BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, April 9, 2023

PARA MUSTAHIK ZAKAT


Berikut sasaran Mustahik zakat 

1. Orang Fakir: orang yang tidak punya harta atau pekerjaan sama sekali dari kerjaan halal atau punya harta atau kerjaan tapi tidak mencukupi 50% dari kebutuhan sehari-hari.

2. Orang Miskin: orang yaitu orang yang mempunyaai harta atau mata pencaharian tetapi tidak mencukupi.

3. Amil zakat : orang yang diberi tugas oleh imam untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.

4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

5. Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran.

6. Orang yang berhutang.

7. Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji.

8. Ibnus Sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat. Referensi :

الإقناع للشربيني الجزء 1 صحـ : 229

وتدفع الزكاة ) من أي صنف كان من أصنافها الثمانية المتقدم بيانها ( إلى ) جميع ( الأصناف الثمانية ) عند وجودهم في محل المال ( وهم ) الذين ذكرهم الله تعالى في كتابه العزيز في قوله تعالى { إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل


A. Fakir merupakan kondisi ketika seseorang tidak memiliki harta dan pekerjaan, sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkang.      

B. Miskin adalah kondisi di mana sudah memiliki pekerjaan dan juga harta, namun belum bisa mencukupi kebutuhan pokok dirinya maupun keluarga yang ditanggungnya sehari-hari.

C. Gharim (Orang yang Memiliki Hutang)

Gharim merupakan orang yang memiliki hutang. Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat. Namun, orang-orang yang berhutang untuk kepentingan maksiat seperti judi dan berhutang demi memulai bisnis lalu bangkrut, hak mereka untuk mendapat zakat akan gugur. 

ORANG KAFIR TIDAK BERHAK MENDAPATKAN ZAKAT


Orang non muslim tidak berhak menerima zakat. Dalam kitab Fathul Qorib silahkan lihat halaman nya.


Saturday, April 8, 2023

SHOLAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA

 


[6/4 01.12] +62 878-5034-1451: Assalamu Alaikum ada yg saya mau tanyakan ....

 Ketika solat eid bertepatan pada hari Jum at  yg saya mau tanyakan adalah 

(1) bisa kah solat eid tanpa melakukan solat Jumat dan di ganti solat duhur.  ?

(2) apakah masih wajib solat Jumat setelah selesainya solat Ied di pagi hari ....

(3) apakah benar nabi melarang terlaksananya 2 khutbah di hari satu hari yg sama .yaitu khutbah solat Ied dan khutbah solat Jumat ..... Mohin pencerahannya para asasatid, Trima kasih

[6/4 04.15] Zain Admin 3 Busana: قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى

* (وَإِنْ اتَّفَقَ يوم عيد ويوم جمعة فحضر أهل السواد فصلوا العيد جاز ان ينصرفوا ويتركوا الجمعة لما روى عن عثمان رضي الله عنه انه قال في خطبته " ايها الناس قد اجتمع عيدان في يومكم فمن أراد من اهل العالية ان يصلي معنا الجمعة فليصل ومن اراد ان ينصرف فلينصرف " ولم ينكر عليه احد

ولانهم إذا قعدوا في البلد لم يتهيؤا بالعيد فان خرجوا ثم رجعوا للجمعة كان عليهم في ذلك مشقة والجمعة تسقط بالمشقة ومن اصحابنا من قال تجب عليهم الجمعة لان من لزمته الجمعة في غير يوم العيد وجبت عليه في يوم العيد كأهل البلد والمنصوص في الام هو الاول)

* (الشَّرْحُ) هَذَا الْأَثَرُ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ وَالْعَالِيَةُ بِالْعَيْنِ الْمُهْمَلَةِ هِيَ قَرْيَةٌ بِالْمَدِينَةِ مِنْ جِهَةِ الشَّرْقِ وَأَهْلُ السَّوَادِ هُمْ أَهْلُ الْقُرَى وَالْمُرَادُ هُنَا اهل القرى الذين يبلغهم النداء ويلزمهم حُضُورُ الْجُمُعَةِ فِي الْبَلَدِ فِي غَيْرِ الْعِيدِ وَيُنْكَرُ عَلَى الْمُصَنِّفِ قَوْلُهُ رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ بِصِيغَةِ التَّمْرِيضِ مَعَ أَنَّهُ حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَقَدْ سَبَقَ التَّنْبِيهُ عَلَى نَظَائِرِهِ وَقَوْلُهُ يَتَهَيَّأُ مَهْمُوزٌ

* اما الْأَحْكَامُ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ إذَا اتَّفَقَ يَوْمُ جُمُعَةٍ يَوْمَ عِيدٍ وَحَضَرَ أَهْلُ الْقُرَى الَّذِينَ تَلْزَمُهُمْ الْجُمُعَةُ لِبُلُوغِ نِدَاءِ الْبَلَدِ فَصَلَّوْا الْعِيدَ لَمْ تَسْقُطْ الْجُمُعَةُ بِلَا خِلَافٍ عَنْ أَهْلِ الْبَلَدِ وَفِي أَهْلِ الْقُرَى وَجْهَانِ الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ لِلشَّافِعِيِّ فِي الْأُمِّ وَالْقَدِيمُ أَنَّهَا تَسْقُطُ

(وَالثَّانِي)

لَا تَسْقُطُ وَدَلِيلُهَا فِي الْكِتَابِ وَأَجَابَ هَذَا الثَّانِي عَنْ قَوْلِ عُثْمَانَ وَنَصِّ الشَّافِعِيّ فَحَمَلَهُمَا عَلَى مَنْ لَا يَبْلُغُهُ النِّدَاءُ 

[النووي، المجموع شرح المهذب، ٤٩١/٤]

BUAH KHULDI

 


Assalamu alaikum wr wb..


*Buah Khuldi*

Buah Khuldi adalah penamaan buah untuk nama pohon yang Allah ‘Azza Wajalla larang Nabi Adam dan istri beliau untuk mendekatinya. Sebagaimana firman Allah ‘Azza Wajalla,

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

“Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!” (QS. Al-Baqarah: 35)


Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

نوع من أنواع شجر الجنة; الله أعلم بها، وإنما نهاهما عنها امتحانا وابتلاء

“Pohon ini merupakan salah satu pohon surga. Allah yang lebih tahu tentang hal tersebut. Akan tetapi, yang jelas Allah larang keduanya mendekati pohon tersebut sebagai bentuk ujian (patuh ataukah tidak).” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 49)

Akan tetapi, setan berupaya sedemikian kuat untuk menjerumuskan Nabi Adam dan Hawa ‘alaihimassalam agar tidak mematuhi perintah Rabbnya. Dalam sebuah riwayat  disebutkan bahwa setan berpura-pura menangis dengan tangisan yang menyayat sehingga mengundang iba keduanya. Setan mengaku bersedih jika keduanya nanti tidak akan menjumpai nikmat seperti ini, sampai ia berkata,

يا آدم هَل أدلك على شجرة الخلد ومُلك لا يبلى؟ وقال:”ما نهاكما ربكما عن هذه الشجرة إلا أن تكونا مَلَكين أو تكونا من الخالدين، وقاسمهما إني لكما لمن الناصحين”

“Wahai Adam, maukah kutunjukkan manfaat pohon Khuld yang nantinya kamu akan menjadi malaikat di sini yang tidak akan lenyap? Rabbmu melarangmu memakannya agar engkau tidak menjadi malaikat dan kekal di sini. (Bahkan setan sampai bersumpah) dan mengatakan bahwa, aku ini benar-benar memberi saran yang baik untukmu.” 

Rayuan setan ini pun masuk ke dalam hati Adam dan Hawa dan keduanya menuruti bisikan tersebut. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,


فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ

“Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, ‘Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).’” (QS. Al-A’raf: 20)

Allah pun memberikan teguran dengan menampakkan aurat lahir mereka karena telah melanggar apa-apa yang Allah perintahkan. Hal ini menunjukkan, bahwa kemaksiatan dalam hati sekalipun akan berdampak pada lahiriah manusia. Syekh As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan ayat ini dengan mengatakan,


ظهرت عورة كل منهما بعد ما كانت مستورة، فصار للعري الباطن من التقوى في هذه الحال أثر في اللباس الظاهر، حتى انخلع فظهرت عوراتهما، ولما ظهرت عوراتهما خَجِلا وجَعَلا يخصفان على عوراتهما من أوراق شجر الجنة، ليستترا بذلك

“Nampaklah aurat keduanya satu sama lain, setelah sebelumnya tertutup. Keterbukaan batin (karena melanggar ketentuan Allah) memberikan efek kepada keterbukaan lahiriah (terbukanya aurat). Sampai benar-benar tidak ada yang menutupi aurat mereka dan nampaklah aurat keduanya. Mereka pun berupaya menutupinya karena malu dengan dedaunan surga.” 

Jika Nabi Adam ‘alaihissalam langsung Allah tegur, bagaimana dengan kita yang bahkan kedekatan kita dengan Allah Ta’ala tidak sebagaimana kedekatan Nabi Adam ‘alaihissalam?! Semoga Allah jaga kita dari perbuatan ingkar kepada Allah Ta’ala.


Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

Wassalam

Semoga bermanfaat

Friday, April 7, 2023

TIGA MODAL UNTUK MENJADIKAN AL-QUR'AN SEBAGAI PETUNJUK DALAM KEHIDUPAN



*(Edisi Khusus Memperingati Nuzulul Qur'an)*

Jum'at, 07 April 2023 M/ 16 Romadhon 1444 H.

Oleh :A. Hasanuddin. HR.

*"Tiga Modal Untuk Menjadikan Al-Qur'an Sebagai Petunjuk Dalam Kehidupan"*

Salah satu dari ke istimewaan bulan Romadhon adalah; *"Diturunkannya Al-Qur'an di dalamnya".*

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)." (QS. Al-Baqoroh : 185).

 Al-Qur'an pertama kali diturunkan (secara global dari Lauhil Mahfudz ke Baitul 'Izzah di langit dunia) pada malam tanggal 17 Romadhon, ketika Rosulullah 

*صلى الله عليه وسلم*

sedang berada di guha Hiro. Kemudian Al-Qur'an diturunkan secara bertahap dalam kurun waktu selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. (Tarikh At-Tasyri' Al-Islamy. Hal. 6-7)

Salah satu fungsi diturunkannya Al-Qur'an adalah sebagai; "Petunjuk (bagi manusia) dari kesesatan." (Tafsir Jalain)

Menurut Imam Ibnu Katsir, Al-Qur'an bisa menjadi petunjuk bagi hati setiap hamba *memiliki tiga modal,* dalam dirinya, yaitu:

1.- Beriman terhadap Al-Qur'an sebagai wahyu Allah yang diturunkan.

2.- Meyakini kebenaran isi kandungan Al-Qur'an.

3.- Mengikuti petunjuk Al-Qur'an. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz. I. hal. 202) 

Inilah *tiga modal* yang dibutuhkan untuk  menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dalam kehidupan agar terhindar dari kesesatan.

*Sahabat-Sahabat*

*رحمكم الله* 


Al-Hafidz As-Suyuti dalam kitab Al-Itqon fi 'Ulumil Qur'an (Juz.II, hal. 514) mengutip sebuah hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Al-Qur'an:

"Al-Qur'an adalah yang bisa memberikan Syafa'at dan diterima syafa'atnya, yang agung yang mengandung kebenaran, siapa orang yang menjadikan Al-Qur'an didepannya (sebagai petunjuk) maka Al-Qur'an akan membimbingnya ke surga. Dan siapa orang yang menjadikan Al-Qur'an dibelakangnya (tidak memperdulikannya) maka Al-Qur'an akan menggiringnya ke neraka." (HR. Abu 'Ubaidah dari Anas)

*"Ya Allah, Sayangilah Kami Dengan Sebab Al-Qur'an Dan Jadikanlah Al-Qur'an Sebagai Pemimpin, Cahaya, Petunjuk Dan Rahmat Bagi Kami, Ya Allah, Ingatkanlah Kami Akan Ayat-Ayat Al-Qur'an Yang Kami Lupa, Ajarilah Kami Tentang Isi Al-Qur'an Yang Kami Tidak Ketahui, Dan Berilah Kami Ni'mat Bisa Membacanya Di Waktu Malam Dan Siang Hari. Jadikanlah Al-Qur'an Sebagai Pembela Bagi Kami, Wahai Tuhan Semesta Alam ."*

*امين يارب العالمين.*🤲🤲🤲

*والله اعلم بالصواب*

*- اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*

*- اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*

*- اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد*

Semoga Bermanfa'at.

🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏

*Monggo Diseruput☕Kopi Dhuhanya*

😄😄😄🙏🙏🙏

Tapi kalau ☕kopi asli nunggu waktu buka yah dinikmatinya... 😄😄😄🙏🙏🙏

Tuesday, April 4, 2023

CATATAN ZAKAT FITRAH

 


*CATATAN ZAKAT FITRAH* K.H.MUHIB AMAN BESUK


1. Amil adalah orang orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk mengelola penarikan dan penyaluran zakat. Praktiknya adalah BAZ dan turunannya.


2. Pengurus masjid, sekolah, RT yang mengangkat diri sendiri menjadi panitia zakat tidak bisa disebut amil, sehingga status mereka hanya menjadi wakil dari muzakki (pembayar zakat)


3. Zakat yang dibayarkan kepada amil hukumnya sudah sah karena amil termasuk salah satu ashnaf delapan sehingga muzakki sudah lepas kewajiban.


4. Sedangkan zakat yang diserahkan kepada panitia belum dikatakan sah sampai panitia mewakili muzakki menyerahkannya kepada mustahiq ashnaf delapan. 


5. Jika sampai maghrib hari idul fitri, zakat yang terkumpul di panitia (bukan amil) belum tersalurkan maka hukumnya haram karena mengulur zakat fitri melampaui batas waktunya. 


6. Jika panitia menyalurkan zakat tidak sesuai sasaran mustahiq, misalnya diserahkan kepada ustadz kaya, dijual untuk biaya penyaluran, beli pembungkus, pembangunan sarana umum, ongkos panitia, maka panitia wajib mengganti dan menyalurkan sebagaimana mestinya.


7. Jika pada poin 5 dan 6 panitia tidak mau bertanggungjawab, maka muzakki tetap wajib membayar zakat ulang. Berbeda jika poin 5 dan 6 dilakukan oleh amil, maka muzakki tidak perlu mengganti lagi.


8. Karena status panitia hanyalah wakil muzakki, maka tidak boleh ada zakat yang disalurkan kembali kepada muzakki atau kepada orang yang menjadi tanggungjawab nafkah muzakki. Misalnya Andrew membayar zakat di sekolah lalu oleh pantia sekolah zakat itu disalurkan kepada wali murid dan kebetulan zakat Andrew (meskipun sebagian) diterima oleh Prayitno ayah Andrew. Sama saja belum bayar zakat 


9. Zakat fitrah adalah ibadah yang aturannya sudah ditentukan. Sebagaimana ibadah Qurban dan Aqiqah tidak bisa digantikan dengan bagi bagi uang tunai, zakat fitrah juga harus berupa bahan makan, tidak bisa digantikan dengan membayar uang tunai.


10. Bagi bagi uang tunai adalah sedekah yang mungkin lebih bernilai manfaat dari pada beras, akan tetapi ia tetap tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat fitrah menurut 3 madzhab, kecuali Hanafiyah.


11. Solusi bagi yang kesulitan membayar zakat dengan bahan makan, bisa membayar dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan madzhab Hanafiyah yaitu uang tunai senilai 3.8Kg kurma, anggur, gandum atau 1.9kg gandum. Ingat, bukan senilai 2.7kg beras.


12. Solusi lain yaitu panitia menyediakan beras untuk dijual kepada muzakki yang hendak membayar dengan uang. Catatan, beras yang sudah dibeli dan dibayarkan sebagai zakat, tidak boleh dijual lagi oleh panitia kepada muzakki yang lain. Harus disalurkan ke mustahiq.


13. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang nafkahnya sudah ditanggung, meskipun dia miskin. Misalnya istri dan anak kecil yang sudah dicukupi nafkah oleh suami dan orang tuanya. Jika suami atau orang tuanya miskin maka berikan saja kepadanya bukan kepada anak istrinya.


14. Anak yatim tidak berhak menerima zakat. Jika dia punya banyak warisan maka dia termasuk kaya, jika dia tidak punya warisan maka nafkahnya harus ditanggung baitul mal atau umat Islam, bukan dari zakat. Kecuali jika benar benar tidak ada yang memberinya nafkah, boleh zakat diberikan melalui pengasuhnya.


15. Boleh memberikan zakat kepada keluarga dan kerabat bahkan lebih utama daripada diberikan kepada orang lain yang bukan kerabat. Asal mereka tergolong orang yang berhak (fakir miskin) dan bukan orang yang menjadi beban nafkah muzakki, misalnya anak, orang tua, dan istri.


16. Boleh juga diberikan kepada anak sendiri yang sudah dewasa, yang miskin, yang sudah tidak menjadi kewajiban nafkah bagi orang tuanya. Tidak boleh diberikan kepada anaknya yang masih kecil, dewasa tapi cacat, dan anak perempuan meskipun dewasa (karena selama belum bersuami masih wajib difkahi ayahnya dan ketika bersuami sudah ditanggung nafkah suaminya)


17. Kyai atau ustadz yang kaya, madrasah, pesantren, pembangunan masjid, tidak sah menjadi penerima zakat fitrah atas nama fakir miskin mapun sabilillah (lihat video)


18. Silahkan ditambahkan atau direvisi dengan kitab rujukan


19. Tidak tertutup adanya perbedaan pendapat ulama akan tetapi untuk mengamalkan harus jelas dulu sumbernya sehingga bisa niat taqlid.


-----


١- (البيجوري على فتح القريب ٢/٣٠١)

قوله العامل من استعمله الإمام إلخ أي كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعها 


٢-٣- (كفاية الاخيار ١/١٩٢)

اﻟﺼﻨﻒ اﻟﺜﺎﻟﺚ اﻟﻌﺎﻣﻞ ﻭﻫﻮ اﻟﺬﻱ اﺳﺘﻌﻤﻠﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻟﻴﺪﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺘﺤﻘﻴﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻣﺮﻩ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺑﺸﺮﻃﻪ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﻠﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻓﻲ اﻵﻳﺔ


٤- الأم الجزء الثاني ص 84

ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها (1) فإذا تحقق منك فليس لك الانتقاص منها لما تحققت بقيامه بها (قال) ولا أحب لاحد من الناس يولى زكاة ماله غيره لان المحاسب بها المسئول عنها هو فهو أولى بالاجتهاد في وضعها مواضعها من غيره وأنه على يقين من فعل نفسه في أدائها وفى شك من فعل غيره لا يدرى أداها عنه أو لم يؤدها فإن قال أخاف حبائى فهو يخاف من غيره مثل ما يخاف من نفسه ويستيقن فعل نفسه في الاداء ويشك في فعل غيره


٥- فتح الوهاب ١٣٢

ﻭﺳﻦ ﺇﺧﺮاﺟﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺻﻼﺓ ﻋﻴﺪ ﻭﺣﺮﻡ ﺗﺄﺧﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﻳﻮمه


٦- معلوم مما تقدم

٧- معلوم


٨- الأم الجزء الثاني ص ٨٤

ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها 


٩- فتح العلام (٣/٣٠٢)

اتفق الائمة انه لايجوز اخراج القيمة في الفطرة الا ابا حنيفة فقال يجوز بل هو الافضل في السعة اما في الشدة فدفع العين افضل 


١٠- المجموع شرح المهذب (٥/٤٢٩)

(ﻓﺮﻉ) ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺃﻥ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﺧﺮاﺝ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺩاﻭﺩ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻣﺎﻟﻜﺎ ﺟﻮﺯ اﻟﺪﺭاﻫﻢ ﻋﻦ اﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ ﻭﻋﻜﺴﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻳﺠﻮﺯ ﻓﺈﺫا ﻟﺰﻣﻪ ﺷﺎﺓ ﻓﺄﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﺩﺭاﻫﻢ ﺑﻘﻴﻤﺘﻬﺎ ﺃﻭ اﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﺎﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔ ﻋﻨﺪﻩ ﻛﺎﻟﻜﻠﺐ ﻭاﻟﺜﻴﺎﺏ 


١١- الموسوعة الفقهية الكويتية (23/ 3)

ثُمَّ قَال الْحَنَفِيَّةُ : مَا سِوَى هَذِهِ الأْشْيَاءِ الأْرْبَعَةِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا مِنَ الْحُبُوبِ كَالْعَدَسِ وَالأرُزِّ ، أَوْ غَيْرِ الْحُبُوبِ كَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَاللَّحْمِ وَالْعُرُوضِ ، فَتُعْتَبَرُ قِيمَتُهُ بِقِيمَةِ الأْشْيَاءِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا ، فَإِذَا أَرَادَ الْمُتَصَدِّقُ أَنْ يُخْرِجَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ مِنَ الْعَدَسِ مَثَلاً ، فَيُقَوِّمُ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ ، فَإِذَا كَانَتْ قِيمَةُ نِصْفِ الصَّاعِ ثَمَانِيَةَ قُرُوشٍ مَثَلاً ، أَخْرَجَ مِنَ الْعَدَسِ مَا قِيمَتُهُ ثَمَانِيَةُ قُرُوشٍ مَثَلاً ، وَمِنَ الأرزِ وَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الأْشْيَاءِ الَّتِي لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهَا الشَّارِعُ ، يُخْرِجُ مِنَ الْعَدَسِ مَا يُعَادِل قِيمَتَهُ


١٢-المجموع الجزء 2 صحـ : 156 وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِْلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إلَى أَهْلِهَا ِلأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَلَّى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إذْنِهِمْ فَإِنْ أَخَذَ نِصْفَ شَاةٍ أَوْ وُقِفَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الْمَوَاشِيْ وَخَافَ هَلاَكَهُ أَوْ خَافَ أَنْ يُؤْخَذَ فِي الطَّرِيْقِ جَازَ لَهُ بَيْعُهُ ِلأَنَّهُ مَوْضِعُ ضَرُوْرَةٍ اهـ


١٣- كفاية الاخيار (١/١٩٠)

ﻭاﻋﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﻔﻘﻴﺮ اﻟﻤﻜﻔﻲ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻭﻛﺬا اﻟﺰﻭﺟﺔ اﻟﻤﻜﻔﻴﺔ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻭﻗﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ ﺃﻭﺻﻰ ﻟﻬﻢ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻫﺬا ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭﻣﺤﻞ اﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻟﻘﺮﻳﺐ ﺇﺫا ﺃﻋﻄﺎﻩ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ اﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺩﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﻗﻄﻌﺎ ﻷﻧﻪ ﺑﺬﻟﻚ ﻳﺪﻓﻊ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﺘﺮﺟﻊ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ


١٤-كفاية الاخيار (١/١٩٠)

اﻟﺼﻐﻴﺮ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻣﻦ ﻳﻨﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻘﻴﻞ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻻﺳﺘﻐﻨﺎﺋﻪ ﺑﻤﺎﻝ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻣﻦ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻭاﻷﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻳﻌﻄﻰ ﻓﻴﺪﻓﻊ ﺇﻟﻰ ﻗﻴﻤﻪ ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺤﻖ ﺳﻬﻢ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻷﻥ ﺃﺑﺎﻩ ﻓﻘﻴﺮ ﻗﻠﺖ ﺃﻣﺮ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻨﺎ ﻫﺬا ﻗﺪ ﺗﻌﻄﻞ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﻮاﺣﻲ ﻟﺠﻮﺭ اﻟﺤﻜﺎﻡ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ اﻟﻘﻄﻊ ﺑﺠﻮاﺯ ﺇﻋﻄﺎء اﻟﻴﺘﻴﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺷﺮﻳﻔﺎ ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻰ ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻊ ﻣﻦ ﺧﻤﺲ اﻟﺨﻤﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ


١٥- المجموع شرح المهذب (٦/٢١٩)

ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﺃﻗﺎﺭﺏ ﻟﻪ ﻻ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻬﻢ ﻓﺎﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ

اﻻﻗﺮﺏ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﺕ ﺃﻡ ﻛﻠﺜﻮﻡ ﺑﻨﺖ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻣﻌﻴﻂ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ " ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻋﻠﻲ اﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻫﻰ ﻋﻠﻲ ﺫﻯ اﻟﻘﺮاﺑﺔ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﺻﻠﺔ ")


١٦- فتح العلام (٣/٣٣٣)

ان لا يكون ممونا للمزكي فلا يجوز دفعها للوالدين وان علوا ولا للمولودين وان سفلوا لاستغنائهم بالنفقة الواجبة وتقدم عن الشبراملسي انه يجوز للولد الفقير ان يأخذ من زكاة ابيه ما زاد على نفقته ليصرفه على زوجته لان نفقتها لا تلزم الاب 


الشمس المنيرة (٢/٢٥٦)

يجوز لشخص دفع زكاته لولده المكلف بشرطه اذ لاتلزمه نفقته

Sunday, April 2, 2023

KHUTBAH JUM'AT DISELANG DENGAN CERAMAH, APAKAH MEMUTUSKAN MUWALAH

Para guru mohon maaf saya bertanya tentang khutbah yang di selang pakai ceramah apakah memutuskan muwalat apa tidak mohon jawaban dan referensinya🙏

Jawabannya sebagai berikut 

 Tdk memutus


[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,2/82]

(و) شرط فيهما (عربية) لاتباع السلف والخلف.

وفائدتها بالعربية - مع عدم معرفتهم لها - العلم بالوعظ في الجملة.

قاله القاضي.

وإن لم يمكن تعلمها بالعربية قبل ضيق الوقت خطب منهم واحد بلسانهم، وإن أمكن تعلمها وجب كل على الكفاية، (وقيام قادر عليه، وطهر) من حدث أكبر وأصغر، وعن نجس غير معفو عنه، في ثوبه، وبدنه، ومكانه.

................................

(قوله: وشرط فيهما) أي في الخطبتين.

والمراد أركانهما، كما في التحفة، وعبارتها مع الأصل: ويشترط كونها - أي الأركان - دون ما عداها عربية الخ.

اه.

وكتب سم ما نصه: قوله دون ما عداها: *يفيد أن كون ما عدا الأركان من توابعها بغير العربية لا يكون مانعا من الموالاة.*

اه.

قال ع ش: ويفرق بينه وبين السكوت بأن في السكوت إعراضا عن الخطبة بالكلية، بخلاف غير العربي، فإن فيه وعظا في الجملة، فلا يخرج بذلك عن كونه في الخطبة.

اه.

(قوله: لاتباع السلف والخلف) تعليل لاشتراط كونهما بالعربية، أي شرط ذلك لاتباع السلف والخلف، أي لوجوب اتباعهم أو المراد لفعل السلف والخلف المتبع، فهو على تقدير مضاف فقط على الأول، ومع تأويل المصدر بمعنى اسم المفعول على الثاني.

وإنما احتيج إلى ذلك لأجل أن تصح العلة.

ومر أن السلف هم الصحابة، وعم الخلف من عداهم.

وذكر في النهاية العلة المذكورة، وزاد: ولأنها ذكر مفروض، فاشترط فيها ذلك، كتكبيرة الإحرام.


 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes