BREAKING NEWS

Watsapp

Monday, July 1, 2024

PERSOALAN MASJID

 Konsultasi bidang pendidikan 



Persoalan masjid


- Pembahasan yang pertama tentang memindahkan masjid ke-lokasi lain


Tidak boleh. Akan tetapi, menurut satu pendapat madzhab hambali, memindahkan masjid di perbolehkan selama berdasarkan kemaslahatan umum. Sedangkan menurut madzhab hanafi, memindahkan masjid diperbolehkan dengan ketentuan :


1. Bangunan sudah tidak layak.

2. Dipindah ketempat yang lebih baik.

3. Mendapat izin pemerintah.


Referensi :


نهاية الزين شرح قرة العين للشيخ محمد نواوي البنتني -

       ص : ٢٧٢. مكتبة الحرمين.


ولا يجوز استبدال الموقوف عندنا وإن خرب خلافا للحنفية وصورته عندهم أن يكون المحل قد آل إلى السقوط فيبدله بمحل آخر أحسن منه بعد حكم حاكم يرى صحته .


Artinya : 

"Tidak boleh mengganti bangunan wakaf ke-tempat lain, meskipun telah roboh. Berbeda dengan pendapat ulama madzhab hanafi yang memperbolehkan pemindahan jika bangunan wakaf sudah rapuh, telah mendapat izin pemerintah, dan dipindah ketempat yang lebih baik".


Referensi lain dalam madzhab hanafi :


الإنصاف للشيخ علاء الدين أبي الحسن المرداوي الحنبلي -

       ج : ٧. ص : ١٠١. دار إحياء التراث العربي.


ونقل صالح : يجوز نقل المسجد لمصلحة الناس وهو من المفردات واختاره صاحب الفائق وحكم به نائبا عن القاضي جمال الدين المسلتي .


Artinya : 

"Boleh memindahkan masjid karena kemaslahatan masyarakat. Hukum ini merupakan pengecualian. Pendapat ini dipilih oleh syekh jamal ad-din al-muslati"


- Pembahasan yang ke-dua tentang membangun sesuatu pada tanah masjid.

 

Ada dua hal yang memperbolehkannya :


1. jika bangunan tersebut mentradisi (sudah jadi tradisi) adanya bangunan tersebut keberadaannya di zaman pewakaf dan pewakaf tau akan hal tersebut (bangunan yang sudah jadi tradisi ada di masjid), maka diperbolehkan.


2. pewakaf telah mensyaratkan pembangunan tersebut ketika wakaf, maka diperbolehkan.


Referensi :


بغية المسترشدين للسيد عبد الرحمن ابن محمد باعلوي -

          ص : ٦٣. مكتبة الحرمين.


لا يجوز فعل نحو حوض فيه مما يغير هيئة المسجد ، إلا إن شرطه الواقف في صلب الوقف متصلا به كأن يقول : وقفت هذه الأرض مسجدا بشرط أن يفعل فيها حوض للماء مثلا ، او اطردت عادة موجودة في زمن الواقف علم بها بفعل نحو الحوض.


 Artinya :

"tidak diperbolehkan membangun kolam di area masjid kecuali karena dua hal. Pertama, pewakaf telah menyaratkan pembangunan kolam ketika wakaf. Kedua, pembangunan kolam di tanah masjid sudah mentradisi di zaman pewakaf dan ia tahu hal itu". 


- Pembahasan ke-tiga mengalih fungsikan wakaf menjadi hal lain.


Tinggal kita qiyaskan (analogikan) saja.


الفيوضات الربانية - ص : ٧٣.


فإن كان الذي يغير مسجدا هو المصلى الموقوف الذي شرطه الواقف بأن لا يغير فلا يصير مسجدا حقيقة ولو كان على صورة مسجد.


Artinya : 

"Jika bangunan wakaf yang dirubah menjadi masjid adalah musholla wakaf, sedangkan pewakaf mensyaratkan bangunan tersebut tidak boleh di rubah, maka bangunan tersebut sejatinya bukanlah masjid (akan tetapi tetal dalam haqiqatnya musholla) bukanlah masjid meski bentuknya sama".


Referensi lain :


الفتاوي الفقهية الكبرى للإمام شهاب الدين ابن حجر الهيتمي - ج : ٣. ص : ١٥٣. المكتبة الإسلامية.


وحاصل كلام الأئمة ف التغيير أنه لا يجوز تغيير الوقف عن هيئته فلا يجعل الدار بستانا ولا حماما ولا بالعكس إلا إذا جعل الواقف إلى الناظر ما يرى في مصلحة الوقف.


Artinya :

"Tidak diperbolehkan merubah tempat wakaf dari bentuk semula. Seperti merubah rumah menjadi kebun, kolam atau sebaliknya. Kecuali jika pewakaf memberi keleluasaan kepada nadzhir sesuai kemaslahatan benda wakaf".


Referensi lain :


الإنصاف للشيخ علاء الدين أبي الحسن المرداوي الحنبلي 

   ج : ٧. ص : ٥٧. دار إحياء التراث.


وقال الشيخ تقي الدين رحمه الله : يجوز تغيير شرط الواقف إلى ما هو أصلح منه وإن اختلف ذلك باختلاف الأزمان حتى لو وقف على الفقهاء والصوفية واحتاج الناس إلى الجهاد : صرف إلى الجند.


Artinya :

"Syekh taqiyuddin berkata, "Boleh merubah syarat pewakaf untuk hal yang lebih maslahat, meskipun hal itu berbeda dengan bergantung waktu. Sehingga, jika ada orang yang mewakafkan sesuatu pada ahli fikih dan sufi, lalu keadaan memaksa untuk perang, maka dari wakaf tersebut boleh dialokasikan untuk keperluan militer".


- Tambahan tentang membangun apapun seperti halnya madrasah di tanah wakaf masjid, tanpa persyaratan pewakaf dan tak ada kaitan dengan tujuan awal :

 

مجموع فتاوى ورسائل للسيد علوي المالكي -

   ص : ١٤٧. مطابع الرشد.


فلا يجوز بناء المدارس والزوايا في الأرض الموقوفة على مصالح المسجد لأنه استعمال للموقوف في غير ما وضع له وفيه مخالف لشرط الواقف .


Artinya :

"Tidak boleh membangun madrasah di tanah wakaf masjid. Karena hal itu tidak sesuai tujuan awal dan menyalahi syarat pewakaf".


- Tambahan tentang pelebaran masjid :


بغية المسترشدين للسيد عبد الرحمن ابن محمد باعلوي -

    ص : ٦٤. مكتبة الحرمين.


وحرم عليه وعلى غيره هدمه وتوسيعه إلا لضرورة أو حاجة كخوف سقوط جدار ودفع حر وبرد وضيق على نحو المصلين .


Artinya :

"Haram membongkar dan memperlebar masjid. Kecuali dalam keadaan darurat atau dinbutuhkan. Seperti tembok masjid rawan ambruk, menghindari cuaca panas dan dingin, atau sempitnya lokasi bagi jama'ah".

- Tambahan tentang pembudidayaan aset masjid :

فتح المعين بشرح قرة العين للإمام زين الدين المليباري -

     ص : ١٧٢. دار الكتب الإسلامية.


ويجوز بيع حصر المسجد الموقوفة علي إذا بليت بأن ذهب جمالها ونفعها وكانت المصلحة في بيعها .


بخلاف الموهوبة المشتراة للمسجد فتباع جزما لمجرد الحاجة أي المصلحة وإن لم تبل.


Artinya :

"Boleh menjual tikar atau kayu wakaf masjid ketika sudah rusak hilang bagusnya dan manfa'atnya benda wakaf tersebut, Sebab adanya kemaslahatan dalam penjualannya".


"Berbeda jika karpet atau kayu tersebut bukan benda wakaf. Maka boleh menjualnya untuk kemaslahatan umum".


- Tambahan tentang mengambil kerikil masjid untuk bertabarruk (mengharapkan keberkahan) :


حاشية إعانة الطالبين على فتح المعين للعلامة أبي بكر الشطا - ج : ٣. ص: ١٨٣. مكتبة الحرمين.


قال في المجموع يحرم أخذ شيء من زيته وشمعه كحصاه وترابه.


ولا يجوز أخذ شيء من طيب الكعبة لا للتبرك ولا لغيره ، ومن أخذه شيأ من ذلك لزمه رده إليها.


Artinya :

"Berkata imam nawawi dalam kitab majmu', Haram mengambil minyak dan lilin masjid seperti halnya haram mengambil kerikil masjid".


"Tidak boleh mengambil wewangian ka'bah baik untuk tabarrukan atau yang lain. Orang yang mengambilnya wajib untuk mengembalikannya".


Catatan : apabila salah mohon kritik, dan apabila kurang mohon lengkapi.


والله أعلم بالصواب

  محضار الحبشي

SHOLAT JANAZAH PART 17 (MENTALQIN ORANG YANG SAKIT KERAS ( SAKARATUL MAUT )

 

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN



SHOLAT JANAZAH 

PART 17

MENTALQIN ORANG YANG SAKIT KERAS ( SAKARATUL MAUT )


(وَ يُنْدَبُ) أَنْ يُلَقَّنَ مُحْتَضِرٌ وَ لَوْ مُمَيِّزًا عَلَى الْأَوْجَهٍ الشَّهَادَةَ: أَيْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ، فَقَطْ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ: “لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ أَيْ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ”


Sunnah mentalqīn orang yang sedang sakit keras (54) – sekalipun baru mumayyiz📚, menurut pendapat aujah – , yaitu dengan bacaan (لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ) saja.📝

Berdasarkan hadis muslim : Talqinlah orang-orang matimu -maksudnya orang yang hampir mati dengan ucapan

 لاَاِلٰهَ اِلَّا اللّٰه.


-------------------

54. 

. أي بلا إلحاح عليه، لئلا يضجر، ولا يقال له: قل.


"Dengan tidak mendesaknya, agar ia tidak merasa bosan, dan jangan katakan padanya: 'Ucapkan !!."


بل تذكر بين يديه ليتدبر، أو يقال ذكر الله مبارك فنذكر الله جميعا.


"Tetapi sebaiknya diingatkan di hadapannya agar ia merenung, atau dikatakan: 'Menyebut nama Allah adalah berkah,' maka marilah kita semua mengingat Allah."


ويسن أن يكون الملقن غير متهم بإرث أو عداوة أو حسد أو نحو ذلك، فإن يحضر غيره لقنه أشفق الورثة ثم غيره، ولا يترك التلقين حينئذ.


Disunnahkan agar yang memberi talqin (membimbing untuk mengucapkan syahadat) bukan orang yang memiliki kepentingan warisan atau permusuhan atau iri hati, atau hal-hal semacam itu. Jika yang hadir adalah orang lain, maka yang paling penuh kasih dari ahli warisnya yang hendaknya memberi talqin, kemudian yang lainnya. Jangan meninggalkan talqin pada saat itu."


📚 أي ليحصل له الثواب الآتي.

"Agar ia mendapatkan pahala yang akan datang.


وإنما لم يلقن في القبر لأمنه من السؤال.

Sesungguhnya mumazis Tidak perlu ditalqin di dalam kubur karena ia aman dari pertanyaan kubur.

 

وعبارة شرح البهجة: وكلامهم يشمل الصبي والمجنون، فيسن تلقينهما، وهو قريب في المميز.


  Dalam kitab Syarh al-Bahjah disebutkan: 'Ucapan mereka mencakup anak-anak dan orang gila, sehingga disunnahkan untuk mentalqin mereka, dan ini juga berlaku untuk anak-anak yang sudah dapat membedakan ( mumazis ).'"

  

  📝أي من غير زيادة محمد رسول الله.

  Tanpa menambahi MUHAMMADURROSULULLOH

  

Ianah Tholibin juz 2 hal 138

Nurul ilmi

-----------------



 مَعَ الْخَبَرِ الصَّحِيْحِ: “مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ”، أَيْ مَعَ الْفَائِزِيْنَ. 


  serta berdasar hadits shaḥīḥ yang artinya: “Barang siapa yang di akhir ucapannya berupa (لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ) maka ia masuk surga bersama-sama orang-orang yang beruntung📑”. 

  ----------------

📑 أي من الله بالرتب العلية.

Semoga mendapatkan kedudukan tinggi dari Allah.


والفوز هو النجاة والظفر مع حصول السلامة.

 Dan kemenangan adalah keselamatan dan keberhasilan dengan mendapatkan keselamatan."

 

Ianah Tholibin juz 2 hal 139

Nurul ilmi

-------------------


وَ إِلَّا فَكُلُّ مُسْلِمٍ وَ لَوْ فَاسِقًا يَدْخُلُهَا، وَ لَوْ بَعْدَ عَذَابٍ، وَ إِنْ طَالَ.


Jika tidak diartikan seperti ini {“Barang siapa yang di akhir ucapannya berupa (لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ) maka ia masuk surga bersama-sama orang-orang yang beruntung"}, maka setiap orang yang Muslim pasti masuk surga, sekalipun fāsiq, dan meskipun terlebih dahulu disiksa lama sekali.


 وَ قَوْلُ جَمْعٍ: يُلَقَّنُ “مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ” أَيْضًا، لِأَنَّ الْقَصْدَ مَوْتُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ، وَ لَا يُسَمَّى مُسْلِمًا إِلَّا بِهِمَا مَرْدُوْدٌ بِأَنَّهُ مُسْلِمٌ، , وَ إِنَّمَا الْقَصْدُ خَتْمُ كَلَامِهِ بِلَا إِلهَ إِلَّا اللهُ لِيُحْصُلَ لَهُ ذلِكَ الثَّوَابَ.

 

  Tentang perkataan segolongan ‘ulamā’: – orang yang sakit keras juga ditalqīn dengan (مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ), sebab supaya mati dalam keadaan Islam, sedang ia belum dikatakan Muslim, - -jika belum mengucapkan dua kalimat tersebut – , adalah ditolak sebab orang yang ditalqīn itu sendiri sudah Muslim.

 

 Talqīn hanya bertujuan untuk mengakhiri ucapannya dengan kalimat: (لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ) supaya mendapatkan pahala💻. 

 ------------

 💻أي هو دخول الجنة مع الفائزين.

 Maksud pahala adalah masuk surga bersama sama orang- orang yang meraih kemenangan.

 

Ianah Tholibin juz 2 hal 139

Nurul ilmi

-----------------



 وَ بُحِثَ تَلْقِيْنُهُ الرَّفِيْقُ الْأَعْلَى، لِأَنَّهُ آخِرُ مَا تَكَلَّمَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ، مَرْدُوْدٌ بِأَنَّ ذلِكَ لِسَبَّبٍ لَمْ يُوْجَدْ فِيْ غَيْرِهِ، وَ هُوَ أَنَّ اللهَ خَيَّرَهُ فَاخْتَارَهُ.

 

 Mengenai pembahasan tentang menalqīn mayat memakai “ar-Rafīq-ul-A‘lā” 📒(derajat tertinggi), sebab kalimat tersebut adalah kalimat yang diucapkan oleh Nabi s.a.w. adalah ditolak, sebab akhir perkataan Nabi tersebut merupakan suatu perkara yang tidak ditemukan pada selain beliau, yaitu Allah s.w.t. menyuruh Nabi memilih, lalu beliau memilih Rafīq-ul-A‘lā. 

 -----------------=

 📒قيل هو أعلى المنازل - كالوسيلة التي هي أعلى الجنة - فمعناه: أسألك يا الله أن تسكنني أعلى مراتب الجنة.

Artinya:"Dikatakan bahwa " Rofiqul A'la" itu adalah derajat tertinggi - seperti Al-Wasilah yang merupakan derajat tertinggi di surga - maka maknanya: Aku memohon kepada-Mu ya Allah untuk menempatkanku di derajat tertinggi di surga.

وقيل معناه: أريد لقاءك يا الله يا رفيق يا أعلى.

Dan dikatakan maknanya: Aku ingin bertemu dengan-Mu ya Allah, wahai Al-Rafiq yang Maha Tinggi.


والرفيق من أسمائه تعالى، للحديث الصحيح: إن الله رفيق.

Dan Al-Rafiq adalah salah satu dari nama-nama-Nya yang Maha Tinggi, berdasarkan hadits yang shahih: Sesungguhnya Allah adalah Rafiq (Maha Lembut)."

Ianah Tholibin jus 2 hal 139

Nurul ilmi.

-----------------

 وَ أَمَّا الْكَافِرُ فَيُلَقَّنُهُمَا قَطْعًا، مَعَ لَفْظِ أَشْهَدُ، لِوُجُوْبِهِ أَيْضًا عَلَى مَا سَيَأْتِيْ فِيْهِ إِذْ لَا يَصِيْرُ مُسْلِمًا إِلَّا بِهِمَا.

 

Adapun orang kafir📖yang sakit keras, maka pasti ditalqin memakai dua kalimat di atas📗, yang diawali memakai lafazh: (أَشْهَدُ) “saya bersaksi” sebab kata ini harus diucapkan seperti keterangan yang akan datang. Hal itu dikarenakan seseorang tidak bisa dikatakan Muslim kecuali dengan dua kalimat tersebut.

-----------------

📖 وقوله: لخبر الغلام اليهودي: وهو ما رواه البخاري عن أنس.

Perkataan mushonef : karena adanya hadits tentang anak laki-laki Yahudi: yaitu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas.


قال: كان غلام يهودي يخدم النبي - صلى الله عليه وسلم -، فمرض، فأتاه النبي - صلى الله عليه وسلم - يعوده، فقعد عند رأسه، فقال له: أسلم.

Dia berkata: Ada seorang anak laki-laki Yahudi yang melayani Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, lalu dia sakit. Maka Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- datang menemuinya untuk menjenguknya, kemudian duduk di dekat kepalanya dan berkata kepadanya: "Masuk Islamlah.


فنظر إلى أبيه وهو عنده، فقال له: أطع أبا القاسم، فأسلم.

"Maka dia melihat kepada ayahnya yang ada di dekatnya, lalu ayahnya berkata kepadanya: "Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad)." Maka anak itu pun masuk Islam.


فخرج النبي - صلى الله عليه وسلم - وهو يقول: الحمد لله الذي أنقذه من النار.

Lalu Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- keluar sambil berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka."

📗أي كلمتي التوحيد.

Dua kalimat tauhid.


Ianah Tholibin juz 2 hal 139

Nurul ilmi

-------------------


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

DALIL ADZAN 2 KALI DI WAKTU SHOLAT JUM'AT

Dalil adzan 2 kali di waktu Jumat ,,, Dalam Fiqih Madzhab Syafi'i dan di kitab I'anatut Thalibin Juz I Hal 232 diterangkan


ويسن اذانان لصبح واحد قبل الفجر والاخر بعده فان اقتصر فاالأولى بعده واذانان للجمعة احدهما بعد صعود الخطيب المنبر والأخر الذي قبله


Dan disunnahkan dua azan untuk sholat subuh, waktunya 👉🏻 pertama sebelum fajar, dan yang kedua sesudah fajar. Kalau mau satu saja maka yang terkemudian (azan kedua) yang lebih dulu (cukup azan setelah fajar saja). Dan disunnahkan juga dua azan untuk sholat jum'at, waktunya khatib sudah naik mimbar dan satu lagi sebelumnya (sebelum khatib naik mimbar).


Imam Sayid Bakri Syatha' memberikan komentar 


قوله واذانان لجمعة معطوف على قوله اذانان لصبح اي ويسن اذانان للجمعة.


Dan dua azan untuk sholat jum'at dihubungkan dengan dua azan untuk sholat shubuh, artinya disunnahkan juga dua azan untuk shalat jum'at.


Dalilnya


Riwayat dari Imam Bukhari dari Saib bin Yazid 


كان اذان على عهد رسول الله وابى بكر وعمر حين يجلس الامام على المنبر فلما كثر الناس فى عهد عثمان امرهم باذان الاخر على الزوراء واستقر الامر على هذا.


Adalah azan jum'at pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar ketika khatib telah duduk di atas mimbar, namun tatkala pada masa Utsman karena manusia sudah banyak beliau menambah azan di atas zaura' dan perintah itu tetap berlaku sampai saat ini.


✒️Artinya penambahan azan pada masa khalifah utsman itu tetap terlaksana tidak ada yang membantah, hingga diamalkan terus sampai sekarang.


Juga ada keterangan dalam kitab Mawahibul Laduniyah Juz 2 Hal 249 karya Imam Qasthalani 


ثم ان فعل عثمان رضي الله عنه كان اجماعا سكوتيا لانهم لا ينكرونه عليه.


Kemudian dari itu, bahwasanya perbuatan Saidina Utsman menjadi "Ijma' sukuti" karena tidak ada seorangpun juga yang mengingkarinya.


Hal ini sebenarnya sudah jauh-jauh hari direkomendasikan oleh Nabi s.a.w. dalam sabdanya 


قال النبي صل الله عليه وسلم عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي

 (رواه ابو داود سنن ابي داود ج ٤ ص ٢٠١)


Pegang teguhlah sunnahku dan sunnah khalifah-khalifah ar-Rasyidin setelahku (Abu Daud_Sunan Abi Daud juz 4 hal 201).


Status ini hanya untuk penguat saja bagi yang melaksanakan azan dua kali di hari jum'at. Bagi yang melaksanakan satu kali juga tidak masalah, yang salah itu ribut soal azan tetapi tidak tahu dalilnya dan tidak melaksanakan shalat jum'at


Menjawab nyah sunnah

Sunday, June 30, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 16 MENGKAFANI JANAZAH MATI SYAHID


BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 16


MENGKAFANI JANAZAH MATI SYAHID


(وَ كُفِّنَ) نَدْبًا (شَهِيْدٌ فِيْ ثِيَابِهِ) الَّتِيْ مَاتَ فِيْهَا، وَ الْمُلَطَّخَةُ بِالدَّمِ أَوْلَى، لِلْاِتِّبَاعِ، 


Orang yang mati syahīd, sunnah dikafani dengan pakaian 📝yang dipakainya waktu mati, sedangkan yang berlumuran darah adalah lebih utama, karena mengikuti dengan Nabi s.a.w.📚

-----------------

📝 أي إذا اعتيد لبسها غالبا، أما ما لا يعتاد لبسها كذلك - كدرع، وخف، وفروة، وجبة محشوة - فيندب نزعها منه - كسائر الموتى -.

"Yaitu, jika pakaian tersebut biasa dipakai sehari-hari. Namun, untuk pakaian yang tidak biasa dipakai sehari-hari - seperti baju besi, sepatu bot, mantel bulu, dan jubah berlapis - dianjurkan untuk melepaskannya dari mayat, seperti halnya dengan mayat lainnya."


وهل تنزع ثيابه التي مات فيها عند الموت ثم ترجع إليه ويكفن فيها كسائر الموتى أو لا؟، ذهب ابن حجر إلى الثاني.

"Apakah pakaian yang dikenakan oleh mayat saat meninggal diambil dulu saat kematiannya, kemudian dikembalikan dan dikenakan kembali untuk dikafani seperti mayat lainnya atau tidak? Ibnu Hajar berpendapat pada opsi kedua. 


ونقل ع ش، عن الزيادي أن المعتمد الأول.

Adapun pendapat yang diandalkan oleh Al-Ziyadi, sebagaimana dikutip oleh Al-Suyuti, adalah opsi pertama."


📚 تعليل لكونه يكفن ندبا في ثيابه، وهو من رواه أبو داود بإسناد حسن عن جابر، قال: رمى رجل بسهم في صدره - أو حلقه - فمات، فأدرج في ثيابه كما هو، ونحن مع النبي - صلى الله عليه وسلم -.

"Penjelasan mengenai disunnahkannya mengkafani mayat dengan pakaian yang dikenakannya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan dari Jabir. Ia berkata: Seorang laki-laki terkena panah di dadanya - atau lehernya - lalu meninggal. Ia kemudian dikafani dengan pakaiannya sebagaimana adanya, sementara kami bersama Nabi ﷺ."


Ianatutholibin juz 2 hal 137

Nurul ilmi

-------------------



وَ لَوْ لَمْ تَكْفِهِ بِأَنْ لَمْ تَسْتُرْ كُلَّ بَدَنِهِ , تُمِمَّتْ وُجُوْبًا، (لَا) فِيْ (حَرِيْرٍ) لَبِسَهُ لِضَرُوْرَةِ الْحَرْبِ، فَيَنْزَعُ وُجُوْبًا.


 Jika pakaiannya tidak mencukupi, misalnya belum menutup seluruh badannya, maka wajib menyempurnakan dengan menambah yang lain. (52)

  Tidak boleh dikafani memakai pakaian dari sutra yang dipakai karena terpaksa waktu perang📑, karena itu, sutra yang dipakainya harus dilepas. (53).

  ---------------

52).

والتصوير المذكور مبني على المعتمد من أن الواجب ستر كل البدن.

 Ini berpijak pada pendapat yang mengatakan bahwa minimal mengkafani adalah menutup seluruh tubuh mayit. 


53).

وهذا ما جرى عليه ابن حجر، وتقدم عند قوله ويكفن الميت بما له لبسه حيا: التفصيل بين كونه لبسه لحاجة فيكفن فيه، ولغير حاجة فلا يكفن.


"Dan inilah yang diikuti oleh Ibnu Hajar, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam ucapannya: 'Mayat dikafani dengan pakaian yang biasa dikenakannya semasa hidup.' Dengan perincian, jika pakaian tersebut dikenakan karena suatu keperluan, maka dikafani dengan pakaian itu, namun jika tanpa keperluan, maka tidak dikafani dengannya.


ووافق عليه ابن قاسم، وعبارته: والمتجه أن من استشهد وهو لابسه لمسوغ، لم يجب نزعه، بل يدفن فيه، لأن دفن الشهيد في أثوابه التي قتل فيها مطلوب شرعا، بخلاف من استشهد، وهو معتد بلبسه، فلا عبرة بهذا اللبس، فينزع منه.


Pendapat ini disetujui oleh Ibnu Qasim, yang menyatakan: 'Pendapat yang lebih tepat adalah bahwa seseorang yang syahid dan mengenakan pakaian karena alasan yang dibenarkan, maka tidak perlu melepasnya, melainkan dikubur dengan pakaian tersebut. Sebab, mengubur syahid dengan pakaian yang dikenakannya saat dibunuh adalah tuntutan syar'i. Berbeda halnya dengan orang yang syahid dan mengenakan pakaian tanpa alasan yang dibenarkan, maka pakaian tersebut tidak dianggap, sehingga harus dilepaskan darinya.'"



📑أي لضرورة هي الحرب، فالإضافة للبيان.

ومثلها: ما لو لبسه للحكة أو للقمل.

contoh darurat memakai sutra adalah agar tisak gatal, dan terindar dari kutu.


Ianatutholibin juz 2 hal 138

Nurul ilmi

-----------------


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Saturday, June 29, 2024

HUKUM MEROKOK

 Hukum merokok 

- Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan. 

- Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

- Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya. Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. 

Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar al-masyhur Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut: 

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ....... والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة.

 

Artinya:

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya. 

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut: 

إن التبغ ..... فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. .... وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.


Artinya:

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil. 

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut: 

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما.

Artinya :

 Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.


• Referensi yang lain mencakup hukum jual beli rokok dan hukum merokoknya sendiri :

- Tentang Hukum Merokok

Dalam menetapkan hukum merokok ada tiga kelompok ulama :

1. ulama yang mengatakan haram secara mutlak

2. ulama yang mengatakan halal secara mutlak

3. ulama yang mengatakan bahwa hukumnya dapatberubah menjadi lima (halal, haram, mubah,makruh, dan sunah) menurut situasi dan kondisinya;dalam arti bisa :

a. Haram, seperti merokok hanya karena sengajauntuk berhambur hamburan yang diharamkan atauakan menimbulkan bahaya .

b. Makruh, seperti merokok tanpa tujuan apa apadan tidak berbahaya dikarenakan merokoktermasuk hal yang masih dikhilafkan ulama yangmenyebabkan keraguan (hukumnya), padahalmelakukan perkara yang masih diragukan halal danharamnya adalah makruh .

c. Wajib, (seperti) apabila punya penyakit / bahayapada dirinya yang tidak bisa sembuh / hilangkecuali dengan merokok .

d. Sunah, (seperti) apabila mempunyai penyakityang berbahaya tetapi masih ada obat lain,dikarenakan berobat hukumnya sunah .

e. Mubah, artinya dalam situasi makruh, sunah, danwajib bisa dinamakan mubah.


- Sab'atu Kutubin Mufidah 135-137 :


ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ : ﺇﺫﺍ ﺗﻘﺮﺭ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻣﺴﺌﻠﺔ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺷﺮﺑﺎ ﻭﺳﻌﻮﻃﺎ ﻣﻦ ﺟﻤﻠﺔ ﺇﻓﺮﺍﺩ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻤﺘﺸﺒﻬﺎﺕ ﺍﻟﺘﻰﻓﺴﺮﻫﺎ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺭﺣﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻜﻞ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﻮﺍﺿﺢ ﺍﻟﺤﺎﻝﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻣﻤﺎ ﺗﻨﺎﺯﻋﺘﻪ ﺍﻷﺩﻟﺔ ﻭﺗﺠﺎﺫﺑﻨﻪ ﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻰ ﻭﺍﻷﺳﺒﺎﺏﺍﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ ﻭﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﻧﻘﺴﻢ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻋﻠﻰﺣﻜﻤﻪ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺬﺍﻫﺐﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻷﻭﻝ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﻣﻦ ﺃﻃﻠﻖ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺘﺤﺮﻳﻢ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﺇﻟﻰﺃﻥ ﻗﺎﻝﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﻣﻦ ﺃﻃﻠﻖ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﻌﺪﻡ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﺍﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﻣﺬﻫﺐ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺮ ﺇﻃﻼﻕ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺘﺤﺮﻳﻢﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺃﻭ ﺗﺤﻠﻴﻠﻪ ﻷﻧﻪ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﻘﺎﻡ ﻣﻘﺎﻡ ﺗﻔﺼﻴﻞﻭﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺃﻥ ﺍﻹﻃﻼﻕ ﻟﻠﺤﻜﻢ ﻓﻰ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﺧﻄﺎﺀ ، ﻓﻴﺮﻯﺃﻥ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺨﻤﺴﺔ ﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﻭﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻭﺍﻟﻨﺪﺏ ﻭﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﺗﺠﺮﻱ ﻓﻰ ﻣﺴﺌﻠﺔ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺑﺤﺴﺐﺍﻟﻤﻘﺘﻀﻴﺎﺕ ﺍﻟﻮﺿﻌﻴﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺫﻟﻚ ﻻ ﺗﺪﺧﻞ ﺗﺤﺖ ﺍﻟﺤﺼﺮ ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﺑﺄﺱﺑﺎﻹﺷﺎﺭﺓ ﺍﻟﻰ ﺑﻴﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﺤﻞ ﺑﺼﺪﺩﻩ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡﺍﻟﺨﻤﺴﺔ

ﻓﻤﻦ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺇﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﻟﻤﻦ ﻛﺎﻥﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻟﻪ ﻟﻴﺲ ﺇﻻ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻹﺳﺮﺍﻑ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﺃﻭ ﺗﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﺿﺮﺭ ﻣﺤﺮﻡ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﺣﻜﻤﺎ ﻭﺿﻌﻴﺎ ﻟﺤﺮﻣﺔﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﻓﻰ ﺣﻖ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺻﻔﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝﻭﻣﻦ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻤﻜﺮﻭﻩ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺍﺧﺘﻠﻒﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺭﺣﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻰ ﺣﻜﻤﻪ ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﺸﻲﺀﺣﻜﻢ ﻭﺿﻌﻲ ﻟﻜﺮﻫﺔ ﺍﻗﺘﺤﺎﻡ ﺍﻟﺮﻳﺐ ، ﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡﺩﻉ ﻣﺎ ﻳﺮﺑﻚ ﺍﻟﻰ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺮﺑﻚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺉ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢﻭﺻﺤﺤﺎﻩﻭﻣﻦ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻀﺮﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻔﺲﺇﺫﺍ ﺗﻌﻴﻦ ﺣﻜﻢ ﻭﺿﻌﻲ ﻟﻮﺟﻮﺏ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﻣﺎ ﻳﻘﻊ ﺑﻪ ﺍﻟﺪﻓﻊﻟﻤﻔﻬﻮﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮﺍ ﺍﻧﻔﺴﻜﻢ ـ ﺑﻞ ﻟﻮ ﻭﻗﻌﺖ ﺍﻟﺘﺠﺮﻳﺔﻓﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﻓﻊ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﻟﻀﺮﺭ ﻟﻴﺲ ﺇﻻ ﺑﺘﻌﺎﻃﻰ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﺃﻛﻼ ﻭﺷﺮﺑﺎﻭﺟﺐ ﻷﻧﻪ ﻣﻀﻄﺮ ﻓﻰ ﺑﻘﺎﺀ ﺭﻭﺣﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝﻭﻣﻦ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻨﺪﺏ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻀﺮﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻣﻦﻋﺎﺭﺽ ﺍﻟﺪﺍﺀ ﺣﻜﻢ ﻭﺿﻌﻲ ﻟﻨﺪﺏ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﻣﺎ ﻳﻘﻊ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﻔﻊﻣﻦ ﺗﻌﺎﻃﻰ ﺍﻟﺪﻭﺍﺀ ﻟﺘﻈﺎﻫﺮ ﺍﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﺴﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﻤﺘﻜﺎﺛﺮﺓ ﻋﻠﻰﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺍﻟﺘﺪﺍﻭﻯ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ

ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻷﻃﺒﺎﺀ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻭﻥ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻔﻊ ﻷﻭﺟﺎﻉ ﺍﻟﻜﺒﺪ ﻭﻣﻦﺍﻟﺤﻤﻴﺎﺕ ﺍﻟﻐﻠﻴﻈﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﻐﺾ ﻭﺍﻟﻴﺮﻓﺎﻥ ﻭﻟﺘﺠﻔﻴﻒ ﺍﻟﺮﻃﻮﺑﺎﺕﻭﻏﻴﺮ ﺧﺎﻑ ﺟﺮﻳﺎﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻓﻰ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﺳﻮﺍﺀ ﻗﻠﻨﺎ ﺑﺠﻮﺍﺯﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﺃﻭ ﺑﺤﺮﻣﺘﻪ ﻭﺃﻥ ﻛﺮﺍﻫﺔ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﻭﻧﺪﺑﻪ ﻭﻭﺟﻮﺑﻪ ﻳﻄﻠﻖﻋﻠﻴﻪ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﺠﺎﺋﺰ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﻤﻨﻮﻉ ﻣﻦ ﻓﻌﻠﻪ

ﺇﻧﺘﻬﻰ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻓﻰ ﻗﻤﻊ ﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ﻋﻦ ﺗﻨﺎﻭﻝ ﺍﻟﺘﻨﺒﺎﻙ ﻣﻦ ﺳﺒﻌﺔ ﻛﺘﺐ ﻣﻔﻴﺪﺓ ﺹ 135-137 :


- kitab albajuri juz 1 hal 343 :


(قوله ولا بيع لا منفعة فيه) قيل منه الدخان المعروف لانه لا منفعة فيه بل يحرم استعماله لان فيه ضررا كبيرا وهذا ضعيف وكذا القول بانه مباح والمعتمد انه مكروه بل قد يعتريه الوجوب كما اذا كان يعلم الضرر بتركه وحينئذ فبيعه صحيح وقد تعتريه الحرمة كما اذا كان يشتريه بما يحتاجه لنفقة عياله او تيقن ضرره .


Terjemah dari albajuri diatas sebagai berikut :

Perkataan mushonif: Dan tidak sah jual beli barang yang tidak ada manfaatnya, ada yang berpendapat rokok itu termasuk yang gak sah jual belinya karena termasuk barang yang tidak ada manfaatnya bahkan haram menggunakan / menghisapnya karena adanya dampak negatif dan pendapat ini dianggap lemah / dlo'if, begitu juga pendapat yang menyatakan rokok itu boleh, itu juga dianggap dloif / lemah. Dan pendapat yang mu'tamad / yang bisa dibuat pegangan yaitu sesungguhnya hukum rokok itu makruh, bahkan menjadi wajib jika tau kalau meninggalkan rokok bisa berdampak negatif pada dirinya, kalau sudah begitu maka jual beli rokok tadi hukumnya sah. Terkadang juga hukumnya rokok tadi menjadi haram seperti membeli rokok dengan uang yang seharusnya untuk nafaqoh keluarganya atau ada keyakinan jika merokok akan berdampak negatif pada dirinya. [ Keterangan dari kitab Al-bajuri ].

KETENTUAN GADAI, HUKUM, DAN RUKUNNYA


KETENTUAN GADAI, HUKUM, DAN SYARAT RUKUNNYA


A. Gadai


Islam telah mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong menolong dengan berdasarkan rasa tanggungjawab bersama, jamin menjamin dan tanggung menanggung dalam hidup bermasyarakat. Islam juga mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat dapat ditegakkan nilai-nilai keadilan dan dihindarkan praktik-praktik penindasan dan pemerasan.


Salah satu contoh ajaran Islam adalah hak milik perorangan dalam ajaran Islam adalah tidak mutlak, tetapi terkait dengan kewajiban-kewajiban kemasyarakatan; pemilik benda tidak sepenuhnya bebas memperlakukan harta benda miliknya. Dalam usaha mengembangkan harta benda, Islam melarang cara-cara yang mengandung unsur penindasan, pemerasan atau penganiayaan terhadap orang lain. Begitu juga halnya dengan memberikan pinjaman uang kepada orang lain yang amat membutuhkan, tetapi dengan dibebani kewajiban tambahan dalam membayarkannya (kembali) atau menyita dan menguras sebagian benda sebagai imbangan jangka yang telah diberikan memberatkan pihak peminjam.


Terkait dengan hal tersebut diatas, lebih lanjut akan dibahas secara sistematis tentang perjanjian utang-piutang khususnya perjanjian utang piutang gadai yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan sistematika pembahasannnya dapat dideskripsikan sebagai berikut:


Pengertian Gadai


Perjanjian dalam Islam disebut (rahn), yaitu perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang. Kata (rahn) menurut bahasa berarti “tetap”, “berlangsung” dan “menahan”.[1]


Sedangkan menurut istilah sebagai berikut:


الرهن: عقديتضمن جعل عين مالية وثيقة بدين يستوفى منهاعند تعدرالوفاء


Artinya:

“Suatu akad dengan menjadikan barang yang bernilai harta sebagai tanggungan/jaminan atas hutang ketika berhalangan dalam membayar hutang”.[2]


الما ل الذ ى يجعل وثيقة با لد ين ليستو فى من ثمنه ان تعدر استفا ؤه ممن هو له


Artinya:

“Harta yang dijadikan jaminan hutang sebagai pembayar harta (nilai) hutang ketika yang berhutang berhalangan (tidak mampu) membayar hutangnya kepada pemberi pinjaman”.[3]


Sedangkan menurut Imam Abu Zakariya Al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab mendefinisikan rahn sebagai berikut:

جعل عين مال وثيقة بدين يستو فى منهاعندتعذروفا ئه

Artinya:

“Menjadikan suatu benda yang bersifat harta sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayaran ketika berhalang dalam membayar hutang”.[4]


Selanjutnya Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini dalam kitabnya Kifayat al Ahyar fii Halli Ghayati al-Ikhtisar berpendapat bahwa rahn adalah:

جعل مال وثيقة بدين

Artinya:

“Menjadikan harta sebagai kepercayaan/penguat hutang”.[5]


Lebih lanjut Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini mengatakan bahwa barang-barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat dijualbelikan. Artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan.


Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan atau penguat kepercayaan dalam utang piutang dan barang jaminan itu boleh sebagai pembayar harga atau dijual kalau hutang tidak dapat dibayar.


2. Sifat Gadai


Secara umum rahn dikategorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa yang diberikan penggadai rahin kepada penerima gadai murtahin tidak ditukar dengan sesuatu.[6] Yang diberikan murtahin kepada rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikan. Rahn juga termasuk akad yang bersifat ainiyah, yaitu dikatakan sempurna sesudah menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam meminjam, titipan dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (derma) yang dikatakan sempurna setelah memegang Alqabdu sesuai kaidah:


لا يتم التبر ع إلابالقيض (tidak sempurna tabarru’ kecuali setelah pemegangan).[7]


3. Dasar Hukum Gadai


Gadai disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah:


a. Dalil dari Al-Qur’an


Surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi sebagai berikut:


وان كنتم على سفرولم تجدوا كاتبافرهان مقبوضة وان امن بعضكم بعضا فليؤدالذىاؤتمن امانته وليتق الله ربه (البقر ة: ۲۸۳)

Artinya:

“Jika kamu dalam perjalanan (dalam muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utang) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”. (Al-Baqarah: 283).[8]


b. Dalil dari As-Sunnah


عن انس قال رهن رسول الله صلى الله عليه وسلم درعاعنديهودي بالمدينة واخذمنه شعيرالاهله (رواه احمد والبخارى والنسا ئى وابن ماجه)


Artinya:

Dari Anas, ia berkata: “Rasulullah SAW telah menggadaikan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di Masinah, sewaktu beliau menghutang sya’ir (gandum) dari seorang Yahudi untuk ahli rumah (keluarga) beliau”. (HR. Ahmad, bukhari, Nasa’i dan Ibnu Majah).


c. Ijma’ Ulama


Pada dasarnya para ulama’ telah bersepakat bahwa gadai itu boleh. Para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian pula landasan hukumnya. (Jumhur) ulama’ berpendapat bahwa gadai disyariatkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian.[9]


4. Hukum Gadai


Para ulama sepakat bahwa (rahn) dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebagai gadai hanya jaminan saja, jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Firman Allah SWT: فرهان مقبوضة pada ayat diatas adalah (isyad) (anjuran baik) saja kepada orang beriman sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan:


فان امن بعضكم بعضا فليؤدالذىاؤتمن امانته ….. (البقر ة: ۲۸۳)


Artinya:


“Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya)”.

(QS. Al-Baqarah: 283).[10]


Selain itu, perintah untuk memberikan jaminan sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut dilakukan ketika tidak ada penulis padahal hukum utang sendiri tidaklah wajib, beitu juga penggantinya, yaitu barang jaminan.[11]


5. Rukun Dan Syarat Sah Gadai


a. Rukun gadai


Rukun gadai ada 5 (lima) yaitu:

1) Orang yang menggadaikan (rahin)

2) Barang yang digadaikan (marhun)

3) Orang yang menerima (murtahin)

4) Sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad gadai (shigat)

5) Utang (marhun bih)[12]

b. Syarat sah gadai


Disyaratkan untuk sahnya akad gadai sebagai berikut:

1) Ijab qabul (sighot)

Hal ini dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja didalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.

2) Orang yang bertransaksi (aqid)

Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin) adalah:

a) Telah dewasa

b) Berakal

c) Atas keinginan sendiri

3) Adanya barang yang digadaikan (marhun)


Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh pemberi gadai (rahin) adalah:

a) Dapat diserah terimakan

b) Bermanfaat serta bernilai harta

c) Milik orang yang menggadaikan (rahin)

d) Jelas (tertentu)

e) Tidak bersatu dengan harta lain

f) Dikuasai oleh rahin

g) Harta yang tetap atau dipindahkan[13]


Dalam ketentuan marhun tidak termasuk barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan.

Bahwa barang-barang yang tidak diperjualbelikan tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan dipohonnya yang belum masak. Karena penjualan tanaman dan buah-buahan dipohonnya belum masak tersebut haram, namun untuk dijadikan barang gadai hal ini diperbolehkan, karena didalamnya tidak memuat unsur-unsur tipuan gharar bagi murtahin. Dinyatakan tidak mengandung unsur gharar karena piutang murtahin tetap ada kendati tanaman dan buah-buahan yang digadaikan kepadanya mengalami kerusakan.[14]


4) Utang (marhun bih)

Menurut ulama Hanafiyah dan syafi’iyah utang yang dapat dijadikan alasan gadai adalah:

a) Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan

b) Utang harus lazim pada waktu akad

c) Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

Jika ada perselisihan mengenai besarnya hutang antara rahin dan murtahin, maka ucapan yang diterima ialah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murtahin bisa mendatangkan barang bukti. Tetapi jika yang diperselisihkan adalah mengenai marhun, maka ucapan yang diterima adalah ucapan murtahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika rahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan dakwaannya. Karena Rasulullah SAW bersabda:


ﻓﺎﻟﺒﻴﻨﺔﻋﻠﻰﺍﻟﻤﺪﻋﻰﻭﺍﻟﻴﻤﻴﻦﻋﻠﻰﺍﻟﻤﺪﻋﻰﻋﻠﻴﻪ (رواه البيهفى )


Artinya:

“Barang bukti yang dimintakan dari orang yang mengklaim dan sumpah dimintakan dari orang yang diklaim”. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang baik).


6. Perlakuan Bunga Dan Riba Dalam Perjanjian Gadai


Dalam perjanjian gadai yang pada dasarnya adalah perjanjian utang piutang, dimungkinkan terjadi riba yang dilarang oleh syara’. Riba terjadi apabila dalam perjanjian gadai diharuskan memberi tambahan sejumlah uang atau presentase tertentu dari pokok utang, pada waktu membayar utang atau pada waktu lain yang telah ditentukan oleh murtahin. Hal ini sering disebut dengan bunga gadai dan perbuatan yang dilarang oleh syara’.[15]


7. Berakhirnya Hak Gadai


Gadai dipandang habis dengan beberapa keadaan seperti membebaskan hutang, hibah, membayar hutang dan lain-lain yang akan dijelaskan dibawah ini:

a. Rahin melunasi semua utang

Yakni orang yang menggadaikan barang (rahin) telah melunasi semua kewajibannya kepada orang yang menerima gadai (murtahin).

b. Rukun dan syarat gadai tidak terpenuhi

c. Baik rahin maupun murtahin atau salah satunya ingkar dari ketentuan syara’ dan akad yang telah disepakati oleh keduanya.[16]

d. Marhun diserahkan kepada pemiliknya

Jumhur ulama selain Syafi’i memandang habis rahn jika murtahin menyerahkan marhun kepada pemiliknya (rahin) sebab marhun merupakan jaminan utang. Jika marhun diserahkan, maka tidak ada lagi jaminan. Selain itu dipandang habis pula rahn jika murtahin meminjamkan marhun kepada rahin atau kepada orang lain atas seizin rahin.

e. Gadai habis jika hakim memaksa rahin untuk menjual marhun, atau hakim menjualnya jika rahin menolak.

f. Pembebasan utang, dalam bentuk apa saja, menandakan habisnya gadai meskipun utang tersebut dipindahkan kepada orang lain.

g. Rahin meninggal

Menurut ulama Malikiyah, rahn habis jika rahin meninggal sebelum menyerahkan marhun kepada murtahin. Juga dipandang batal jika murtahin meninggal sebalum mengembalikan marhun kepada rahin.

h. Gadai dipandang habis apabila marhun di tasharrufkan seperti dijadikan hadiah, hibah, sedekah dan lain-lain atas seizin pemiliknya.


B. Ketentuan Pelaksanaan Gadai dalam Islam


1. Kedudukan Barang Gadai


Selama ada ditangan pemegang gadai, kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.[17]

Bahwa sebagai amanat, murtahin (penerima gadai) berkewajiban memelihara keselamatan barang gadai yang diterimanya, sesuai dengan keadaan barang. Untuk menjaga keselamatan barang gadai tersebut dapat diadakan persetujuan untuk menyimpannya pada pihak ketiga, dengan ketentuan bahwa persetujuan itu baru diadakan setelah perjanjian gadai terjadi. Namun akibatnya, ketika perjanjian gadai diadakan, barang ada dipihak ketiga, maka perjanjian gadai itu dipandang tidak sah; sebab diantara syarat sahnya perjanjian gadai ialah barang gadai diserahkan seketika kepada murtahin.


2. Pemanfaatan Barang Gadai


Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemilik maupun oleh penerimanya gadai. Hal ini disebabkan statusnya barang tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Namun apabila mendapat izin dari maisng-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Hal ini dilakukan karena pihak pemilik barang tidak memiliki barang secara sempurna yang memungkinkan perbuatan hukum (barangnya sudah digadaikan). Misalnya, mewakafkan, menjual dan sebagainya sewaktu-waktu atas barang yang telah digadaikan tersebut. Sedangkan hak penggadai terhadap barang tersebut hanya pada keadaan atau sifat kebendaannya yang mempunyai nilai, tetapi tidak pada nilai guna pemanfaatan/pemungutan hasilnya. Murtahin hanya berhak menahan barang gadai, tetapi tidak berhak menggunakan atau memanfaatkan barang hasilnya, sebagaimana pemilik barang gadai tidak berhak menggunakan barangnya itu, tetapi sebagai pemilik apabila barang gadainya itu mengeluarkan hasil, maka hasil itu menjadi miliknya.


Oleh karena itu diusahakan agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan itu dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubadzir.[18]


a. Pendapat fuqoha As-Syafi’iyah tentang dibolehkan pemanfaatan barang gadai


ومنهالوعم فى الناس إعتيادإباحة منافع الرهن للمرتهن فهل ينزل منزله شرطه حتى يفسدالرهن قال الجمهور “لا” وقال القفال “نعم”


Artinya:

“Jika sudah umum dikalangan masyarakat kebiasaan kebolehan memanfaatkan barang gadaian oleh penerima gadai (murtahin) apakah kebiasaan tersebut sama dengan pemberlakukan syarat (kebolehan pemanfaatan) sampai barang yang digadaikan itu rusak. Mayoritas ulama mengatakan tidak sama, berbeda dengan Imam Al-Qaffal”.[19]


وجازلمقترض نفع يصل له من مقترض كردالزائد قدرااوصفة والأجودللردئ (بلاشرط) فى العقدبل يسن ذلك لمقترض الى أن قال واماالمقترض بشرط جرنفع لمقترض ففاسدلخبر كل قرض جرمنفعة فهوربا (قوله فغاسد) قال ع ش ومعلوم ان محل الفسادحيث وقع الشرط فى صلب العقد امالوتوافقاعلى ذلك ولم يقع شرط فى العقدفلافساد


Artinya:

“Diperbolehkan bagi si pemberi pinjaman untuk memanfaatkan sesuatu kelebihan yang diperoleh dari peminjam, seperti pengambilan yang lebih, baik ukuran atau sifat, dn yang lebih baik pada pinjaman yang jelek, asalkan tidak disebutkan dalam akad sebagai persyaratan, bahkan disunatkan bagi peminjam untuk melakukan yang demikian itu (mengembalikan yang lebih baik lagi dibandingkan barang yang dipinjamnya)”.[20]

Adapun peminjaman dengan syarat boleh mengambil manfaat oleh si peminjam, maka hukumnya rusak/haram, sesuai dengan hadits “semua peminjaman yang menarik sesuatu manfaat (terhadap yang dipinjamkannya) maka termasuk riba”.


Dengan ini diketahui, bahwa rusaknya akad tersebut jika memang disyaratkan dalam akad. Sedangkan jika keduanya si peminjam dan yang dipinjami saling bersepakat, dan tanpa ada persyaratan tertentu dalam akad, maka akad itupun tidak rusak (boleh).[21]


إناباح الراهن للمرتهن الثمارإباحة صحيحة لم يكن له الرجوع عليه بشيئ


Artinya:

“Jika orang yang menggadaikan memperbolehkan kepada penerima gadai untuk mengambil buah-buahan yang pada tanah yang digadaikan, maka ia sama sekali tidak boleh mengambil kembali”.[22]


قال شيخ مشا يخنا العلامة المحقق الطنيداوى فيما إذاندرالمديون للدائن مغفعة الارض المرهونة مدة بقاء الدين في د مته والذى ر أ يته لمتأ خرى اصحابنا اليمنيين ما هوصريح فى الصحة وممن افتى بذ لك شيخ الاسلام محمدبن حسين القا مط العلا مةالحسين ابن عبدالرحمن الاهدال.


Artinya:

“Syeh Al-Allamah Al-Muhaqqiq Al-Thanbadawi berpendapat tentang nadzar orang yang berutang kepada si penghutang untuk memanfaatkan tanah yang digadaikan selama masa hutang, masih dalam jaminannya. Dan pendapat yang aku amati dari ulama-ulama Yaman belakangan ini jelas memperbolehkannya. Demikian halnya yang difatwakan oleh Syeh Al-Islam Muhammad bin Husain Al-Qammath dan Al-Allamah Al-Husain Ibnu Abdurrahman Al-Ahdal”.[23]


رهن ارضاو أ باح للمرتهن اوغيره منا فعها مدة بقاءالدين إنتهت إلاباحة بموت المبيح فيغرم المنافع من حينئذ


Artinya:

“Seseorang menggadaikan tanah dan ia memperbolehkan kepada penerima gadai atau yang lainnya untuk memanfaatkan tanah tersebut selama masa hutang belum terbayar, maka kebolehan tersebut habis dengan meninggalnya pemilik tanah sehingga sejak itu ia harus membayar segala pemanfaatannya”.[24]


ومن ربا الفضل ربا القرض وهو كل قرض جر نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لا يحر م عندنا إلا اذا شترط في عقد ه


Artinya:

“Dan diantara riba al fadhl adalah riba al-qardh yakni semua utang yang memberikan manfaat kepada si peghutang kecuali selain dalam bentuk gadai. Menurut kita yang demikian itu tidak haram, kecuali disyaratkan dalam gadai”.[25]


اما لو توا فقا على ذلك ولم يقع فى العقد فلا فسد


Artinya:

“Sedangkan jika keduanya si peminjam dan yang dipinjami saling bersepakat dan tanpa adanya persyaratan tertentu dalam akad, maka akad itupun tidak rusak (boleh)”.[26]

Maqolah yang tertera tersebut merupakan pendapat ulama Syafi’iyah, maka untuk lebih global atas pemanfaatan gadai agar dapat dikelola baik oleh rahin maupun oleh murtahin dapat diuraikan dari berbagai pendapat ulama al-madzahibi al-arba’ah.


Mengenai pemanfaatan gadai pada dasarnya tidak boleh terlalu lama memanfaatkan barang gadai (marhun), sebab hal itu akan menyebabkan marhun hilang atau rusak. Hanya saja diwajibkan untuk mengambil faedah ketika berlangsungnya gadai.


3. Pemanfaatan rahin atas marhun

Diantara ulama terhadap dua pendapat , jumhur ulama selain Syafi’iyah melarang rahin untuk memanfaatkan marhun, sedangkan ulama Syafi’iyah membolehkannya sejauh tidak memadaratkan murtahin.

a) Ulama Hanafiyah[27] berpendapat bahwa rahin tidak boleh memanfaatkan marhun tanpa seizin murtahin, begitu pula murtahin, tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizin rahin. Mereka beralasan bahwa barang gadai (marhun) harus tetap dikuasai oleh murtahin selamanya. Pendapat ini senada dengan pendapat ulama Hanabilah[28], sebab manfaat yang ada dalam marhun pada dasarnya termasuk rahn.

b) Ulama Malikiyah[29] berpendapat bahwa jika murtahin mengizinkan rahin untuk memanfaatkan barang gadai, maka akad menjadi batal. Adapun murtahin diperbnolehklan memanfaatkan barang gadai sekedarnya (tidak boleh lama) itupun atas tanggungan rahin. Sebagian ulama Malikiyah berpendapat, jika murtahin terlalu lama memanfaatkan marhun, ia harus membayarnya. Sebagian lainnya berpendapat tidak perlu membayar. Pendapat lainnya diharuskan membayar, kecuali jika rahin mengetahui dan tidak mempermasalahkannya.

c) Ulama Syafi’iyah[30] berpendapat bahwa rahin dibolehkan untuk memanfaatkan marhun. Jika tidak menyebabkan marhun berkurang, tidak perlu meminta izin, seperti mengendarainya, menempatinya dan lain-lain. Akan tetapi jika menyebabkan marhun berkurang, seperti sawah, kebun, rahin harus menerima izin kepada murtahin.


4. Pemanfaatan murtahin atas marhun

Jumhur ulama selain Hanbilah berpendapat bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun. Dalam hal ini murtahin dibolehkan mengambil manfaat sekedar untuk mengganti ongkos pembiayaan.[31] Ulama Hanabilah berpendapat bahwa murtahin boleh memanfaatkan marhun, jika berupa hewan seperti dibolehkan untuk mengendarai atau mengambil susunya, sekedar mengganti pembiayaan. Lebih jauh tentang pendapat para ulama tersebut adalah sebagai berikut:

a) Ulama Hanafiyah[32] berpendapat bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun, sebab ia hanya berhak menguasainya dan tidak boleh memanfaatkannya. Sebagian ulama Hanafiyah, ada yang membolehkan untuk memanfaatkannya jika diizinkan oleh rahin, tetapi sebagian lainnya tidak membolehkannya sekalipun ada izin, bahkan mengategorikan sebagai riba. Jika disyaratkan ketika akad untuk memanfaatkan marhun, hukumnya haram sebab masuk riba.

b) Ulama Malikiyah membolehkan murtahin memanfaatkan marhun jika diizinkan oleh rahin atau disyaratkan ketika akad, dan marhun tersebut berupa barang yang dapat diperjualbelikan serta ditentukan waktunya secara jelas. Pendapat ini hampir senada dengan pendapat ulama Syafi’iyah.[33]

c) Pendapat fuqoha As-Syafiiyah tentang tidak diperbolehkan pemanfaatan barang gadai


لايصح (بشرط مايضر) الراهن والمرتهن(كا ن لايباع) اي المرهون (عند المحل) اي وقت الحلول الدين او إلا بأ كثر من ثمن المثل (و كشرط منقعته) اى المرهون للمر تهن


Artinya:

“Akad rahn tidak sah dengan syarat sesuatu yang dapat membebani penggadai (rahin) dan penerima gadai (al murtahin) sebagaimana tidak dibolehkan menjual marhun ketika jatuh waktu pembayaran utang atau tidak boleh dijual kalau tidak dengan harga yang lebih banyak dari pada harga sepadan (tsaman mitsil) dan sebagaimana syarat pemanfaatan barang jaminan oleh murtahin”.[34]


(قوله لايصح) اى الرهن بمعنى العقد (قوله بش

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes