BREAKING NEWS

Watsapp

Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts
Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts

Monday, August 19, 2024

HUKUM MEMAKAN IKAN ASIN, BAGAIMANAKAH...?




Ikan asin yang haram dikonsumsi adalah ikan asin yang tidak dibuang kotorannya. Menurut kitab al-Jawahir antara ikan kecil dan ikan besar hukumnya sama. Namun menurut Imam Nawawi dan Imam Rofi'i boleh memakan ikan kecil yang kotorannya tidak dibuang. 

Catatan:    Ukuran besar dan kecilnya ikan dikembalikan pada kebiasaan masyarakat setempat, meski sampai seukuran dua jari atau lebih.  Menurut Imam Ibnu Hajar, Ibnu Ziyad, Imam Romli dan ulama' lain. Kotoran ikan yang kecil hukumnya suci. Bahkan menurut Imam Romli kotoran ikan yang besar juga suci, Sehingga menurut pendapat ini hukumnya boleh memakan ikan asin secara mutlak. 


Referensi :

ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ؛) ص ١٢ (

ﻭ ﻧﻘﻞ ﻓﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﻫﺮ ﻋﻦ ﺍﻻﺻﺤﺎﺏ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻛﻞ ﺳﻤﻚ ﻣﻠﺢ ﻭ ﻟﻢ ﻳﻨﺰﻉ ﻣﺎ ﻓﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﺍﻯ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺘ…

حاشية البجيرمي على الخطيب (13/ 193)

قَوْلُهُ : ( السَّمَكُ وَالْجَرَادُ ) قَالَ فِي الْمِنْهَاجِ وَلَوْ صَادَهُمَا مَجُوسِيٌّ قَالَ الْمَحَلِّيُّ وَلَا اعْتِبَارَ بِفِعْلِهِ .

وَالسَّمَكُ هُوَ كُلُّ حَيَوَانٍ يَكُونُ عَيْشُهُ فِي الْبَحْرِ عَيْشَ مَذْبُوحٍ وَلَوْ عَلَى صُورَةِ الْخِنْزِيرِ مَثَلًا وَمِنْهُ الْقِرْشُ وَمِنْ السَّمَكِ مَا لَا يُدْرَكُ الطَّرَفُ أَوَّلُهُ وَآخِرُهُ لِكِبَرِهِ وَتَحِلُّ سَمَكَةٌ فِي قَلْبِ سَمَكَةٍ مَا لَمْ تَتَفَتَّتْ وَتَتَغَيَّرْ وَيَحِلُّ مَا طَفَا عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ وَانْتَفَخَ مَا لَمْ يَضُرَّ ، وَيَجُوزُ بَلْعُهُ وَقَلْيُهُ حَيًّا وَشَيُّهُ وَلَا يَنْجُسُ الدُّهْنُ بِمَا فِي جَوْفِهِ مِنْ الرَّوْثِ إنْ كَانَ صَغِيرًا وَيَنْبَغِي أَنَّ الْمُرَادَ بِالصَّغِيرِ مَا يَصْدُقُ عَلَيْهِ عُرْفًا أَنَّهُ صَغِيرٌ فَيَدْخُلُ فِيهِ كِبَارُ الْبَسَارِيَةِ الْمَعْرُوفَةِ بِمِصْرَ وَإِنْ كَانَ قَدْرَ أُصْبُعَيْنِ مَثَلًا كَمَا فِي ع ش عَلَى م ر .

لَا إنْ كَانَ كَبِيرًا وَكَذَا يُقَالُ فِي الْجَرَادِ وَمِنْ السَّمَكِ التُّرْسُ وَلَا نَظَرَ لِتَقَوِّيهِ بِنَابِهِ لِأَنَّهُ ضَعِيفٌ وَلَا بَقَاءَ لَهُ فِي غَيْرِ الْبَحْرِ ، بِخِلَافِ التِّمْسَاحِ لِقُوَّتِهِ وَحَيَاتِهِ فِي الْبَرِّ ا هـ .

وَفِي الْبَحْرِ مِنْ الْعَجَائِبِ مَا لَا يُسْتَطَاعُ حَصْرُهُ وَمِنْ أَنْوَاعِهِ الشَّيْخُ الْيَهُودِيُّ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ الْقَزْوِينِيُّ فِي عَجَائِبِ الْمَخْلُوقَاتِ : إنَّهُ حَيَوَانٌ وَجْهُهُ كَوَجْهِ الْإِنْسَانِ وَلَهُ لِحْيَه بيضاء وبدنه كبدن الضفدع، وشعره كشعر البقر، وهو في حجم العجل يخرج من البحر ليله السبت فيستمر حتي تغيب الشمس ليله الاحد فيثب كما يثب الضفدع ويدخل الماء 

وحكمه الحل لدخوله في عموم السمك والقرش بكسر القاف واسكان الراء المهمله وبالشين المعجمه في اخره دابه عظيمه من دواب البحر،

حاشية البجيرمي على الخطيب

واعلم أن الفسيخ  وهو ما ملح من سمك وطبق بعضه على بعض نجس نجاسة العين لا يطهر بالغسل لاختلاط أجزائه بصديد أجنبي وذلك في غير الطبقة العليا أما هي فطاهرة وهذا إذا طبق في إناء بخلاف ما إذا جعل في أرض محفورة فإنه طاهر لأن الصديد يغور في الأرض وكذا إذا ذبح السمك حال حياته وجعل فسيخا فإنه طاهر لأن التذكية تزيل الدم أما إذا أفرد السمك عن غيره فطاهر هذا حكم الصديد 

وأما حكم الروث فيعفى عنه في السمك الصغير دون الكبير فلا يجوز أكله إذا لم ينزع ما في جوفه لامتزاج لحمه بفضلاته التي في باطنه بواسطة الملح ويستثنى البطروخ فطاهر لأن بينه وبين الفضلات حائلا فإن ظرف الروث إذا انكسر لا يصل ذلك الروث إلى البطروخ ووصل إلى اللحم وامتزج به والله أعلم 

نهاية الزين ص ٤٣

Tuesday, August 15, 2023

HUKUM MEMINJAM UANG SECARA ONLINE DALAM KOMISI FATWA MUI


Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Abdul Muiz Ali dalam tulisannya Fenomena Pinjaman Online (Pinjol) dalam Telaah Fikih yang dilansir dari laman resmi MUI, Selasa (16/5/2023), menyebutkan bahwa pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh.


Serah terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i'tibâran (adat) maupun secara hukman (syariah maupun hukum positif) dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan di satu pihak) dan kewenangan untuk tasharruf (mengelola/memperjualbelikan/menggunakan di pihak lain), meskipun serah terima secara hissan (fisik barang) belum terjadi.

Dalam ibarat fikih disebutkan,

والعبرة في العقود لمعانيها لا لصور الألفاظ.... وعن البيع و الشراء بواسطة التليفون والتلكس والبرقيات, كل هذه الوسائل وأمثالها معتمدة اليوم وعليها العمل.

Artinya: "Yang dipertimbangkan dalam akad-akad adalah substansinya bukan bentuk lafadznya, dan jual beli via telepon, telegram dan sejenisnya telah menjadi alternatif yang utama dan dipraktekkan". (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22)

Adapun pinjaman-pinjaman lainnya yang diperbolehkan adalah ketika seseorang yang berutang memiliki niat secepatnya untuk melunasi utang tersebut apabila telah mendapat rezeki. Dengan tidak menundanya, maka hukum pinjaman tersebut diperbolehkan.

Sementara itu, bagi peminjam yang secara ikhlas memberikan pinjamannya dan berniat untuk menolong maka pinjaman tersebut juga menjadi diperbolehkan hukumnya.

"Meski transaksi pinjamam online (pinjol) hukumnya boleh, akan tetapi orang atau lembaga yang mempraktikan pinjaman online hendaknya tidak menggunakan praktik ribawi (riba: rentenir). Riba dalam berpiutang adalah sebuah penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam. Larangan (keharaman) praktik riba disebut secara eksplisit (shorih) dalam Al-Quran,

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah [2]: 275).

Larangan dan kecaman praktik riba disebut dalam banyak hadis Rasulullah, antara lain,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim).

Secara lebih rinci agar kita tidak terjebak praktik riba, Habib Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur menjelaskan dalam kitabnya,

إِذِ الْقَرْضُ الْفَاسِدُ الْمُحَرَّمُ هُوَ الْقَرْضُ الْمَشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ هَذَا إِنْ وَقَعَ فِيْ صُلْبِ الْعَقْدِ فَإِتْ تَوَاطَآ عَلَيْهِ قَبْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيْ صُلْبِهِ أَوْ لَمْ يَكُنْ عَقْدٌ جَازَ مَعَ الْكَرَاهَةِ كَسَائِرِ حِيَلِ الرِّبَا الْوَاقِعَةِ لِغَيْرِ غَرَضٍ شَرْعِيٍّ

“Praktek hutang yang rusak dan haram adalah menghutangi dengan adanya syarat memberi manfaat kepada orang yang menghutangi. Hal ini jika syarat tersebut disebutkan dalam akad. Adapun ketika syarat tersebut terjadi ketika sebelum akad dan tidak disebutkan di dalam akad, atau tidak adanya akad, maka hukumnya boleh dengan hukum makruh. Seperti halnya berbagai cara untuk merekayasa riba pada selain tujuan yang dibenarkan syariat.” (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 135)"

"  hukum asal dari utang adalah kembalinya harta sejumlah harta pokok (ra’su al-mal) yang diutang, tanpa tambahan. Jika ada syarat tambahan oleh pemberi utang, maka tidak diragukan lagi bahwa tambahan tersebut merupakan riba.

Hutang yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan itu lewat aplikasi Paylater tersebut bukan termasuk riba yang diharamkan sebab tambahan tersebut hanya bisa diperoleh lewat penggunaan aplikasi. Karena harus memakai aplikasi, maka tambahan itu termasuk bagian dari akad ijarah (sewa jasa aplikasi). Hal ini, berangkat dari qiyas terhadap kaidah berikut:

ولو أقرضه تسعين دينارا بمائة عددا والوزن واحد وكانت لا تنفق في مكان إلا بالوزن جاز وإن كانت تنفق برؤوسها فلا وذلك زيادة لأن التسعين من المائة تقوم مقام التسعين التي أقرضه إياها ويستفضل عشرة

“Seseorang memberi utang orang lain sebesar 90 dinar, namun dihitung 100, karena (harus melalui jasa) timbangan yang satu, sementara tidak ada jalan lain melainkan harus lewat penimbangan itu, maka hukum utangan (terima 90 dihitung 100) itu adalah boleh. Adapun bila 100 itu hanya sekedar digenapkan pada pokok utang (tanpa perantara jasa timbangan) maka tidak boleh sebab hal itu termasuk tambahan (yang haram). Karena bagaimanapun juga, nilai 90 ke 100 adalah menempati maqam 90, sementara 10 lainnya adalah tambahan yang dipinta.”

Aplikasi kedudukannya diqiyaskan dengan timbangan yang mau tidak mau harus dilalui, dan keberadaannya dihitung sebagai jasa (ijarah). Sebagaimana yang berlaku pada timbangan di atas, kedudukannya adalah sebagai jasa (ijarah) yang disewa dengan besaran upah yang ma’lum (diketahui secara jelas) sebesar 10, dan ini sesuai dengan peran aplikasi Grab yang mematok tarif 2000 rupiah per bulan. Lain halnya, bila pinjaman itu tidak dilalui lewat aplikasi, maka angka 2000 per bulan dapat dikategorikan sebagai ziyadah yang diharamkan "

Monday, July 17, 2023

Friday, July 14, 2023

APAKAH ORANG YANG PAKAI GIGI PALSU HARUS DICABUT SAAT MENINGGAL, BAGAIMANAKAH?


MWC.NUGAR.ANZAAY

Assalamualaikumhttps://youtu.be/r297_bLhN50

Mau nanya yai

Apakah orang yg memakai gigi mas ketika meninggal harus di cabut?

Mhn dgn ibarotnya🙏


Jawabannya sebagai berikut dibawah ini


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Bila ahli waris mayat tersebut Ridha tidak dicopotnya gigi palsu yang dibuat dari emas tersebut, maka boleh dikuburkan mayat tersebut tanpa harus mencabutnya terlebih dahulu. Dan tidak dianggap menyia-nyiakan harta karena mempunyai tujuan yang dibolehkan oleh syar'i, yaitu memuliakan mayit. Bahkan menurut pendapat yang kuat tidak boleh mencabutnya, bila sudah bersedaging, yaitu bila dicabut maka akan sampai pada tataran mahzur tayamum. Dan gigi tersebut bukan lagi hak ahli waris dan ghuramak (creditor).


   Namun bila gigi palsu tersebut dicabut tidak sampai pada tataran penyebab yang membolehkan tayamum, maka gigi tersebut adalah hak ahli waris dan hak ghuramak. Oleh karena itu bila mereka menuntut untuk mencabutnya, maka wajib dicabut gigi tersebut walaupun menghilangkan kehormatan mayat, karena hak mereka lebih diutamakan dari pada kehormatan mayat, ini dapat dibuktikan dengan masalah mayat menelan harta orang lain, dimana dalam hal itu wajib dibelah perut mayat tersebut.


- Abdul Hamid Syarwani, Hasyiah syarwani 'ala tuhfatul muhtaj, Dar Al-Fikr, 1997, jilid 3 hal.303 :

SUAMI MIMIK AIR SUSU ISTRINYA

 MWC.NUGAR.ANZAAY



HASIL RUMUSAN

TENTANG SUAMI MIMIK AIR SUSU ISTRINYA

FORUM KAJIAN FIQIH ONLINE

DI TELEGRAM


Deskripsi Masalah :

Ada seorang istri, setelah melahirkan ternyata kesuburan ASI sehingga terkadang diperas/dibuang. Melihat hal itu sang suami merasa eman kalau ASI itu dibuang yang akhirnya dimimiklah ASI oleh sang suami.


Pertanyaan :

1. Bagaimana hukumnya suami mimik ASI?

2. Apabila terjadi thalaq apakah masih ada hubungan atas susuanya?


Jawaban :

1. Boleh dan halal, karena air susu manusia itu suci

2. Tidak ada hubungan nasab susuan (mahram rodlo’/يحرم بالرضاع), karena lebih dari umur 2 tahun


Keterangan :

Syarat-syarat menyusu yang menjadikan mahram rodlo’ (nasab susuan) ada 5 :

1. Usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 tahun Hijriyah.

2. Air susu berasal dari perempuan yang sudah berumur 9 tahun Hijriyah.

3. Keluarnya susu pada waktu masih hidup.

4. Susu yang diminum sampai ke perut besar atau otak si anak.

5. Masuknya air susu di waktu si anak dalam keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali susuan.

Karenanya, bila seorang lelaki dewasa yang minum susu istrinya hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum mahram, dalam arti istrinya tidak menjadi ibu susuan. Namun bila suaminya adalah seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu rodho’ dan status pernikahannya batal.

Contoh : seorang anak bayi yang belum genap 2 tahun dinikahkan dengan janda yang baru melahirkan. Kemudian istri menyusui suami kecilnya sampai lima kali susuan maka status pernikahannya batal, status istri berubah menjadi ibu rodlo’, mantan suaminya menjadi ayah rodlo’, dan suami kecilnya menjadi anak rodlo’.


Referensi jawaban soal no. 1 :

متن الغاية والتقريب لأبى شجاع - (ص ٢٤)

(فصل) وإذا أرضعت المرأة بلبنها ولدا صار الرضيع ولدها بشرطين أحدهما أن يكون له دون الحولين والثاني أن ترضعه خمس رضعات متفرقات ويصير زوجها أبا له ويحرم على المرضع التزويج إليها وإلى كل من ناسبها ويحرم عليها التزويج إلى المرضع وولده دون من كان في درجته أو أعلى طبقة منه.


فتح القريب المجيب لابن قاسم الغزي - (ص ١٢٤)

(فصل): في أحكام الرضاع بفتح الراء وكسرها، وهو لغة اسم لمص الثدي وشرب لبنه، وشرعاً وصول لبن آدمية مخصوصة لجوف آدمي مخصوص على وجه مخصوص، وإنما يثبت الرضاع بلبن امرأة حية بلغت تسع سنين قمرية بكراً كانت أو ثيباً، خلية كانت أو مزوجة (وإذا أرضعت المرأة بلبنها ولداً) سواء شرب منها اللبن في حياتها أو بعد موتها، وكان محلوباً في حياتها (صار الرضيع ولدها بشرطين أحدهما أن يكون له) أي الرضيع (دون الحولين) بالأهلة وابتداؤهما من تمام انفصال الرضيع، ومن بلغ سنتين لا يؤثر ارتضاعه تحريماً (و) الشرط (الثاني أن ترضعه) أي المرضعة (خمس رضعات متفرقات) واصلة جوف الرضيع وضبطهن بالعرف، فما قضى بكونه رضعة أو رضعات اعتبر، وإلا فلا فلو قطع الرضيع الارتضاع بين كل من الخمس إعراضاً عن الثدي تعدد الارتضاع (ويصير زوجها) أي المرضعة (أباً له) أي الرضيع (ويحرم على المرضع) بفتح الضاد (التزويج إليها) أي المرضعة (وإلى كل من ناسبها) أي انتسب إليها بنسب أو رضاع (ويحرم عليها) أي المرضعة (التزويج إلى المرضع وولده) وإن سفل ومن انتسب إليه، وإن علا (دون من كان في درجته) أي الرضيع كإخوته الذين لم يرضعوا معه (أو أعلى) أي ودون من كان أعلى (طبقة منه) أي الرضيع كأعمامه، وتقدم في فصل محرمات النكاح ما يحرم بالنسب والرضاع مفصلاً فارجع إليه.


فتح المعين بهامش إعانة الطالبين - (ج ٣ / ص ٣٢٩)

(تنبيه) الرضاع المحرم وصول لبن آدمية بلغت سن حيض، ولو قطرة، أو مختلطا بغيره – وإن قل – جوف رضيع لم يبلغ حولين يقينا خمس مرات يقينا عرفا، فإن قطع الرضيع إعراضا وإن لم يشتغل بشئ آخر أو قطعته المرضعة ثم عاد إليه فيهما فورا فرضعتان، أو قطعه لنحو لهو كنوم خفيف وعاد حالا أو طال والثدي بفمه أو تحول ولو بتحويلها من ثدي لآخر أو قطعته لشغل خفيف ثم عادت إليه فلا تعدد في جميع ذلك، وتصير المرضعة أمه، وذو اللبن أباه. وتسري الحرمة من الرضيع إلى أصولهما وفروعهما وحواشيهما نسبا ورضاعا، وإلى فروع الرضيع – لا إلى أصوله وحواشيه – ولو أقر رجل وامرأة قبل العقد أن بينهما أخوة رضاع وأمكن حرم تناكحهما، وإن رجعا عن الاقرار أو بعده فهو باطل، فيفرق بينهما.


روائع البيان - (ج ١ / ص ٢٧١)

ما هي مدة الرضاع الموجب للتحريم ذهب جمهور الفقهاء مالك والشاعي واحمد الى ان الرضاعة الذي يتعلق به حكم التحريم ويجري به مجرى النسب بقوله عليه السلام يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب هو ما كان في حولين واستدلوا بقوله تعالى “والوالدات يرضعن اولادهن حولين كاملين” . وبما روي عن ابن عباس رضي الله عنهما “ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا رضاع الا ما كان في حولين “. وذهب ابو حنيفة الى ان مدة الرضاع المحرم سنتان ونصف لقوله تعالى “وحمله وفصاله ثلاثون شهرا”,.

قال العلامة القرطبي “والصحيح الاول لقوله تعالى حولين كاملين “. وهذا يدل على ان الحكم ان لا حكم لمن ارتضع المولود بعد الحولين ولقوله عليه السلام “لا رضاع الا ما كان في حولين”. وهذا الخبر مع الاية والمعنى ينفي رضاعة الكبير وانه لا حرمة له . وقد روي عن عائشة القول به وبه يقول الليس بن سعد انه يرى رضاع الكبير وروي عنه الرجوع عنه.


روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج ٣ / ص ٢٧٥)

ولو كانت تحته كبيرة فطلقها فنكحت صغيراً وأرضعته بلبن المطلق حرمت على المطلق أبداً كما تحرم على الصغير لأنها زوجة أبيه.ولو نكحت صغيراً ففسخت نكاحه بغيبة ثم نكحت آخر فأرضعت الأول بلبن الثاني انفسخ نكاحها وحرمت عليهما أبداً لأن الأول صار ابناً للثاني فهي زوجة ابن الثاني وزوجة أبي الأول. ولو زوج مستولدته بعبده الصغير فأرضعته بلبن السيد حرمت على السيد والصغير معاً أبداً وحكى ابن الحداد أن المزني نقل عن الشافعي أنها لا تحرم على السيد وأن المزني أنكره على الشافعي وعلى ذلك جرى ابن الحداد والأصحاب فجعلوا نقل المزني غلطاً قال الشيخ أبو علي لكن يمكن تخريج ما نقل على قول في العبد الصغير أنه لا يجوز إجباره على النكاح أو على قول في أن أم الولد لا يجوز تزويجها بحال أو على وجه ذكر أنه لا يجوز للسيد تزويج أمته بعبده بحال فإنا إذا لم نصحح النكاح على أحد هذه.الآراء لم تكن زوجة الإبن فلا تحرم على السيد.ولو أرضعته بلبن غير السيد انفسخ نكاحه لأنها أمة ولا تحرم على السيد لأنه لم يصر ابناً له وكذا لو أرضعت المطلقة الصغير الذي نكحته بغير لبن الزوج انفسخ النكاح ولا تحرم هي على المطلِّق.


روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج ٣ / ص ٢٦٧)

الباب الأول في أركانه وشروطه أما الأركان فثلاثة.: الأول المرضع وله ثلاثة شروط الأول كونه إمرأة فلبن البهيمة لا يتعلق به تحريم فلو شربه صغيران لم يثبت بينهما أخوة ولا يحرم لبن الرجل أيضاً على الصحيح وقال الكرابيسي يحرم ولبن الخنثى لا يقتضي أنوثته على المذهب فلو ارتضعه صغير توقف في التحريم فإن بان أنثى حرم وإلا فلا. الشرط الثاني كونها حية فلو ارتضع ميتة أو حلب لبنها وهي ميتة لم يتعلق به تحريم كما لا تثبت حرمة المصاهرة بوطء الميتة.ولو حلب لبن حية وأوجر الصبي بعد موتها حرم على الصحيح المنصوص. الشرط الثالث كونها محتملة للولادة فلو ظهر لصغيرة دون تسع سنين لبن لم يحرم وإن كانت بنت تسع وإن لم يحكم ببلوغها لأن احتمال البلوغ قائم والرضاع كالنسب فكفى فيه الإحتمال. سواء كانت المرضعة مزوجة أم بكراً أم بخلافهما وقيل لا يحرم لبن البكر والصحيح الأول ونص عليه في البويطي.


الفقه على المذاهب الأربعة - (ج ٤/ ص ٢٢٤)

ولا فرق بين أن يصل اللبن إلى الجوف من طريق الفم بمص الثدي أو بصبه في حلقه أو إدخاله من أنفه، فمتى وصل اللبن إلى معدة الطفل أثناء مدة الحولين المذكورين بالشروط الآتية كان رضاعاً شرعياً عليه التحريم الآتي بيانه، أما إن كان كبيراً زائداً على الحولين ورضع فإن رضاعه لا يعتبر، وذلك لقوله تعالى: {والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين} فقد دلت الآية الكريمة على أن أكثر مدة الرضاع المعتبرة في نظر الشرع حولان، فلو رضع بعدها ولو بلحظة فلا يعتبر رضاعة ولا يترتب عليه تحريم لقوله صلى الله عليه وسلم "لا رضاع إلا ما فتق الامعاء وكان قبل الحولين" رواه الترمذي وحسنه ومعنى قوله "فتق الامعاء" وصل إليها، ولقوله عليه الصلاة والسلام: "لا رضاع إلا ما كان في الحولين" رواه البيهقي وغيره.


نهاية المطلب في ذراية المذهب - (ج ١٥/ ص ٣٥٣)

وقد قال عز من قائل: {حولين كاملين لمن أراد أن يتم} [البقرة: ٢٣٣]، فأثبت تمام الرضاعة في الحولين، فاقتضى مفهوم الخطاب أن ما بعدهما ليس في حكم الرضاعة؛ إذ ليس بعد التمام أمر معتبر منتظر، ولا يمكن حمل هذا على اعتياد الناس؛ فإنهم على أنحاء مختلفة.


المجموع شرح المهذب - (ج ٢ / ص٥٦٩)

[الشرح] الألبان أربعة أقسام: أحدها لبن مأكول اللحم كالإبل والبقر والغنم والخيل والظباء وغيرها من الصيود وغيرها وهذا طاهر بنص القرآن والأحاديث الصحيحة والإجماع (والثاني) لبن الكلب والخنزير والمتولد من أحدهما وهو نجس بالاتفاق (الثالث) لبن الآدمي وهو طاهر على المذهب وهو المنصوص وبه قطع الأصحاب إلا صاحب الحاوي فإنه حكى عن الأنماطي من أصحابنا أنه نجس وإنما يحل شربه للطفل للضرورة ذكره في كتاب البيوع وحكاه الدارمي في أواخر كتاب السلم وحكاه هناك الشاشي والروياني وهذا ليس بشئ بل هو خطأ ظاهر وإنما حكى مثله للتحذير من الاغترار به وقد نقل الشيخ أبو حامد في تعليقه عقب كتاب السلم إجماع المسلمين على طهارته قال الروياني في آخر باب بيع الغرر إذا قلنا بالمذهب إن الآدمية لا تنجس بالموت فماتت وفي ثديها لبن فهو طاهر يجوز شربه وبيعه.


أسنى المطالب - (ج ١ / ص ٥٧)

( وَلَبَنُ مَا لَا يُؤْكَلُ ) كَلَبَنِ الْأَتَانِ لِأَنَّهُ يَسْتَحِيلُ فِي الْبَاطِنِ كَالدَّمِ ( إلَّا ) لَبَنَ ( الْآدَمِيِّ ) فَطَاهِرٌ إذْ لَا يَلِيقُ بِكَرَامَتِهِ أَنْ يَكُونَ مُنْشَؤُهُ نَجِسًا ( فَإِنْ مَاتَ فَفِي لَبَنِهِ وَجْهَانِ ) لَمْ يُذْكَرْ هَذَا فِي الْأَصْلِ بَلْ ظَاهِرُ كَلَامِهِ تَصْحِيحُ طَهَارَتِهِ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الْمَجْمُوعِ نَقْلًا عَنْ الرُّويَانِيِّ قَالَ لِأَنَّهُ فِي إنَاءٍ طَاهِرٍ ، وَكَلَامُهُمْ شَامِلٌ لِلَّبَنِ الذَّكَرِ ، وَالصَّغِيرَةِ ، وَهُوَ الْمُخْتَارُ الْمُوَافِقُ لِتَعْبِيرِ الصَّيْمَرِيِّ بِقَوْلِهِ أَلْبَانُ الْآدَمِيِّينَ ، وَالْآدَمِيَّاتِ لَمْ يَخْتَلِفْ الْمَذْهَبُ فِي طَهَارَتِهَا ، وَجَوَازِ بَيْعِهَا ، وَصَوَّبَهُ الزَّرْكَشِيُّ ، وَقَوْلُ الْقَاضِي أَبِي الطَّيِّبِ وَابْنِ الصَّبَّاغِ لَبَنُ الْمَيْتَةِ ، وَالرَّجُلِ نَجِسٌ مُفَرَّعٌ عَلَى نَجَاسَةِ مَيْتَةِ الْآدَمِيِّ كَمَا أَفَادَهُ الرُّويَانِيُّ . أَمَّا لَبَنُ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ كَلَبَنِ الْفَرَسِ ، وَإِنْ ، وَلَدَتْ بَغْلًا فَطَاهِرٌ قَالَ تَعَالَى { لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ } .

( قَوْلُهُ بَلْ ظَاهِرُ كَلَامِهِ تَصْحِيحُ طَهَارَتِهِ إلَخْ ) وَهُوَ الْمَذْهَبُ لِأَنَّهُ كَانَ طَاهِرًا حَالَ الْحَيَاةِ وَمَيْتَةُ الْآدَمِيِّ طَاهِرَةٌ وَالْجُزْءُ الْمُبَانُ مِنْهُ وَلَوْ فِي حَيَاتِهِ طَاهِرٌ ، وَقَوْلُهُ ظَاهِرُ كَلَامِهِ أَشَارَ إلَى تَصْحِيحِهِ ( قَوْلُهُ وَهُوَ الْمُخْتَارُ ) أَشَارَ إلَى تَصْحِيحِهِ .

( قَوْلُهُ وَإِنْ وَلَدَتْ بَغْلًا فَطَاهِرٌ ) وَكَذَا لَبَنُ الشَّاةِ أَوْ الْبَقَرَةِ إذَا أَوْلَدَهَا كَلْبٌ أَوْ خِنْزِيرٌ فِيمَا يَظْهَرُ ع قَالَ فِي الْخَادِمِ يَجِبُ تَقْيِيدُهُ بِغَيْرِ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيرِ أَمَّا هُمَا فَاللَّبَنُ الْحَاصِلُ مِنْ إحْبَالِهِمَا نَجِسٌ قَطْعًا لَا يَحِلُّ أَكْلُهُ كَفَرْعِهِ ، وَقَوْلُهُ فِيمَا يَظْهَرُ أَشَارَ إلَى تَصْحِيحِهِ ، وَقَوْلُهُ قَالَ فِي الْخَادِمِ إلَخْ أَشَارَ إلَى تَضْعِيفِهِ .


Referensi jawaban soal no. 2 :


Idem

Thursday, July 13, 2023

HUKUM PEREMPUAN MEMBACA SHOLAWATAN DENGAN PENGERAS SUARA



SOAL 

Bagaimana hukum perempuan membaca solawatan pakai pengeras suara karena ada habib yang menharamkan.

 Apakah termasuk aurat atau bukan? 


JAWABAN 

Setidaknya ada dua pandangan mengenai hal tersebut. *Pendapat pertama* menyatakan bahwa suara perempuan adalah aurat.


*Pendapat kedua* menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat. Pendapat ini menurut Syihabuddin Ahmad Al-Burullusi atau yang dikenal julukan (laqab) ‘Umairah dalam Hasyiyah-nya, pendapat yang menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat adalah pendapat yang sahih.


صوت المرأة ليس بعورة على الصحيح


Artinya, “Menurut pendapat yang sahih, suara perempuan bukan termasuk aurat,” (Lihat ‘Umairah, Hasyiyah ‘Umairah)


Lebih lanjut menurut penuturan Wahbah Az-Zuhaili, pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Salah satu argumen yang dikemukakan untuk mendukung pendapat tersebut adalah adanya para sahabat yang mendengar penjelasan para istri Rasulullah SAW untuk mengetahui berbagai macam hukum agama.


Kendati demikian, menurut Wahbah Az-Zuhaili haram hukumnya mendengarkan suara perempuan jika suara tersebut dilagukan atau dibuat merdu atau indah walau itu bacaan Al-Quran. Alasannya karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah.


صَوْتُ الْمَرْأَةِ عِنْدَ الْجُمْهُورِ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ؛ لِأَنَّ الصَّحَابَةِ كَانُوا يَسْتَمِعُونَ إِلَى نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَعْرِفَةِ أَحْكَامِ الدِّينِ، لَكِنْ يَحْرُمُ سَمَاعُ صَوْتِهَا بِالتَّطْرِيبِ وَالتَّنْغِيمِ وَلَوْ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، بِسَبَبِ خَوْفِ الْفِتْنَةِ


Artinya, “Menurut mayoritas ulama, suara perempuan bukan termasuk aurat. Karena para sahabat dulu mendengarkan dengan seksama penjelasan para istri Nabi SAW untuk mengetahui berbagai macam hukum agama. Tetapi haram mendengarkan suara perempuan yang dilagukan atau dinadakan walaupun bacaan Al-Quran karena khawatir bisa menimblkan fitnah,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu)


Apa yang dikemukakan Wahbah Az-Zuhaily, jauh-jauh hari sudah dikemukan salah satunya oleh Muhammad Khatib As-Syarbini dalam Kitab Tuhfatul Habib-nya. Di situ dijelaskan bahwa haram mendengar suara perempuan walaupun itu bacaan Al-Quran apabila dapat menimbulkan fitnah. Apabila tidak demikian, maka tidak haram.


وَيَحْرُمُ سَمَاعُ صَوْتِهَا وَلَوْ نَحْوَ الْقُرآنِ إِنْ خَافَ مِنْهُ فِتْنَةً أَوِ الْتَذَّ بِهِ ، وَإِلَّا فَلَا


“Haram mendengarkan suara perempuan walaupun itu tilawah Al-Quran apabila khawatir dapat menimbulkan fitnah atau rasa nikmat (misalnya menimbulkan rangsangan, pent) saat mendengarkannya. Jika tidak, maka tidak haram,” (Lihat Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib)


Dengan mengikuti pendapat mayoritas ulama, maka dapat dikatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat. Karena bukan aurat, maka boleh saja perempuan memperdengarkan suaranya sepanjang hal tersebut tidak menimbulkan fitnah. Sebagaimana para istri Rasulullah SAW menjelaskan berbagai soal hukum agama dan para sahabat mendengarkannya.


Salah satu hal yang harus dicermati dalam hal ini adalah adanya larangan mendengarkan suara perempuan sekalipun itu adalah bacaan Al-Quran karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Jika tidak, maka tidak apa-apa.


Lain halnya jika kita menganut pandangan bahwa suara perempuan adalah aurat. Secara otomatis perempuan dilarang untuk memperdengarkan suaranya walau itu bacaan Al-Quran. Karena itu termasuk aurat yang wajib dijaga. Namun, pendapat yang menyatakan bahwa suara perempuan adalah aurat faktanya tidak dianut oleh mayoritas ulama. Mereka justru menganut pendapat yang menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat.


Friday, June 2, 2023

ISTILAH URUTAN UMUR MANUSIA


MWC.NUGAR.ANZAAY



URUTAN UMUR MANUSIA 

(Dalam bahasa Arab)

1- Ketika baru dilahirkan ia disebut al Waliid (الوليد)

2- Sebelum mencapai 7 hari ia disebut as Shodiigh (الصديغ)

3- Selama ia menyusu kepada ibunya, ia disebut ar Rodhi' (الرضيع).

4- Ketika ia sudah disapih, ia disebut al Fathiim (الفطيم).

5- Ketika ia sudah belajar merangkak, ia disebut ad Daarij (الدارج).

6- Jika gigi susunya sudah mulai tanggal, ia disebut al Matsghuur (المثغور).

7- Jika gigi dewasa sudah menggantikan gigi susunya, ia disebut al mutsagghir (المثغّر).

8- Mulai ia disapih sampai berumur 7 tahun, ia juga bisa disebut al Ghulaam (الغلام).

9- Jika ia sudah mulai besar, tapi belum baligh -antara 7-10 tahun-, ia disebut al Yaafi' (اليافع).

10- Jika ia mencapai umur 10 tahunan atau lebih, ia disebut an Naasyi' (الناشىء).

11- Dari semenjak lahir sampai berumur 12 tahunan, ia disebut juga at Thiflu (الطفل).

12- Jika ia mencapai usia baligh, antara 12-18 tahun, ia disebut al Muroohiq (المراهق).

13- Jika kumisnya sudah mulai tumbuh sampai menjelang usia 20 tahun, ia disebut al fataa (الفتى).

14- Usia antara 20 - 40 tahun, ia disebut as Syaabb (الشاب).

15- Ketika berusia antara 40 - 60 tahun, ia disebut al Kahl (الكهل).

16- Jika mulai menua, dan mulai melemah, ia disebut al Himm (الهِمّ).

17- Jika sudah renta, dan lemah, ia disebut alA Ajuuz (العجوز).


REFERENSI :

Marji At Thullab fi al Insya'


Cp fz

Tuesday, May 9, 2023

BERGEMBIRALAH WAHAI PENUNTUT ILMU



BERGEMBIRALAH WAHAI PENUNTUT ILMU

(Dan jika keadaan niatmu dan tujuanmu, antara dirimu dan Allah ta'ala dari menuntut ilmu itu [agar memperoleh] hidayah).

Dan kamu berniat dalam meraih ilmu itu [untuk] menghilangkan kebodohan dari dirimu dan dari seluruh orang-orang bodoh,

Dan [untuk] menghidupkan agama dan melestarikan agama Islam dengan ilmu tersebut, 

Dan [untuk meraih] negeri akhirat dan keridhoan Allah ta'ala, 

Dan kamu berniat dengan hal-hal itu sebagai rasa syukur atas nikmat akal dan nikmat sehat badan, 

(Bukan semata-mata hanya meriwayatkan) yakni memindahkan dan mengutip dari ulama, 

(Maka bergembiralah kamu, karena sesungguhnya para malaikat membentangkan untukmu) yakni [ridho] dengan apa yang engkau tuntut, (akan sayap-sayapnya) yakni meletakan sayap-sayapnya agar menjadi tempat berpijak bagimu (apabila kamu berjalan),

Dan dikatakan [oleh satu pendapat] "Sesungguhnya para malaikat akan menaungi penuntut ilmu, dengan sayap-sayapnya".

Dan ikan-ikan dilautan akan memohonkan ampunan untukmu apabila engkau berjalan) yakni [ketika] engkau pergi kepada orang 'alim.


- والله أعلمُ بالـصـواب -


Ref :

كتاب مراقى العبودية (السيخ نواوي البنتاني) على متن بداية الهداية (الامام الغزالي)

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes