BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, February 27, 2022

WANITA JUGA BISA TERGODA, (TERFITNAH) Dgn LAKI2)

 (WANITA JUGA BISA TERGODA, (TERFITNAH) Dgn LAKI2)

Sebagian wanita tak percaya,
karena ada gambar foto laki laki, di aploud di status FB, karena status FB ada gambar foto jenggot, dan mulut laki laki, gambar ini bisa membuat sebagian akhwat terfitnah, (syahwat) masa sih cuma itu bisa terfitnah,??!
Seorang istri tidak rela suaminya keluar rumah,
dgn baju kaos atau kerak agak "(ngepas)" dikit kenapa??
Takut di kagumi dan menjadi fitnah.
Selama ini yg menjadi pemahaman kita, bahwa
Wanita itu adalah fitnah terbesar laki laki, jelas ini adalah peringatan dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
Rasulullah pernah bersabda:
" Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan)
Lagi berbahaya bagi kaum laki laki, yaitu fitnah wanita.
Rasulullah juga bersabda:
" Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan Agamanya, sehingga dapat menghilangkan akal laki laki yg teguh selain salah satu diantara kalian wahai wanita.
Wanita juga punya syahwat seperti laki laki
Rasulullah pun juga bersabda:
" Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki laki"
" Jika seorang suami mendekati istrinya, hendaklah berbuat baik kepadanya, karena wanita memiliki syahwat sebagaimana laki laki,
Wanita juga mempunyai "(keinginan)" sebagaimana laki laki mempunya keinginan, jika ia mendatangi istri dengan berbuat baik, maka ini termasuk (sedekah)
Tidak sedikit juga wanita yg memiliki "(keinginan)" yg lebih besar, bahkan tidak disangka sangka, oleh mereka.
Wanita juga bisa tergoda dengan laki laki
Kita semua sudah bisa tau bagaimana kisah Nabi Yusuf
Begitu banyak wanita yang terfitnah dengan ketampanan Nabi Yusuf
Begitu juga dengan kisah laki laki yang sangat tampan, di zaman Umar bin khotthob sehingga bisa membuat wanita tergila gila,
Di Riwayatkan, dalam tahabaqot Al qubra Ibnu sa"ad
Ketika pagi tiba Umar bertanya tanya, tentang siapakah gerangan, ternyata ia adalah seorang laki laki dari Bani Sulaiman, ketika Khalifah Umar melihat tampangnya ternyata dia adalah seorang laki laki yang sangat tampan,
Umar pun berkata, "Demi Allah kamulah yg menggoda mereka para perempuan"
Wanita juga diperintahkan menundukkan pandangan
Allah ta'ala berfirman:
"(Dan katakanlah kepada para wanita yang beriman, Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, ( AN- NUUR. 30)
Semoga tetap dalam khalimah syahadah.
Allahumma shalliala sayyidina Muhammad

Saturday, February 26, 2022

IMAM IBN AJRUM ULAMA' MAROKO DIBALIK KITAB JURUMIYAH

 


Imam Ibn Ajrum: Ulama Maroko di balik Kitab Jurumiyah

Imam Ibn Ajrum adalah salah satu sosok keajaiban ilmu yang ada di tanah Maghrib (Maroko). Bagaimana tidak? tentu karena kitab adikaryanya dalam bidang ilmu nahwu yang bernama kitab al-Muqaddimah al-Jurumiyah. Di mana hampir di seluruh penjuru dunia para santri dan santriwati terus menerus mengkajinya sebagai pondasi dasar untuk memahami ilmu nahwu .
Tentu menarik bila menyimak bagaimana perjalanan dan laku hidupnya? Saya menuliskannya untuk tuan dan puan sekalian. Semoga bermanfaat.
Nama lengkapnya adalah al-Imam Abu Abdulllah Muhammad bin Muhammad bin Daud as-Shanhajiy. Dikenal juga dengan sebutan Imam as-Shanhajiy. Dilahirkan di kota Fez, Maroko pada tahun 672 H atau 1273 M.
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Zubaid dalam kitab Taj al- ‘Arus, tahun lahir beliau tepat bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Jamaluddin ibn Malik at-Thaaiy pengarang kitab Alfiyah. Sehingga dari peristiwa itu tenar dengan adagium “Tuwufiya Nahwiyu wa Wulida Nahwiyu” (telah meninggal ahli nahwu dan lahir ahli nahwu yang lainnya).
Beliau masyhur dengan sebutan Ibn Ajrum. Nama itu diambil dari bahasa berber yang artinya al-Faqir as-Shufiy, orang yang meninggalkan kemewahan dan memilih laku sufi. Dan sematan ini digelari pertama kali oleh kakek beliau sendiri, Kiai Daud as-Shanhajiy.
Asal Usul
Kota Fez yang dijuluki sebagai ‘Madinatul Ilmi’ (kota ilmu) menjadi langkah awal perjuangan bagi Imam Ibn Ajrum. Kota itu menjadi tempat kelahiran sekaligus tempatnya menimba ilmu.
Imam ibn Ajrum lahir dari lingkungan keluarga yang berpendidikan. Ayahnya yang bernama Kiai Muhammad bin Daud as-Shanhajiy merupakan seorang ulama di kampung halaman nya. Orang tuanya mencukupi kehidupan sehari-hari dengan jalan berniaga.
Bermula dari hanya belajar di kota Fez bersama ulama-ulama yang ada di Maroko, lambat laun akhirnya beliau bertolak ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Apabila kita selesai menunaikan ibadah haji dan umrah biasa dilanjutkan dengan kegiatan berburu oleh-oleh atau plesir ke Turkey hingga Dubai. Lain lagi dengan Imam ibn Ajrum, ketika perjalanan pulang beliau mampir dulu ke Kairo guna menimba ilmu kepada Syaikh Abu Hayyan–ulama pengarang kitab al-Bahrul al-Muhith. Tidak sebatas mencecap manisnya ilmu dari Syaikh Abu Hayyan beliau juga turut mendapatkan sanad yang muttasil darinya.
Selain Syeikh Abu Hayyan yang menjadi guru Imam ibn Ajrum dalam bidang bahasa dan sastra, ada beberapa nama masyhur lainnya yang disebutkan dalam kitab Faraidh al-Ma’aniy, karya beliau sendiri. Di antara nama-nama itu ada al-Imam ibn Qassab Abu Abdullah, guru setoran Qiraah Sab’ah Imam ibn Ajrum. Lalu ada Syeikh Muhammad ibn Abdirrahman ibn at-Thayyib abu al-Qasim al-Qaysi, seorang yang ahli dalam melantunkan Al-Qur’an, dan terakhir Syeikh Abdul Malik ibn Musa Abu Marwan.
Imam ibn Ajrum adalah sosok ulama yang giat dalam menuntut ilmu, sehingga hampir semua ilmu dilahapnya. Beliau termasuk ulama yang mutabahhir bil ulum (jago di setiap fan-fan ilmu), jadi sangat wajar bila ada yang menjulukinya dengan sebutan al-Ustaziyah–dalam bahasa Faris bermakna seseorang yang mengetahui segala ilmu–bahkan dalam kitab al-Futuhat al-Qudsiyah buah karya Imam Ibnu Ajibah menyebutkan julukan beliau dengan sebutan as-Syurrah bil Fiqhi al-Imam As-Shufi as-Sholeh al-Barakah.
Tidak hanya di tanah Maghrib saja, mata dunia juga mengakuinya sebagai ulama yang karismatik, bersahaja, dan memiliki kredibilitas tinggi. Tentang Imam ibn Ajrum, Al-Imam as-Suyuthi dalam kitabnya ‘Bughyat al-Wi’ah’ juga menjelaskan bahwa beliau adalah ahli fikih, sastrawan, dan ahli matematika, di samping itu beliau juga menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid.
Karena alasan itulah banyak ulama kesohor yang lahir dari rahim didikan dan sentuhan tangan dingin nya. Ambil lah contoh seperti Ibnu Hikam, Syeikh Ahmad ibn Muhammad ibn Syu’ab Ibn Abbas al-Khaznaiy at-Thabib, Syeikh Muhammad ibn Ibrahim ibn Ishaq Abu Abdullah al-Qadhi al-Hadramiy, dan masih banyak lagi.
Kehandalan beliau pun tak hanya mandeg sampai capaian itu belaka, acap kali kurang rasanya jika seorang ulama sampai tidak mempunyai karangan dan sebuah mahakarya di sepanjan hidupnya. Berikut beberapa daftar karangan beliau selain kitab Muqaddimah al-Jurumiyah.
1. Faraidhul Ma’aniy fi Syarhi Hirzi al-Amaniy wa Wajhu at-Tihaniy
2. Arjuzatu al-Bari’ fi Ashli Muqrii Imam Nafi’
3. Ulfaatu al-Washli
4. Rawdhu al-Manafi’
5. Al-Istidrak ‘ala Hadiyatil Burtab
6. Tabshir fi Nazmi at-Taysir
Empat karangan pertama dan masterpiece beliau berbentuk kitab, sedangkan dua karya terakhir berbentuk nazham.
Kisah Penulisan Muqaddimah al-Jurumiyah
Nahwu bukanlah ilmu yang bisa dipelajari sesuka hati dan seenak kehendak–satu bab rampung dibaca lalu melompat ke bab yang lain. Tidak lah demikian. Ilmu Nahwu hanya bisa dipahami secara bertahap, berjenjang dan sudah barang tentu secara terstruktur mulai dari yang paling dasar sampai babakan yang paling kompleks .
Muqaddimah al-Jurumiyah datang menjadi suluh untuk menerangi para santri pemula. Perlu mafhum bersama kalau pada zaman itu belum ada kitab sepadat, sejelas, dan seringkas seperti karangan beliau, bahkan sampai sekarang. Tak berlebihan bila mana dikatakan kitab al-Muqadimah al-Jurumiyah adalah kitab yang tak ada duanya. Bukan karena lebih ringkas, padat, dan lebih jelas dari yang lainya. Melainkan sebab catatan kisah sejarah indah dalam penyusunan kitab ini.
Kitab ini ditulis empat tahun sebelum wafatnya Imam Ibn Ajrum tahun 723 H. Beliau memulai penyusunan kitab ini di sisi ka’bah. Kisah menarik nan istimewa terjadi setelah beberapa waktu kitab ini dirampungkan. Imam ibnu Ajrum membuang kitabnya ke laut sambil berkata:
”Kalau memang kitab ini ku tulis ikhlash karena Allah, niscaya ia tidak akan basah.” Ternyata kitab tersebut kembali ke pantai tanpa basah sedikit pun.”
Dalam riwayat yang lain disebutkan, ketika Imam ibnu Ajrum telah rampung menulis dengan menggunakan botol tinta, ia berniat meletakkan kitabnya tersebut di dalam air sambil berkata dalam hati “Ya Allah, jika saja karyaku ini akan bermanfaat jadikanlah tinta yang aku pakai untuk menulis ini tidak akan luntur.” Ternyata dengan kuasa Allah tinta tersebut tidak luntur sedikitpun.
Dan kali riwayat lain juga dituturkan, setelah menuntaskan karya tulisnya ini beliau bermaksud menenggelamkan kitabnya ke dalam air yang mengalir. Jika kitab tersebut terbawa arus berarti kitab tersebut kurang manfaat, sedangkan jika ia tetap–tidak terbawa arus–maka ia akan tetap dikaji banyak orang dan akan besar manfaatnya. Sambil meletakkan kitab tersebut kedalam air berliau berujar:
“Jurru Miyah! Jurru Miyah” (Mengalirlah wahai air!). Anehnya setelah diletakkan dalam air kitab tersebut tetap bertahan dan tidak terbawa oleh arus. Masyhurlah kitab tersebut dengan sebutan Jurmiyah. Subhanallah.
Beliau menulis kitab bukan berharap kemasyhuran. Beliau tulus dan ikhlas menuliskannya untuk Allah dan kemanfaatan umat. Lantaran keihklasannya itulah Allah kekalkan dan jaga kitab Jurumiyah. Air keikhlasan dan keberkahan nya akan senantiasa memancarkan cahaya sampai detik ini bagi siapapun yang mempelajarinya.
Antara Kelompok Kufah dan Bashrah
Terkait klasifikasi antara kelompok Kufah dan Bashrah, di antara mereka–para ahli nahwu–banyak yang bersilang pendapat tentang sosok Imam ibn Ajrum ini. Sebagian besar ada yang menyatakan bahwa Imam Ibnu Ajrum adalah penganut Mazhab Nahwu Kuffiyun–Nahwu yang datang dari daerah Kuffah, bukan Bishiriyun–Nahwu yang datang dari daerah Bashrah. Hal ini ditandai dari beberapa hal, diantaranya pengistilahan kasrah yang beliau tulis di dalam kitabnya dengan sebutan khafadh, sedang ahli Bahsrah menyebut istilah kasrah dengan Jar. Perkara lain nya yakni menyoal istilah Asmaul Khamsah yang terdiri dari dzu, fuu, hamu, abu, dan akhu. Sedangkan Ahli Bashrah menyebutnya dengan istilah Asmaus Sittah dengan menambahkan Hanu.
Sementara Imam Al-Ashufi Ibnu Ajibah menekankan pandangan nya dalam kitab al-Futuhat al-Qudsiyah bahwa beliau tidak condong Ke Kuffah atau Basrah, beliau memilah-milah mana yang baginya paling benar dan sesuai dengan jalan kaidah Nahwu.
Berkat ketulusan hati dan kemurnian niat Imam Ibnu Ajrum dalam menuliskan kitab tersebut menjadikan sebab keridhaan Allah.Ssampai saat ini sudah ratusan kitab yang melanjutkan karya beliau baik yang dijadikan nazham atau yang men-syarahnya. Eksistensi Kitab Jurumiyah akan tetap berlanjut. Tidak ada henti-hentinya, digumuli dan digunakan sampai pelosok-pelosok dunia Islam.
Adapun beberapa kitab syarahan dari kitab Jurumiyah, berikut daftarnya:
1. Al Mustaqil bil Mafhum fi Syarh Al-Fadh al-Ajrum, karangan Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad al-Maliki (w 853 H/1449 M)
2. At Tuhfatu as-Saniyah bi Syarh Al-Muqaddimah Al-Ajurrumiyah, karya Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid.
3. Al-Kharidah Al-Bahiyah fi I`rabi Al-Fadh Al-Ajurrumiyah karya Al `Ujami.
4. Mukhatshar Jiddan karya Syeikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang kemudian di beri komentar (hasyiah) oleh seorang ulama Indonesia, KH. Muhammad Ma`shum bin Salim as-Samarany dengan kitabnya Tasywiqul Khalan.
5. Al-Kafrawi fi I`rabi Al-Fadhi Al-Ajurrumiyah. Karya Syeikh Al Kafrawy
6. Syarah Syeikh Khaled yang kemudian di beri komentar oleh Syeikh Abi an-Naja.
7. Syarah Al-Muqaddimah Al-Ajurrumiyah karya seorang gembong Wahaby Arab Saudi, Syeikh Ustaimin.
8. Khulasah Syarah Ibnu `Ajibah `ala matan Ajurrumiyah Syeikh Abdul Qadir Al-Kauhairy.
9. Nur As-Sajiyah fi Hill Al-Fadh Ajurrumiyah, karangan Syeikh Ahmad Khatib Syarbaini.
10. Taqrirat Al-Bahiyyah `ala Matni Ajurrumiyah karangan Syeikh Qadhi Muhammad Risyad Al Baity As Saqqaf.
11. Al-Futuhat Al-Qayyumiyah fi Hill Wafki Ma`any wa Mabany Matni Ajurrumiyah, karangan Syeikh Muhammad Amin al-Harrary.
12. Ad-Durar Al-Bahiyyah fi I`rab Amstilah Ajurrumiyah wa Fakk Ma`any karangan Syeikh Muhammad Amin al-Harrary.
13. Al-Bakurah Al-Janiyyah min Quthaf I`rab Ajurrumiyah karya Syeikh Muhammad Amin al-Harrary.
14. Syarah Ajurrumiyyah fi Ilmi Arabiyah karangan Syeikh Ali Abdullah Abdurrahman as-Sanhury.
15. Syarah Al-Halawy karangan Syeikh Al Halawy.
Kitab ini juga pernah disadur menjadi sebuah nadham oleh Al `Imrithy yang disyarah oleh beberapa ulama lainnya.
Imam ibnu Ajrum wafat pada hari Ahad setelah tergelincirnya matahari, di bulan Shafar tahun 723 H/1323 M. Beliau wafat di usia 51 tahun. Dimakamkan keesokan harinya di kota kelahirnya Fez, di Bab al-Hamra sebelah kanan Bab al-Futuuh.
رحمه الله ونفعنا به وبعلومه في الدارين آمين.

Friday, February 25, 2022

Jika dalam amal yang disebut thariqah telah berkumpul syari’ah dan haqiqah, maka amal telah menjadi ibadah yang sempurna

 Jika dalam amal yang disebut thariqah telah berkumpul syari’ah dan haqiqah, maka amal telah menjadi ibadah yang sempurna

Jika dalam setiap amal perbuatan ibadah yang disebut thariqah telah berkumpul syari’ah dan haqiqah maka seluruh amal itu benar-benar telah menjadi ibadah yang sempurna kepada Allah, ibarat persatuan antara jasad dan ruh yang dinamakan hidup. Dalam ungkapan Ibn Athaillah: al a’amâl shuwarun qâimatun wa arwâhuhâ wujûdu sirril ikhlâshi fîhâ, perbuatan hanyalah tubuh kasar, sedang ruhnya adanya ikhlas yang tersembunyi di dalamnya.[1]Ibadah yang seperti inilah yang diperintahkan oleh Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ. (البينة: 5)
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas mena’ati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5)
Amal ibadah seperti itu tidak lagi menjadi beban, tetapi akan menjadi kebutuhan bagi setiap orang, sehingga melaksanakannya pun akan dirasakan ringan dan penuh semangat. Allah befirman:
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيْرةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِيْن. الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ أَنَّهُمْ مُلاَقُوْا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. (البقرة: 45-46)
Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. “Dan shalat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu mereka yang yakin bahwa mereka menemui Tuhannya dan bahwa mereka kembali kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah: 45-46)
[1]Ibid, hlm. 11.

Wednesday, February 23, 2022

TAHLILAN BUKAN AJARAN/TRADISI HINDU !!!





T A H L I L A N :

3 hari

7 hari

25 hari 

40 hari

100 hari

1000 Hari

BUKAN AJARAN/TRADISI HINDU !!!

Tak henti-hentinya WAHABI SALAFI menyalahkan Amaliyah ASWAJA, khususnya di Indonesia ini. Salah satu yang paling sering mereka fitnah adalah Tahlilan yang menurutnya tidak berdasarkan Dalil bahkan dianggap rujukannya dari kitab Agama Hindu.

Ini Dalil-Dalil Tahlilan 3, 7, 25, 40, 100, Setahun & 1000 Hari dari Kitab Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI.

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”

Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”

Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan ?

Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:

Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan.

Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:

ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ

Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi.

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.

Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.

Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .

Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

Referensi : (al-Mughny II/566)

Monday, February 21, 2022

*5 ALASAN KENAPA W4H4B1 TAK PATUT DIIKUTI*

 








*5 ALASAN KENAPA W4H4B1 TAK PATUT DIIKUTI*

Ada banyak alasan kenapa w4h4b1/Salafi tak patut diikuti, tentu saja tulisan ini bukan serta merta dibuat dengan mengedepankan kebencian, tetapi lebih pada pengalaman berinteraksi dengan mereka, membaca tulisan mereka, menonton kajian-kajian mereka yang tersebar di mana-mana, bahkan refleksi dari membaca buku-buku yang mengulas mereka hingga yang sering dikutip oleh mereka.

Berikut beberapa alasan kenapa kita tidak diperbolehkan mengikuti W4h4b1:

[1]. Seperti yang kita ketahui bahwa Salafus Shalih adalah orang yang hidup pada abad ke 1-3 Hijriyah. Banyak ulama yang hidup pada masa itu dan mereka menggali, menelaah hingga meneliti ajaran Rasulullah saw. kemudian Ulama-ulama itu mengkodifikasi ilmunya dalam suatu sistem tertentu, setiap sistem kodifikasi memiliki ciri khasnya masing-masing. 

Setiap ciri itu di-nisbat-kan pada imam masing-masing. 

Yang terkenal dan bertahan hingga sekarang adalah, dalam Fiqih ;

1. Madzhab Hanafi, 

2. Madzhab Maliki, 

3. Madzhab Syafi'i dan 

4. Madzhab Hanbali. 

Dan dalam Tauhid / Teologi / Kalam ;

1. Imam As'ary dan 

2. Maturidi. 

Dan dalam Thariqah / Tasawwuf banyak Ulama-ulama Tasawwuf yang menjadi panutan dan 2 diantaranya adalah yang paling masyhur, yaitu ;

1. Imam Al-Ghazali dan 

2. Imam Junaid Al-Baghdadi. 

Dan sayangnya, W4h4b1 tidak mau bermadzhab, sehingga tidak memiliki pedoman tetap dalam istinbath hukum. 

[2]. Untuk bisa memiliki otoritas meng-istinbath hukum, seseorang harus memiliki kualifikasi dalam berbagai ilmu pengetahuan yang mendukung untuk itu, dalam banyak literatur disebutkan bahwa seseorang agar bisa memiliki otoritas memutuskan suatu hukum harus memahami dan menguasai 12 fan keilmuan Islam, yang nantinya orang tersebut disebut dan dijuluki "Al-Mutafannin".

Selain itu dalam memutuskan suatu hukum butuh proses yang panjang sebagaimana terdapat dalam Ushul Fiqh, hal itu dibuktikan dalam beberapa kisah ulama salaf bahwa Imam Malik tak bisa (langsung) menjawab beberapa pertanyaan karena membutuhkan kajian yang dalam. Pernah juga Imam Syafi'i tidak tidur semalam suntuk di rumah Imam Ahmad bin Hambal karena memikirkan suatu masalah yang membutuhkan keputusan hukum.

Berbeda dengan Ustadz W4h4b1 yang menjawab secara spontan dan ringan pertanyaan sepiring penuh hanya dalam hitungan menit. 

Oleh karenanya patut disebut bahwa telaah mereka terhadap Nushush (teks agama: Al-Qur'an dan Hadits) sangat dangkal.

[3]. Telaah mereka terhadap Nushush (teks agama: Al-Qur'an dan Hadits) sangat dangkal, mengapa...? Karena mereka tak menggunakan kaidah penggalian hukum sebagaimana yang banyak Ulama Ushul lakukan dari jaman ke jaman. Sehingga banyak dari mereka yang berubah-ubah pendapatnya ketika selang beberapa waktu kemudian. 

Selain itu juga mereka membatasi diri dengan hanya menerima Ulama yang cocok dengan pemikiran mereka saja, seperti :

1. Muhammad bin Abdul Wahhab, 

2. Al-Utsaimin, 

3. Al-AlBani, 

4. Al-Khajandi, 

5. Ibnu Taimiyah, 

6. Ibnu Jauzi 

7. Dan lain-lain.

Sedangkan ulama yang selainnya mereka pukul rata menjadi sesat dan menyesatkan.

[4]. Dakwah kaum w4h4b1 ini merebak kemana-mana pasca perkembangan teknologi, terutama di Media Sosial dan Video semacam Youtube. 

Tetapi tahukah anda bahwa W4h4b1 ini tak bisa masuk secara massif dan berkembang di Pesantren dan PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam)?, bahkan terkesan ciut dan mati kutu. Mengapa.....?

Jawabannya adalah karena Pesantren tempat dimana santri hidupnya, dari bangun tidur sampai hendak tidur, selalu berdampingan dengan kitab-kitab klasik (Kitab-kitab yang ditulis dan dicetak di masa sebelum munculnya w4h4b1), dimana propaganda yang dibawa oleh w4h4b1 adalah tema basi di pesantren. 

Lalu bagaimana dengan sulitnya mereka menembus PTAI? Lembaga tersebut sulit dimasuki oleh w4h4b1 karena dosen-dosen yang terdapat di PTAI adalah santri, santri yang juga melakukan rihlah keilmuan lewat jalur formal (ijazah), walaupun begitu santri yang ilmunya mumpuni banyak yang tak memiliki ijazah dan mereka selow saja dengan itu. 

Oleh karenanya w4h4b1 hanya subur di lembaga pendidikan umum semacam SMP, SMA dan PTU (Perguruan Tinggi Umum) karena mereka hanya mengenal Al-Qur'an dan tak pernah menelaahnya secara dalam. Sehingga mereka menjadi sasaran empuk propaganda W4h4b1, dengan Jargon "KEMBALI KE ke AL-QUR'AN dan HADITS".

[5]. Sebagai manusia, W4h4b1 juga butuh bersosial dengan masyarakat, tetapi karena pemahamannya yang salah maka mereka suka menuduh orang lain yang tidak sepaham dengan mereka, dengan sebutan "SYIRIK", "KAFIR", "SESAT", "AHLI BID'AH", "SYIAH", "KUBURRIYUN", "MUNAFIK" dan lain-lain. Padahal prilaku mereka ini sangat berbeda sekali dengan Salafus Shalih yang mentoleransi perbedaan yang sifatnya Furu'i.

HAQIQAH/ESENSI DALAM BERAMAL TERJADI SECARA ABSTRAK

 



Tauhid, ikhlas, dzikir, dan khusuk (haqiqah/esensi dalam beramal) terjadi secara abstrak/ batin

Semua haqiqah/ esensi ini terjadi secara abstrak/ batin di dalam jiwa, bukan secara konkrit/ zahir dalam raga. Haqiqah ini akan menyebabkan jiwa memperoleh kebenaran (as-Sidq), cinta (mahabbah), dan kebahagiaan (sya’âdah). Kondisi inilah sebetulnya yang disebut dengan ihsan sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits:

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ وَإِنْ لَّمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. (رواه مسلم)

“Ihsan adalah bahwa kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu melihat-Nya, dan kalau pun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim)

Hadits ini menjelaskan, bukan kita melihat Allah, tetapi seakan-akan melihat-Nya, bukan melihat-Nya dengan mata kepala, tetapi melihat-Nya dengan mata hati. Tetapi meskipun tidak dapat melihat-Nya dengan mata kepala, Dia pasti melihat kita, karena Dia Maha Melihat. Sikap jiwa seperti inilah sebetulnya yang harus ada dalam beramal ibadah kepada-Nya, yaitu sikap musyâhadah dan murâqabah. Musyâhadah merasakan bahwa kita menyaksikan atau melihat Allah, sementara murâqabah merasakan bahwa kita diawasi atau dilihat oleh Allah. Sebelum murâqabah di usahakan dapat musyâhadah, karena musyâhadahakan menguatkan murâqabah. Ketika ibadah telah dapat dilakukan seperti ini, maka telah kumpul-lah tiga rukun agama Islam, yaitu iman, islam dan ihsan dan iman yang ada dalam hati kita pun telah mencapai tingkatan iman yang tertinggi yaitu iman yaqin atau iman ‘ârifin.


Sunday, February 20, 2022

HAQIQAH

 



Haqȋqah

Dalam bahasa Indonesia, kata haqȋqah berarti kebenaran, kenyataan, keaslian atau esensi.[1]Maka haqiqah dalam konteks pelaksanaan syari’ah yang disebut thariqah adalah esensi dalam beramal atau dalam beribadah. Esensi dalam beramal atau beribadah adalah tauhid, ikhlas, dzikir, dan khusuk yang keseluruhannya sering diistilahkan dengan al-liqâ’ (bertemu), al-qarbu (dekat), ar-ra’yu(melihat), dan ma’rifat (mengetahui).

Tauhid adalah ifrâdullah ma’bûdan fil‘ibadah, mengkhususkan Allah yang disembah, ikhlas adalah khulûshuniyah lillâh fil ibâdah, memurnikan niat hanya karena Allah dalam ibadah, dzikir adalah khudhûrul qalbi fi ibâdatillâh, hadirnya hati dalam beribadah kepada Allah, dan khusuk adalah zhannu liqâillâh fi ibâdatihi, meyakini bertemu dengan Allah dalam beribadah kepada-Nya.

[1]A.W. Munawir, Almunawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 283.


SUMBERNYA THORIQOH DARI SYARI'AH


Bersumbernya thariqah dari syari’ah ibarat bersumbernya jalan kecil dari jalan besar

Bersumbernya thariqah dari syari’ah ibarat bersumbernya jalan kecil (at-Tharîq) dari jalan besar (as-Syâri). Jalan kecil yang bersumber dari jalan besar itu tentu tidak hanya satu, tetapi bisa beberapa jalan. Maka demikian juga thariqah tidak hanya satu, tetapi bisa beberapa thariqah. Oleh karena itu amalan seseorang atau sekelompok orang dalam beragama tidak mesti sama, melainkan boleh berbeda, yang penting amalan itu bersumber dari syari’ah atau sabilullah (jalan Allah) atau as-Shirât al-Mustaqim(jalan yang lurus). Jangan keluar dari situ, karena kalau keluar, maka artinya berada di ghairil islam (bukan agama islam), sabilutthâgût (jalan setan), atau thariq jahannam (jalan ke neraka).

Mungkin banyak orang yang dengan keluasan ilmunya, khususnya dalam ilmu agama dan keistiqamahan dalam mengamalkannya merasakan anugrah-anugrah yang diberikan Allah kepadanya, baik pengetahuan, keyakinan, kecintaan, ketentraman jiwa, kemudahan dalam berpikir, kemudahan dalam beramal, kemudahan dalam bergaul dan sebagainya, maka itulah jalannya (thariqahnya).

Bahwa thariqah adalah pelaksanaan terhadap syari’ah dikemukakan juga oleh Ahmad Khatib, ia mengatakan thariqah adalah jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf.[1]

[1]Ahmad Khatib, Al-Âyât al-Bayyinah, hlm. 6.


DOA SETELAH BERSIN

 


🍃 Berdo'a setelah bersin 🍃 ,,, 


فائدة: من قال بعد العطاس عقب حمد الله : اللهم ارزقني مالا يكفيني، وبيتا يأويني، واحفظ علي عقلي وديني، واكفني شر من يؤذيني: أعطاه الله سؤاله. اهــ بجيرمي

       Pemaparan-nya, barang siapa setelah selesai bersin memuji Allah dengan membaca  أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ  kemudian dia melanjutkan membaca do'a, 

أَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ مَالًا يَكْفِيْنِيْ، وَبَيْتًا يَأْوِيْنِيْ، وَاحْفَظْ عَلَيَّ عَقْلِيْ وَدِيْنِيْ، وَاكْفِنِيْ شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنِيْ

      Maka terhadap orang yang membaca do'a tersebut Allah Swt akan memberikan apa yang ia minta. Wallaahu A’lam 

Referensi dari kitab,

إعانة الطالبين      ٢٢٠ / ٤

💖 Mohon dikoreksi apabila terdapat kekeliruan dan kesalahan 💖

Saturday, February 19, 2022

DIANTARA DALIL PAHALA SEDEKAH PADA MAYIT BISA SAMPAI





 *DIANTARA DALIL PAHALA SEDEKAH PADA MAYIT BISA SAMPAI*

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”. Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315) *DALIL DIPERBOLEHKAN SEDEKAH MAKAN-MINUM SETELAH USAI MENGUBUR*

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ
Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib: Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan. Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110] *DALIL DIANJURKANYA SELAMATAN 3, 7, 40, 100 Dst.. BAGI MAYIT*
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.” Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

THORIQOH DENGAN SYARIAT

 Thariqah cara menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan syari’ah

Thariqah merupakan cara bagaimana manusia menghambakan dirinya kepada Allah dengan melaksanakan syari’ah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pengertian ini dapat kita pahami dari Al-Qur’an surat al-Jin ayat 16:

وَأْنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا. (الجن: 16)

“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus menetapi suatu cara atau perjalanan itu (agama islam), niscaya kami akan mencurahkan kepada mereka air yang melimpah (kenikmatan yang melimpah).”(Q.S. Al-Jin: 16)

Bahwa thariqah dalam ayat ini berarti Dînul Islam(agama Islam) dapat kita pahami dari konteks ayat sebelumnya yang berbunyi:

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا. (الجن: 14)

“Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Jin: 14)

Jadi jalan yang lurus itu adalah agama Islam. Dan jalan selain agama Islam adalah jalan yang sesat. Allah berfirman:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلُ مِنْهُ وَهُوَ فِى الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. (آل عمران: 85)

“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (Q.S. Âli Imrân: 85)

لاَ إِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدْ اسْتَمْسَكَ بِاْلعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. (البقرة: 256)

“Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 256)


Friday, February 18, 2022

Memadukan ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak/ tasawuf untuk beragama secara utuh/ kaafah

    


Memadukan ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak/ tasawuf untuk beragama secara utuh/kaafah

Untuk tercapainya keberagamaan yang utuh, ketiga ilmu agama tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Beriman tanpa beramal, maka iman tidak akan sempurna. Maksimal keimanan itu mentok pada iman hujjah atau iman ilmu dan tidak akan pernah naik menjadi iman yakin. Beramal tanpa iman, maka ia adalah munafiq. Bertasawuf tanpa berdasarkan keimanan yang bernar dan tanpa berfiqih, maka ia akan menjadi zindiq.
Kalau tidak mengetahui tentang Tuhan dari ilmu tauhid secara hawâsi (empiris) dan secara ‘akqli (logis), tidak beriman dan tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah seperti apa yang akan kita sembah? Kalau tidak mengetahui ilmu fiqih untuk beramal, maka amal seperti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya? Dan kalau tidak mengetahui ilmu akhlak dan ilmu tasawuf bagimana bisa beramal dengan ikhlas, dzikir dan khusyuk sehingga amal itu menumbuhkan akhlak yang mulia? Imam al-Ghazali berkata, kewajiban pertamamu adalah mengetahui yang disembah, kemudian kamu menyembahnya. Bagaimana mungkin kamu dapat menyembah Tuhan yang kamu sendiri tidak mengetahui-Nya melalui nama-nama dan sifat-sifatnya, yang wajib dan yang mustahil baginya. Sebab boleh jadi ketika kamu betul-betul meyakini dalam sifat-sifat-Nya sesuatu yang menyalahi sifat yang sebenarnya, maka ibadahmu akan menjadi sia-sia.[1]
[1] Imam al-Ghazali, Majmûat ar-Rasâil, (Kairo: Dar at-Taufiq Li At-Turats, 2011), hlm. 145.
2

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes