BREAKING NEWS

Watsapp

Saturday, March 12, 2022

HUKUM WANITA SEDANG HAIDH MEMBACA AL QUR'AN

 


Mengenai hukum wanita haidh membaca al-Qur'an, berikut uraian selengkapnya dari kitab Hasyiyah al-Bujairimi 'ala al-Iqna' karya Sulaiman bin Umar bin Muhammad al-Bujairimi :


( وَ ) الثَّالِثُ ( قِرَاءَةُ ) شَيْءٍ مِنْ ( الْقُرْآنِ ) بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ مِنْ الْأَخْرَسِ كَمَا قَالَ الْقَاضِي فِي فَتَاوِيهِ ، فَإِنَّهَا مُنَزَّلَةٌ مَنْزِلَةَ النُّطْقِ هُنَا وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ لِلْإِخْلَالِ بِالتَّعْظِيمِ ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ مَعَ ذَلِكَ غَيْرَهَا أَمْ لَا لِحَدِيثِ التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ : { لَا يَقْرَأْ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ }


الشَّرْحُ قَوْلُهُ : ( وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ) وَعَنْ مَالِكٍ : يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ، وَعَنْ الطَّحَاوِيِّ يُبَاحُ لَهَا مَا دُونَ الْآيَةِ كَمَا نَقَلَهُ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ


"Keharaman sebab haid yang ketiga adalah membaca sesuatu dari al-Qur’an, dengan diucapkan atau dengan isyarah dari orang bisu, seperti yang dikatakan Qadhi Husein dalam Fatawinya. Mengingat konteks isyarah diletakkan pada konteksnya hukum berucap pada permasalahan ini, meskipun yang dibaca hanyalah sebagian ayat saja dikarenakan hal itu menunjukkan pada unsur penghinaan. Baik bacaan itu diniati bersama dengan niat yang lain ataupun tidak, berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi dan lainnya, “Orang yang sedang junub dan orang yang haid tidak diperbolehkan membaca sesuatu dari al-Qur’an.


Komentar pensyarah: [Membaca al-Qur’an] dari Imam Malik dijelaskan bahwa diperbolehkan bagi perempuan haid membaca al-Qur’an. Dan dari Ath-Thahawi diterangkan bahwa diperbolehkan bagi dia untuk membaca al-Qur’an namun kurang dari satu ayat, seperti yang dia kutipkan dalam Syarah Al-Kanzu dari kitabnya mazhab Hanafi." (Hasyiyah Bujairimi, 3/259-261)


تَنْبِيهٌ : يَحِلُّ لِمَنْ بِهِ حَدَثٌ أَكْبَرُ أَذْكَارُ الْقُرْآنِ وَغَيْرُهَا كَمَوَاعِظِهِ وَأَخْبَارِهِ وَأَحْكَامِهِ لَا بِقَصْدِ الْقُرْآنِ كَقَوْلِهِ عِنْدَ الرُّكُوبِ : { سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ } أَيْ مُطِيقِينَ ، وَعِنْدَ الْمُصِيبَةِ : { إنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إلَيْهِ رَاجِعُونَ } وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ فَإِنْ قَصَدَ الْقُرْآنَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ الذِّكْرِ حُرِّمَ ، وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا .


كَمَا نَبَّهَ عَلَيْهِ النَّوَوِيُّ فِي دَقَائِقِهِ لِعَدَمِ الْإِخْلَالِ بِحُرْمَتِهِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَّا بِالْقَصْدِ قَالَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ ، وَظَاهِرُهُ أَنَّ ذَلِكَ جَارٍ فِيمَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ كَالْآيَتَيْنِ الْمُتَقَدِّمَتَيْنِ وَالْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ ، وَفِيمَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ إلَّا فِيهِ كَسُورَةِ الْإِخْلَاصِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ ، وَهُوَ كَذَلِكَ ، وَإِنْ قَالَ الزَّرْكَشِيّ : لَا شَكَّ فِي تَحْرِيمِ مَا لَا يُوجَدُ نَظْمُهُ فِي غَيْرِ الْقُرْآنِ ، وَتَبِعَهُ عَلَى ذَلِكَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ كَمَا شَمِلَ ذَلِكَ قَوْلَ الرَّوْضَةِ ، أَمَّا إذَا قَرَأَ شَيْئًا مِنْهُ لَا عَلَى قَصْدِ الْقُرْآنِ فَيَجُوزُ .


الشَّرْحُ


قَوْلُهُ : ( تَنْبِيهٌ إلَخْ ) هَذَا التَّنْبِيهُ بِمَنْزِلَةِ قَوْلِهِ مَحَلُّ حُرْمَةِ الْقِرَاءَةِ إذَا كَانَتْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ أَوْ بِقَصْدِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ ، و َإِلَّا فَلَا حُرْمَة .


قَوْلُهُ : ( يَحِلُّ إلَخْ ) كَلَامُهُ فِي الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ فَدُخُولُ غَيْرِهِمَا مَعَهُمَا اسْتِطْرَادِيٌّ تَأَمَّلْ ق ل .


قَوْلُهُ : ( كَمَوَاعِظِهِ ) أَيْ مَا فِيهِ تَرْغِيبٌ أَوْ تَرْهِيبٌ .


قَوْلُهُ : ( وَأَخْبَارِهِ ) أَيْ عَنْ الْأُمَمِ السَّابِقَةِ .


قَوْلُهُ : ( وَأَحْكَامِهِ ) أَيْ مَا تَعَلَّقَ بِفِعْلِ الْمُكَلَّف .


قَوْلُهُ : ( وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ ) بِأَنْ سَبَقَ لِسَانُهُ إلَيْهِ .


قَوْلُهُ : ( وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا ) كَمَا لَا يَحْرُمُ إذَا قَصَدَ الذِّكْرَ فَقَطْ ، فَالصُّوَرُ أَرْبَعَةٌ يَحِلُّ فِي ثِنْتَيْنِ ، وَيَحْرُمُ فِي ثِنْتَيْنِ وَأَمَّا لَوْ قَصَدَ وَاحِدًا لَا بِعَيْنِهِ فَفِيهِ خِلَافٌ ، وَالْمُعْتَمَدُ الْحُرْمَةُ ؛ لِأَنَّ الْوَاحِدَ الدَّائِرَ صَادِقٌ بِالْقُرْآنِ فَيَحْرُمُ لِصِدْقِهِ بِهِ . قَوْلُهُ : ( لَا يَكُونُ قُرْآنًا إلَخْ ) أَيْ لَا يَكُونُ قُرْآنًا تَحْرُمُ قِرَاءَتُهُ عِنْدَ وُجُودِ الصَّارِفِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَإِلَّا فَهُوَ قُرْآنٌ مُطْلَقًا ، أَوْ الْمَعْنَى لَا يُعْطَى حُكْمَ الْقُرْآنِ إلَّا بِالْقَصْدِ ، وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي صَلَاةٍ كَأَنْ أَجْنَبَ وَفَقَدَ الطَّهُورَيْنِ وَصَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ بِلَا طُهْرٍ ، وَقَرَأَ الْفَاتِحَةَ ، فَلَا يُشْتَرَطُ قَصْدُ الْقُرْآنِ ، بَلْ يَكُونُ قُرْآنًا عِنْدَ الْإِطْلَاقِ لِوُجُوبِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ فَلَا صَارِفَ فَاحْفَظْهُ وَاحْذَرْ خِلَافَهُ كَمَا ذَكَرَهُ ابْنُ شَرَفٍ عَلَى التَّحْرِيرِ .


"(Tanbih): Diperbolehkan bagi orang yang mempunyai hadats besar untuk membaca dzikir al-Qur’an dan yang lainnya, seperti mauizhahnya, cerita, dan hukum yang ada di dalam al-Qur’an, dengan tidak diniatkan pada al-Qur’annya. Seperti perkataanya ketika naik kendaraan :


(سبحان الذي سخر لنا هذا و ما كنا له مقرنين)


dan ketika mendapat musibah dia mengucapkan :


(إنا لله و إنا اليه راجعون).


Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya. Namun jika dia memaksudkan al-Qur’an saja atau memaksudkan al-Qur’an beserta dzikirnya, maka diharamkan. Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan, sesuai dengan peringatan an-Nawawi dalam kitab Daqaiq, sebab tidak ada unsur penghinaan pada kemuliaan al-Qur'an di sini. Memandang bahwasanya al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali ketika dengan wujudnya niat.


Secara zahir pendapat tersebut berlaku baik pada ayat yang bisa ditemukan susunan kalimatnya di luar al-Qur'an semisal dua ayat di atas, juga basmalah dan al-fatihah. Serta pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an semisal surat al-Ikhlas dan ayat kursi. Benarlah demikian, meski az-Zarkasyi berpendapat tidak diragukannya keharaman pada ayat yang tidak akan ditemukan susunan kalimatnya selain di al-Qur'an. Pendapat az-Zarkasyi ini dianut oleh sebagian ulama mutaakhirin.


Keterangan an-Nawawi tentang kemutlakan tersebut juga terkandung dalam kitab ar-Raudhah. Sedangkan ketika membaca al-Qur'an itu tidak diniatkan pada membaca al-Qur'annya maka diperbolehkan.


Komentar pensyarah :


[Tanbih dst.] Tanbih ini menempati perkataan mushannif, “Tempat keharaman membaca al-Qur’an adalah ketika dalam pembacaan itu dengan maksud al-Qur’an atau dengan maksud al-Qur’an dan dzikir. Jika tidak memaksudkan dengan itu semua maka tidak diharamkan."


[Diperbolehkan dst.] Pembahasan penulis tentang wanita haidh dan nifas, namun bisa dikonfirmasikan juga pembahasan selain keduanya. Cermatilah. (al-Qulyubi)


[Seperti mauizhah] Yakni perkara tentang anjuran dan ancaman.


[Cerita] Yakni dari kisah umat terdahulu.


[Dan hukum yang ada di dalam al-Qur'an] Yakni perkara yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf.


[Serta pada apa yang tanpa dikehendaki terucap oleh lisannya] Dengan kelepasan bicara.


[Kemudian jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan] Sebagaimana tidak pula diharamkan ketika diniatkan pada dzikirnya saja. Sehingga bisa disimpulkan ada empat situasi pembacaan al-Qur'an di sini. Dua diperbolehkan, dan dua lainnya diharamkan.


Sedangkan ketika dia meniatkan pada salah satunya namun tanpa dijelaskan yang mana maka hukumnya khilaf. Menurut qaul Mu'tamad dihukumi haram. Sebab unsur salah satunya bisa dimungkinkan niat pada al-Qur'annya sehingga diharamkan memandang adanya kemungkinan tersebut. [Al-Qur'an tidak akan diberlakukan hukum al-Qur'an dst.] Yakni ketika muncul qarinah pembeda maka tidak dianggap sebagai al-Qur'an yang haram dibaca kecuali dengan wujudnya niat. Atau bisa juga diartikan tidak diberlakukan hukum al-Qur'an kecuali dengan wujudnya niat. Konteks ini mengesampingkan pada kasus shalat, semisal pada orang junub yang tidak bisa bersuci dengan wudhu dan tayammum, lantas dia shalat li hurmatil waqti, membaca al-Fatihah, maka tidak berlaku persyaratan niat membaca al-Qur'an. Bahkan tetap dianggap sebagai hukum bacaan al-Qur'an ketika dimutlakkan sebab tidak ada qarinah pembeda di sini. Camkanlah dan hati-hati terhadap kesalahpahaman tentang hal itu, sebagaimana dituturkan oleh an-Nawawi dalam kitab at-Tahrir." (Hasyiyah al-Bujairimi, 1/259-264).


Elaborasi tentang khilafiyah Imam Malik dituturkan dalam kitab al-Mausu'ah:


وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْحَائِضَ يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي حَال اسْتِرْسَال الدَّمِ مُطْلَقًا ، كَانَتْ جُنُبًا أَمْ لاَ ، خَافَتِ النِّسْيَانَ أَمْ لاَ . وَأَمَّا إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا ، فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ حَتَّى تَغْتَسِل جُنُبًا كَانَتْ أَمْ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَخَافَ النِّسْيَانَ .


هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَهُمْ ، لأَنَّهَا قَادِرَةٌ عَلَى التَّطَهُّرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ ، وَهُنَاكَ قَوْلٌ ضَعِيفٌ هُوَ أَنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا جَازَ لَهَا الْقِرَاءَةُ إِنْ لَمْ تَكُنْ جُنُبًا قَبْل الْحَيْضِ . فَإِنْ كَانَتْ جَنْبًا قَبْلَهُ فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ .


"Kalangan malikiyah berpendapat bahwa wanita haidh diperbolehkan membaca al-Qur'an di masa sedang keluarnya darah haidh secara mutlak, baik disertai junub maupun tidak, entah karena khawatir lupa ataupun tidak. Sedangkan di masa darah haidh sedang berhenti maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an sampai dia mandi bersuci, baik kondisinya disertai junub maupun tidak, kecuali bila khawatir lupa (maka boleh membaca, pen).


Pendapat di atas adalah qaul mu'tamad, sebab seorang wanita dipandang mampu bersuci dalam kondisi darah sedang berhenti tersebut. Namun dalam hal ini ada qaul dha'if yang berpendapat seorang wanita ketika darahnya sedang berhenti tetap diperbolehkan membaca al-Qur'an asalkan kondisinya tidak disertai junub sebelum haidh. Ketika sebelum haidh telah disertai junub maka tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an (sampai dia mandi bersuci, pen)" (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, 18/322)


Kesimpulan :


Dalam mazhab syafi'iyah terdapat tujuh pembahasan yang berkaitan dengan hukum wanita haidh membaca al-Qur'an :


•Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya maka haram.


•Bila membaca al-Qur'an diniati untuk membaca al-Qur'annya besertaan niat lainnya maka juga dihukumi haram.


•Bila membaca al-Qur'an diniati selain untuk membaca al-Qur'an seperti untuk menjaga hafalan, membaca zikirnya, kisah-kisah, mauizah, hukum-hukum, maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an karena kelepasan bicara maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak, yakni sekedar ingin membaca tanpa niat tertentu maka diperbolehkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniati secara mutlak atau niat selain al-Qur'an, namun yang dibaca adalah susunan kalimat khas al-Qur'an atau satu surat panjang atau keseluruhan al-Qur'an maka khilaf. Menurut an-Nawawi, ar-Ramli Kabir, dan Ibnu Hajar diperbolehkan, sedangkan bagi az-Zarkasyi dan as-Suyuthi diharamkan.


•Bila membaca al-Qur'an diniatkan pada salah satunya tanpa dijelaskan yang mana maka khilaf. Menurut qaul mu'tamad diharamkan sebab adanya kemungkinan niat pada bacaan al-Qur'an.


Sedangkan dalam mazhab malikiyah boleh bagi wanita haidh membaca al-Qur'an. Lebih jelasnya tentang hal ini terdapat dua pembahasan:


❖ Boleh secara mutlak, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang merembes keluar.


❖ Tidak diperbolehkan sebelum mandi hadats, yakni ketika membacanya dalam kondisi darah haidh sedang mampet. Kecuali bila khawatir lupa, atau kecuali dengan menengok pada qaul dha'if yang memperbolehkannya

Friday, March 11, 2022

LATIHAN PENTAS PAI 2022

Friday, March 4, 2022

Aku Ingin Tahu Ketentuan Shalat Jama’ Dan Qosor

 


Renungkanlah

salat bagi seorang muslim, adalah hal terpenting melebihi apapun. Shalat adalah tiang agama. Siapa yang mendirikan shalat, ia mendirikan agama. Siapa yang meninggalkan shalat, ia telah merobohkan agama. shalat dapat dilakukan dengan cara yang lebih mudah, yaitu digabungkan dari dua waktu menjadi satu waktu, atau diringkas dari empat menjadi dua rakaat.

Aku Ingin Tahu Ketentuan Shalat Jama’

shalat jama’ artinya salat fardu yang dikumpulkan atau digabungkan. Maksudnya shalat jama’ menggabungkan dua salat fardu dan mengerjakannya dalam satu waktu saja. salat jamak’ boleh dilaksanakan pada waktu shalat yang pertama (jamak’ taqdim) maupun pada waktu shalat yang kedua (jamak’ takhir). Hukum shalat jama’ adalah boleh bagi orang yang berada pada kondisi darurat, seperti dalam perjalanan jauh.

Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya :  “Dari Anas r.a., ia berkata : Apabila Nabi Muhammad saw. hendak menjamak’ antara dua shalat ketika dalam perjalanan, beliau mengakhirkan shalat dzuhur hingga awal waktu Ashar, kemudian beliau menjama’ antara keduanya.” (H.R. Muslim).

1. Shalat Jama’ Taqdim

shalat jama’ taqdim adalah salat yang dilakukan dengan cara menggabungkan dua salat fardu dan dilaksanakan pada saat waktu salat fardu yang pertama. Contoh, salat zuhur dan salat Asar dilaksanakan pada waktu zuhur, demikian juga salat Magrib dan salat Isya dilaksanakan pada waktu Magrib.

Cara melaksanakan shalat jamak’ takdim adalah mendahulukan salat fardu yang pertama lalu shalat yang kedua, berniat jama’ taqdim, dan mengerjakan berturut-turut tidak boleh diselingi dengan perbuatan lain. Setelah selesai melaksanakan salat zuhur langsung melaksanakan salat Asar begitu juga setelah melaksanakan salat Magrib langsung melaksanakan shalat Isya.

2. Shalat Jama’ Ta’khir

shalat jamak’ Ta’khir adalah salat yang dilakukan dengan cara menggabungkan dua salat fardu dan dilaksanakan pada waktu yang kedua atau terakhir. Contoh, salat zuhur dan salat Asar dilaksanakan pada waktu salat Asar, demikian juga salat Magrib dan shalat Isya dilaksanakan pada waktu shalat Isya.

Dalam tata cara pelaksanaan shalat jamak’ ta’khir tidak disyaratkan harus mendahulukan shalat pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua atau sebaliknya.

Jika kalian hendak melaksanakan salat jamak’ ta’khir, berniatlah akan mengerjakan kedua salat fardu itu dengan cara dijamak. Pelaksanaan dua salat fardu tersebut dilakukan secara berturut-turut tidak boleh diselingi perbuatan lain.

Setelah selesai melaksanakan salat Asar langsung melaksanakan salat zuhur begitu juga setelah melaksanakan salat Isya langsung melaksanakan salat Magrib. Atau sebaliknya, setelah selesai melaksanakan salat zuhur langsung melaksanakan salat Asar begitu juga setelah melaksanakan salat Magrib langsung melaksanakan shalat Isya.

Syarat melaksanakan salat jamak’ adalah sebagai berikut.

  1. Pada saat sedang melakukan perjalanan jauh, jarak tempuhnya tidak kurang dari 80,640 km.

  2. Perjalanan yang dilakukan bertujuan baik, bukan untuk kejahatan dan maksiat.

  3. Sakit atau dalam kesulitan. shalat yang dijamak’ shalat adaan (tunai) bukan salat qada’.

  4. Berniat menjamakketika takbiratul ihram.

    Aku Ingin Tahu Ketentuan Shalat Qashar

    salat Qasar adalah salat fardu yang diringkas dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Dengan demikian salat fardu yang boleh diQasar adalah salat zuhur, Asar, dan Isya. Sedangkan salat Magrib dan Subuh tidak boleh diQasar . Hukum salat Qasar adalah sunnah sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. an- Nisa/4: 101 yang berbunyi:

    وَاِذَا ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلٰوةِ ۖ اِنْ خِفْتُمْ اَنْ يَّفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۗ اِنَّ الْكٰفِرِيْنَ كَانُوْا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِيْنًا – ١٠١


“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengQashar shalat(mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Q.S. an-Nisa’/4: 101)

Salat Qasar sah dilaksanakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Perjalanan yang dilakukan bertujuan bukan untuk maksiat.

  2. Jaraknya jauh, sekurang-kurang nya 80,640 km lebih (perjalanan sehari semalam).

  3. shalat yang diQashar adalah shalat adaan (tunai), bukan salat qada

  4. Berniat salat Qasar ketika takbiratul ihram. Cara melaksanakan salat Qasar adalah salat dikerjakan yang semula empat rakaat menjadi dua rakaat. Pelaksanaanya seperti melaksanakan shalat dua rakaat pada umumnya.

Aku Bisa Shalat Jamak’ dan Qasar

1. Panduan Praktik salat Jama’ Taqdim

Cara melaksanakan shalat jamak’ taqdim (zuhur dengan Asar) adalah sebagai berikut.

  1. Mulailah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan shalat.

  2. Bersiap untuk melaksanakan shalat yang didahului dengan iqamah.

  3. Melaksanakan salat zuhur empat rakaat diawali dengan niat untuk sholat jama’ taqdim pada waktu takbiratul ihram.

Contoh lafal niat zuhur untuk jama’ taqdim adalah:

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِأربع رَكعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع العَصْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى

“Saya berniat salat zuhur empat rakaat dijama’ dengan Ashar dengan jamak’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

  1. Setelah niat, lanjutkan salat zuhur empat rakaat seperti biasa sampai salam.

  2. Setelah salam langsung berdiri untuk melaksanakan salat Asar empat rakaat yang didahului dengan iqamah dengan niat solat jamak’ taqdim.

Contoh lafal niat salat Asar untuk jama’ taqdim adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعاَتٍ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا لله تَعَالَى

“ Saya berniat salat Asar empat rakaat dijama’ dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

Selanjutnya melaksanakan salat Asar empat rakaat seperti biasa sampai salam.

Cara melaksanakan shalat jamak’ taqdim Maghrib dengan Isya adalah:

  1. Mulailah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan shalat.

  2. Bersiap untuk melaksanakan shalat yang didahului dengan iqamah.

  3. Melaksanakan shalat Maghrib tiga rakaat diawali dengan niat untuk sholat jama’ taqdim pada waktu takbiratul ihram.

Contoh lafal niat salat Magrib untuk jama’ taqdim adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعاَتٍ مَجْمُوْعًا بِالْعِشَاءِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا لله تَعَالَى.

“ Saya berniat shalat Maghrib tiga rakaat dijamak’ dengan Isya dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Setelah niat, lanjutkan shalat Maghrib tiga rakaat seperti biasa sampai salam.

  2. Habis salam langsung berdiri untuk melaksanakan shalat Isya empat rakaat yang didahului dengan iqamah dengan niat solat jamak’ taqdim. Contoh lafal niat salat Isya untuk jama’ taqdim adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعاَتٍ مَجْمُوْعًا بِالْعِشَاءِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا لله تَعَالَى.

“ Saya berniat salat Isya empat rakaat dijama’ dengan Maghrib dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Selanjutnya melaksanakan salat Isya seperti biasa empat rakaat sampai salam.

Panduan Praktik salat Jamak’ Ta’khir

  1. Cara melaksanakan shalat jamak’ Takhir Asar dengan zuhur adalah:

Untuk jama’ takhir tata caranya hampir sama dengan jama’ taqdim, hanya niatnya saja yang berbeda, yaitu:

Contoh bacaan niat salat Asar untuk jama’ Ta’khir empat rakaat:

أصلي فرض الظهر أربع ركعات مجموعا والعصر جمع تأخير الله تعالى

“ Saya berniat salat Asar empat rakaat dijama’ dengan Zuhur dengan jama’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

Contoh bacaan niat salat zuhur untuk jama’ Ta’khir adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ جَمْعَ تأخِيْرٍلِلهِ تَعَالَى

Saya berniat salat zuhur empat rakaat dijama’ dengan Ashar dengan jamak’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

  1. Cara melaksanakan shalat jamak’ Takhir (Isya dan Maghrib) adalah:

Contoh bacaan niat sholat Isya untuk jama’ Ta’khir adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا بِالعِشَاءِ جَمْعَ تأخِيْرٍلِلهِ تَعَالَى

“ Saya berniat salat Isya empat rakaat dijama’ dengan Maghrib dengan jama’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

Contoh bacaan niat salat Magrib untuk jama’ Ta’khir adalah:

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا بِالعِشَاءِ جَمْعَ تأخِيْرٍلِلهِ تَعَالَى

“ Saya berniat shalat Maghrib tiga rakaat dijamak’ dengan Isya dengan jama’ Ta’khir karena Allah Ta’ala.”

Panduan Praktik salat Jamak’ Taqdim Di Qasar!

Cara melaksanakan shalat jamak’ takdim diQasar (zuhur dengan Asar) adalah:

  1. Memenuhi persyaratan untuk melaksanakan shalat.

  2. Melaksanakan shalat yang didahului dengan iqamah.

  3. Melaksanakan salat zuhur dua rakaat diawali dengan niat untuk sholat jama’ taqdim dan diQasar

Contoh lafal niat:

Saya berniat salat zuhur dua rakaat dijama’ dengan Ashar yang diringkas

dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Melaksanakan salat zuhur dua rakaat sampai selesai.

  2. Melaksanakan shalat Ashar dua rakaat, yang didahului dengan iqamah dengan niat solat jamak’ taqdim dan diQasar

Contoh lafal niat:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Ashar dua rakaat di Qasar dan dijamak’ dengan zuhur dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Melaksanakan shalat Ashar dua rakaat sampai selesai.

Cara melaksanakan shalat jamak’ taqdim di Qasar!

(Magrib dengan Isya) adalah:

  1. Memenuhi persyaratan untuk melaksanakan shalat;

  2. Melaksanakan shalat yang didahului dengan iqamah;

  3. Melaksanakan salat Magrib tiga rakaat yang diawali dengan niat untuk sholat jama’ taqdim dan diQasar !

Contoh lafal niat:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Isya yang diringkas dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Melaksanakan salat Magrib tiga rakaat sampai selesai;

  2. Melaksanakan salat Isya dua rakaat, yang didahului dengan iqamah dengan niat shalat jamak’ taqdim dan diQasar!

Contoh lafal niatnya adalah:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Isya dua rakaat di Qasar dan dijamak’

dengan Maghrib dengan jama’ taqdim menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

  1. Melaksanakan salat Isya dua rakaat sampai selesai.

Panduan Praktik salat Jamak’ Takhir Di Qasar

  1. Cara melaksanakan shalat jamak’ Takhir di Qasar

Untuk jama’ takhir dan diQasar, tata caranya hampir sama dengan jama’ taqdim dan diQasar , hanya niatnya saja yang berbeda, yaitu:

Contoh lafal niat salat Asar untuk jama’ Takhir di Qasar adalah:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Ashar dua rakaat di Qasar dan dijamak’ dengan zuhur dengan jama’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

Contoh lafal niat salat zuhur untuk jama’ takhir Qashar adalah:

“Saya berniat menjalankan salat fardu zuhur dua rakaat dijama’ dengan Ashar yang diringkas dengan jama’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala ”

Contoh lafal niat shalat Isya untuk jama’ Takhir di Qasar adalah:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Isya dua rakaat diQasar dan dijama’ dengan Maghrib dengan jamak’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

Contoh lafal niat salat Magrib untuk jama’ Takhir di Qasar adalah:

“Saya berniat menjalankan salat fardu Magrib tiga rakaat dijama’ dengan Isya yang diringkas dengan jama’ Ta’khir menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

Daftar Pustaka

Ahsan Muhammad, Sumiati, & Mustahdi. 2017. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti SMP/MTs Kelas VII. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.





 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes