BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, October 22, 2023

PERAN PENTING AKHLAK DALAM MUAMALAH

 



*Peran penting akhlak dalam Muamalah*


Al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah berkata, 


*اعلم أن الألفة ثمرة حسن الخلق، والتفرق ثمرة سوء الخلق، لأن حسن الخلق يوجب التحابب والتوافق، وسوء الخلق يثمر التباغض والتدابر، ولا يخفى ما فى حسن الخلق من الفضل، والأحاديث دالة على ذلك*


"Ketahuilah bahwa keakraban itu merupakan buah dari akhlak yang baik dan pertikaian itu merupakan buah dari jeleknya akhlak karena akhlak yang mulia pasti akan mendatangkan kecintaan dan kesesuaian"


"Sedangkan akhlak yang jelek pasti akan mendatangkan sikap saling membenci dan membelakangi"


"Dan perkara yang tidak diragukan lagi bahwa akhlak yang mulia itu memiliki keutamaan sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh hadits-hadits." 


(Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, jilid 1, hlm. 97).

Saturday, October 21, 2023

ADZAN DAN IQOMAH SAAT MENGUBUR ORANG YANG MENINGGAL

 


ADZAN DAN IQOMAH SAAT MENGUBUR ORANG YANG MENINGGAL


Deskripsi Masalah :

Adzan dan Iqomah saat hendak mengubur mayyit sudah menjadi tradisi dikebanyakan daerah di Indonesia, khususnya kaum Nahdiyin. Kebanyakan dari mereka hanya sekdar ikut-ikutan dalam melakukannya, tanpa mengetahui hukum asal dari Adzan dan Iqomah tersebut.


Pertanyaan :

1. Bagaimana hukum menguburkan jenazah di kumamdankan adzan dan iqomah terlebih dahulua?2. apakah hal itu disunnahkan secara syariat??


Jawaban :

Hukum adzan dan iqomah pada saat memasukkan mayyit ke lianglahat adalah khilaf: 

1. Tidak disunnahkan

2. Disunahkan seperti halnya kesunahan adzan dan iqamah pada telinga bayi sesaat setelah lahir. Titik kesamaan antara keduanya adalah keluar menuju dimensi kehidupan baru.

Referensi :

إِعَانَةُ الطَّالِبِيْن جُزْ 1ص 230<br />

وَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ يُسَنُّ الأَذَان عِنْدَ دُخُولِ القَبْرِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ بِنِسْبَتِهِ قِيَاسًا لِخُرُوجِهِ مِنَ الدُنْيَا عَلَى دُخُولِهِ فِيْهَا. قَالَ إبنُ حَجَرٍ: وَرَدَدْتُهُ فِى شَرْحِ العُبَابِ، لَكِنْ إِذَا وَافَقَ إِنْزَالُهُ القَبْرَ أَذَانٌ خَفَّفَ عَنْهُ فِى السُّؤَالِ.<br />

<br />

الفتاوي الفقهية الكبرى ص 17 ج 2<br />

<br />

(ﻭﺳﺌﻞ) ﻧﻔﻊ اﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﻣﺎ ﺣﻜﻢ اﻷﺫاﻥ ﻭاﻹﻗﺎﻣﺔ ﻋﻨﺪ ﺳﺪ ﻓﺘﺢ اﻟﻠﺤﺪ؟<br />

(ﻓﺄﺟﺎﺏ) ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻫﻮ ﺑﺪﻋﺔ ﺇﺫ ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻓﻴﻪ ﺷﻲء ﻭﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻓﻴﻪ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﻮﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺛﻢ ﺭﺃﻳﺖ اﻷﺻﺒﺤﻲ ﺃﻓﺘﻰ ﺑﻤﺎ ﺫﻛﺮﺗﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﺳﺌﻞ ﻫﻞ ﻭﺭﺩ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﺧﺒﺮ ﻋﻨﺪ ﺫﻟﻚ ﻓﺄﺟﺎﺏ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺧﺒﺮا ﻭﻻ ﺃﺛﺮا ﺇﻻ ﺷﻴﺌﺎ ﻳﺤﻜﻰ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻌﻠﻪ ﻣﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﺳﺘﺤﺒﺎﺏ اﻷﺫاﻥ ﻭاﻹﻗﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺃﺫﻥ اﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﻭﻛﺄﻧﻪ ﻳﻘﻮﻝ اﻟﻮﻻﺩﺓ ﺃﻭﻝ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻫﺬا ﺁﺧﺮ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﻓﻴﻪ ﺿﻌﻒ ﻓﺈﻥ ﻣﺜﻞ ﻫﺬا ﻻ ﻳﺜﺒﺖ ﺇﻻ ﺑﺘﻮﻗﻴﻒ ﺃﻋﻨﻲ ﺗﺨﺼﻴﺺ اﻷﺫاﻥ ﻭاﻹﻗﺎﻣﺔ ﻭﺇﻻ ﻓﺬﻛﺮ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﺤﺒﻮﺏ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎﻝ ﺇﻻ ﻓﻲ ﻭﻗﺖ ﻗﻀﺎء اﻟﺤﺎﺟﺔ اﻩـ ﻛﻼﻣﻪ - ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ - ﻭﺑﻪ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻣﻮاﻓﻖ ﻟﻤﺎ ﺫﻛﺮﺗﻪ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺎﺭ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺿﻌﻒ اﻟﻘﻴﺎﺱ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻇﺎﻫﺮ ﺟﻠﻲ ﻳﻌﻠﻢ ﺩﻓﻌﻪ ﺑﺄﺩﻧﻰ ﺗﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮاﺏ.


Copyright © 2021 IASS

Friday, October 20, 2023

DZAKAR BERGERAK LEBIH 3X/LEBIH KETIKA SHALAT,, TIDAK MEMBATALKAN SHALAT

EVALUASI DIRI

 


*EVALUASI DIRI*


'Umar bin Khatthab رضي الله عنه berkata :


*حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا ، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا ، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا ، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ، يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ*


"Hisablah dirimu semua sebelum (nanti) dihisab, dan timbanglah dirimu sebelum (nanti) ditimbang, karena nanti hisabmu akan lebih mudah jika engkau "evaluasi" dirimu sekarang, 

hiaslah dirimu (dengan beramal shalih) untuk Pertemuan Akbar (besar). 

Pada Hari itu kamu Dihadapkan (kepada Rabbmu), & tidak ada sesuatu Darimu Yang Tersembunyi (Bagi Allah)"


(Az-Zuhud hal 120 oleh Imam Ahmad, & Hilyatul Auliya' I/52, dan Muhaasabatun Nafs hal 22 oleh Ibnu Abid Dunya)


'Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه berkata :


*ارْتَحَلَتْ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا،* 

*فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ*


"Dunia pergi membelakangi, sedangkan akhirat datang menghadap, & keduanya memiliki warga. 

Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, & janganlah menjadi anak-anak dunia, karena 

*sesungguhnya hari ini (di dunia) tempat beramal tanpa ada hisab, sedangkan besok (di akhirat) tempat hisab (perhitungan) & tanpa ada kesempatan beramal"*

 (Bukhari no.6417)


Abu ad-Darda' رضي الله عنه berkata :


"Sesungguhnya yang Paling Aku "Takuti" adalah ketika sedang dihisab ditanyakan kpda diriku : "Sungguh engkau "memiliki" ilmu, lalu Apa yang engkau Amalkan dari yang Telah engkau ketahui ?" 

(Akhlaaqul Ulamaa' hal 71 oleh Imam al-Ajurry)


Al-Hasan Al-Bashri رحمه الله berkata :


"Hisab menjadi "ringan" bagi orang yg telah menghisab dirinya di dunia. 

Dan hisab jadi berat pada hari Kiamat bagi orang yang melakukan "Urusan Tanpa Muhasabah" 

(Hilyatul Auliyaa' 2/157)


Al-Fudhail bin ‘Iyadh رحمه الله berkata :


"Mukmin itu yg rajin menghisab dirinya & ia mengetahui bahwa ia akan berada "di hadapan" Allah kelak. 

Sedang orang munafik adalah "orang yang lalai" akan dirinya sendiri (dia enggan mengoreksi diri). 


Semoga Allah merahmati seorang hamba yang terus "mengoreksi" dirinya sebelum datang "malaikat maut" untuk menjemputnya" 

(Tarikh Baghdad 4/148, lihat A’mal Al-Qulub hal 372)


اَللّٰهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَاباً يَسِيْرًا ، وَ يَمِّنْ كِتَابِيْ


Ya Allah hisablah diriku dengan hisab yg Mudah, & berikan di Tangan Kanan kitab (catatan amal)ku...

Thursday, October 19, 2023

PENTINGNYA BELAJAR ADAB SEBELUM MEMPELAJARI ILMU AGAMA

 *_Urgensi Mempelajari Adab Sebelum Mempelajari Ilmu Agama_*

Tidak diragukan lagi bahwa belajar dan menuntut ilmu agama telah dijelaskan keutamaannya dalam nash yang terbilang dalam al-Quran maupun al-Hadist, diantaranya Allah berfirman:


*يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ*


Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (al-Mujadilah: 11).


Disebutkan pula dalam hadist bahwa Rasul sallallahu alaihi wa sallam bersabda:


*وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ على سَائِرِ الْكَوَاكِبِ*


Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu dibanding ahli ibadah, seperti keutamaan bulan di malam purnama dibanding seluruh bintang- bintang.” 

(HR. Abu Dawud no.3641, Ibnu Majah no.223, dari hadis Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu).


Seorang penuntut ilmu jika senantiasa menghadirkan keutamaan yang disebutkan dalam dalil-dalil tersebut. 


Karena sangatlah penting agar ia bisa tetap memberikan suntikan semangat untuk belajar.


Dan menuntut ilmu itu memiliki adab-adab yang harus diperhatikan. 


Ketika seorang pembelajar memegang adab-adab ini, maka dampaknya akan memberikan nilai positif ketika berinteraksi dengan guru dan teman sejawatnya dalam belajar. 


Ia juga bisa mempersingkat jalan dia dalam belajar. Bisa mengetahui mana yang lebih penting dari perkara-perkara penting dalam belajar yang harus diambil terlebih dahulu. 


Bahkan adab belajar bisa menuntun dia kepada jalan yang akan menjadikannya ahli ilmu yang kokoh dalam keilmuan.


*NASEHAT ULAMA TENTANG PENTINGNYA BERADAB SEBELUM BERILMU*


Sebagaimana hal tersebut telah dicontohkan oleh para kibar ulama. Sebagian adab-adab belajar bisa didapat dengan membaca buku-buku yang ditulis dalam tema ini, atau juga bisa diambil dengan berinteraksi langsung dengan para ulama. 


Berikut diantara statement ulama yang menekankan pentingnya beradab dahulu sebelum menuntut ilmu :


Berkata Ibnu Wahb :


*ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه*


Apa yang kami nukilkan dari adabnya Imam Malik jumlahnya lebih banyak daripada apa yang kami pelajari dari ilmunya”. 

(Lihat: Siyar al-A’lam al-Nubala juz:8 hal:113)


Kebutuhan seorang penuntut ilmu akan adab sebelum memulai menuntut ilmu adalah perkara yang sangat penting, oleh karenanya begitu banyak wasiat para ulama dalam masalah ini.


Salah satu contohnya, wasiat Imam Malik ketika mengarahkan seorang pemuda dalam belajar, beliau mengatakan:


*يا ابن أخي، تعلم الاب قبل أن تتعلم العلم*


Wahai putra saudaraku, belajarlah adab sebelum engkau mempelajari ilmu”. (Lihat: al-Hilyah oleh Abu Nu’aim juz:6 hal:330)


Yusuf bin Husain juga berkata:


*بالأدب تفهم العلم*


Dengan adab anda akan memahami ilmu”. 

(Lihat: Iqtidhou al-Ilmi al-Amal oleh al-Khatib al-Baghdady hal:170).


Begitupula Abu Abdillah al-Balkhy mengatakan :


*أدب العلم أكثر من العلم*


Adab berilmu lebih banyak dari ilmu itu sendiri”. 

(Lihat: al-Aadabu al-Syariyyah juz:3 hal:552)


Juga lihatlah Imam Laits ibnu Sa’ad ketika beliau mengawasi penuntut ilmu hadist, kemudian beliau melihat ada sesuatu yang kurang pas dalam sikap mereka, kemudian beliau menegur:


*ما هذا؟ أنتم إلى يسير من الأدب أحوج منكم إلى كثير من العلم*


Apa ini? Kebutuhan kalian terhadap sedikit adab itu lebih mendesak daripada kebutuhan kalian pada ilmu yang banyak”.

 (Lihat: Syarafu Ashabi al-Hadist oleh al-Khatib al-Baghdady no:283).


Dari beberapa kutipan di atas, kita kemudian menjadi tahu urgensi mempelajari adab sebelum menuntut ilmu, *apalah arti seseorang memiliki ilmu yang banyak dan luas namun tidak beradab,* justru dampak negatifnya akan lebih besar daripada dampak positif yang akan dibawa.


*ADAB-ADAB SEORANG PENUNTUT ILMU*


Secara singkat, berikut beberapa adab-adab menuntut ilmu yang perlu untuk diketahui oleh para pembelajar ilmu syari :


*1. Kesabaran.*


Menuntut ilmu adalah termasuk perkara mulia dan tinggi dalam sudut pandang agama, dan perkara yang mulia tidaklah bisa dituai melainkan harus bersusah payah dan berlelah-lelah, dan ini semua butuh kesabaran.


*2. Mengikhlaskan amalan.*


Maksudnya adalah menjadikan upaya menuntut ilmu itu sebagai bentuk mencari keridoan Allah, harus ikhlas, jauh dari riya dan keinginan untuk agar bisa tampil dan merasa tinggi di hadapan orang lain, benar-benar tujuannya untuk mengangkat kebodohan dalam diri dan pada orang lain.


*3. Mengamalkan ilmu yang didapat.*


Ketahuilah, bahwa mengamalkan ilmu itu adalah tanda bahwa ilmu tersebut berbuah, barangsiapa yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya, sejatinya ia telah menyerupai kaum yahudi dalam hal ini.


*4. Senantiasa merasa diawasi oleh Allah.*


Wajibnya bagi penuntut ilmu untuk menghiasi dirinya dengan perasaan diawasi oleh Allah (muroqobatullah) baik dalam keadaan sembunyi maupun terang, berjalan menuju Allah dengan didampingi perasaan takut (khouf) dan harap (roja), selalu memenuhi hati dengan rasa cinta pada Allah ta’ala (al-mahabbah).


*5. Memanfaatkan waktu dengan baik.*


Yaitu bersegera memanfaatkan waktu muda dan umur dengan sebaik mungkin untuk menggali ilmu, jangan terlalu banyak ungkapan besok atau menunda-nunda amalan, jangan terlalu banyak harapan namun minim aksi, menit demi menit berlalu, hari, pekan, bulan dan seterusnya, jika tidak dimanfaatkan waktu itu dengan baik maka kita akan merugi.


*6. Himbauan untuk tidak sibuk dengan khilaf para ulama.*


Sekali-kali janganlah engkau menyibukkan dirimu dengan persilangan pendapat para ulama pada awal mulai belajar, atau menyibukkan dengan perselisihan di tengah masyarakat secara mutlak, karena hal tersebut akan membingungkan pikiran, juga jangan terlalu membaca terlalu banyak dari banyak sumber, tapi pilihlah kitab-kitab dasar yang sudah diarahkan oleh guru, dibaca dan dikuasai dengan baik sampai mutqin, dengan begitu akan lebih bisa menghemat waktu.


*7. Memahami ilmu secara cermat dan itqan (menguasai sempurna).*


Bersemangatlah memahami ilmu secara cermat dan mutqin, tentunya hal tersebut bisa diwujudkan ketika mempelajari ilmu dengan didampingi oleh syaikh atau guru yang berkompeten, dengan menghafal ilmu tersebut, senantiasa diulang-ulang secara periodik agar tidak mudah lupa dan lekang oleh waktu.


*8. Menelaah kitab-kitab.*


Setelah kita menghafal bentuk ringkas dari setiap disiplin ilmu secara mutqin dan cermat, memahami makna dan syarahnya dengan baik dengan dibimbing oleh guru, barulah kita bisa berpindah kepada rujukan yang pembahasannya lebih luas, dengan menelaah secara kontinyu, memberikan komentar dan catatan pada perkara yang dianggap penting dan berfaidah, atau masalah-masalah yang detail, memberikan jawaban dan solusi dari masalah tersebut.


*9. Memilih teman yang baik.*


Berupaya untuk memilih teman yang baik dalam menuntut ilmu, yang menyibukkan dirinya dengan ilmu dan bukan dunia, dia bisa membantumu untuk mewujudkan mimpimu, menolongmu untuk mengumpulkan faidah-faidah ilmiyah dalam belajar, menyemangatimu ketika engkau futur, meringankan bebanmu, yaitu teman yang bersemangat belajar, memiliki akhlak dan agama yang baik dan senantiasa tidak bosan memberikan nasehat.


*10. Beradab di hadapan para guru.*


Ilmu itu tidak bisa diambil langsung begitu saja dari buku, namun wajib engkau ambil dengan arahan dan pengajaran dari guru yang berkompeten, agar engkau tidak terpeleset dalam kesalahan dan kekeliruan pemahaman, karena anda butuh dengan guru yang membimbing anda, maka wajib bagi anda untuk menjaga adab di hadapannya, dengan demikianlah anda akan sukses dan beruntung dalam belajar, mendapatkan ilmu yang mumpuni dan diberi taufik, muliakan guru anda, hormati dia dan bersikap lemah lembut padanya, demikian contoh yang diberikan oleh para ulama di masa lampau.


*KESIMPULAN*


Dari paparan sederhana di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa menuntut ilmu agama haruslah didahului dengan mempelajari adab-adabnya. 


Hal ini sebagaimana arahan dari para ulama yang telah kami kutipkan, karena apalah arti seseorang memiliki ilmu yang banyak namun kurang atau tidak memiliki adab. 


Tentu hasilnya tidak menjadi sesuatu yang baik. 


Semoga Allah memberikan taufik pada kita semua.

LURUSKAN NIAT

 

*LURUSKAN NIAT*


Sungguh umur kita sangat terbatas…, harus kita akui bahwa waktu yang kita gunakan untuk beramal sholeh sangat sedikit…berbeda dengan waktu yang kita gunakan untuk urusan dunia. 


Kita butuh strategi dalam beramal agar dengan amal yang terbatas kita bisa meraih pahala yang lebih banyak.


Diantara strategi yang mungkin bisa kita lakukan adalah memperbanyak niat yang baik dalam satu amalan. 


Semakin banyak niat baik yang diniatkan oleh seorang hamba maka semakin banyak pahala yang akan ia peroleh.


*BEBERAPA PERKARA YANG PENTING UNTUK DIINGAT KEMBALI*


*● Pertama : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda* :


*إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى*


Hanyalah amalan-amalan tergantung pada niat-niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan." 

(HR Al-Bukhari no 1 dan Muslim no 1907)


Dan keumuman hadits ini menunjukkan seseorang mendapatkan ganjaran berdasarkan niatnya, 

maka jika ia berniat banyak ia akan mendapatkan banyak pahala.


*● Kedua : Sekedar niat yang kuat maka telah mendatangkan pahala*


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


*فَمَنْ هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَها اللهُ تَبَارَكَ وتَعَالى عِنْدَهُ حَسَنَةً كامِلَةً، وَإنْ هَمَّ بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عَشْرَ حَسَناتٍ إِلى سَبْعمئةِ ضِعْفٍ إِلى أَضعَافٍ كَثيرةٍ*


Barangsiapa berniat untuk melakukan kebaikan lalu tidak jadi melakukannya maka Allah tabaaraka wa ta’ala mencatat disisi-Nya satu kebaikan sempurna, dan jika ia berniat untuk melakukannya lalu melakukannya maka Allah mencatatnya sepuluh kebaikan sampai tujuh puluh kali lipat sampai berlipat-lipat yang banyak.”

 (HR Al-Bukhari no 6491 dan Muslim no 128)


Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk dan telah dekat dengan Madinah beliau berkata:


*إِنَّ بالمدِينَةِ لَرِجَالًا ما سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا، إلاَّ كَانُوا مَعَكمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ». وَفي روَايَة: «إلاَّ شَرَكُوكُمْ في الأجْرِ*


Sesungguhnya di Madinah ada para laki-laki yang mana tidaklah kalian menempuh perjalanan tidak pula melewati lembah melainkan mereka bersama kalian, sakit telah menghalangi mereka. 


Diriwayat yang lain melainkan mereka berserikat dengan kalian dalam pahala.”

(HR Al-Bukhari no 4423 dan Muslim no 1911)


Rasulullah juga bersabda :


*«مَنْ سَألَ اللهَ تَعَالَى الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ، وَإنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ»*


Barangsiapa meminta kepada Allah mati syahid dengan (penuh -pent) kejujuran maka Allah akan menyampaikannya pada kedudukan syuhada walaupun ia mati di atas tempat tidurnya."

(HR Muslim no 1909)


Rasulullah juga bersabda:


*إنَّمَا الدُّنْيَا لأرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلمًا، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا، فَهذا بأفضَلِ المَنَازِلِ.*

 *وَعَبْدٍ رَزَقهُ اللهُ عِلْمًا، وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُولُ: لَوْ أنَّ لِي مَالًا لَعَمِلتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ بنيَّتِهِ، فأجْرُهُمَا سَوَاءٌ*. 

*وَعَبْدٍ رَزَقَهُ الله مَالًا، وَلَمَ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخبطُ في مَالِهِ بغَيرِ عِلْمٍ، لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلاَ يَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا، فَهذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ*. 

*وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلاَ عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بعَمَلِ فُلاَنٍ، فَهُوَ بنِيَّتِهِ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ*


Sesungguhnya dunia ini untuk empat orang: seorang hamba yang telah Allah anugerahi harta dan ilmu maka iapun mentaati Rabbnya pada (penggunaan) harta dan ilmunya, menyambung silaturahim, dan mengetahui pada ilmu dan hartanya tersebut ada hak Allah, maka orang ini berada pada kedudukan yang paling utama. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi ilmu akan tetapi tidak Allah anugerahi harta maka iapun mempunyai niat yang benar, ia berkata Seandainya aku memiliki harta sungguh aku akan beramal sebagaimana amalan fulan", maka ia dengan niatnya pahala keduanya sama. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi harta akan tetapi tidak Allah anugerahi ilmu maka iapun ngawur menggunakan hartanya tanpa ilmu. Ia tidak mentaati Rabbnya pada hartanya, tidak pula menyambung silaturahim, tidak mengetahui bahwasanya pada hartanya itu ada hak Allah. Maka orang ini berada pada tingakatan paling buruk. Dan seorang hamba yang tidak Allah anugerahi harta maupun ilmu maka iapun berkata, Seandainya aku memiliki harta tentu aku akan menggunakan hartaku sebagaimana perbuatan si fulan” maka ia dengan niatnya dosa keduanya sama.” 

(HR At-Thirmidzi no 2325).


*● Ketiga : Jika seorang telah berniat lalu berusaha beramal dan ternyata amalannya tidak sesuai dengan yang ia niatkan maka ia tetap mendapatkan pahala*


*وعن أبي يَزيدَ مَعْنِ بنِ يَزيدَ بنِ الأخنسِ - رضي الله عنهم - وهو وأبوه وَجَدُّه صحابيُّون، قَالَ: كَانَ أبي يَزيدُ أخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا، فَوَضعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ، فَجِئْتُ فأَخذْتُها فَأَتَيْتُهُ بِهَا. فقالَ: واللهِ، مَا إيَّاكَ أرَدْتُ، فَخَاصَمْتُهُ إِلى رسولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - فقَالَ: «لكَ مَا نَوَيْتَ يَا يزيدُ، ولَكَ ما أخَذْتَ يَا مَعْنُ»*


Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhum dia, bapaknya dan kakeknya adalah sahabat Nabi, dia berkata, Dulu Abu Yazid mengeluarkan dinar-dinar untuk disedekahkan, maka iapun meletakkannya di samping seseorang di masjid, maka akupun datang dan mengambilnya. Kemudian aku mendatanginya dengan membawa sedekah tersebut, ia berkata, Demi Allah, yang aku inginkan bukan engkau. Maka aku pun mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, Bagimu apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil wahai Ma’an."

(HR Al-Bukhari no 1422)


Sang ayah tidak bermaksud sedekahnya diberikan kepada sang anak, akan tetapi Allah menetapkan bagai sang ayah pahala karena niatnya yang baik, meskipun akhirnya harta sedekah tersebut kembali kepada sang ayah. Karena sang anak di bawah tanggungan sang ayah


Rasulullah juga bersabda :


*قاَلَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِي قَالَ اللَّهُمَّ لك الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ وَعَلَى سَارِقٍ فَأُتِيَ فَقِيْلَ لَهُ : أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ أَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا تَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا وَلَعَلَّ الْغَنِيُّ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللهُ وَلَعَلَّ السَّارِقَ يَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ سَرِقَتِهِ*


Seseorang telah berkata, ‘Sungguh aku akan bersedekah malam ini.’ Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya ke tangan seorang pezina. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada seorang pezina. Ia berkata, Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang pezina, sungguh aku akan bersedekah. Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya kepada orang kaya. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada orang kaya. Ia berkata, Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang kaya, sungguh aku akan bersedekah. Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia menyedekahkannya kepada pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada seorang pencuri. Ia berkata, Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang pezina, orang kaya, dan seorang pencuri. Maka ia didatangi (dalam mimpi) dan dikatakan padanya, adapun sedekahmu maka telah diterima, adapun pezina mudah-mudahan dengan (sebab sedekahmu) ia mejaga diri dari zina, dan mudah-mudahan orang kaya tersebut mengambil pelajaran kemudian menginfakkan harta yang Allah berikan, dan mudah-mudahan dengan sebab itu pencuri tersebut menjaga diri dari mencuri."

 (HR Muslim no 1022).


*● Keempat : Niat yang baik merubah pekerjaan yang asalnya hukumnya hanya mubah menjadi suatu qurbah (ibadah) yang diberi ganjaran oleh Allah.*


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Sa'ad bin Abi Waqqoosh radhiallahu 'anhu


*وَإنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغي بِهَا وَجهَ اللهِ إلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ في فِيِّ امْرَأَتِكَ*


Sesungguhnya tidaklah engkau menginfakkan satu infakpun yang dengan infak tersebut engkau mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan diberi ganjaran atasnya, sampai-sampai suapan yang kau suapkan ke mulut istrimu.” 

(HR Al-Bukhari no 56 dan Muslim no 1628


Mu'aadz bin Jabal radhiallahu 'anhu berkata,


*أَمَّا أَنَا فَأَنَامُ وَأَقُومُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي.*


Adapun aku, maka aku tidur dan sholat malam, dan aku berharap pahala dari tidurku sebagaimana pahala yang aku harapkan dari sholat malamku." 

(HR Al-Bukhari no 6923 dan Muslim no 1733)


An-Nawawi berkata, Maknanya adalah aku tidur dengan niat untuk menguatkan diriku dan berkonsentrasi untuk ibadah serta menyegarkan/menyemangatkan diri untuk ketaatan, maka aku berharap pahala pada tidurku ini sebagaimana aku berharap pahala pada sholat-sholatku." 

(Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 12/209)


Ibnu Hajr berkata,


*وَمَعْنَاهُ: أَنَّهُ يَطْلُب الثَّوَاب فِي الرَّاحَة كَمَا يَطْلُبهُ فِي التَّعَب, لِأَنَّ الرَّاحَة إِذَا قُصِدَ بِهَا الْإِعَانَة عَلَى الْعِبَادَة حَصَّلَتْ الثَّوَاب*


Maknanya adalah ia mencari ganjaran pahala dalam istirahat sebagaimana ia mencarinya dalam kelelahan (ibadah), karena istirahat jika dimaksudkan untuk membantu dalam beribadah maka akan mendatangkan pahala."

 (Fathul Baari 8/62)


Ibnu Qudaamah berkata : Sebagian para salaf berkata, Sungguh aku lebih senang jika pada setiap yang aku lakukan terdapat sebuah niat, sampai-sampai pada makanku, minumku, tidurku, dan ketika masuk ke dalam wc, serta pada semua yang bisa diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena semua yang menjadi sebab tegaknya badan dan luangnya hati adalah bagian dari kepentingan agama, maka, siapa saja yang meniatkan makannya sebagai bentuk ketakwaan dalam beribadah, menikah untuk menjaga agamanya, menyenangkan hati keluarganya, dan agar bisa memiliki anak yang menyembah Allah setelah wafatnya maka ia akan diberi pahala atas semua hal itu. Jangan kamu remehkan sedikitpun dari gerakanmu dan kata-katamu, dan hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan luruskanlah sebelum engkau melakukan apa yang engkau lakukan, dan juga perhatikanlah niatmu terhadap hal-hal yang engkau tinggalkan. (Mukhtashor Minhaaj Al-Qooshidiin hal 363).


*CONTOH PRAKTEK MULTI NIAT PADA SATU AMALAN SHOLEH*


Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi rahimahullah berkata :


*الطاعات، وهى مرتبطة بالنيات في أصل صحتها، وفى تضاعف فضلها، وأما الأصل، فهو أن ينوى عبادة الله تعالى لا غير، فإن نوى الرياء صارت معصية . وأما تضاعف الفضل، فبكثرة النيات الحسنة، فإن الطاعة الواحدة يمكن أن ينوى بها خيرات كثيرة، فيكون له بكل نية ثواب، إذ كل واحدة منها حسنة، ثم تضاعف كل حسنة عشر أمثالها*


Ketaatan-ketaatan berkaitan dengan niat dari sisi sahnya ketaatan tersebut dan dari sisi berlipat gandanya ganjaran/pahala ketaatan tersebut. Adapun dari sisi sahnya maka hendaknya ia berniat untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada selain-Nya, jika ia meniatkan riyaa maka ketaatan tersebut berubah menjadi kemaksiatan.


Adapun dari sisi berlipat gandanya pahala, yaitu dengan banyaknya niat-niat baik. Karena satu ketaatan memungkinkan untuk diniatkan banyak kebaikan, maka baginya pahala untuk masing-masing niat. Karena setiap niat merupakan kabaikan, kemudian setiap kebaikan akan dilipat gandakan menjadi 10 kali lipat." 

(Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362)


Diantara contoh praktek menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan adalah :


*Pertama :Duduk di mesjid*


Ibnu Qudaamah berkata :


Sebagai contoh duduk di masjid, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu amalan ketaatan, dengan hal itu seseorang bisa meniatkan niat yang banyak seperti meniatkan dengan masuknya menunggu waktu sholat, iktikaf, menahan anggota badan (dari maksiat -pent), menolak hal-hal yang memalingkan dari Allah dengan mempergunakan seluruh waktunya untuk di masjid, untuk dzikir kepada Allah dan yang semisalnya. Inilah cara untuk memperbanyak niat maka qiyaskanlah dengan hal ini amalan-amalan ketaatan lainnya karena tidak ada satu ketaatanpun melainkan dapat diniatkan dengan niat yang banyak.” 

(Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362 )


*Kedua :Menuntut Ilmu*


Imam Ahmad berkata :


*الْعِلْمُ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ، قِيْلَ : بِأَيِّ شَيْءٍ تَصِحُّ النِّيَّةُ قَالَ: يَنْوِي يَتَوَاضَعُ فِيْهِ وَيَنْفِي عَنْهُ الْجَهْلَ*


Ilmu adalah amalan yang termulia bagi orang yang niatnya benar.


Lalu dikatakan kepada beliau, Dengan perkara apa agar niat menjadi benar?, Imam Ahmad berkata, Ia niatkan untuk bersikap tawadhu pada ilmunya, dan untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya." 

(Al-Inshoof 2/116)


Imam Ahmad juga berkata :


*العِلْمُ لاَ يَعْدِلُهُ شَيْءٌ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ ". قَالُوا: كَيْفَ ذَلِكَ؟ قَالَ: "يَنْوِي رَفْعَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ*


Tidak ada sesuatupun yang setara dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya, mereka berkata, Bagaimana caranya?. Imam Ahmad berkata, Yiatu ia berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga dari orang lain." 




Ilmu menjadi amalan yang paling mulia tatkala dibarengi dengan banyak niat baik, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad yaitu jika diniatkan untuk agar bisa tawaadhu' dan juga untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga untuk berdakwah dalam rangka untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain.


Dalam beberapa niat yang hendaknya ditanam dalam hati seorang penuntut ilmu tatkala ia menuntut ilmu, diantaranya ;


● Berniat untuk menjalankan perintah Allah


● Berniat untuk menjaga syari'at Islam, karena menuntut ilmu adalah sarana terbesar untuk menjaga kelestarian syari'at (hukum-hukum Islam)


● Berniat untuk membela agama, karena agama memiliki musuh-musuh yang ingin merusak agama ini, diantaranya dengan menyebarkan syubhat-syubhat


● Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya


● Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain


*Ketiga :Tatkala berangkat ke mesjid*


Bisa dengan meniatkan perkara-perkara berikut :


● Memakmurkan masjid, Allah berfirman Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir"

 (QS At-Taubah : 18)


● Senyum kepada saudara, karena hal itu adalah sedekah


● Menyebarkan salam


● Menghadiri shalat jama’ah


● Memperbanyak jumlah kaum muslimin


● Berdakwah dijalan Allah


● Merasa bangga karena Allah menyebut-nyebut namamu


● Menunggu sesaat turunnya ketenangan untuk mengkhusyu’kan hati


● Menghadiri majelis-majelis ilmu


● Menunggu turunnya rahmat.


● Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah untuk mendapatkan kecintaan Allah.


*Keempat :Tatkala membaca atau menghafal Al-Qur'an*


Dengan meniatkan perkara-perkara berikut :


● Berniat untuk mendapat kebaikan pada setiap huruf


● Mengingat negeri akhirat


● Mentadabburi ayat-ayat al-qur’an


● Agar mendapatkan syafa’at al-qur’an


● Mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca firman-firman-Nya


● Mengamalkan hal-hal yang terkandung di dalam al-qur’an


● Mengangkat derajat di surga dengan menghafalkan ayat-ayatNya


*Kelima :Tatkala menjenguk orang sakit*


● Berniat untuk menunaikan salah satu hak seorang muslim, yaitu menjenguknya jika sakit


● Mengingat Hadits qudsi Apakah kamu tidak mengetahui bahwa jika kamu mengunjunginya maka kamu mendapati-Ku disisinya.


● Bersyukur kepada Allah atas penjagaan-Nya terhadap dirinya dari apa-apa yang menimpa saudaranya


● Meminta kepada orang yang sakit untuk dido’akan (karena kedekatannya terhadap Robbnya)


*Keenam : Ketika puasa sunnah*


● Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan yang paling dicintai-Nya


● Agar Allah menjauhkan wajahku dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan


● Memerangi hawa nafsu dan menundukkannya untuk melakukan ketaatan


● Membelenggu syahwat (meminta penjagaan)


● Mengikuti sunnah Rosul shallallhu ‘alaihi wasallam." (puasa senin kamis, puasa tengah bulan tgl 13-14-15 )


● Memperoleh kemenangan berupa sesaat dikabulkannya do’a bagi orang yang berpuasa


● Ikut merasakan apa yang dirasakan orang-orang fakir dan miskin


● Agar Allah memasukkan kita ke surga melalui pintu Ar-Rayyan


● Barangsiapa yang membuat haus dirinya karena Allah (berpuasa) pada hari yang panas, maka Allah akan memberikan minum pada hari kiamat yang amat panas dan amat menimbulkan dahaga.


*Ketujuh :Ketika bersedekah dengan harta*

Hendaknya meniatkan:


● Barangsiapa menghutangi Allah hutang yang baik maka Dia akan melipatgandakannya.


● Berlindung dari neraka walaupun dengan separuh kurma


● Membantu dan menyenangkan hati faqir miskin.


● Untuk mengobati saudara/kerabat yang saikit. Rasulullah bersada Obatilah orang-orang sakit diantara kalian dengan sedekah


● Kalian tidak akan mencapai derajat birr (kebajikan) sampai kalian berinfak dengan apa-apa yang kalian cintai


● Sedekah menghilangkan kemurkaan Allah


*Kedelapan :Tatkala mau poligami*


● Sebagai bentuk cinta kepada sunnah Nabi


● Untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan


● Untuk memperbanyak pasukan kaum muslimin


● Untuk menyenangkan hati Nabi shallallahu alaihi wa sallam tatkala di akhirat, karena Nabi membanggakan umatnya yang banyak di hadapan para nabi-nabi dan umat-umat yang lain. Beliau bersabda:


*تَزَوَّجوا الودود الولود؛ فإني مُكَاثِرٌ بكم الأمَم*


Menikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain.


● Untuk menolong para wanita yang butuh perhatian para lelaki, terutama para janda


● Untuk memberi teladan kepada kaum muslimin jika pologaminya berhasil dan bahagia.


*MULTI NIAT JUGA BERLAKU PADA PERKARA-PERKARA MUBAH*


Sebagaimana penjelasan di atas bahwasanya perkara-perkara mubah jika dikerjakan dengan niat yang baik maka bisa berubah menjadi bernilai ibadah. Oleh karenanya sungguh kita telah merugi dan telah membuang banyak waktu dan tenaga dalam urusan dunia jika kita tidak meniatkannya untuk akhirat..terlalu banyak pahala tidak kita raih. Ibnu Qudaamah berkata:


Tidak ada satu perkara yang mubah kecuali mengandung satu atau beberapa niat yang dengan niat-niat tersebut berubahlah perkara mubah menjadi qurbah (berpahala), sehingga dengannya diraihlah derajat-derajat yang tinggi. Maka sungguh besar kerugian orang yang lalai akan hal ini, dimana ia menyikapi perkara-perkara yang mubah (seperti makan, minum, dan tidur) sebagaimana sikap hewan-hewan ternak.


Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat, Kenapa ia melakukannya?, Apakah yang ia niatkan?. Contoh perkara mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum (minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti sunnah Nabi, untuk memuliakan masjid, untuk menghilangkan bau tidak enak yang mengganggu orang yang bergaul dengannya" 

(Mukhtasor minhaaj Al-Qoosidhiin hal 362-363)


Sebagai contoh menggandakan niat dalam perkara-perkara mubah:


*Pertama :Tatkala makan dan minum*


1.Untuk menguatkan tubuh agar bisa beribadah kepada Allah


2.Merenungkan nikmat Allah, sebagai pengamalan firman Allah "Apakah manusia tidak melihat kepada makanannya?" (QS 'Abasa : 24)


3.Mensyukuri nikmat Allah


4. Berusaha menerapkan sunnah Nabi tatkala makan dan minum


*Kedua :Tatkala memakai pakaian*


1. Mengingat Allah (dengan membaca do’a berpakaian)


2. Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan


3.Bersyukur atas nikmat Allah


4. Menghidupkan sunnah nabi melalui cara berpakaian

Ketiga : Tatkala menggunakan internet


1. Menyeru kepada jalan Allah

2. Menghadiri majelis-majelis dzikir

3. Menyebarkan islam

4. Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada seorang mukmin yang lemah

5. Menuntut ilmu.

Tuesday, October 10, 2023

MAYIT TAHU ORANG YANG MENZIARAHINYA ?

 

*MAYIT TAHU ORANG YANG MENZIARAHINYA ?*


Mayit bisa mengatahui orang yang menziarahinya karena ruh mayit tidak akan hancur meskipun jasad mereka telah hancur, sehingga mayit akan merasa tentram karena telah diziarahi dan dia juga akan merasa tentram, seperti itulah yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abu al Dunia telah menjelaskan didalam kitab al Manamaat.


Dari al Fadlu bin al Muwaffiq, dia berkata, “Aku adalah orang yang banyak menziarahi makam ayahku. Pada suatu hari aku mengiring suatu jenazah dan setelah prosesi pemakaman selesai, aku lalu pulang karena ada hajat dan aku tidak menziarahi makam ayahku. Kemudian diadalam tidur aku melihat ayahku berkata, “Hei Anakku! Kenapa kamu tidak menziarahi makamku?” aku menjawab, “Wahai ayah! Kamu lebih mengetahuinya dibandingkan aku.” Dia berkata, “Iya, demi Allah. Wahai anakku! Ketika kamu menziarahi makamku, maka tidak henti-hentinya aku memandang kamu dari saat kamu keluar dari lorong hingga kamu duduk didekatku dan kamu berdiri untuk pulang meninggalkan aku. Tidak henti-hentinya aku melihat kamu berpaling hingga kamu melewati lorong.”


Dari Ibnu Abu al Muttaid, dia berkata, “Telah berkata kepadaku Tamadlar binti Sahal, istri Ayub bin Uyainah, “Telah datang kepadaku putri Sufyan bin Uyainah dan dia berkata, “Dimana pamanku Ayub?” aku menjawab, “Dia berada didalam masjid.” Tanpa berlama-lama dia lalu menemui Ayub. Putri Sufyan berkata, “Wahai pamanku! Sesungguhnya ayahku telah menemui aku didalam mimpi. Dia berkata, “Semoga Allah membalas saudaraku Ayub dengan kebaikan, karena dia telah banyak menziarahi aku hingga saat ini.” Ayub berkata, “Memang benar aku telah mendatangi satu jenazah setelah prosesi pemakaman selesai aku lalu pergi kemakam dia”. Imam Ibnu Hajar dalam Fatawi al Fiqhiyyah al Kubra telah menjelaskan kalau mayit bisa mengetahui orang yang menziarahinya dan dia akan merasa tentram dengan orang kehadiran orang itu, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu al Dunia,


ماَ مِنْ رَجُلٍ يَزُورُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَ يَجْلِسُ عَلَيْهِ إِلاَّ اسْتَأْنَسَ وَ رُدَّ حَتَّى يَقُومَ


“Tidaklah dari seseorang yang menziarahi makam saudaranya dan duduk didekatnya kecuali saudaranya akan merasa tentram hingga dia berdiri untuk pulang.”


Dan telah shahih hadits,


ماَ مِنْ اَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ كاَنَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْياَ فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ عَرَفَهُ وَ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ


“Tidaklah dari seseorang yang melewati makam saudaranya yang mukmin yang dia mengenalnya di dunia lalu dia bersalam kepadanya, melainkan saudaranya itu akan mengenalnya dan menjawab salamnya.”


Dari semua keterangan diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa mayit tahu orang yang menziarahinya dan dia akan merasa dengan orang itu hingga orang itu selesai dan pulang kerumahnya.


Mereka yang disisiNya walaupun telah wafat mereka hidup sebagaimana para Syuhada. Firman Allah t’ala yang artinya : ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )

 

”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

 

Rasulullah bersabda, “sebagaimana engkau tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari tidur) begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur)”. Dalam riwayat lain, Rasulullah ditanya, “apakah penduduk surga itu tidur?, Nabi menjawab tidak, karena tidur temannya mati dan tidak ada kematian dalam surga”.

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah membukakan kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur dan mati memiliki kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali dalam hal yang khusus, bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur besar. Ruh orang tidur dan ruh orang mati semuanya ada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah Yang Maha berkehendak siapa yang ditahan jiwanya dan siapa yang akan dilepaskannya.

 

Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.

 

Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain.”

 

Salah satu cara Allah Azza wa Jalla mempertemukan antara yang masih hidup dengan mereka disisiNya adalah ketika tidur (melalui mimpi)

 

Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”. Rasulullah bersabda :



حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.


“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya : hadits diriwayatkan oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih)

 

Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).

Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).

‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:



(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)


“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:



(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)


“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:


 


إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)



“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes