari Surat Al Mujadalah ayat 11 ini adalah keutamaan orang yang berilmu. Bahwa Allah akan meninggikan derajat mereka.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Ibnu Katsir menjelaskan, janganlah memiliki anggapan bahwa apabila seseorang dari kalian memberikan kelapangan untuk tempat duduk saudaranya yang baru tiba atau ia disuruh bangkit untuk saudaranya itu merendahkannya. Tidak, bahkan itu merupakan suatu derajat ketinggian baginya di sisi Allah.
Orang yang mau memberikan kelapangan kepada saudaranya dan bersegera saat disuruh Rasulullah bangkit, mereka adalah orang-orang berilmu yang tahu adab majlis. Maka Allah meninggikan derajat mereka.
Firman Allah ini juga berlaku umum, siapa pun yang beriman dan berilmu, Allah akan meninggikan derajatnya. Tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
Umar pernah bertemu Nafi’ bin Abdul Haris di Asfan. Sebelumnya, Umar menunjuk Nafi’ menjadi amilnya di Makkah. Maka Umar bertanya kepada Nafi’ “Siapakah yang menggantikanmu untuk memerintah di Makkah?”
“Aku mengangkat Ibnu Abza sebagai penggantiku,” jawab Nafi’.
“Engkau mengangkat seorang bekas budak untuk menggantikanmu mengurus Makkah?”
“Wahai amirul mukminin, sesungguhnya dia seorang ahli qiraat dan hafal Al Quran, alim mengenai ilmu faraid.”
Maka Umar pun menyetujuinya, seraya membacakan hadits Nabi:
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum berkat Kitab (Al Quran) ini dan merendahkan kaum lainnya karenanya.” (HR. Muslim)
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan bahwa ayat ini mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa keimananlah yang mendorong mereka berlapang dada dan menaati perintah. Ilmulah yang membina jiwa lalu dia bermurah hati dan taat.
“Iman dan ilmu itu mengantarkan seseorang kepada derajat yang tinggi di sisi Allah. Derajat ini merupakan imbalan atas tempat yang diberikannya dengan suka hati dan atas kepatuhan kepada Rasulullah,” tulis Sayyid Qutb.
3. Pengetahuan dan Balasan Allah
Poin ketiga dari Surat Al Mujadalah ayat 11 ini adalah penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Mengabarkan serta memberi imbalan berdasarkan ilmu.
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Allah Maha Mengetahui segala yang dilakukan oleh hamba-hambaNya. Termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Seluruhnya itu akan dikabarkan Allah di akhirat nanti dan akan diberiNya balasan.
Mereka yang dengan ikhlas memberi kelapangan kepada saudaranya dan mereka yang mentaati Rasulullah, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat kelak. Demikian pula mereka yang tidak mau memberi kelapangan, bahkan orang munafik yang menuduh Rasulullah tidak adil, mereka juga akan mendapatkan balasan di akhirat kelak.
“Allah memberikan balasan berdasarkan ilmu dan pengetahuan akan hakikat perbuatanmu dan atas motivasi yang ada di balik perbuatan itu,” terang Sayyid Qutb.
Kandungan Surat Al Mujadilah Ayat 11
Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Mujadilah Ayat 11:
Diantara adab menghadiri majlis (termasuk majelis ilmu dan majlis dzikir) adalah berlapang-lapang dan memberikan kelapangan kepada orang lain agar bisa duduk di majlis itu.
Pemimpin majlis boleh memerintahkan seseorang untuk pindah guna memberikan tempat kepada orang yang dimuliakan. Dan hendaklah orang yang diperintah mentaati pemimpin majlis tersebut.
Orang yang memberikan kelapangan kepada saudaranya di majlis, Allah akan memberikan kelapangan untuknya.
Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan hamba-hambaNya dan motivasi di balik perbuatan itu. Dia juga memberikan balasan berdasarkan hakikat dan motivasi perbuatan itu.
Ayat ini memotivasi orang-orang beriman untuk menuntut ilmu dan menjadi orang-orang yang berilmu.
Demikian Surat Al Mujadalah ayat 11 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan menjadikan bersemangat menuntut ilmu serta mengamalkan adab dalam menghadiri majlis. Wallahu a’lam bish shawab.
 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes