Jika pada kehidupan sehari-hari kita mengenal fungsi air salah satunya adalah untuk membersihkan badan, dalam Islam ternyata tidak dapat disebut sebagai air suci. Ada pembagian macam-macam air yang terbagi menjadi empat bagian diantaranya: air suci dan mensucikan, air musyammas (air yang terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air musta’mal), dan air mutanajjis.
Pembagian di atas adalah pembagian yang telah disepakati oleh mayoritas ulama (jumhur al-ulama’). Masing-masing dari pembagian di atas berdasarkan pada dalil-dalil hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Di antara hadis-hadis tersebut ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:
قَالَ: قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Abu Hurairah berkata: “seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan bukan untuk memberikan kesulitan.”
Di dalam kajian fiqih, air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak. Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).
1. Air suci dan mensucikan
Air suci dan mensucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:
المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“
Tujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34). Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.
2. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan dibawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan mensucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, tetapi tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.
3. Air Suci Namun Tidak Mensucikan
Air ini dzatnya suci tetapi tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas maupun dari najis. Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayyir. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudhu dan mandi, ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh. Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.
4. Air Mutaghayyir
Adapun air mutaghayyir adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan bercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.
Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan? Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.
5. Air Mutanajjis
Air Mutanajjis adalah air yang terkena barang najis dan volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih, tetapi berubah salah satu sifatnya—warna, bau, atau rasa karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah. Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.
Kelima jenis air menurut Islam menjadi hal yang wajib kita pahami, sebab setiap harinya kita melakukan berbagai macam thaharah atau bebersih, terutama saat hendak melakukan ibadah. Jika air yang digunakan tidak tepat, tentu akan berpengaruh pada sah atau tidaknya ibadah yang dikerjakan.
Post a Comment