BREAKING NEWS

Watsapp

Friday, May 31, 2024

RAJIN NGASIH NASIHATIN WANITA CANTIK?

 

*RAJIN NGASIH NASIHATIN  WANITA CANTIK?*

Ada orang rajin ngasih nasihat kepada wanita cantik dengan tujuan agar bisa menjadi dekat, lalu timbul cinta, lalu menikahinya, kata al-Gazzālī itu adalah jenis riyā’!. 

Tentu saja semakna dengan ini adalah wanita yang menunjuk-nunjukkan ilmu dan kesalehannya agar menarik minat lelaki.

Al-Imam Al-Gazzālī rodhiallahu'anhu wa ardhohu berkata:

[أن يكون غرضه نيل حظ مباح مِنْ حُظُوظِ الدُّنْيَا مِنْ مَالٍ أَوْ نِكَاحِ امرأة جميلة أو شريفة كالذي يظهر الحزن والبكاء ويشتغل بالوعظ والتذكير لتبذل له الأموال ويرغب في نكاحه النساء فيقصد إما امرأة بعينها لينكحها أو امرأة شريفة على الجملة وكالذي يرغب أن يتزوج بنت عالم عابد فيظهر له العلم والعبادة ليرغب في تزويجه ابنته]

Artinya: “(termasuk riya’ adalah saat) tujuannya adalah memperoleh keuntungan duniawi yang mubah seperti harta, wanita cantik, dan wanita mulia. Misalnya menampakkan kesedihan, tangisan, sibuk memberi nasihat dan peringatan agar mendapatkan harta atau menikahi wanita. 

Jadi, dia menarget wanita tertentu untuk dinikahi atau wanita mulia secara umum. Juga seperti orang yang ingin menikahi putri ulama ahli ibadah lalu dia menunjuk-nunjukkan ilmu dan ibadahnya agar sang ulama berminat menikahkannya dengan putrinya.” (Iḥyā’ ‘Ulūmiddīn juz 3 hlm 304)

Subhanallah. Ilmu ikhlas itu sungguh luar biasa. Mengamalkannya juga sungguh tidak mudah. Perjuangan seumur hidup.

***

Lelaki yang menampakkan kesalehan agar bisa menipu wanita dan bermaksiat dengannya adalah di antara jenis riyā’ yang paling berat!

Al-Imam Al-Gazzālī rodhiallahu'anhu wa ardhohu berkata:

[وقد يظهر بعضهم زي التصوف وهيئة الخشوع وكلام الحكمة على سبيل الوعظ والتذكير وإنما قصده التحبب إلى امرأة]

Artinya: “Terkadang ada sebagian orang yang menampakkan pakaian sufi, perilaku khusuk dan ucapan hikmah dalam bentuk nasihat dan mengingatkan. Padahal tujuannya hanyalah agar dapat cinta seorang wanita!.” (Iḥyā’ ‘Ulūmiddīn, juz 3 hlm 304)

DALIL TAHLILAN 3 HARI 7 HARI 25 HARI 40 HARI 100 HARI 1000 HARI. BAGAIMANAKAH?

Bismillah

DALIL TAHLILAN

3 HARI

7 HARI

25 HARI

40 HARI

100 HARI

1000 HARI

Gerbang BERKAH 

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨


Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”

Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”


Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)


Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jd jelas bkn dr org hindu

Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ


Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:


Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan.


Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]


Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:


ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ


Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”


ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ


Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”


Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi


ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ


bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.


Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:


ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Syekh Ibnu Taimiyyah. Dalam kitab Majmu’ul Fatawa disebutkan

                                                  وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ وَغَيْرُهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ، كَمَا يَصِلُ إلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ صَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ. وَتَنَازَعُوا فِي وُصُولِ الْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ، كَالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْقِرَاءَةِ. وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيعَ يَصِلُ إلَيْهِ  

Dan adapun bacaan, sedekah, dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah akan sampainya pahala ibadah harta, seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak). Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, shalat jenazah, dan doa di samping kuburannya. Para ulama berbeda pendapat soal sampainya pahala amal jasmani, seperti puasa, shalat, dan bacaan. Menurut pendapat yang benar, semua amal itu sampai kepada mayit. (Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, juz 24, h. 366).


Referensi 

Kitab Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)


Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:


ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.


Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)


Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;


ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(


“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.


Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;


ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )


“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.


Referensi 

Kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258


Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal


ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .


Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

Referensi : 


Kitab al-Mughny II/566

Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga menuturkan

                                                         وَأَيُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا، وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ، نَفَعَهُ ذَلِكَ، إنْ شَاءَ اللَّهُ. أَمَّا الدُّعَاءُ، وَالِاسْتِغْفَارُ، وَالصَّدَقَةُ، وَأَدَاءُ الْوَاجِبَاتِ، فَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا             

Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79).S

yekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan: أَنَّ الْإِنْسَانَ لَهُ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ، عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، صَلَاةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ الْأَذْكَارَ إلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ، وَيَصِلُ ذَلِكَ إلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ 

 Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa shalat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131).

Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan:

 وَإِنْ قَرَأَ الرَّجُلُ، وَأَهْدَى ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لِلْمَيِّتِ، جَازَ ذَلِكَ، وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ أَجْرُهُ 

Jika seseorang membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).  

Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞ

rizqi yang halal dan berkah adalah

TAHLILAN


Wallohu a’lam Bishshowab

Wednesday, May 29, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 8

 BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 8



وَ الْمُعَتَمَدُ أَنَّهَا تَجْزِىءُ بَعْدَ غَيْرِ الْأُوْلَى خِلَافًا لِلْحَاوِيْ،


Menurut pendapat yang mu‘tamad: Pembacaan al-Fātiḥah boleh dikerjakan setelah takbir yang bukan takbir pertama, hal ini berbeda dengan yang ada dalam kitab al-Ḥāwī,


 كَالْمُحَرَّرِ وَ إِنْ لَزِمَ عَلَيْهِ جَمْعُ رُكْنَيْنِ فِيْ تَكْبِيْرَةٍ وَ خُلُوِّ الْأُوْلَى عَنْ ذِكْرٍ.

 seperti juga al-Muḥarrar, (33) sekalipun masalah di atas mengharuskan akan terjadi dua rukun berkumpul pada satu takbir dan setelah takbir pertama tidak ada dzikir apa-apa. 

 --------------

33).

هو للرافعی وهو اصل المنهج

 Milik Imām Rāfi‘ī yang sekaligus menjadi kitab asli Minhāj. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal.125 

 Nurul ilmi.

----------------

 وَ يُسَنُّ إِسْرَارٌ بِغَيْرِ التَّكْبِيْرَاتِ، وَ السَّلَامُ، وَ تَعَوُّذٌ، وَ تَرْكُ افْتِتَاحٍ، وَ سُوْرَةٌ، إِلَّا عَلَى غَائِبٍ أَوْ قَبْرٍ.

Sunnah membaca dengan suara rendah, kecuali ketika takbīr dan salām, dan sunnah membaca ta‘awwudz, Dan sunnah meninggalkan bacaan doa iftitāḥ dan surat, kecuali jika menshalati mayat yang ghaib atau sudah dikubur. (34)

---------------

34).

الصلاة على ميت غائب عن البلد أو ميت في قبر فيأتي بهما فيها،   لانتفاء المعنى الذي شرع له التخفيف، وهو خوف نحو التغير.

ketika sholat ghoib dari daerah lain atau sholat atas mayit yang telah qubur sunnah  baca ta,awudz dan doa iftitah,

 Sebab telah hilangnya ma‘na disunnahkannya untuk mempercepat shalat ya‘ni takut mayat berubah baunya. 

 والمعتمد عند الجمال الرملي - تبعا لوالده والخطيب - عدم الاستثناء، فلا يسن الإتيان بهما مطلقا عندهما

 Yang mu,tamad adalah pendapat AlJamal Ar Romli, mengikuti pendapat Ayahnya dan Al khotib, yaitu yidak adanya pengecualian, maka tidak di sunnahkan baca ta,awudz dan iftitah pada sholat ghoib dan dholat atas mayit yang telah dikubur.

 

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 126

 Nurul ilmi.

-----------------

(وَ) خَامِسُهَا: (صَلَاةٌ عَلَى النَّبِيِّ) (بَعْدَ تَكْبِيْرَةٍ ثَانِيَةٍ) أَيْ عَقِبَهَا، فَلَا تُجْزِىءُ فِيْ غَيْرِهَا.

(5. Membaca shalawat kepada Nabi s.a.w. sesudah takbīr yang kedua. Karena itu, tidaklah cukup jika sholawat kepada nabi dibaca setelah takbīr yang lain.

وذلك لفعل السلف والخلف، ولقوله عليه الصلاة والسلام: لا صلاة لمن لم يصل علي فيها، ولأنه أرجى للإجابة.

Karena itu mengikuti perbuatan ulamak salaf dan kholaf, dan adanya sabda Nabi SAW: 

لا صلاة لمن لم يصل علي فيها،

 وَ يُنْدَبُ ضَمُّ السَّلَامِ لِلصَّلَاةِ، وَ الدُّعَاءِ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ عَقِبَهَا، وَ الْحَمْدُ قَبْلَهَا.

 

 Sunnah mengumpulkan وسلم dan صل kepada Nabi s.a.w. serta doa salamnya. 

 Contoh:

 اللهم صل وسلم علی سيدنا محمد.

Dan Sunnah berdoa untuk orang-orang mu’min dan mu’minat setelah membaca shalawat dan membaca ḥamdalah sebelum shalawat.

 (وَ) سَادِسُهَا: (دُعَاءٌ لِمَيِّتٍ) بِخُصُوْصِهِ وَ لَوْ طِفْلًا، بِنَحْوِ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ، (بَعْدَ ثَالِثَةٍ)، فَلَا يُجْزِىءُ بَعْدَ غَيْرِهَا قَطْعًا.

(6. Berdoa khusus untuk mayat, (35) sekalipun mayatnya adalah kanak-kanak. 

Misalnya mengucapkan: (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ) “Ya, Allah, ampunilah dan berilah rahmat mayat ini”, yang dilakukan setelah takbīr yang ketiga. Secara pasti, doa ini tidak mencukupi jika dibaca setelah takbir lainnya.

----------------

35). 

أي لأنه المقصود الأعظم من الصلاة، وما قبله مقدمة له.

Sebab doa adalah tujuan utama dalam shalat mayit sedangkan sebelumnya hanya sebagai permulaan saja. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 126

 Nurul ilmi

---------------


وَ يُسَنُّ أَنْ يُكْثِرَ مِنَ الدُّعَاءِ لَهُ، وَ مَأْثُوْرُهُ أَفْضَلُ، وَ أَوْلَاهُ مَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْهُ وَ هُوَ: “اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ، وَ اعْفُ عَنْهُ وَ عَافِهِ، وَ أَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَ وَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَ اغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَ الثَّلْجِ وَ الْبَرَدِ، وَ نَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَ أَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَ أَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَ زَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَ أَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ فِتْنَتِهِ وَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ”. 


Sunnah memperbanyak doa untuk mayat. Doa yang ma’tsūr dari Nabi adalah lebih utama. Sedangkan yang lebih utama adalah doa riwayat Imām Muslim, yaitu: (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ، وَ اعْفُ عَنْهُ وَ عَافِهِ،…..) – sampai selesai – “Ya Allah, ampunilah dosanya, berilah dia rahmat, sejahterakan dirinya, muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikanlah dia dengan air salju dan embun; bersihkanlah kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran; gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik daripada rumahnya, ahli yang lebih bagus daripada ahlinya, istri yang lebih bagus daripada jodohnya; masukkanlah dia ke surga; dan selamatkanlah dia dari siksa kubur, fitnahnya serta dari siksa api neraka”.


وَ يَزِيْدُ عَلَيْهِ، نَدْبًا: “اللّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَ مَيِّتِنَا” إِلَى آخِرِهِ. وَ يَقُوْلُ فِي الطِّفْلِ مَعَ هذَا: “اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَبَوَيْهِ، وَ سَلَفًا وَ ذُخْرًا وَ عِظَةً وَ اعْتِبَارًا وَ شَفِيْعًا، وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا، وَ أَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا، وَ لَا تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ، وَ لَا تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ”.


 Sunnah doa tersebut ditambah: (اللّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَ مَيِّتِنَا…..) “Ya Allah, ampunilah orang yang masih hidup dan yang sudah mati dalam golongan kami…. dan seterusnya). 

 

Untuk mayat kanak-kanak, di samping doa tersebut, (sunnah) ditambahkan: (اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَبَوَيْهِ…..) sampai akhir; “Ya Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk bapak-ibunya simpanan, nasihat, ibarat dan penolong bagi kedua orang tuanya; beratkanlah timbangan ‘amal mereka; jangan Engkau turunkan fitnah pada mereka; dan janganlah Engkau halangi pahala mereka”. 


 قَالَ شَيْخُنَا: وَ لَيْسَ قَوْلُهُ: اللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا إِلَى آخِرِهِ مُغْنِيًا عَنِ الدُّعَاءِ لَهُ، لِأَنَّهُ دُعَاءٌ بِاللَّازِمِ، وَ هُوَ لَا يَكْفِيْ، لِأَنَّهُ إِذَا لَمْ يَكْفِ الدُّعَاءُ لَهُ بِالْعُمُوْمِ الشَّامِلِ كُلِّ فَرْدٍ، فَأَوْلَى هذَا. 

 

 Guru kami berkata: Doa (اللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا) – dan seterusnya – tidaklah cukup hanya itu saja sebagai doa khusus untuk mayat. Sebab, doa tersebut berisi permohonan sesuatu yang lazim terjadinya, di mana belum cukup sebagai syarat doa untuk mayat dalam shalat Jenazah. Sebab, doa yang bersifat umum dan mencakup setiap individu saja tidak cukup sebagai doa untuk mayat, maka lebih-lebih doa yang permohonannya lazim terjadi. (36) 

 ----------------

36). 

وخالف م ر فقال يكفي الطفل هذا الدعاء ولا يعارضه قولهم..... ومثله الخطيب

Berbeda dengan pendapat dari Imām Ramlī yang mengatakan cukup dengan doa tersebut begitu pula dengan Imām Khathīb as-Syarbiniī. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 146. Dār-ul-Fikr.

----------------


وَ يَؤَنَّثِ الضَّمَائِرَ فِي الْأُنْثَى، وَ يَجُوْزُ تَذْكِيْرُهَا بِإِرَادَةِ الْمَيِّتِ أَوِ الشَّخْصِ، 

Untuk mayat wanita dhamīr yang ada dalam doa di atas diganti dengan dhamīr mu’annats. Namun, juga boleh tetap mudzakkar seperti di atas dengan menghendaki kembalinya dhamīr pada (الْمَيِّتِ) atau (الشَّخْصِ).


MOHON DIKOREKSI , DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Tuesday, May 28, 2024

Bendahara Meminjamkan Uang dan atau Mengembangkannya

 

_*Bendahara Meminjamkan Uang dan atau Mengembangkannya*_


Diskripsi masalah:

Sudah sering terjadi, bendahara meminjamkan uang kas kepada orang lain atau pada diri sendiri. Setidak-tidaknya menukar uang (receh) dengan uang yang besar. Dan ini terjadi pula pada panitia masjid atau nadhirnya.


Pertanyaan:

a.       Bagaimana hukum perbuatan itu semua, baik masjid atau lainnya?

b.       Milik siapakah laba uang tersebut, apabila telah diperdagangkan oleh peminjam?


Jawaban:

a.       Meminjamkan uang kas organisasi kepada orang lain hukumnya Boleh, kalau ada maslahah yang kembali pada organisasi dan ada izin dari ketua. 


Kalau meminjam kan kepada dirinya sendiri, maka hukumnya ada khilaf:

-          Menurut jumhurul ulama Tidak Boleh, karena ada ittihadul qobidl wal maqbudl.

-          Menurut imam Qoffal Boleh, walaupun terjadi ittihadul qobidl wal maqbudl.


Adapun meminjamkan uang masjid yang terjadi dari ghullatul waqfi (hasil waqof) maka hukumnya Boleh dengan syarat:

1.      Perginya mustahiqqin.

2.      Menghawatirkan tersia-sia (rusak) nya hasil waqof tersebut.

3.      Orang yang hutang harus mampu dan dapat dipercaya.


b.      Bila uang tersebut diperdagangkan dan mendapatkan laba, maka laba tersebut milik muqtaridl (orang yang hutang) kalau qordl (utang-piutang) nya sah. Kalau qordl-nya tidak sah, maka hukumnya sebagaimana bai’ fudluli (yakni jual belinya tidak sah, dan barang-baranya yang dibeli harus dikembalikan kepada si penjual).


Pengambilan ibarat:

1.       Al-Adabun Nabawi, hal. 96

2.       Al-Asybah wan Nadho`ir, hal. 83

3.       Al-Fatawi al-Kubro, juz III, hal. 265

4.       I’anatut Tholibin, juz II, hal. 183

5.       Hamisyul I’anah, juz III, hal. 51

6.       As-Syarqowi, juz II, hal. 21


وفى الادب النبوى، ص 96، مانصه:

أولى الامرهم الذين وكل اليهم القيام بالشؤون العامة والمصالح المهمة فيدخل فيهم كل من ولى أمرا من امور المسلمين من ملك ووزير ورئيس ومدير ومأمور وعمدة وقاض ونائب وضابط وجندى. اهـ


وفى الاشباة والنظائر، ص 83، مانصه:

تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة، هذه القاعدة نص عليها الشافعى وقال منزلة الامام من الرعية منزلة الولى اليتيم. اهـ


وفى الفتاوى الكبرى، ج 3 ص 265، مانصه:

وسئل هل للنّاظر اقراض غلة الوقف والاقتراض لعمارته فأجاب بقوله لايجوز اقراض ذلك الا ان غاب المستحقون وخشى تلف الغلة او ضياعها فيقرضها لمليئ ثقة وله الاقتراض لعمارة الوقف بإذن الحاكم. اهـ


وفى إعانة الطالبين، ج 2 ص 183، مانصه:

وقال القفال لو قال لغيره اقرضنى خمسة وادها عن زكاتى ففعل صح قال شيخنا وهو مبنى على رأيه بجواز اتحاد القابض والمقبض.

(قوله بجواز اتحاد القابض والمقبض) اى بجواز ان يكون القابض والمقبض واحدا كما هنا. -إلى قوله- والجمهور على منعه.اهـ


وفى هامش إعانة الطالبين، ج 3 ص 51، مانصه:

(وملك مقترض) بقبض بإذن مقرض وان لم يتصرف فيه كالموهوب.


وفى الشرقاوى، ج 2 ص 21، مانصه:

(قوله كبيع الفضولى) هو من ليس مالكا ولا وليا ولا وكيلا فلا يصح بيعه وان اجازه المالك وكذا سائر تصرفاته. اهـ

Monday, May 27, 2024

HUKUM ASAP BARANG NAJIS YANG BAUNYA MELEKAT PADA BAJU, BAGAIMANAKAH?

 ASAP DARI BENDA NAJIS 


Deskripsi Masalah :

Harga minyak tanah dan elpiji naik, sehingga banyak ibu rumah tangga yang kembali berpindah ke kayu bakar. Tapi ternyata kayu bakar pun sulit di dapat. Suatu hari ada seseorang yang menemukan bahan bakar alternatif berbentuk arang yang terbuat dari kotoran hewan.


Pertanyaan :

1. Bagaimana hukum asap barang najis yang baunya melekat pada baju atau nasi?


Jawaban :

1. Kalau asapnya merupakan hasil pembakaran, maka hukumnya najis, sedangkan baju dan nasi yang terkena asap tersebut adalah mutanajjis (benda yang terkena najis), hanya saja kalau sedikit masih di-ma’fû (ditoleransi). Kalau asap tersebut bukan hasil pembakaran, seperti asapnya kotoran yang disebabkan panas matahari, maka hukumnya tidak najis.


Referensi :

(فتح الوهاب, 1/20)


(فرع) دُخَانُ النَّجَاسَةِ نَجِسٌ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ وَبُخَارُهَا كَذَلِكَ إِنْ تَصَاعَدَ بِوَاسِطَةِ نَارٍ لِأَنَّهُ جُزْءٌ مِنَ النَّجَاسَةِ تَفْصِلُهُ النَّارُ لِقُوَّتِهَا وَإِلَّا فَطَاهِرٌ وَعَلى هَذَا يُحْمَلُ إِطْلَاقُ مَنْ أَطْلَقَ بِنَجَاسَتِهِ أَوْ طَهَارَتِهِ إهـ.


(بغية المسترشدين, 13)


(مسئلة) الفَرْقُ بَيْنَ دُخَانُ النَّجَاسَةِ وَبُخَارِهَا اَنَّ اْلاَوَّلَ اِنْفَصَلَ بِوَاسِطَة ِناَرٍ وَالثَّانِى لَا بِوَاسِطَتِهَا قَالَهُ الشَّيْخُ زَكَرِيَّا وَقَالَ أَبُوْ مَخْرَمَةَ هُمَا مُتَرَادِفَانِ فَمَا اِنْفَصَلَ بِوَاسِطَةِ ناَرٍ فَنَجِسٌ وَمَالَا فَلاَ أَمَّا نَفْسُ الشُّعْلَةِ أى لِسَانِ النَّارِ فَطَاهِرٌ قَطْعًا حَتَّى لَوِ اقْتَبَسَ مِنْهَا فِى شُمْعَةٍ لَمْ يُحْكَمْ بِنَجَاسَتِهِ إهـ.


(مغنى المحتاج, 1/81)


(فَرْعٌ) دُخَانُ النَّجَاسَةِ نَجِسٌ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ وَعَنْ يَسِيْرِهِ عُرْفًا إلى أن قال-وَبُخَارُ النَّجَاسَةِ اِنْ تَصَاعَدَ بِوَاسِطَةِ نَارٍ نَجِسٌ لِأَنَّ أَجْزَاءَ النَّجَاسَةِ تَفْصِلُهَا النَّاُر بِقُوَّتِهَا فَيُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ إهـ.


Copyright © 2021 IASS

SHOLAT JANAZAH PART 7

 

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 7 



وَأَرْكَانُهَا أی الصَّلاَةُ عَلَی الْمَيِّتِ سَبْعَةٌ



Rukun Shalat Jenazah

Rukun shalat Jenazah ada 7:


أَحَدُهَا نِيَةٌ، كَغَيْرِهَا، وَمِنْ ثَمَّ وَجَبَ فِيْهَامَا يَجِبُ فی  نِيَةِ سَائِرِ الفُرُوْضِ


(1. Niat, sebagaimana niyat shalat-shalat lainnya. Oleh karenanya, wajib di dalam shalat janazah hal-hal yang wajib dilakukan di shalat fardhu lain,


 مِنْ نَحْوِ اقْتِرَا نِهَا بِا لتَّحَرُّمِ وَالتَّعَرُضِ لِلفَرْضِيَةِ وَإِنْ لَمْ يَقُلْ فَرْضَ كِفَايَةٍ، 

 

 misalnya,

 ۩ niat bersamaan dengan takbīrat-ul-iḥrām 

 ۩ dan menyatakan kefardhuannya, sekalipun tidak harus mengucapkan fardhu kifāyah. 📝

 --------------

 📝

 ويسن ايضا فيها ما يسن فی غيرها كا لاضافة إلی الله تعالی ، وذكر الاستقبال والعدد

 Disunnahkan pula didalam sholat janazah hal hal yang disunahkan disholat fardlu lain, seperti menyandarkan ke الله تعالی، menyebut menghadap kiblat, dan bilangan takbir / rokaat.

كما يكفی نية الفرض فی إحدی الخمس وان لم يقل فرض عين

Sebagaimana cukup niyat fardlu dalam salah satu sholat lima waktu yang tidak menyebut fardlu ain.


Ianatu ttholibin juz 2 hal 124

Nurul ilmi.

---------------


وَلَا يجِبُ تَعْيِيْنُ المَيِّتِ ولا مَعْرِفَتُهُ، بَلِ الوَاجِبُ أَدْنَی مُمَيِزُ . فَيَكْفی أُصَلی الفَرْضَ علی هذا الميت.


Tidak wajib menentukan mayat yang dishalati dan tidak wajib mengetahuinya, tapi yang wajib adalah batas minimum yang dapat membedakan. Karena itu, cukuplah jika seseorang mengucapkan: (أُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَى هذَا الْمَيِّتِ.) “Saya shalat fardhu atas mayat ini”. (31)

-------------

31). Atau dengan niat: 

(أُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَى هذَا مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الْإِمَامُ) atau

 (أُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَى مَنْ حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِيْنَ.)

 . I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 124 

 Nurul ilmi.

 -----------------



قَالَ جَمْعٌ يَجِبُ تَعْيِيْنُ المَيِّتِ الغَائِبِ بِنَحْو اسمِهِ


 Segolongan ‘ulamā’ berpendapat: Wajib menentukan mayat ghaib misalnya dengan menyebut namanya.

 ----------

👉

لو صلی علی من مات اليوم فی أقطار الارض ممن تصح الصلاة عليه جاز بل ندب

Disunnahkan sholat ghoib setiap hari Untuk muslimin muslimat yang meninggal.


 . I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 124 

 Nurul ilmi.

----------------


وَثاَنِيْهَا قِيَامٌ لِقَادرٍ عليهِ ، فَالعَاجِزُ يقْعُدُ ثم يَضْطَجِعُ، 


(2. Berdiri bagi orang yang mampu. Orang yang tidak mampu berdiri,✅ boleh shalat dengan duduk, kalau tidak bisa duduk, boleh shalat dengan tidur miring.

----------

إن لم يقدر علی القعود والاضطجاع يكون علی جنبه الايمن ثم الايسر، فان عجز عن الاضطجاع استلقی علی ظهره فان عجز أومأ برأسه إالی الاركان فإن عجز أجری الاركان علی قلبه

Dalam sholat janazah, kalau tdk mampu duduk, maka boleh sholat dengan  tidur miring pada lambung kanan, atau lambung kiri, atau tidur terlentang, atau berisyarat dengan kepala, kalau masih tak mampujuga, boleh sholat janazah dengan isyarah.

قيل يجوز القعود مع القدرة كالنوافل لانها ليست من الفرائض الاعيان، وقيل ان تعينت وجب القيام وإلا فلا.

Dikatakan boleh sholat janazah dengan duduk walaupun mampu berdiri, karena sholat janazah tidak termasuk dari fardlu ain.

. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 124 

 Nurul ilmi.

 ---------------


وَثَالِثُهَا أَرْبَعُ تَكْبِيْرَاتٍ مَعَ تَكْبِيْرَةِ التَّحَرُّمِ لِاتِّبَاعِ،


(3. Takbīr 4 kali termasuk takbīrat-ul-iḥrām sebab mengikuti Nabi s.a.w. ❤

ما رواه  الشيخان عن ابن عباس  رضي الله عنهما انه ﷺ صلی علی قبر بعد ما دفن فكبر عليه أربعا



فإن خَمَسَ لَمْ تَبْطل صلاته، ويسن رفع يديه فی التكبيرات حذو منكبيه ووضعهما تحت صدره بين كل تكبير تين.


Jika dikerjakan dengan 5 kali takbīr,✅ maka shalat tetap sah. Sunnah mengangkat kedua tangan setinggi pundak di waktu membaca takbīr dan meletakkannya di bawah dada di antara dua takbīr.

--------------

فإن خمس أو سدس مثلا عمدا ولم يعتقد البطلان لم تبطل صلاته فی الاصح

Kalau sholat janazah dikerjakan lima atau enam takbir dengan sengaja dan tidak yakin bisa membatalkan sholat, maka sholatnya tak batal.

ولو خمس مثلا إمامه يندب للمأموم ان لا يتابعه لان فعله غير مشروع عند من يعتد به بل يسلم أو ينتظره ليسلم معه

Kalau imam sampai takbir kelima, makmum jangan mengikutinya, karena takbir kelima tidak disyariatkan, maka sebaiknya makmum menunggu imam sampai salam atau salam sendiri.


Ianatuttholibin juz 2 hal 125

Nurul ilmi.

---------------


(وَ) رَابِعُهَا: (فَاتِحَةٌ)، فَبَدَلُهَا، فَوُقُوْقٌ بِقَدْرِهَا. 


(4. Membaca surat al-Fātiḥah. Jika tidak bisa, maka boleh mengganti dengan yang lainnya, (32) kalau tidak bisa, maka boleh diam seukuran bacaan al-Fātiḥah.

--------------

32.

Begitu pula hukum membaca doa kepada mayat. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 142. Dār-ul-Fikr.

---------------

MOHON DIKOREKSI, DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Sunday, May 26, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 6

 

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 6


Ulasan WAZAN FI'Il 

[تَنْبِيْهٌ]

: وَ إِذَا هُدِمَ، تُرَدُّ الْحِجَارَةُ الْمُخْرَجَةُ إِلَى أَهْلِهَا إِنْ عُرِفُوْا، أَوْ يُخْلَى بَيْنَهُمَا،

 وَ إِلَّا فَمَالٌ ضَائِعٌ، وَ حُكْمُهُ مَعْرُوْفٌ


(Peringatan). 

Jika bangunan tersebut dibongkar, maka batu-batunya harus dikembalikan kepada ahli warisnya, jika bisa diketahui, atau dibiyarkan saja antara ahli waris dan batu batu tersebut.

 Jika ahli warisnya tidak diketahui, maka batu-batu tersebut dihukumi sebagai harta yang tersia-sia (temuan), yang hukumnya telah ma‘lūm (jelas) (25) 

-----------

25).

وهو أن الأمر فيه لبيت المال إن انتظم فان لم ينتـظم فهو لصلحاء المسلمين يصرفونه في وجوه الخير

 Ya‘ni diserahkan pada bait-ul-māl yang muntadim dan jika tidak muntadim, maka diserahkan pada orang shāliḥ Muslimīn untuk digunakan untuk hal baik.

وفي فتاوی ابن حجر مانصه سئل رضي الله عنه: هل يجوز لاحد الأخذ من حجارة القبور لسد فتح ولبناء قبر أم لا؟

فأجاب بقوله إن علم مالك تلك الأحجار فواضح أنه لا يجوز الأخذ منها إلا برضاه إن كان رشيدا.

وان جهل رجی ظهوره لم يجز أخذ شيء منها 

Dalam fatwa Ibnu Hajar, teksnya adalah beliau ditanya, radhiyallahu 'anhu: Bolehkah seseorang mengambil batu dari kubur untuk mengisi celah dan membangun kubur atau tidak?

Beliau menjawab, jika pemilik batu-batu itu mengetahuinya, maka jelas tidak boleh mengambilnya kecuali dengan persetujuannya jika dia waras.

Jika harapan kemunculannya tidak diketahui, maka tidak boleh mengambil apapun darinya.


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 121 

 Nurul ilmi.

----------------

 كَمَا قَالَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَ قَالَ شَيْخُنَا الزَّمْزَمِيُّ: إِذَا بَلِيَ الْمَيِّتُ وَ أَعْرَضَ وَرَثَتُهُ عَنِ الْحِجَارَةِ، جَازَ الدَّفْنُ مَعَ بَقَائِهَا، 

 

Seperti pendapat dari sebagian Ashḥāb-usy-Syāfi‘ī. Guru kami, az-Zamzamī berkata: Jika mayat (dalam kasus di atas) telah busuk serta ahli warisnya membiarkan batu-batu itu, 

maka boleh mengubur mayat lain beserta tetapnya batu-batunya,

 

إِذَا جَرَتِ الْعَادَةُ بِالْإِعْرَاضِ عَنْهَا، كَمَا فِي السَّنَابِلِ.

 

jika memang sudah berlaku adat-istiadat tidak mempedulikan batu-batu seperti itu hal ini sama halnya MASALAH MENGAMBIL SISA SISA PADI YANG TERTINGGAL DI SAWAH.

(وَ) كُرِهَ (وَطْءٌ عَلَيْهِ) أَيْ عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ، وَ لَوْ مُهْدَرًا قَبْلَ بَلَاءٍ (إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ)،

Makrūh menginjak makam (kubur)👇 orang muslim – sekalipun mayat itu tadi adalah orang yang halal dibunuh ( seperti orang yg meninggalkan sholat dan zina muhson ) – SEBELUM MAYAT MEMBUSUK ✅ kecuali karena darurat,

------------

👇

وخرج بقوله عليه الوطء علی ما بين المقابر ولو با لنعل فلا يكره كما نصه في المغنی وعبارته ولا يكره المشي بين المقابر بالنعل علی المشهور.


Berjalan di tanah antara kubur walaupun memakai sandal tidak makruh. Seperti keterangan di kitab Al Mughny.

إن كان قبل بلاء الميت. أما بعده بأن مضت مدة يتيقن فيها أنه لم يبق من الميت شيء في القبر فلا يكره

Kalau mayatnya sudah lama dikubur, dan diyakini sudah hancur tak tersisa maka menginjak kubur tersebut tidak makruh.


I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 121 

 Nurul ilmi.

--------------

 كَأَنْ لَمْ يَصِلْ لِقَبْرِ مَيْتِهِ بِدُوْنِهِ، وَ كَذَا مَا يَرِيْدُ زِيَارَتَهُ وَ لَوْ غَيْرَ قَرِيْبٍ.

Misalnya kalau tidak menginjaknya, maka seseorang tidak bisa mengubur mayat yang lain begitu juga makam yang akan diziarahi, sekalipun bukan kerabatnya.

 وَ جَزْمُ شَرْحُ مُسْلِمٍ كَآخَرِيْنَ بِحُرْمَةِ الْقُعُوْدِ عَلَيْهِ وَ الْوَطْءِ، لِخَبَرٍ فِيْهِ يَرُدُّهُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْجُلُوْسِ عَلَيْهِ جُلُوْسُهُ لِقَضَاءِ الْحَاجَةِ، كَمَا بَيَّنَتْهُ رِوَايَةٌ أُخْرَى. 

Mengenai keputusan yang ada dalam kitab Syaraḥ Muslim sebagaimana pendapat fuqahā’ yang lain, bahwa duduk di atas kubur hukumnya adalah haram dengan dalih hadits yang menerangkan semacam ini ditolak dengan argumen bahwa yang dimaksud dengan “duduk di atasnya” adalah duduk untuk berak atau kencing sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat lain. 📝

--------------

📝

أی رواها ابن وهب فی مسنده بلفظ ، ومن جلس علی قبر يبول عليه ويتغوط

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 121 

 Nurul ilmi.

 ------------------

(وَ نُبِشَ) وُجُوْبًا قَبْرُ مَنْ دُفِنَ بِلَا طَهَارَةٍ (لِغُسْلٍ) أَوْ تَيَمُّمٍ. 

Mayat yang dikubur dalam keadaan belum suci, maka wajib dibongkar guna dimandikan atau ditayammumi.


نَعَمْ، إِنْ تَغَيَّرَ وَ لَوْ بِنَتْنٍ، حَرُمَ. 


Namun, jika mayat tersebut sudah berubah walaupun berbau busuk, maka hukumnya haram membongkarnya. (26).

-------------

26).

أی نبشه لذلك لما فيه من هتك الحرمة


Sebab hal tersebut mencoreng kehormatan mayit. 

 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 121. Nurul Ilmi.

--------------

وَ لِأَجْلِ مَالِ غَيْرٍ، كَأَنْ دُفِنَ فِيْ ثَوْبٍ مَغْصُوْبٍ، أَوْ أَرْضٍ مَغْصُوْبَةٍ، إِنْ طَلَبَ الْمَالِكُ،

 Demikian juga wajib dibongkar karena ada harta orang lain yang ikut terkubur, misalnya mayat dibungkus dengan pakaian hasil ghasab, atau mayat dikubur di tanah ghasab jika kedua pemilik menuntutnya,

 وَ وُجِدَ مَا يُكْفَنُ أَوْ يُدْفَنُ فِيْهِ، وَ إِلَّا لَمْ يَجُزِ النَّبْشُ

 juga masih ada kain kafan lain untuk membungkus dan tanah lain untuk menguburnya, jika tidak sedemikian rupa, maka pembongkaran tidak boleh dilakukan. 


 أَوْ سَقَطَ فِيْهِ مُتَمَوِّلٌ وَ إِنْ لَمْ يَطْلُبْهُ مَالِكُهُ،

 

Contohnya lagi; ada harta berharga yang jatuh ke dalam kubur, sekalipun pemilik tidak menuntutnya. (27)

--------------

27).

ای يجب النبش لأجل إخراج المتول وإن لم يطلب مالكه لأن فی إبقائه فی القبر إضاعة المال


 Sebab hal tersebut menyia-nyiakan harta.

  I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 122

 Nurul ilmi

---------------


 لَا لِلتَّكْفِيْنِ إِنْ دُفِنَ بِلَا كَفَنٍ، وَ لَا لِلصَّلَاةِ بَعْدَ إِهَالَةِ التُّرَابِ عَلَيْهِ.


 Tidak boleh dibongkar jika untuk sekedar membungkus mayat, jika mayat dikubur sebelum dikaffani (28) Dan tidak boleh dibongkar untuk menshalatinya setelah ditimbun tanah. (29).

--------------

28). 

لان الغرض منه الستر وقد حصل با لتراب مع ما فی نبشه من هتك الحرمة

Sebab tujuannya mengkafani mayit adalah menutupi tubuh mayit dan itu telah dicukupi dengan tanah yang menutupinya. Serta membongkar kubur itu termasuk mencoreng kehormatan mayat.

 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 122

Nurul ilmi


29)

. إن دفن بغير صلاة لانها تسقط بالصلاة علی القبر

Sebab kewajiban menshalati mayit telah dapat gugur dengan dishalati di samping quburan tersebut. 

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 122

Nurul ilmi.

-----------------

(وَ لَا تُدْفَنُ امْرَأَةٌ) مَاتَتْ (فِيْ بَطْنِهَا جَنِيْنٌ حَتَّى يَتَحَقَّقُ مَوْتُهُ)، أَيِ الْجَنِيْنُ.

Mayat wanita yang hamil tidak boleh dikubur sehingga benar-benar telah jelas bahwa anak yang ada dalam kandungannya telah mati.


 وَ يَجِبُ شَقُّ جَوْفِهَا وَ النَّبْشُ لَهُ إِنْ رُجِيَ حَيَاتُهُ بِقَوْلِ الْقَوَابِلِ، لِبُلُوْغِهِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ فَأَكْثَرَ،

 

 Wajib melakukan pembedahan kandungan 👉dan pembongkaran kubur jika menurut ahli kandungan bayi tersebut bisa diharapkan untuk hidup karena telah berumur 6 bulan. 

 --------------

 👉

 لان مصلحةإخراجه أعظم من مفسدة انتهاك حرمتها

Karena kbaikan mengeluarkan janin dari perut mayat ibunya lebih utama dari pada keburukan mencoreng kehormatan mayat.

Ianatutholibin juz 2 hal 122

Nurul ilmi.

---------------


 فَإِنْ لَمْ يُرْجَ حَيَاتُهُ حَرُمَ الشَّقُّ، لكِنْ يُؤَخَّرَ الدَّفْنُ حَتَّى يَمُوْتَ كَمَا ذُكِرَ

 

Jika sudah tidak bisa diharapkan akan hidupnya, maka pembedahan itu hukumnya haram. Namun penguburan harus ditunda sampai nyata kandungan telah mati, seperti dijelaskan di atas. 


 وَ مَا قيْلَ إِنَّهُ يُوْضَعُ عَلَى بَطْنِهَا شَيْءٌ لِيَمُوْتَ غَلَطٌ فَاحِشٌ. 


Tentang pendapat yang mengatakan, bahwa agar diberi beban sesuatu pada perut mayat wanita yang hamil supaya bayinya mati, adalah pendapat yang benar-benar salah. 


(وَ وُرِيَ) أَيْ سُتِرَ بِخَرْقَةٍ (سِقْطٌ وَ دُفِنَ) وُجُوْبًا، كَطِفْلٍ كَافِرٍ نَطَقَ بِالشَّهَادَتَيْنِ، وَ لَا يَجِبُ غُسْلُهُمَا، بَلْ يَجُوْزُ.

BAYI yang gugur dalam kandungan sebelum masanya, wajib di KAFANI memakai kain dan diKBUR sebagaimana halnya dengan anak orang kafir yang telah dapat mengucapkan dua Syahādat. Keduanya tidak wajib dimandikan, namun boleh dilakukan.


 وَ خَرَجَ بِالسِّقْطِ الْعَلَقَةُ وَ الْمُضْغَةُ، فَيُدْفَنَانِ نَدْبًا مِنْ غَيْرِ سَتْرٍ. وَ لَوِ انْفَصَلَ بَعْدَ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ غُسِّلَ وَ كُفِّنَ، وَ دُفِنَ وُجُوْبًا. (فَإِنِ اخْتَلَجَ) أَوِ اسْتَهَلَّ بَعْدَ انْفِصَالِهِ (صُلِيَ عَلَيْهِ) وُجُوْبًا.


 Tidak termasuk pengertian “siqth”, jika yang keluar berupa gumpalan darah atau daging, maka sunnah dikubur tanpa dibungkus. Jika bayi seperti yang tersebutkan di atas lahir setelah kandungan berumur 4 bulan, maka wajib dimandikan, dibungkus dan dikubur. Apabila setelah lahir bayi itu bisa bergerak-gerak atau bersuara, maka wajib pula dishalati. (30)

 ----------------

30). 

ای ولم يختلج أو يستهل بقرينة ما بعده سواء نزل بعد تمام أشهره أو قبله علی ما ذهب اليه ابن حجر وذهب الجمال الرملی واتبعه وكذلك الخطيب الشربيني إلی أن النازل بعد تمام ستة اشهر ليس بسقط فيجب فيه ما يجبفي الكبير سواء علمت حياته أم لا


Kesimpulannya seperti yang telah disebutkan dalam Nihayah bahwa bayi yang lahir sebelum waktunya atau as-Siqth ada beberapa keadaan. Pertama: Bila tidak tampak bentuk manusia, maka tidak wajib apapun, namun sunnah membungkusnya dan menguburnya. Kedua: Jika telah tampak bentuk manusia, namun tidak ada tanda-tanda kehidupan dan ada tanda kehidupan, maka hukumnya seperti orang dewasa. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 122 NURUL ILMI

+-----------

MOHON SIKOREKSI , DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT.

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes