SHALAT JENAZAH PART 2
Posted by
MWC.NUGAR.ANZAAY
on
May 23, 2024
in
|
TERJEMAH FATHUL MUIN
SHALAT JENAZAH
PART 2
. وَ أَكْمَلُهُ: تَثْلِيْثُهُ، وَ أَنْ يَكُوْنَ فِيْ خَلْوَةٍ، وَ قَمِيْصٍ،
Yang paling sempurnanya mandi, adalah menyiramkan air tersebut diulang sebanyak tiga kali. Dalam memandikan mayat hendaknya di tempat yang sepi , dan berbaju kurung,
وَ عَلَى مُرْتَفِعٍ بِمَاءٍ بَارِدٍ إِلَّا لِحَاجَةٍ كَوَسَخٍ وَ بَرْدٍ، فَالْمُسَخَّنُ حِيْنَئِذٍ أَوْلَى.
Dan di tempat yang lebih tinggi, dengan air dingin, kecuali ada keperluan, misalnya menghilangkan kotoran atau suasana dingin. Maka dalam keadaan seperti ini, mengenakan air panas adalah lebih utama.
وَ الْمَالِحُ أَوْلَى مِنَ الْعَذْبِ.
Sedang menggunakan air yang asin lebih utama dari pada yang tawar.
وَ يُبَادِرُ بِغَسْلِهِ إِذَا تَيَقَّنَ مَوْتُهُ، وَ مَتَى شَكَّ فِيْ مَوْتِهِ وَجَبَ تَأْخِيْرُهُ إِلَى الْيَقِيْنِ، بِتَغَيُّرِ رِيْحٍ وَ نَحْوِهِ.
(Sunnah) segera memandikannya. Jika telah diyakini matinya. Apabila masih diragukan akan kematiannya, maka wajib menundanya (66) sampai benar-benar diyakini kematiannya, misalnya berubahnya bau mayat atau lainnya.
-----------
66. Imām ‘Alī Sibramalisī mengataka: Sebaiknya yang wajib diakhirkan adalah menguburkan bukan memandikan dan mengkafani, sebab jika memang ia masih hidup maka hal itu tidaklah masalah. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 126. Dār-ul-Fikr.
--------------
فَذِكْرُهُمُ الْعَلَامَاتِ الْكَثِيْرَةَ لَهُ إِنَّمَا تُفِيْدُ، حَيْثُ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ شَكٌّ.
Karena itu, para fuqahā’ menuturkan tanda-tanda kematian seseorang yang banyak sekali dan dapat berguna, bila kematiannya sudah tidak diragukan lagi.
وَ لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْغُسْلِ نَجَسٌ لَمْ يَنْقُضِ الطُّهْرُ، بَلْ تَجِبُ إِزَالَتُهُ فَقَطْ إِنْ خَرَجَ قَبْلَ التَّكْفِيْنِ، لَا بَعْدَهُ.
Apabila setelah dimandikan mayat mengeluarkan najis, (77) maka kesuciannya tidak rusak tapi hanya wajib membersihkan najisnya saja, jika keluarnya sebelum dibungkus kafan , jika keluarnya najis setelah dibungkus kafan, maka tidak wajib menghilangkan najisnya.
------------
77.Dan jika najis tidak bisa berhenti, maka sah mandinya dan shalatnya sebab mayat tersebut seperti orang beser. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.
-------------
وَ مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِفَقْدِ مَاءٍ أَوْ لِغَيْرِهِ: كَاحْتِرَاقٍ، وَ لَوْ غُسِلَ تَهَرَّى يُمِمُّ وُجُوْبًا.
Mayat yang tidak bisa dimandikan karena tidak ada air atau sebab lainnya, misalnya mayat terbakar kalau dimandikan akan rontok, adalah wajib ditayammumi.
[فَرْعٌ]:
الرَّجُلُ أَوْلَى بِغُسْلِ الرَّجُلِ، وَ الْمَرْأَةُ أَوْلَى بِغُسْلِ الْمَرْأَةِ،
(Cabangan Masalah).
Orang laki-laki lebih utama untuk memandikan mayat laki-laki, dan perempuan lebih utama untuk memandikan mayat perempuan
وَ لَهُ غُسْلُ حَلِيْلَةٍ، وَ لِزَوْجَةٍ لَا أَمَةٍ غُسْلُ زَوْجِهَا، وَ لَوْ نَكَحَتْ غَيْرَهُ، بِلَا مَسٍّ، بَلْ بِلَفِّ خِرْقَةٍ عَلَى يَدٍ.
Orang laki-laki boleh memandikan mayat yang merupakan ḥalīlah-nya (wanita yg halal dijimak baik istri atau wanita amah (hamba perempuan)).
Sang istri – bukan termasuk amah – , juga boleh memandikan mayat suaminya, sekalipun ia telah menikah dengan laki-laki lain, dengan tanpa menyentuh mayat itu, akan tetapi tangannya dibungkus dengan kain.
فَإِنْ خَالَفَ صَحَّ الْغُسْلُ.
Jika menyalahi aturan tersebut ( apabila tidak di bungkus kain dan menyentuh mayat ), maka mandinya tetap sah. (88)
------------
88.). Sebab memakai sarung tangan dan tidak menyentuh hukumnya hanya sunnah baginya. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.
-----------------
فَإِن لَمْ يَحْضُرْ إِلَّا أَجْنَبيٌّ فِي الْمَرْأَةِ أَوْ أَجْنَبِيَّةٌ فِي الرَّجُلِ يُمِّمَ الْمَيِّتُ.
Apabila untuk mayat wanita hanya ada laki-laki lain atau untuk laki-laki hanya ada wanita lain, (99) maka mayat cukup ditayammumi saja.
-----------
99.Batasan dari tidak ada yang memandikan adalah adanya orang memandikan berada pada tempat yang tidak wajib untuk mencari air di tempat tersebut. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.
-------------
نَعَمْ، لَهُمَا غُسْلُ مَنْ لَا يُشْتَهَى مِنْ صَبِيٍّ أَوْ صَبِيَّةٍ، لِحِلِّ نَظَرِ كُلٍّ وَ مَسِّهِ.
Memang ! Baik lelaki atau wanita adalah diperbolehkan memandikan mayat yang tidak menimbulkan syahwat, baik itu berupa anak laki-laki atau anak perempuan, lantaran mereka halal memandang juga menyentuhnya.
وَ أَوْلَى الرِّجَالِ بِهِ، أَوْلَاهُمْ بِالصَّلَاةِ كَمَا يَأْتِيْ.
Diantara orang Laki-laki yang lebih utama memandikan mayat , adalah laki-laki yang paling utama menshalatinya, sebagaimana akan diterangkan nanti.
وَ تَكْفِيْنُهُ بِسَاتِرِ عَوْرَةٍ) مُخْتَلِفَةٍ بِالذُّكُوْرَةِ وَ الْأُنُوْثَةِ، دُوْنَ الرِّقِّ وَ الْحُرِّيَةِ،
Mengkafani Mayit
Hukumnya juga fardhu kifāyah membungkus mayat dengan kafan yang dapat menutup auratnya (1010) yang dapat membedakan antara aurat laki-laki dan perempuan dan tidak usah dibedakan antara mayat budak dengan yang merdeka.
--------------
10. Ini adalah pendapat yang lemah, sedangkan yang kuat adalah menutup seluruh badan. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 128. Dār-ul-Fikr.
---------------
فَيَجِبُ فِي الْمَرْأَةِ وَ لَوْ أَمَةً مَا يَسْتُرُ غَيْرَ الْوَجْهِ وَ الْكَفَّيْنِ. وَ فِي الرَّجُلِ مَا يَسْتُرُ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَ الرُّكْبَةِ.
Karena itu, wajib untuk mayat wanita – sekalipun budak – kafan yang dapat menutup seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangannya, dan untuk mayat laki-laki adalah kafan yang dapat menutupi antara pusat dan lutut.
وَ الْاِكْتِفَاءُ بِسَاتِرِ الْعَوْرَةِ هُوَ مَا صَحَّحَهُ النَّوَوِيُّ فِيْ أَكْثَرِ كُتُبِهِ، وَ نَقَلَهُ عَنِ الْأَكْثَرِيْنَ، لِأَنَّهُ حَقٌّ للهِ تَعَالَى.
Mencukupkan – sekedar cukup – dengan kafan yang dapat menutup aurat adalah yang dibenarkan oleh Imām An-Nawawī di dalam kebanyakan kitab beliau, di mana beliau mengutipnya dari mayoritas ‘ulamā’ sebab yang demikian tersebut (kafan yang menutup aurot ) merupakan hak Allah s.w.t.
وَ قَالَ آخَرُوْنَ: يَجِبُ سَتْرُ جَمِيْعَ الْبَدَنِ وَ لَوْ رَجُلًا.
‘Ulamā’-‘ulamā’ lain berkata: Wajib menutup seluruh tubuh mayat, sekalipun laki-laki.
وَ لِلْغَرِيْمِ مَنْعُ الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ كُلِّ الْبَدَنِ، لَا الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ الْعَوْرَةِ، لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ، وَ كَوْنِهِ حَقًّا لِلْمَيِّتِ بِالنِّسْبَةِ لِلْغُرَمَاءِ،
Bagi pemiutang boleh melarang pemakaian kafan yang melebihi menutup seluruh tubuh si mayat , tidak yang melebihi menutup aurot, 11 karena kekuatan hukumnya dan hal itu merupakan haq si mayat bila dinisbatkan dengan para pemiutang.
MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI
SEMOGA BERMANFAAT
Post a Comment