BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, July 10, 2022

🕋 QURBAN UNTUK ORANG TUA YANG SUDAH MENINGGAL

KELAS IX SMT 2,

 ولا تضحية عن ميت إن لم يوص بها فإن أوصى بها جاز وإذا ضحى عن الغير وجب التصدق بالجميع وقيل

 تصح التضحية عن الميت وان لم يوص بها

Tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal bila tidak meninggalkan wasiat sebelumnya (berdasarkan Firman Allah diatas), namun bila bila meninggalkan wasiat boleh dan kalau menyembelih korban untuk orang lain maka wajib disedekahkah dagingnya secara keseluruhan.

Meskipun ada juga pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal diperkenankan meski tidak meninggalkan wasiat sebelumnya karena kurban bisa dikatagorikan bagian dari shodaqoh sementara shodaqoh atas nama orang mati hukumnya boleh seperti dalam sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hirairoh :”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Berarti menurut pendapat ini kurban seseorang yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal disamakan dengan sedekah seperti apa yang dikatakan oleh Imam Nawaawiy :

=> ”Doa yang dipanjatkan, pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya dengan sedekah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi 11/122)

=> ”Para ulama telah sependapat bahwa doa seseorang kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepadanya demikan pula halnya dengan sedekah yang ditujukan kepada orang yang meninggal, pahalanya akan sampai kepadanya dan tidak mesti orang itu harus anaknya. (Al Majmu’ 15/522)

[ Referensi : Siraaj alwahhaaj 1/564, Tuhfah al-Muhtaaj 41/170, Hawaasyi as-Sarwaaniy 9/368, Mughniy al-Muhtaaj 4/293 ].

10 PERTANYAAN TERKAIT DENGAN QURBAN

 



*TOP TEN QURBAN*

_Oleh Muhammad Hery Fadli_ (Pembina Majelis Jalsatul Fuqoha)

*_10 Pertanyaan populer tentang qurban_*

1. Hukum Berkurban 1 kambing untuk 1 keluarga ?

2. Hukum menjual kulit kurban? 

3. Hukum Memasak daging kurban untuk panitia dan masyarakat ?

4. Hukum berkurban atas nama orang yang sudah meninggal ?

5. Hukum Memberi upah tukang jagal dengan daging/kulit kurban? 

6. Hukum berkurban satu kambing dengan 2 niat (kurban dan aqiqah) 

7. Satu sapi untuk 7 orang dengan niat berbeda (Qurban dan aqiqah) 

8. Hukum berqurban dikampung halaman? 

9. Hukum menyaksikan penyembelihan dalam berkurban 

10. Hukum daging qurban di berikan kepada non muslim ?


*JAWABAN*

1. _1 kambing untuk satu keluarga_

Terkait Doa Nabi pada hadis riwayat imam muslim yang berbunyi :

 اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

“Wahai Allah, terimalah kurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad”

Dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban bisa dipahami bahwa kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi.

Dalam menyikapi hadis diatas seorang ulama masyhur Imam ibnu hajar Al haytami pengarang kitan tuhfatul muhtaj ala syarhil minhaj menjelaskan dibawah ini :

 (مَحْمُولٌ عَلَى التَّشْرِيكِ فِي الثَّوَابِ)

Yaitu dalam rangka penyertaan pahala saja dari kurban tersebut.

Imam Ibnu Hajar mengulas praktik kurban Rasulullah SAW. Menurutnya, kurban untuk satu orang. 

Tetapi orang yang berkurban dapat berbagi pahala kepada orang lain.

Imam an-Nawawi berkata:

(فرع (تَجْزِئُ الشَّاةُ عَنْ وَاحِدٍ وَلَا تَجْزِئُ عَنْ أَكْثَرَ مِنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إِذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ تَأَدَّى الشِّعَارَ فِي حَقِّ جَمِيْعِهِمْ وَتَكُوْنُ التَّضْحِيَةُ فِي حَقِّهِمْ سُنَّةَ كِفَايَةٍ (المجموع )

Yang artinya: Kambing mencukupi untuk 1 orang dan tidak mencukupi untuk 1 orang lebih. Namun, jika ada 1 orang menyembelih kambing untuk 1 keluarga, maka ia telah melakukan syiar untuk keluarganya dan qurban menjadi sunah kifayah bagi mereka (Al-Majmu’, 8/397).

Dari berbagai keterangan diatas yang dikutip dari beberapa kitab dan pendapat para ulama dalam hal memahami hadis rasul yang berkurban 1 kambing atas dirinya dan umatnya yang dimaksud adalah menyertakan keluarga dan umatnya dalam memperoleh pahalanya saja dari kurban tersebut,tapi udhiyah kamilah (hakikat qurban yang sempurna untuk yang berkurban, dan qurban itu sendiri adalah Fida'un Nafsi (tebusan pada setiap jiwa ) artinya setiap individu tetap disunnahkan untuk berkurban

Kesimpulan:

Di dalam madzhab kita Madzhab As-Syafi’i, ulama Syafiiyah membagi hukum kesunnahan qurban menjadi 2:

1. Satu kambing untuk satu orang maka berlaku sunnah ainiyah (Kesunahan yang berlaku untuk tiap individu)

2. Satu kambing untuk satu keluarga maka berlaku sunnah kifayah (jika ada satu orang yang melakukan kurban atas dirinya dan keluarganya maka yang lain mendapatkan bagian dari penyertaan pahala.

Dari berbagai keterangan di atas, kita dapat memahami bahwa mayoritas ulama sepakat atas kurban satu ekor kambing hanya untuk seorang. Hanya saja pahalanya bisa menyertakan orang lain.

Jadi dua hal ini harus dipisahkan, antara kurban dan pahala.

Dari sini pula kita dapat memahami bahwa hadits adakalanya dapat langsung dipahami secara tekstual. Tetapi adakalanya pemahaman sebuah hadits tertunda karena menuntut analisa dan kajian lebih mendalam, tidak sekadar tekstual.

Inilah pemahaman dari mazhab Syafi’iyah mengenai hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam seperti yang dikemukakan oleh para ulama.

2. _Hukum menjual kulit kurban_

Dalam hal orang yang menerima daging kurban adakalanya statusnya faqir ada juga statusnya kaya. 

- Daging kurban yang diberikan kepada faqir statusnya *Tamlik* (kepemilikan) maka baginya bebas tashorruf yakni boleh dimakan, boleh disedekahkan kembali, dan boleh dijual

- Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya statusnya *DHIYAFAH* (suguhan) maka baginya hanya boleh memakan dan menyedekahkannya kembali, tidak boleh menjual.

Referensi lengkap lihat dalam kitab Hasyiah I`anatuth Thalibin Jilid 2 hal 379 dijelaskan :

(قَوْلُهُ: وَلَهُ إِطْعِامُ أَغْنِياءِ) أَيْ إِعْطَاءُ شَئٍ مِنَ الْأُضْحِيَّةِ لَهُمْ، سَوَاءٌ كَانَ نَيِّئًا أَوْ مَطْبُوْخًا كَمَا فِي التُّحْفَةِ وَالنِّهَايَةِ وَيُشْتَرَطُ فِيْهِمْ أَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. أَمَّا غَيْرُهُمْ فَلَا يَجُوْزُ إِعْطَآؤُهُمْ مِنْهَا شَيْئًا. (قَوْلُهُ: لَا تَمْلِيْكُهُمْ) أَيْ لَا يَجُوْزُ تَمْلِيْكُ الْأَغْنِيَآءِ مِنْهَا شَيْئًا. وَمَحَلُهُ: إِنْ كَانَ مِلْكُهُمْ ذٰلِكَ لِيَتَصَرَّفُوْا فِيْهِ بِالْبَيْعِ وَنَحْوِهِ

Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya boleh dalam keadaan matang dan boleh juga dalam keadaan mentah sebagaimana dalam kitab tuhfah dan Nihayah: Karena bagian yang didapat oleh orang kaya statusnya bukan tamlik (kepemilikan) yang bisa di jual berbeda dengan orang miskin maka status daging yang ia terima adalah tamlik kepemilikan yang boleh iya tashorufkam sesukanya sekalipun dijual.

Lanjut pada keterangan didalam Kitab Bughyah hal 258 :

وَلِلْفَقِيْرِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَأْخُوْذِ وَلَوْ بِنَحْوِ بَيْعِ الْمُسْلَمِ لِمِلْكِهِ مَا يُعْطَاهُ، بِخِلاَفِ الْغَنِيِّ فَلَيْسَ لَهُ نَحْوُ الْبَيْعِ بَلْ لَهُ التَّصَرُّفُ فِي الْمَهْدَى لَهُ بِنَحْوِ أَكْلٍ وَتَصَدُّقٍ وَضِيَافَةٍ وَلَوْ لِغَنِيٍّ، لأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْمُضَحِّي نَفْسِهِ.

Artinya :

Bagi orang fakir boleh mentasarufkan untuk apa saja daging yang diberikan kepadanya walaupun untuk dijual, karena daging itu sudah menjadi miliknya. Berbeda dengan orang kaya, dia tidak boleh menjual daging qurban akan tetapi boleh mamakannya, menyedekahkannya dan menyuguhkannya kepada para tamu, karena pada prinsipnya orang kaya yang menerima bagian daging qurban itu sama dengan orang yang berqurban sendiri”.

Ini alasannya kenapa daging qurban ketika di berikan kepada orang miskin wajib mentah sedangkan kepada orang kaya boleh mentah dan boleh matang :

1. Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya boleh di berikan dalam keadaan mentah dan matang,alasannya karena status dagingnya hanya suguhan saja bukan tamlik (kepemilikan) maka baginya boleh memakan atau disedekahkan lagi namun tidak boleh dijual

2. Daging kurban yang disedekahkan buat orang miskin wajib dalam keadaan mentah,alasannya karena status daginya tamlik (kepemilikan) maka ketika mentah orang miskin tersebut bebas mengelola dagingnya sesuka hatinya, boleh ia makan atau disedekahkan kembali Bahkan boleh dijual.

3. _Hukum memasak daging kurban untuk panitia dan masyarakat_

Di jelaskan dalam kitab tausyekh ibnu qosim hal 153 dalam bab wakalah :

ولا يجوز له أخذ شيء منها إلا إن عين له الموكل قدرا منها لكن قال بعضهم يجوز لوكيل تفرقة لحم العقيقة أن يأخذ منه قدر كفاية يوم فقط للغداء والعشاء *لأن العادة تتسامح بذلك*

Solusinya :

a.Boleh memasaknya Setelah mendapat izin dari sipequrban.

b.Sebagian pendapat boleh memasaknya meski tidak izin asalkan sesuai dengan kadar yang dimaklumi secara umum.

c.Boleh memasaknya setelah daging itu diserahterimakan dari panitia kemudian diberikan kepada konsumsi atas nama shodaqoh untuk dimasak

d. Dikonsumsi bukan hanya untuk panitia saja tapi melibatkan masyarakat yang lain yang ada di lokasi

4. _Bolehkah Berqurban Atas Nama Almarhum_

Dalam madzhab Syafi’i, qurbannya tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. 

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Minhaj:

وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ، وَلَا عَنْ الْمَيِّتِ إذَا لَمْ يُوصِ بِهَا

“Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah pula qurban untuk mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.”

Kita dapat membagi berqurban untuk mayit menjadi tiga rincian sebagai berikut:

Pertama: 

Kebolehan berqurban atas nama mayit hanya sebagai penyertaan dalam pahala saja,bukan diatas namakan mayyit. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya termasuk yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. 

Dasar dari bolehnya hal ini adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban untuk dirinya dan keluarganya, termasuk di dalamnya yang telah meninggal dunia.

Bahkan jika seseorang berqurban untuk dirinya, seluruh keluarganya baik yang masih hidup maupun yang telah mati, bisa termasuk dalam niatan qurbannya. Dalilnya,

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

“Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”

Dalil diatas di kitab tuhftatul muhtaj berlaku hanya dalam penyertaan pahalanya atas nama keluarga baik yang hidup atau yang sudah meninggal. 

Kedua: 

Berqurban untuk mayit atas dasar wasiatnya (sebelum meninggal dunia). Hal ini dibolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 181).

وَلَا عَنْ الْمَيِّتِ إذَا لَمْ يُوصِ بِهَا

Sah kalau sebelumnya wasiat (kitab Al Minhaj) 

Pendapat diatas sejalan dengan madzhab As syafii yaitu boleh berqurban atas nama mayit asalkan Sebelum meninggal telah berwasiat kepada ahli warisnya untuk diqurbankan

Ketiga: 

Berqurban dengan niatan khusus untuk mayit tanpa wasiat dan juga bukan sebagai penyertaan pahala, maka seperti ini tidak ada sunnahnya (tidak ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban untuk salah satu orang yang telah meninggal dunia dengan niatan khusus. Beliau tidak pernah berqurban atas nama pamannya, Hamzah radhiyallahu ‘anhu-, padahal ia termasuk kerabat terdekat beliau. Tidak diketahui pula kalau beliau berqurban atas nama anak-anak beliau yang telah meninggal dunia, yaitu tiga anak perempuan beliau yang telah menikah dan dua anak laki-laki yang masih kecil. Tidak diketahui pula beliau pernah berqurban atas nama istri tercinta beliau, Khodijah radhiyallahu ‘anha-. Begitu pula, tidak diketahui dari para sahabat ada yang pernah berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia di antara mereka.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan:

Hukumnya di perinci sebagai berikut:

a. Jika ada wasiat dari mayit maka sah kurbannya (ittifaqul Ulama')

b. Jika tidak ada wasiat dari mayit maka menurut mayoritas ulama' tidak sah atas nama kurban, melainkan hanya pahala sedekah.

Namun menurut sebagian ulama' (Syech Abu Hasan Al Ubadi) sah kurbannya, dengan alasan kurban adalah bagian dari sedekah, sedangkan sedekah itu sah di peruntukkan untuk si mayit, pahala akan sampai dan akan memberi manfaat. (Kitab Al-Majmu' Syarah Muhadzabab Juz 9 halaman 406).

5. _Memberikan daginh/kulit kepada jagal sebagai upah_

Diharamkan Upah Dari Bagian Tubuh Hewan

أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”. (HR. Muslim)

 hadits ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa tidak dibolehkan untuk memberi tukang jagal yang diambilkan dari sebagian hasil sembelihan qurban sebagai upah baginya. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat para ulama Syafi’iyah lainnya, dan juga menjadi pendapat Atha’, An-Nakha'i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.

Perhatikan! Yang jadi masalah bukan tidak boleh memberi jagal upah atas kerja mereka. Tetapi yang haram adalah mengupah para jagal _dari bagian tubuh hewan yang telah disembelih untuk qurban_. Biasanya kepala sapi dan kambing itulah yang dijadikan alat pembayaran buat para jagal, termasuk juga kulit, kaki, jeroan dan seterusnya. 

Memang dari pada dibuang, kepala, kaki, kulit dan lainnya punya nilai tersendiri. Lalu kadang panitia secara seenaknya memberikan semua itu sebagai 'jatah' buat para jagal. Dan oleh karena para jagal ini sudah dipastikan akan dapat 'jatah' yang ternyata punya nilai jual itu, maka mereka rela tidak diupah, atau setidaknya merendahkan tarif upah, asalkan bagian dari tubuh hewan itu jadi hak mereka.

Biasanya pemberian kepala, kaki dan kulit itu memang bukan semata-mata upah buat jagal, tetapi fungsinya sebagai 'tambahan' dari kekurangan upah. 

Para jagal biasanya memberikan dua penawaran. Misalnya, kalau mereka dijanjikan akan diberi jatah kepala, kaki dan kulit, maka tarif upah mereka bisa lebih rendah. Sedangkan bila mereka tidak diberi jatah semua itu, tarifnya lebih mahal dan profesional.

Dengan dua tawaran ini, biasanya panitia tidak ambil pusing, ambil saja penawaran yang pertama, yaitu upah tidak perlu terlalu mahal, karena kepala, kulit dan kaki bisa dijadikan 'tambahan' pembayaran upah. 

Padahal nyata sekali bahwa walaupun cuma kepada, kaki dan kulit, yang memang bisa saja dibuang begitu saja, namun ketika dijadikan 'bagian' atau 'tambahan' dari upah, hukumnya sama saja dengan upah itu sendiri maka haram hukumnya.

6. _Satu Kambing Diniatkan Qurban Sekaligus Aqiqah_

Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:

Pendapat pertama: 

Tidak diperbolehkan,

Imam Ibnu Hajar al-Haitami, salah seorang ulama mazhab Syafii pernah membahas persoalan ini. Dalam kitab kumpulan fatwanya, al-Fataawa al-Fiqhiyyah al-Kubra ia menyatakan:

وَسُئِلَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى عن ذَبْحِ شَاةٍ أَيَّامَ الْأُضْحِيَّةِ بِنِيَّتِهَا وَنِيَّةِ الْعَقِيقَةِ فَهَلْ يَحْصُلَانِ أو لَا اُبْسُطُوا الْجَوَابَ فَأَجَابَ نَفَعَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ الذي دَلَّ عليه كَلَامُ الْأَصْحَابِ وَجَرَيْنَا عليه مُنْذُ سِنِينَ أَنَّهُ لَا تَدَاخُلَ في ذلك لِأَنَّ كُلًّا من الْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ لِذَاتِهَا وَلَهَا سَبَبٌ يُخَالِفُ سَبَبَ الْأُخْرَى وَالْمَقْصُودُ منها غَيْرُ الْمَقْصُودِ من الْأُخْرَى إذْ الْأُضْحِيَّةُ فِدَاءٌ عن النَّفْسِ وَالْعَقِيقَةُ فِدَاءٌ عن الْوَلَدِ إذْ بها نُمُوُّهُ وَصَلَاحُهُ وَرَجَاءُ بِرِّهِ وَشَفَاعَتِهِ.

“(Al-Imam Ibn Hajar al-Haytami) pernah ditanya tentang hukum menyembelih kambing pada hari-hari berqurban, dengan menggabungkan niat qurban dan aqiqah. Apakah keduanya menjadi sah atau tidak (dengan satu ekor kambing saja). Beliu menjawab semoga Allah Swt mencurahkan manfaat dengan ilmu-ilmunya menyatakan bahwa yang dimaksud oleh para Ashhaab al-Syafi’i (ulama-ulama mazhab Syafi’i) dan yang kami lakukan sejak bertahun-tahun adalah keduanya tidak bisa digabungkan.

Karena, qurban dan aqiqah itu masing-masing adalah kesunahan yang niat dan penyebab dilakukannya masing-masing berbeda. Qurban tujuannya adalah penebusan untuk jiwa, sementara akikah itu “penebusan” untuk anak. Karena dengan tebusan untuk anak ini, diharapkan ia dapat tumbuh dengan baik serta mendapatkan kebaikan dan syafaat.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: 4/256 dan Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj)

Pendapat kedua: Diperbolehkan,

Menurut Imam Romli madzhab syafi’i juga hal ini bisa mendapatkan pahala kurban dan aqiqah. Pahalanya berlipat ganda. Tentu harus diniati dari hati orang yang berkurban itu. Apabila tidak diniati, tidak akan mendapat pahala kedua-duanya.

(مَسْأَلَةٌ): ( لَوْ نَوَى اَلْعَقِيْقَةَ وَالضَّحِيَّةَ لَمْ تَحْصُلْ غَيْرَ وَاحِدَةٍ عِنْدَ( (حج) وَيَحْصُلُ اَلْكُلُّ عِنْدَ (م ر)

Artinya: [Masalah] Jika ada orang berniat melakukan aqiqah dan kurban (secara bersamaan) tidak berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar (Al Haitami) dan berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Romli. (Ibnu Hajar Al Haitami, Itsmidil Ain, [Darul Fikr], h:127). 

Kesimpulannya:

Terdapat perbedaan pendapat antar ulama :

- Imam Romli yang memperbolehkan satu hewan dengan diniatkan qurban dan aqiqah serta mendapatkan dua pahala sekaligus. 

- Imam Ibnu Hajar Al Haytami yang tidak memperbolehkan satu kambing diniatkan qurban dan aqiqah.

7. _Bolehkah 1 Sapi Digunakan Untuk 7 Orang Dengan Niat Berbeda Qurban Dan Aqiqah_

Perlu diketahui ada beberapa persamaan antara qurban dan aqiqah diantaranya adalah jenis hewan,umur hewan dan dan syarat ketentuan hewan.

Begitupun kurban, akikah juga boleh dengan menggunakan sapi sekalipun utamanya menggunakan kambing.

Maka untuk menjawab pertanyaan di atas dalam kitab  Almajmu’ Syarhul Muhadzab karya Imam an Nawawi membolehkan satu sapi digunakan untuk akikah tujuh orang anak. Bahkan menurut beliau, boleh juga satu sapi digunakan untuk tujuh orang dengan niat dan tujuan yang berbeda.

Misalnya menyembelih satu sapi untuk tujuh orang dengan niat yang berbeda, tiga orang berniat untuk aqiqah dan lainnya berniat untuk berqurban atau membayar kafarat.

لَوْ ذَبَحَ بَقَرَةً أَوْ بَدَنَةً عَنْ سَبْعَةِ أَوْلَادٍ أَوْ اشْتَرَكَ فِيهَا جَمَاعَةٌ جَازَ سَوَاءٌ أَرَادُوا كُلُّهُمْ الْعَقِيقَةَ أَوْ بَعْضُهُمْ الْعَقِيقَةَ وَبَعْضُهُمْ اللَّحْمَ كَمَا سَبَقَ فِي الْاُضْحِيَّةِ

“Jika seseorang menyembelih sapi atau unta untuk tujuh anak atau adanya keterlibatan sekelompok  orang dalam hal sapi atau unta tersebut, maka hukumnya boleh, baik semua maupun sebagian dari mereka berniat untuk akikah, sementara sebagian yang lain berniat untuk mengambil dagingnya saja, sebagaimana telah dijelaskan dalam masalah kurban.”

8. _Hukum Berkurban Di Kampung Halaman_

Para ulama sepakat bahwa hewan kurban sebaiknya disembelih di tempat atau daerah di mana sahibulkurban tinggal dan berdomisili. Hal ini agar sahibulkurban tersebut dan keluarganya bisa menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya dan bisa makan sebagian daging hewan kurban tersebut.

Imam Nawawi dalam kitabnya Almajmu mengatakan;

اَلْاَفْضَلُ أَنْ يُّضِحِّىَ فِيْ دَارِهِ بِمَشْهَدِ أَهْلِهِ هٰكَذَا قَالَهُ أَصْحَابُنَا

“Yang paling utama adalah berkurban di daerahnya sendiri dengan disaksikan oleh keluarganya. Seperti inilah yang dikatakan sahabat-sahabat kami (ulama-ulama Syafi’iyyah)”

Selain itu, menurut Imam Arramli dalam kitabnya Fatawa Arramli, hewan kurban disembelih dan wajib didistribusikan untuk fakir miskin yang ada di daerah tempat tinggal orang yang berkurban. Orang fakir miskin yang ada di daerah sahibul kurban lebih berhak untuk diperhatikan lebih dahulu dibanding orang lain di luar daerahnya.

Namun demikian, jika di tempat orang berkurban tersebut sudah banyak orang berkurban dan jumlah orang yang membutuhkan daging hewan kurban sedikit, maka diperbolehkan memindahkan dan mendistribusikan hewan kurban ke tempat dan daerah lain yang lebih membutuhkan, baik dalam bentuk hewan yang masih hidup, uang, atau dagingnya.

Dalam kitab Alfiqhul Islami wa Adillatuhu Syaikh Wahbah Azzuhaili menyebutkan;

اَمَّا نَقْلُهَا إِلٰى بَلَدٍ آخَرٍ: فَقَالَ اَلْحَنَفِيَّةُ: يُكْرَهُ نَقْلُهَا كَالزَّكَاةِ مِنْ بَلَدٍ إِلٰى بَلَدٍ إِلَّا أَنْ يَّنْقُلَهَا إِلٰى قَرَابَتِهِ أَوْ إِلٰى قَوْمٍ هُمْ أَحْوَجُ إِلَيْهَا مِنْ أَهْلِ بَلَدِهِ، وَلَوْ نَقَلَ إِلٰى غَيْرِهِمْ أَجْزَأَهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ. 

“Adapun memindahkan hewan kurban ke daerah yang lain, maka ulama-ulama Hanafiyah berpendapat; ‘Dimakruhkan memindahkan hewan kurban sama seperti zakat dari satu daerah ke daerah lain kecuali jika memindahkan hewan kurban tersebut untuk diberikan kepada kerabatnya atau kepada masyarakat yang lebih membutuhkan dari pada masyarakat di daerahnya sendiri. Jika dia memindahkan hewan kurban bukan kepada kedua orang tadi, maka hal itu mencukupi namun disertai makruh.

Dari penjelasan di atas, dibolehkan memindahkan hewan qurban ke tempat yang lebih membutuhkan dibanding tempat orang yang berqurban. Namun jika masyarakat di tempat orang yang berqurban masih banyak yang membutuhkan, maka sebaiknya hewan qurban tersebut disembelih di tempatnya sendiri kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitarnya.

9. _Haruskah Orang yang Berkurban Menyaksikan Proses Penyembelihan Hewan Kurbannya_

Para ulama menjelaskan, bahwa ketika seseorang menyerahkan penyembelihannya pada orang lain maka disunahkan bagi orang yang berkurban untuk menyaksikan prosesi penyembelihan hewan kurbannya, berdasarkan hadits yang mengisahkan ketika Fatimah radhiyallahu ‘anha berkurban dan menyerahkan penyembelihannya pada orang lain, ketika hewan kurbannya hendak disembelih nabi berkata kepada Fatimah;

يَا فَاطِمَةُ قَوْمِي إِلَى أُضْحِيَّتِكَ فَاشْهَدِيهَا فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلْتِيهِ

“Wahai Fatimah, beranjaklah kepada hewan kurbanmu, lalu saksikanlah, sebab semua dosa-dosa yang telah engkau perbuat akan diampuni pada saat tetes pertama darahnya”. (Al-Mustadrok, no.7524, 7525).

Jadi, kesimpulannya orang yang berkurban disunahkan untuk melihat prosesi penyembelihan hewan kurbannya.

10. _Daging Qurban Dibagikan Kepada Non Muslim_

Dalam menyikapi pertanyaan di atas para ulama memiliki pandangan yang berbeda  diantaranya yang tertuang di dalam kitab-kitab fiqih di bawah ini.

وَيُشْتَرَطُ فِيْهِمْ أَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ  أَمَّا غَيْرُهُمْ فَلَا يَجُوْزُ إِعْطَاؤُهُمْ مِنْهَا شَيْئًا . إِعَانِةُ الطَّالِبِيْنَ  

Imam Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho al-Dimyati di dalam kitabnya (I’anah al Thalibin Juz 2/334) juga menyatakan bahwa: Disyaratkan bagi mereka (orang-orang yang menerima daging hewan kurban) harus dari golongan orang-orang muslim, sedang selain muslim tidak diperkenankan memberikan kepada mereka sebagian dari daging hewan kurban.

Perbedaan pendapat ini juga diuraikan oleh imam Zakaria bin Muhammad bin Zakaria al Anshari di dalam kitabnya (Asna al Mathalib). 

ثُمَّ قَالَ اَلنَّوَوِيُّ : وَمُقْتَضَى الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يَجُوْزُ إِطْعِامُهُمْ مِنْ ضَحِيِّةِ التَّطَوُّعِ دُوْنَ الْوَاجِبَةِ] اَلْمَجْمُوْعُ] 

وَقَالَ اَلشَّيْخُ اِبْنُ قُدَامَةِ : وَيَجُوْزُ أَنْ يُّطْعِمَ مِنْهَا كَافِراً وَبِهٰذَا قَالَ اَلْحَسَنُ وَأَبُوْ ثَوْرٍ وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ . لِأَنَّهُ طَعَامٌ لَهُ أَكْلُهُ فَجَازَ إِطْعَامُهُ لِلذِمِّيِّ كَسَائِرِ اْلأَطْعِمَةِ وَلِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ فَجَازَ إِطْعَامُهَا لِلذِمِّيِّ وَالْأَسِيْرِ كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ (اَلْمُغْنِيْ) 

وَالرَّاجِحُ مِنْ أَقْوَالِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ يَجُوْزُ إِطْعَامُ أَهْلِ الذِّمَّةِ مِنْهَا ، وَخِاصَّةً إِنْ كَانُوْا فُقَرِاءَ أَوْ جِيْرَاناً لِلْمُضَحِّيْ أَوْ قَرَابَتَهُ أَوْ تَأْلِيْفاً لِقُلُوْبِهِمْ . اَلْخُلَاصَةُ فِيْ أَحْكَامِ أَهْلِ الذِّمَّةِ 

Bahwa imam Nawawi berkata: “Penerapan pendapat (hukum memberikan daging kurban untuk orang kafir) madzhab kami (Syafi’iyah), sesungguhnya diperbolehkan memberikan daging hewan kurban kepada mereka (orang kafir) dari hewan kurban sunah bukan kurban yang bersifat wajib. (Al Majmu' Juz 8/425).

Al Syaikh Ibnu Qudamah juga berkata: “Diperbolehkan memberi makan dari daging hewan kurban kepada orang kafir. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang dikemukakan oleh imam al Hasan, Abu Tsaur dan para pakar nasihat, karena daging hewan kurban adalah jamuan yang boleh ia konsumsi, maka diperbolehkan memberikan daging hewan kurban kepada kafir dzimmi selayaknya jamuan yang lain, dan karena kurban merupakan sedekah sunah, maka diperbolehkan memberikannya kepada kafir dzimmi juga tawanan sebagaimana sedekah sunah yang lain. (Al Mughni” Juz 9/450)

Pendapat yang unggul (rajih) dari pendapat-pendapat para pakar ilmu menyatakan bahwa sesungguhnya diperbolehkan memberikan daging hewan kurban kepada orang kafir dzimmi, terlebih jika mereka dalam kondisi fakir, atau bertetangga dengan orang yang berkurban, atau kerabat, atau orang yang diharapkan keislamannya. (Al Khullashoh fi ahkami ahli dzimmah juz 3/148)

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa hukum membagikan daging kurban kepada non Muslim adalah ada perbedaan pendapat sebagaimana uraian berikut : 

I. Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan kurban kepada non Muslim adalah tidak boleh secara mutlak. 

II. Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan kurban kepada non Muslim adalah diperinci sebagai berikut: 

Jika kurban tersebut adalah kurban yang bersifat wajib, maka tidak boleh dibagikan kepada non Muslim (kafir dzimmi).

Jika kurban tersebut adalah kurban yang bersifat sunah, maka boleh dibagikan kepada non Muslim (kafir dzimmi). 

III. Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan kurban kepada non Muslim (kafir dzimmi) adalah boleh, terlebih jika mereka dalam kondisi fakir, atau bertetangga dengan orang yang berkurban, atau kerabat, atau orang yang diharapkan keislamannya. Pendapat ini adalah pendapat yang unggul (rajih).

*والله اعلم بالصواب*

Friday, July 8, 2022

🕋 KETIKA TUHAN MENAGIH NADZAR NABI IBRAHIM

Ketika Tuhan Menagih Nazar Nabi Ibrahim As.

BARANGKALI masih banyak umat Islam yang belum mengetahui riwayat atau cerita tentang hari Tarwiyah, Arafah dan Tasyrik di bulan Zulhijah. Di hari bersejarah itulah, hari dimana Nabi Ibrahim as diuji keimanannya, ditagih nazarnya, dan digoda Syaitan untuk menggagalkan perintah Allah menyembelih putra kesayanganya Ismail. Marilah kita menyegarkan ingatan kembali untuk melakukan napak tilas perjalanan spritual Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim as menyembelih kurban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.

“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.

Kemudian Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang berkulit hitam legam, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai 99 tahun.

Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Ismail, artinya “Allah telah mendengar”. Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: “Allah mendengar doaku”.

Mimpi Malam Tarwiyah

Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi adanya seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).”

Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah (artinya, berpikir atau merenung).

Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi dengan seruan yang sama seperti sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.

Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr).

Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi.

Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.

Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba.

Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.

Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari.

Setelah gagal membujuk Ibrahim, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.

Tapi Hajar tak tergoda, lagi-lagi Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail. Maka, Syaitan pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”

“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.

Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ritual ibadah haji.

Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102)

“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).

Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya. Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya.

“Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”

“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada  ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’

“Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu, sehingga ibu semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulkan rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma’il.

Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!” Kemudian Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.

Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat mengetahui, bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”

Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.

Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 106)

Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya.

Pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran Nabi Ibrahim dan putranya Ismail dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”.

Nabi Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha). []

✍️ https://www.facebook.com/126199244186065/posts/2520000864805879/

Wednesday, July 6, 2022

HUKUM MENYEMBELIH HEWAN DARI LEHER BELAKANG SAMPAI KEPALA PUTUS


















Sunday, June 26, 2022

DOA UNTUK ORANG YANG BERANGKAT HAJI

 اللهم اجعله حجا مبرورا وذنبا وغفورا وسعيا مسكورا وعملا صالحا مقبولا وتجارة لن تبور 

Ya Allah,ya Tuhan kami 

Karunikanlah Haji yang Mabrur dan ampunilah Dosa -dosa hamba dan pekerjakan Haji yang dipuji,amalan sholeh yang diterima dan perniagaan yang tidak merugikan  امين

Tuesday, June 21, 2022

🕋 *MUTIARA TAKWA* 🕋

Edisi: _Menyongsong Idhul Adha, Qurban, dan Haji_

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

*7 Hikmah dan Keutamaan Qurban*

Tidak lama lagi kita kedatangan tamu istimewa, Hari Raya ‘Idul Adha, dimana di hari itu nanti dan hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan qurban. Jika kita belum memutuskan untuk berqurban tahun ini, ada baiknya kita menyimak hikmah dan keutamaan qurban pada hari-hari tersebut:

1️⃣Kebaikan dari setiap helai bulu hewan qurban

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: 

“Wahai Rasulullah, apakah qurban itu?” Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab: 

*“Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.”*

[HR. Ahmad dan ibn Majah]


2️⃣Berkurban adalah ciri keislaman seseorang

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: *"Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.”* 

[HR. Ahmad dan Ibnu Majah]


3️⃣Ibadah qurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh *الله*

Dari Aisyah, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: 

*“Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai الله melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada الله –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.”*

[HR. Ibn Majah dan Tirmidzi]


4️⃣Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

*"Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada الله”* [HR. Muslim].


5️⃣Berkurban adalah ibadah yang paling utama

*“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”*

[QS. Al Kautsar : 2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “ *الله* Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada *الله* Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada الله Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

*"Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (qurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk الله, Tuhan semesta alam.”*

[QS. Al An’am : 162]

6️⃣Berqurban adalah sebagian dari syiar agama Islam

*“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama الله terhadap binatang ternak yang telah direzekikan الله kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada الله)”*

[QS. Al Hajj : 34]

7️⃣Mengenang ujian kecintaan dari *الله* kepada Nabi Ibrahim

*"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya الله kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”*

[QS. Ash Shaffat : 102 - 107].


Semoga keberkahan hidup senantiasa menyertai kita. Aamiin.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Monday, June 20, 2022

SAAT SAAT SYAKARATUL MAUT

 🥭 Perkara yang mesti dilakukan diketika datang pada orang yang sakratul maut 🥭,,,

(وروى) ما من ميت يقرأ عنده يس إلا هون الله عليه ويستحب إذا احتضر الميت أن يقرأ عنده أيضا سورة الرعد فإن ذلك يخفف عن الميت سكرة الموت وإنه أهون لقبضه وأيسر لشأنه وذكر جماعة أن السواك يسهل خروج الروح لاستیاکه ﷺ عند موته 

      Pemaparan-nya, apabila dibacakan surah Yasin (يسٓ ) di samping manyat niscaya akan diberikan kegembiraan oleh Allah Swt kepada si manyat tersebut.

      Dan disunnahkan pula membaca surah Ar-ra'du (رعد) disamping orang yang sakraltul maut dikarenakan akan diberikan keringanan kepada kepada orang yang sakraltul maut tersebut dan diberikan kelancaran untuk keluarnya ruh.

     Berpendapat satu kelompok ulama : sesungguhnya bersiwak (menggosok gigi) menjadi penyebab mudah keluarnya ruh karena Nabi Saw bersiwak diketika wafatnya. Wallahu 'alam 


Referensi dari kitab,

إرشاد العباد          ٣١          {الحرمين}


💖 Mohon dikoreksi apabila terdapat kekeliruan dan kesalahan 💖

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes