BREAKING NEWS

Watsapp

Monday, February 21, 2022

HAQIQAH/ESENSI DALAM BERAMAL TERJADI SECARA ABSTRAK

 



Tauhid, ikhlas, dzikir, dan khusuk (haqiqah/esensi dalam beramal) terjadi secara abstrak/ batin

Semua haqiqah/ esensi ini terjadi secara abstrak/ batin di dalam jiwa, bukan secara konkrit/ zahir dalam raga. Haqiqah ini akan menyebabkan jiwa memperoleh kebenaran (as-Sidq), cinta (mahabbah), dan kebahagiaan (sya’âdah). Kondisi inilah sebetulnya yang disebut dengan ihsan sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits:

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ وَإِنْ لَّمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. (رواه مسلم)

“Ihsan adalah bahwa kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu melihat-Nya, dan kalau pun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim)

Hadits ini menjelaskan, bukan kita melihat Allah, tetapi seakan-akan melihat-Nya, bukan melihat-Nya dengan mata kepala, tetapi melihat-Nya dengan mata hati. Tetapi meskipun tidak dapat melihat-Nya dengan mata kepala, Dia pasti melihat kita, karena Dia Maha Melihat. Sikap jiwa seperti inilah sebetulnya yang harus ada dalam beramal ibadah kepada-Nya, yaitu sikap musyâhadah dan murâqabah. Musyâhadah merasakan bahwa kita menyaksikan atau melihat Allah, sementara murâqabah merasakan bahwa kita diawasi atau dilihat oleh Allah. Sebelum murâqabah di usahakan dapat musyâhadah, karena musyâhadahakan menguatkan murâqabah. Ketika ibadah telah dapat dilakukan seperti ini, maka telah kumpul-lah tiga rukun agama Islam, yaitu iman, islam dan ihsan dan iman yang ada dalam hati kita pun telah mencapai tingkatan iman yang tertinggi yaitu iman yaqin atau iman ‘ârifin.


Sunday, February 20, 2022

HAQIQAH

 



Haqȋqah

Dalam bahasa Indonesia, kata haqȋqah berarti kebenaran, kenyataan, keaslian atau esensi.[1]Maka haqiqah dalam konteks pelaksanaan syari’ah yang disebut thariqah adalah esensi dalam beramal atau dalam beribadah. Esensi dalam beramal atau beribadah adalah tauhid, ikhlas, dzikir, dan khusuk yang keseluruhannya sering diistilahkan dengan al-liqâ’ (bertemu), al-qarbu (dekat), ar-ra’yu(melihat), dan ma’rifat (mengetahui).

Tauhid adalah ifrâdullah ma’bûdan fil‘ibadah, mengkhususkan Allah yang disembah, ikhlas adalah khulûshuniyah lillâh fil ibâdah, memurnikan niat hanya karena Allah dalam ibadah, dzikir adalah khudhûrul qalbi fi ibâdatillâh, hadirnya hati dalam beribadah kepada Allah, dan khusuk adalah zhannu liqâillâh fi ibâdatihi, meyakini bertemu dengan Allah dalam beribadah kepada-Nya.

[1]A.W. Munawir, Almunawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 283.


SUMBERNYA THORIQOH DARI SYARI'AH


Bersumbernya thariqah dari syari’ah ibarat bersumbernya jalan kecil dari jalan besar

Bersumbernya thariqah dari syari’ah ibarat bersumbernya jalan kecil (at-Tharîq) dari jalan besar (as-Syâri). Jalan kecil yang bersumber dari jalan besar itu tentu tidak hanya satu, tetapi bisa beberapa jalan. Maka demikian juga thariqah tidak hanya satu, tetapi bisa beberapa thariqah. Oleh karena itu amalan seseorang atau sekelompok orang dalam beragama tidak mesti sama, melainkan boleh berbeda, yang penting amalan itu bersumber dari syari’ah atau sabilullah (jalan Allah) atau as-Shirât al-Mustaqim(jalan yang lurus). Jangan keluar dari situ, karena kalau keluar, maka artinya berada di ghairil islam (bukan agama islam), sabilutthâgût (jalan setan), atau thariq jahannam (jalan ke neraka).

Mungkin banyak orang yang dengan keluasan ilmunya, khususnya dalam ilmu agama dan keistiqamahan dalam mengamalkannya merasakan anugrah-anugrah yang diberikan Allah kepadanya, baik pengetahuan, keyakinan, kecintaan, ketentraman jiwa, kemudahan dalam berpikir, kemudahan dalam beramal, kemudahan dalam bergaul dan sebagainya, maka itulah jalannya (thariqahnya).

Bahwa thariqah adalah pelaksanaan terhadap syari’ah dikemukakan juga oleh Ahmad Khatib, ia mengatakan thariqah adalah jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf.[1]

[1]Ahmad Khatib, Al-Âyât al-Bayyinah, hlm. 6.


DOA SETELAH BERSIN

 


🍃 Berdo'a setelah bersin 🍃 ,,, 


فائدة: من قال بعد العطاس عقب حمد الله : اللهم ارزقني مالا يكفيني، وبيتا يأويني، واحفظ علي عقلي وديني، واكفني شر من يؤذيني: أعطاه الله سؤاله. اهــ بجيرمي

       Pemaparan-nya, barang siapa setelah selesai bersin memuji Allah dengan membaca  أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ  kemudian dia melanjutkan membaca do'a, 

أَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ مَالًا يَكْفِيْنِيْ، وَبَيْتًا يَأْوِيْنِيْ، وَاحْفَظْ عَلَيَّ عَقْلِيْ وَدِيْنِيْ، وَاكْفِنِيْ شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنِيْ

      Maka terhadap orang yang membaca do'a tersebut Allah Swt akan memberikan apa yang ia minta. Wallaahu A’lam 

Referensi dari kitab,

إعانة الطالبين      ٢٢٠ / ٤

💖 Mohon dikoreksi apabila terdapat kekeliruan dan kesalahan 💖

Saturday, February 19, 2022

DIANTARA DALIL PAHALA SEDEKAH PADA MAYIT BISA SAMPAI





 *DIANTARA DALIL PAHALA SEDEKAH PADA MAYIT BISA SAMPAI*

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”. Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315) *DALIL DIPERBOLEHKAN SEDEKAH MAKAN-MINUM SETELAH USAI MENGUBUR*

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ
Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib: Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan. Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110] *DALIL DIANJURKANYA SELAMATAN 3, 7, 40, 100 Dst.. BAGI MAYIT*
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.” Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

THORIQOH DENGAN SYARIAT

 Thariqah cara menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan syari’ah

Thariqah merupakan cara bagaimana manusia menghambakan dirinya kepada Allah dengan melaksanakan syari’ah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pengertian ini dapat kita pahami dari Al-Qur’an surat al-Jin ayat 16:

وَأْنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا. (الجن: 16)

“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus menetapi suatu cara atau perjalanan itu (agama islam), niscaya kami akan mencurahkan kepada mereka air yang melimpah (kenikmatan yang melimpah).”(Q.S. Al-Jin: 16)

Bahwa thariqah dalam ayat ini berarti Dînul Islam(agama Islam) dapat kita pahami dari konteks ayat sebelumnya yang berbunyi:

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا. (الجن: 14)

“Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Jin: 14)

Jadi jalan yang lurus itu adalah agama Islam. Dan jalan selain agama Islam adalah jalan yang sesat. Allah berfirman:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلُ مِنْهُ وَهُوَ فِى الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. (آل عمران: 85)

“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (Q.S. Âli Imrân: 85)

لاَ إِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدْ اسْتَمْسَكَ بِاْلعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. (البقرة: 256)

“Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 256)


Friday, February 18, 2022

Memadukan ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak/ tasawuf untuk beragama secara utuh/ kaafah

    


Memadukan ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak/ tasawuf untuk beragama secara utuh/kaafah

Untuk tercapainya keberagamaan yang utuh, ketiga ilmu agama tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Beriman tanpa beramal, maka iman tidak akan sempurna. Maksimal keimanan itu mentok pada iman hujjah atau iman ilmu dan tidak akan pernah naik menjadi iman yakin. Beramal tanpa iman, maka ia adalah munafiq. Bertasawuf tanpa berdasarkan keimanan yang bernar dan tanpa berfiqih, maka ia akan menjadi zindiq.
Kalau tidak mengetahui tentang Tuhan dari ilmu tauhid secara hawâsi (empiris) dan secara ‘akqli (logis), tidak beriman dan tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah seperti apa yang akan kita sembah? Kalau tidak mengetahui ilmu fiqih untuk beramal, maka amal seperti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya? Dan kalau tidak mengetahui ilmu akhlak dan ilmu tasawuf bagimana bisa beramal dengan ikhlas, dzikir dan khusyuk sehingga amal itu menumbuhkan akhlak yang mulia? Imam al-Ghazali berkata, kewajiban pertamamu adalah mengetahui yang disembah, kemudian kamu menyembahnya. Bagaimana mungkin kamu dapat menyembah Tuhan yang kamu sendiri tidak mengetahui-Nya melalui nama-nama dan sifat-sifatnya, yang wajib dan yang mustahil baginya. Sebab boleh jadi ketika kamu betul-betul meyakini dalam sifat-sifat-Nya sesuatu yang menyalahi sifat yang sebenarnya, maka ibadahmu akan menjadi sia-sia.[1]
[1] Imam al-Ghazali, Majmûat ar-Rasâil, (Kairo: Dar at-Taufiq Li At-Turats, 2011), hlm. 145.
2

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes