BREAKING NEWS

Watsapp

Wednesday, February 1, 2023

BATAS ISTITHO'AH HAJI

Assalamualaikum wr.wb.

Hapunten para masyayaikh🙏

Sampai batas mana seseorang dikatakan istitho'a untuk di sebut wajib haji,dan apa konsekuensinya apabila di katakan sudah mampu,tapi belum sempat melaksanakan kewajiban haji atau umroh tsb,

Htrnhun sateuacana,

Jawaban 

Wassalamualaikum wr.wb🙏

 وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

 يجب الحج والعمرة في العمر مرة على المسلم الحر المكلف المستطيع بما يوصله ويرده إلى وطنه فاضلا عن دينه ومسكنه وكسوته اللائقين ومؤنة من عليه مؤنته مدة ذهابه وإيابه.

"Wajib haji dan umrah seumur hidup sekali bagi muslim, merdeka, mukallaf dan mampu terhadap hal yang dapat mengantarkan dan memulangkannya ke tanah airnya, yang melebihi utangnya, tempat tinggalnya, sandangnya yang layak dan dari biaya orang yang wajib dibiayai selama pergi dan pulang haji (Syekh Abdullah bin Husain Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba’alawi, (Sullam Al-Taufiq).

Dari penjelasan beliau di atas, standar mampu dalam berhaji adalah sebagai berikut:

1. Memiliki bekal dan kendaraan yang bisa mengantarkan seorang untuk berhaji ke Mekkah. Jika tidak memiliki kendaraan, maka dia memiliki kemampuan finansial untuk membiayai perjalanan haji yang akan ditempuhnya.

2. Meninggalkan uang sebagai nafkah keluarganya selama ditinggal berhaji.

3. Ada orang yang mampu menjaga barang dan keluarganya.

4. Adanya keamanan selama melakukan perjalanan, baik keamanan yang terkait dengan jiwa maupun harta.

5. Perjalanan berhaji memungkinkan untuk dilakukan oleh jama’ah haji ditinjau dari segi fisik jama’ah dan waktu.


Walhasil, bagi kaum muslimin yang memenuhi semua ketentuan di atas, maka wajib menunaikan ibadah haji. Wallahu A’lam

Syaratna ISTITOAH syarat mampuhna migawe ibadah haji,  Hiji kudu mampuh ngayakeun sakabeh biaya anu dibutuhkeun kudirina, kanggo dahar leueut ti mimiti indit ti bumi sampe dongkap deui,sok sanaos di bumina teu gaduh keluarga, teu gaduh babaturan, upami aya keluarga/kerabat mah maka wajib mekeulan na.teu sanggeum mekeulan can nishob namina.

Terus kudu kaduga naik kendaraan, bari hente ripuh pisan, sakira kira ripuh dina bab tayamum saur syekh Samsu Romli mah,  Atawa karipuh anu teu bisa katahan cek adat menurut Ibnu Hajar, diwaktu berangkat atawa uwihna. upami repot pisan mah gugur nisobna, tapi mun gaduh artos kanggo mayar pengawal maka wajib mayarna keur ngawal anjeuna. Kitu tina sapalihna nishob haji teh kang... Punteun teu tiasa ngajelaskeun sepertos para Masyayikh 🙏🙏🙏

Tuesday, January 31, 2023

BANYAKNYA NIAT BANYAK NYA PAHALA MU

*TAMBAHAN:*

haditsnya di kitab Ta’limul Muta’allim :

(Lihat pada fasal niat ketika belajar)

كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الدّنْياَ وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِيَّة مِن أَعْمَالِ الآخِرَة، كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الأخرة ثُمَّ يَصِيْر مِن أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِيَّة

Artinya: “Banyak amalan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan Akhirat lantaran niat yang bagus. Banyak pula amalan yang terlihat sebagai perbuatan Akhirat berubah menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk.”

DAHULUKAN NIAT YANG BAIK SEBELUM NGAJI ATAU NGAJAR*

Makin banyak niat = Makin banyak PAHALA

NIAT DALAM MENUNTUT ILMU SYAR'I.

1. Ikhlas kepada Allah.

2. Mengikuti perintah Allah terkait mencari ilmu.

3. Jihad jiwa.

4. Sebagai bentuk pengagungan terhadap syariat. 

5. Sebagai bentuk penjagaan terhadap syariat.

6. Menghidupkan syariat Allah.

7. Mengikuti para rasul sebab ilmu syar'i adalah warisan para nabi.

8. Mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

9. Menolong dan membela agama Allah. 

10. Sebagai bentuk sedekah jariyah.

11. Sunnah mulia dalam agama.

12. Sebagai pinjaman yang baik. 

13. Menghilangkan kebodohan yang ada pada diri sendiri dan orang lain.

14. Mengambil manfaat dengan ilmu.

15. Berbenah dalam urusan agama.

16. Menyinari sekaligus menghiasi hati dengan ilmu

17. Sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah yang berbuah di hari kiamat.

18. Menggapai ridha Allah

19. Dia yang mahir Al-Qur'an bersama malaikat mulia.

20. Guna menggapai rahmat Allah.

21. Termasuk dalam kategori dzikir dan bentuk syukur kepada Allah dan ibadah yang baik.

22. Membantu kaum muslimin dan juga menyelesaikan masalah mereka dengan cara mengajarkan ilmu. Bahkan dengan itu engkau mengambil manfaat dari ilmu yang engkau ajarkan.

23. Menggapai derajat syuhada dan siddiqin.

24. Menggapai derajat orang yang menuntut ilmu dan pengajar ilmu.

25. Guna mengamalkan apa yang diilmui

26. Melakukan amar makruf dan nahi mungkar tanpa melakukan kemungkaran.

27. Agar Allah menganugerahkan kita kenikmatan terlezat di Surga yaitu memandang wajah-Nya yang agung.

Sumber:

 

*كتاب اوقات مليئة بالحسنات مع النيات الصالحة.*

OBROLAN RINGAN KAJIAN MEMBANGUN MAQBAROH DAN MENANAM MAESAN/ KIJING

[NASEHAT UNTUK DIINGAT}


30/1 21.56] NERIMA PESAN HNI-SHOPEE: Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh mau nanya Poro Masyayikh

Bagaimana hukum nembok maqbaroh, kalau boleh sebatas mana kebolehan nya. Kalau gak Boleh Kenapa alasan nya banyaknya masyarakat dan orang sholeh menemboknya.

Terimakasih jazakumullah buat yang lagi kesepian karena ga ada yang nanya. Mempeng sepi🙏🙏🙏

Waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh 

[30/1 22.16] +62 853-3359-2253: Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim...

 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ

[30/1 22.23] +62 853-3359-2253: Dalam kalam imam safi,i...

ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص

Mungkin yang menemboknya itu sudah di bayar tanahnya atao membayar pajak  sama ahli keluarga makanya di bangun...kalo tempat umum yang di miliki masarakat tidak di ijinkan...kuatir tidak ada tempat untuk orang lain...

Dalam keterangan di bawah ini kuburan harus diratakan dan tidak boleh di bangun....

ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص

Konteks di atas di dukung dgn hadis ini.... kalo nggak salah...lupa soalnya ...pikun...hee

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

Dan Referensinya  Kalo nggak salah kiyai... (Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94).

Dan Kalo hadisnya Kifayatul Akhyar, hal. 214. kalo nggak salah...maklum fikun..heee🙏🏻

[30/1 22.43] NERIMA PESAN HNI-SHOPEE:

Bagaimana dengan MAKBAROH para ulama kalau ZIYAROH suka banyak yang ditembok. Apakah pengecualian itu? 

[31/1 03.24] Admin 6: Bagaimana sebenarnya hukum Memberi Maesan / kijing diatas kuburan.? 

 🌨️Jawaban 🌨️

Hukum memasang kijing atau maesan di atas kuburan menurut qoul yang di unggulkan adalah haram karena :

▪️Masih tetap ada setelah rusaknya mayit

▪️Memyempitkan lahan bagi muslim lain tanpa ada tujuan yang di benarkan

📝Terkecuali kuburan para nabi, syuhada dan orang-orang sholeh maka di perbolehkan membangun meski di atas tanah kuburan umum.

📝 Hukum ini ketika di tanah makam umum (mauqufah/musabbalah) berbeda hukum makam tanah pribadi/milik orang lain maka dengan ada idzin maka hukumnya makruh.

📝Tujuan yang di benarkan itu seperti menjaga dari pencurian, hewan buas dan banjir maka boleh membangun di atas kuburan bila terdapat salah satu alasan ini. 

⚜️🌐 *━•⊰Referensi⊱•━*⚜️🌐

📚تحفة ج٣ / ١٩٨ 

وَهَلْ مِنْ الْبِنَاءِ مَا اُعْتِيدَ مِنْ جَعْلِ أَرْبَعَةِ أَحْجَارٍ مُرَبَّعَةٍ مُحِيطَةٍ بِالْقَبْرِ مَعَ لَصْقِ رَأْسِ كُلٍّ مِنْهَا بِرَأْسِ الْآخَرِ بِجِصٍّ مُحْكَمٍ أَوْ لَا لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى بِنَاءً عُرْفًا وَاَلَّذِي يُتَّجَهُ الْأَوَّلُ لِأَنَّ الْعِلَّةَ السَّابِقَةَ مِنْ التَّأْبِيدِ مَوْجُودَةٌ هُنَا

📚اعانة الطالبين ج ٢ ص ١٣٦

( وكره بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل

ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل ا...لبلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه

(قوله: لصحة النهي عنه) أي عن البناء. وهو ما رواه مسلم، قال: نهى رسول الله (ص) أن يجصص القبر وأن يبنى عليه. زاد وأن يقعد عليه الترمذي: وأن يكتب عليه، وأن يوطأ عليه. وقال: حديث حسن صحيح. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك.

📚نهاية الزين ج ١ ص ١٥٥ 

ولو وجد بناء في أرض مسبلة ولم يعلم أصل وضعه هل هو بحق أو لا ترك لاحتمال أنه وضع بحق نعم لو كان البناء في المسبلة لخوف نبش سارق أو سبع أو تخرق سيل جاز ولا يهدم

📚(الباجوري ١/ ٥٦٥) 

قوله (ولا يبنى عليه) فيكره البناء عليه إن كان في غير نحو المقبرة المسبلة للدفن فيهاوإلا حرم سواء كان فوق الارض أو في باطنها، فيجب على الحاكم هدم جميع الأبنية التي في القرافة المسبلة للدفن فيها، وهي التي جرت عادة اهل البلد بالدفن فيها لأنه يضيق على الناس ولا فرق بين أن يكون البناء قبة أو بيتا أو مسجدا أو غير ذلك، ومنه الأحجار المعروفة بالتركيبة.

📚[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٤١١/١] 

 قَوْلُهُ: (بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ) وَلَوْ نَحْوَ بَيْتٍ لِيَأْوِيَ فِيهِ الزَّائِرُونَ، *وَسَوَاءٌ بَاطِنُ الْأَرْضِ وَظَاهِرُهَا*، وَمِنْهُ الْأَحْجَارُ الْمَشْهُورَةُ الْآنَ.

[31/1 04.55] Admin 6: Ngaji Fiqih

Hukum Membangun Kuburan (kijing)

Oleh Muhans / Tinggalkan Komentar / Januari 14, 2022 / 12 minutes of reading


Deskripsi Masalah

Suatu hari Karim yang sudah lama merantau dan baru kembali ke kampung halamannya hendak berziarah ke makam orangtuanya di pemakaman desa. Namun karena setelah puluhan tahun ia baru kembali dan banyak perubahan yang terjadi di area makam, ia merasa pangling dan tidak lagi mengenali kuburan orang tuanya. Apalagi kuburan orang tuanya tidak dibangun dengan menggunakan batu bata dan semen seperti yang lain sehingga kuburan yang demikian mudah menjadi rata kembali dengan tanah dan nisannya pun hilang. Sementara di area makam sudah tampak banyak bangunan baru secara permanen. Akhirnya Karim pun melangsungkan Tahlilan di pinggiran area makam. Ketika pulang ke rumahnya, ia prihatin dan berpesan kepada anak – anaknya agar kelak jika ia meninggal agar kuburannya dibangun permanen menggunakan batu bata dan semen supaya kuburannya tidak hilang dan menjadi rata dengan tanah, serta mudah untuk menziarahinya.

Pertanyaan;

a. Bagaimanakah hukumnya membangun kuburan (mengkijing) secara permanen?

Jawaban

Tafsil:

– Jika ditanah pemakaman umum baik wakafan atau musabbal maka memasang kijing di atas kuburan tersebut hukumnya haram karena :

a. Masih tetap ada setelah rusaknya mayit.

b. Memyempitkan lahan bagi muslim lain tanpa ada tujuan yang di benarkan.

– Jika tanah pribadi /milik orang lain dan dengan ada idzin maka hukumnya makruh. Kecuali jika bertujuan untuk berhias dan bermegah-megahan maka harom.

Catatan

– Apabila sudah terjadi kasus membangun kuburan (Mengkijing) di tanah pemakaman umum baik musabal atau wakafan, maka ulama sepakat wajib untuk menghancurkannya karena hal tersebut termasuk keharoman. Dan menurut “imam ibnu hajar” hal ini tidak boleh dilakukan perorangan melainkan pihak yang berwenang guna untuk meredam konflik yang mungkin terjadi. (pihak yang berwenang bisa terlebih dahulu bermusyawarah terhadap ahli waris agar tidak timbul gesekan).

– Menurut sebagian ulama, diantaranya seperti “Imam Al-Bujairimi dan Imam Ar-Rohmani, Imam Al-Halabi dan Imam Az-Zayadi” , bahwa Untuk kuburan para nabi, syuhada dan orang-orang sholeh (Yaitu orang yang menghabiskan hidupnya untuk menjalankan keta’atan kepada Allah ) di perbolehkan membangun meski di atas tanah kuburan umum. Sebab untuk keperluan ziyaroh dan tabarruk (Mengambil keberkahan). 

-Tujuan yang di benarkan itu seperti menjaga dari pencurian, hewan buas dan banjir maka boleh membangun di atas kuburan bila terdapat salah satu alasan ini.

– Makam musabbal adalah makam yang tidak didahului dengan kepemilikan oleh seseorang dan juga bukan berupa wakafan namun masyarakat sudah mengadatkan untuk menguburkan jenazah disitu.

NB.

Keinginan  penulis mudahan – mudahan di setiap daerah menerapkan hal ini sebagai perdes (peraturan desa) menyoal menanggulangi habis nya lahan pemakaman seiring berjalannya waktu dan terlebih menerapkan perkara hak menurut hukum agama . 

b. Bolehkah berpesan atau berwasiat seperti dalam deskripsi masalah?

Jawaban

Wasiat seperti itu hukumnya tidak sah. Dan tidak dianjurkan untuk  dilaksanakan, bahkan haram jika ditanah musabbal/mauquf.

Refrensi

النووي ,شرح النووي على مسلم ,7/27

(نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ) وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى نَهَى عن تقصيص القبور التقصيص بالقاف وصادين مهملتين هُوَ التَّجْصِيصُ وَالْقَصَّةُ بِفَتْحِ الْقَافِ وَتَشْدِيدِ الصَّادِ هِيَ الْجِصُّ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ كَرَاهَةُ تَجْصِيصِ القبر والبناء عيه وَتَحْرِيمُ الْقُعُودُ وَالْمُرَادُ بِالْقُعُودِ الْجُلُوسُ عَلَيْهِ هَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَجُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ وَقَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ الْمُرَادُ بِالْقُعُودِ الْجُلُوسُ وَمِمَّا يُوَضِّحُهُ الرِّوَايَةُ الْمَذْكُورَةُ بَعْدَ هَذَا لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى (لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتَحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ) قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ وَأَمَّا الْبِنَاءُ عَلَيْهِ فَإِنْ كَانَ فِي مِلْكِ الْبَانِي فَمَكْرُوهٌ وَإِنْ كَانَ فِي مَقْبَرَةٍ مُسَبَّلَةٍ فَحَرَامٌ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ

تحفة المحتاج ج٣ / ١٩٨

وَهَلْ مِنْ الْبِنَاءِ مَا اُعْتِيدَ مِنْ جَعْلِ أَرْبَعَةِ أَحْجَارٍ مُرَبَّعَةٍ مُحِيطَةٍ بِالْقَبْرِ مَعَ لَصْقِ رَأْسِ كُلٍّ مِنْهَا بِرَأْسِ الْآخَرِ بِجِصٍّ مُحْكَمٍ أَوْ لَا لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى بِنَاءً عُرْفًا وَاَلَّذِي يُتَّجَهُ الْأَوَّلُ لِأَنَّ الْعِلَّةَ السَّابِقَةَ مِنْ التَّأْبِيدِ مَوْجُودَةٌ هُنَا

اعانة الطالبين ج ٢ ص ١٣٦

( وكره بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل ا…لبلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه (قوله: لصحة النهي عنه) أي عن البناء. وهو ما رواه مسلم، قال: نهى رسول الله (ص) أن يجصص القبر وأن يبنى عليه. زاد وأن يقعد عليه الترمذي: وأن يكتب عليه، وأن يوطأ عليه. وقال: حديث حسن صحيح. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك.

نهاية الزين ج ١ ص ١٥٥

ولو وجد بناء في أرض مسبلة ولم يعلم أصل وضعه هل هو بحق أو لا ترك لاحتمال أنه وضع بحق نعم لو كان البناء في المسبلة لخوف نبش سارق أو سبع أو تخرق سيل جاز ولا يهدم

حاشية الباجوري ١/ ٥٦٥

قوله (ولا يبنى عليه) فيكره البناء عليه إن كان في غير نحو المقبرة المسبلة للدفن فيهاوإلا حرم سواء كان فوق الارض أو في باطنها، فيجب على الحاكم هدم جميع الأبنية التي في القرافة المسبلة للدفن فيها، وهي التي جرت عادة اهل البلد بالدفن فيها لأنه يضيق على الناس ولا فرق بين أن يكون البناء قبة أو بيتا أو مسجدا أو غير ذلك، ومنه الأحجار المعروفة بالتركيبة.

تقي الدين الحصني، كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار، صفحة ١٦٤

وَيكرهُ تجصيصه وَالْكِتَابَة عَلَيْهِ وَكَذَا الْبناء عَلَيْهِ فَلَو بنى عَلَيْهِ إِمَّا قبَّة أَو محوطاً وَنَحْوه نظر إِن كَانَ فِي مَقْبرَة مسْلبَةٌ هدم لِأَن الْبناء وَالْحَالة هَذِه حرَام قَالَ النَّوَوِيّ هَذَا بِلَا خلاف وَهل يطين الْقَبْر قَالَ إِمَام الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزالِيّ لَا وَلم يذكر جُمْهُور الْأَصْحَاب وَنقل التِّرْمِذِيّ عَن الشَّافِعِي أَنه قَالَ لَا بَأْس بالتطيين

[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٤١١/١]

 قَوْلُهُ: (بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ) وَلَوْ نَحْوَ بَيْتٍ لِيَأْوِيَ فِيهِ الزَّائِرُونَ، وَسَوَاءٌ بَاطِنُ الْأَرْضِ وَظَاهِرُهَا، وَمِنْهُ الْأَحْجَارُ الْمَشْهُورَةُ الْآنَ.

المجموع شرح مهذب ج 5 ص 260

قال الشافعي والأصحاب: يكره أن يجصص القبر، وأن يكتب عليه اسم صاحبه أو غير ذلك، وأن يبنى عليه، وهذا خلاف فيه عندنا، وبه قال مالك وأحمد وداود وجماهير العلماء، وقال أبو حنيفة: لا يكره، دليلنا الحديث السابق، قال أصحابنا رحمهم الله: ولا فرق في البناء بين أن يبنى قبة أو بيتاً أو غيرهما، ثم ينظر فإن كان مقبرة مسبلة حرم عليه ذلك؛ قال أصحابنا ويهدم هذا البناء بلا خلاف. قال الشافعي في «الأم»: ورأيت من الولاة من يهدم ما بنى فيها، ولم أر الفقهاء يعيبون عليه ذلك، ولأن في ذلك تضييقاً على الناس، قال أصحابنا: وإن كان القبر في ملكه جاز بناء ما شاء مع الكراهة، ولا يهدم عليه، قال أصحابنا: وسواء كان المكتوب على القبر في لوح عند رأسه كما جرت عادة بعض الناس أم في غيره، فكله مكروه لعموم الحديث، قال أصحابنا وسواء في كراهة التجصيص للقبر في ملكه أو المقبرة المسبلة، وأما تطيين القبر، فقال إمام الحرمين والغزالي يكره ونقل أبو عيسى الترمذي في جامعه المشهور أن الشافعي قال: لا بأس بتطيين القبر، ولم يتعرض جمهور الأصحاب له؛ فالصحيح أنه لا كراهة فيه، كما نص عليه. ولم يرد فيه نهي.

إعانة الطالبين – البكري الدمياطي – ج ٢ – الصفحة ١٣٧

وقال سم: لا يبعد أن يستثنى عليه ما لو كان جعل الأحجار المذكورة لحفظه من النبش والدفن. اه‍. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك. قال الحلبي: ولو في مسبلة، وأفتى به، وقد أمر به الشيخ الزيادي مع ولايته، وكل ذلك لم يرتضه شيخنا الشوبري، وقال: الحق خلافه. وقد أفتى العز بن عبد السلام بهدم ما في القرافة.

حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ج 2 ص 297

(وَلَا يُبْنَى) عَلَى الْقَبْرِ نَحْوُ قُبَّةٍ كَبَيْتٍ (وَلَا يُجَصَّصُ) أَيْ يُبَيَّضُ بِالْجِصِّ وَهُوَ الْجِبْسُ وَقِيلَ: الْجِيرُ وَالْمُرَادُ هُنَا هُمَا أَوْ أَحَدُهُمَا، أَيْ يُكْرَهُ الْبِنَاءُ وَالتَّجْصِيصُ لِلنَّهْيِ عَنْهُمَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ. وَخَرَجَ بِتَجْصِيصِهِ تَطْيِينُهُ فَإِنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ. وَقَالَ فِي الْمَجْمُوعِ: إنَّهُ الصَّحِيحُ، وَتُكْرَهُ الْكِتَابَةُ عَلَيْهِ سَوَاءٌ كُتِبَ عَلَيْهِ اسْمُ صَاحِبِهِ أَمْ غَيْرِهِ، وَيُكْرَهُ أَنْ يُجْعَلَ عَلَى الْقَبْرِ مِظَلَّةٌ لِأَنَّ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ – رَأَى قُبَّةً فَنَحَّاهَا وَقَالَ: دَعُوهُ يُظِلُّهُ عَمَلُهُ. وَلَوْ بُنِيَ عَلَيْهِ فِي مَقْبَرَةٍ مُسْبَلَةٌ وَهِيَ الَّتِي جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ الْبَلَدِ بِالدَّفْنِ فِيهَا حُرِّمَ وَهُدِمَ لِأَنَّهُ يُضَيِّقُ عَلَى النَّاسِ، وَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَبْنِي قُبَّةً أَوْ بَيْتًا أَوْ مَسْجِدًا أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ،قَوْلُهُ: (وَلَا يُبْنَى) أَيْ يُكْرَهُ فِي غَيْرِ الْمُسْبَلَةِ وَالْمَوْقُوفَةِ وَيَحْرُمُ فِيهِمَا كَمَا أَشَارَ لِذَلِكَ الشَّارِحُ، إلَّا إنْ خِيفَ نَبْشُهُ أَوْ تَخْرِقَةُ سَيْلٍ لَهُ فَلَا يُكْرَهُ حِينَئِذٍ وَلَا فَرْقَ فِي عَدَمِ الْكَرَاهَةِ لِأَجْلِ ذَلِكَ بَيْنَ الْمُسْبَلَةِ وَغَيْرِهَا كَمَا صَرَّحَ بِهِ الزَّرْكَشِيّ. اهـ. حَجّ وَلَوْ وُجِدَ بِنَاءٌ فِي أَرْضٍ مُسْبَلَةٍ وَلَمْ يُعْلَمْ أَصْلُهُ تُرِكَ لِاحْتِمَالِ أَنَّهُ وُضِعَ بِحَقٍّ قِيَاسًا عَلَى مَا حَرَّرُوهُ فِي الْكَنَائِسِ وَمِنْ الْبِنَاءِ الْأَحْجَارُ الَّتِي جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِتَرْكِيبِهَا نَعَمْ اسْتَثْنَى بَعْضُهُمْ قُبُورَ الْأَنْبِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَنَحْوَهُمْ، بِرْمَاوِيٌّ وَعِبَارَةُ الرَّحْمَانِيِّ: نَعَمْ قُبُورُ الصَّالِحِينَ يَجُوزُ بِنَاؤُهَا وَلَوْ بِقُبَّةٍ الْأَحْيَاءِ لِلزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ، قَالَ الْحَلَبِيُّ: وَلَوْ فِي مُسْبَلَةٍ، وَأَفْتَى بِهِ، وَقَالَ: أَمَرَ بِهِ الشَّيْخُ الزِّيَادِيُّ مَعَ وِلَايَتِهِ وَكُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَرْتَضِهِ شَيْخُنَا الشَّوْبَرِيُّ، وَقَالَ: الْحَقُّ خِلَافُهُ وَقَدْ أَفْتَى الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِهَدْمِ مَا فِي الْقَرَافَةِ، وَيُسْتَثْنَى قُبَّةُ الْإِمَامِ لِكَوْنِهَا فِي دَارِ ابْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ اهـ وَيَظْهَرُ حَمْلُ مَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ عَلَى مَا إذَا عَرَفَ حَالَ الْبِنَاءِ فِي الْوَضْعِ، فَإِنْ جُهِلَ تُرِكَ حَمْلًا عَلَى وَضْعِهِ بِحَقٍّ كَمَا فِي الْكَنَائِسِ الَّتِي نُقِرُّ أَهْلَ الْكَنَائِسِ عَلَيْهَا فِي بِلَادِنَا وَجَهِلْنَا حَالَهَا، وَكَمَا فِي الْبِنَاءِ الْمَوْجُودِ عَلَى حَافَّاتِ الْأَنْهَارِ وَالشَّوَارِعِ اهـ وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر: وَصَرَّحَ فِي الْمَجْمُوعِ بِحُرْمَةِ الْبِنَاءِ فِي الْمُسْبَلَةِ، قَالَ الْأَذْرَعِيُّ: وَيَقْرُبُ إلْحَاقُ الْمَوَاتِ بِهَا لِأَنَّ فِيهِ تَضْيِيقًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ بِمَا لَا مَصْلَحَةَ وَلَا غَرَضَ شَرْعِيٌّ فِيهِ بِخِلَافِ الْأَحْيَاءِ. اهـ

سراج الطالبين ص ١/٧

الصالح) اسم فاعل من صلح : إذا استقامت أفعاله وأحواله فيما بينه وبين الله تعالى ، أو القائم بحقوق الله وحقوق عباده . وفال البيضاوي : هو الذي صرف عمره في طاعة الله ، وماله في مرضاته ، وهو ناظر للصالح الكامل فلا ينافي أن من صرف مدة عمره عمل المعاصي ثم تاب توبة صحيحة ، . وسلك طريق السلوك وقام بخدمة ملاك الملوك يسمى صالحا

[ابن حجر الهيتمي ,الفتاوى الفقهية الكبرى ,2/18]

وَسُئِلَ) – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – مَا حُكْمُ بِنَاءِ الْقُبُورِ قَدْرَ مِدْمَاكَيْنِ فَقَطْ وَهَلْ يَجُوزُ أَخْذُ حِجَارَةِ الْقُبُورِ لِسَدِّ فَتْحِ لَحْدٍ أَوْ لِبِنَاءِ قَبْرٍ؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لَا يَجُوزُ عَلَى الْمُعْتَمَدِ بِنَاءُ الْقَبْرِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ سَوَاءٌ أَظْهَرَ بِبُنْيَانِهِ تَضْيِيقٌ فِي الْحَالِ أَمْ لَا وَهِيَ الَّتِي اعْتَادَ أَهْلُ الْبَلَدِ الدَّفْنَ فِيهَا وَإِنْ لَمْ يُعْرَفْ لَهَا مُسَبِّلٌ وَأَلْحَقَ بِهَا الْأَذْرَعِيُّ الْمَوَاتَ لِأَنَّ فِيهِ تَضْيِيقًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ بِمَا لَا مَصْلَحَةَ وَلَا غَرَضٌ شَرْعِيٌّ فِيهِ بِخِلَافِ الْإِحْيَاءِ وَهُوَ أَوْجَهُ مِنْ قَوْلِ غَيْرِهِ يَجُوزُ وَيُهْدَمُ بِلَا خِلَافٍ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ وَإِنْ قُلْنَا الْكَرَاهَةُ لِلتَّنْزِيهِ وَيَظْهَرُ أَنَّ الَّذِي يَهْدِمُهُ هُوَ الْحَاكِمُ لَا الْآحَادُ أَخْذًا مِنْ كَلَامِهِمْ فِي بَابِ الصُّلْحِ لِمَا يُخْشَى فِيهِ مِنْ الْفِتْنَةِ وَسَوَاءٌ فِيمَا ذُكِرَ الْبِنَاءُ فِي حَرِيمِ الْقَبْرِ وَخَارِجِهِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ وَمِنْ الْمُسَبَّلَةِ الْمَوْقُوفَةِ بَلْ أَوْلَى.قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَالْبِنَاءُ فِي الْمَقَابِرِ أَمْرٌ قَدْ عَمَّتْ بِهِ الْبَلْوَى وَطَمَّ وَلَقَدْ تَضَاعَفَ الْبِنَاءُ حَتَّى انْتَقَلَ لِلْمُبَاهَاةِ وَالشُّهْرَةِ وَسُلِّطَتْ الْمَرَاحِيضُ عَلَى أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِينَ وَالْأَشْرَافِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَغَيْرِهِمْ فَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ اهـ وَلَيْسَ هَذَا خَاصًّا بِتُرَبِ مِصْرَ بَلْ انْتَقَلَ نَظِيرُ ذَلِكَ وَأَفْحَشُ مِنْهُ إلَى تُرْبَتَيْ الْمَعْلَاةِ وَالْبَقِيعِ حَتَّى صَارَ يَقَعُ فِيهِمَا مِنْ الْمَفَاسِدِ مَا لَا يَقَعُ فِي غَيْرِهِمَا وَسَبَبُهُ وُلَاةُ السُّوءِ وَقُضَاةُ الْجَوْرِ ثُمَّ ظَاهِرُ إطْلَاقِهِمْ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْبِنَاءِ الْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ لِأَنَّ عِلَّةَ الْحُرْمَةِ أَنَّهُ يَتَأَبَّدُ بِالْجَصِّ وَإِحْكَامِ الْبِنَاءِ فَيُمْنَعُ عَنْ الدَّفْنِ هُنَاكَ بَعْدَ الْبِلَى وَالِانْمِحَاقِ وَهَذَا يَجْرِي فِي الْبِنَاءِ الْقَلِيلِ فَهُوَ حَرَامٌ كَالْكَثِيرِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ.

[عبد الرحمن الجزيري، الفقه على المذاهب الأربعة، ٤٨٧/١]

يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان تحدق به – كالحيشان – إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر، وإلا كان ذلك حراماً، وهذا إذا كانت الأرض غير مسبلة ولا موقوفة؛ والمسبلة هي التي اعتاد الناس الدفن فيها، ولم يسبق لأحد ملكها؛ والموقوفة: هي ما وقفها مالك بصيغة الوقف، كقرافة مصر التي وقفها سيدنا عمر رضي الله عنه أما المسبلة والموقوفة فيحرم فيهما البناء مطلقاً، لما في ذلك من الضيق والتحجير على الناس، وهذا الحكم متفق عليه بين الأئمة، إلا أن الحنابلة قالوا: إن البناء مكروه مطلقاً، سواء كانت الأرض مسبلة أو لا، والكراهة في المسبلة أشد؛ وبذلك تعلم حكم ما ابتدعه الناس من التفاخر في البنيان على القبور، وجعلها قصوراً ومساكن قد لا يوجد مثلها في مساكن كثير من الأحياء، ومن الأسف أنه لا فرق في هذه الحالة بين عالم وغيره.

الرافعي، عبد الكريم، العزيز شرح الوجيز المعروف بالشرح الكبير  452/2

(1) حاصله أن البناء على القبر مكروه مطلقاً سواء كان في مسبلة أم لا؟، وأمَّا الهدم فيفصل بين المسبلة وغيرها لكن قول المصنف، فإن كان في مسبلة هدم يقتضي أن الكراهة كراهة تحريم، وصرح به في شرح المهذب فجزم بالتحريم، وقال: قال أصحابنا: وبهدم البناء، قال في الأم: ورأيت من الولاة من يهدم ما يبنى فيها لم أر الفقهاء يعيبون عليه في ذلك، ولأن في ذلك تضييقاً على الناس، وذكر في شرح مسلم قبل كتاب الزكاة نحوه أيضاً، وجزم به أيضاً في الفتاوى، *وعبارة الحاوي أن التجصيص ممنوع في ملكه وغيره. وعبارة ابن كج وسليم لا يجوز تجصيص القبور، ولا أن يبنى عليها قباب ولا غيرها، والوصية به باطلة.


نهاية الزين ص ٢٧٨

وأركان الْوَصِيَّة أَرْبَعَة موص وموصى لَهُ وموصى بِهِ وَصِيغَة وَشرط فِي الْمُوصي تَكْلِيف وحرية وَاخْتِيَار وَلَو كَانَ كَافِرًا حَرْبِيّا أَو غَيره وَإِن اسْترق بعد الْوَصِيَّة حَيْثُ عتق قبل مَوته أَو مَحْجُور سفه كَمَا يَقع من الْوَصِيَّة من الْمَرْأَة للغاسلة بِخَاتم أَو نَحوه أَو فلس كَمَا قَالَ (تصح وَصِيَّة مُكَلّف حر) مُخْتَار وَلَا بُد من وجود هَذِه الْأَوْصَاف عِنْد الْوَصِيَّة وَذَلِكَ لصِحَّة عبارتهم واحتياجهم للثَّواب الشَّامِل للتَّخْفِيف من عَذَاب غير الْكفْر فِي حق الْكَافِر والسكران كالمكلف وَإِن لم يكن تَمْيِيز فَلَا تصح الْوَصِيَّة من صبي وَمَجْنُون ومغمى عَلَيْهِ ورقيق وَلَو مكَاتبا ومكره كَسَائِر الْعُقُود لعدم ملك الرَّقِيق أَو ضعفه وَشرط فِي الْمُوصى لَهُ عدم الْمعْصِيَة وَعدم الْكَرَاهَة فِي الْوَصِيَّة لَهُ بِأَن تكون الْوَصِيَّة (لجِهَة حل) سَوَاء كَانَ الْمُوصى لَهُ جِهَة عَامَّة أَو غَيرهَا فَلَا تصح الْوَصِيَّة لكَافِر بِعَبْد مُسلم ومرتد ومصحف وَكتب علم فِيهَا آثَار السّلف لكَونهَا مَعْصِيّة إِذا بَقِي الْمُوصى لَهُ على الْكفْر إِلَى موت الْمُوصيثمَّ إِن كَانَت الْوَصِيَّة على غير جِهَة اشْترط فِي الْمُوصى لَهُ أَيْضا كَونه مَوْجُودا مَعْلُوما أَهلا للْملك فَلَا تصح الْوَصِيَّة لحمل سيحدث وَإِن حدث قبل موت الْمُوصي لِأَنَّهَا تمْلِيك وتمليك الْمَعْدُوم مُمْتَنع وَلَا تصح لأحد هذَيْن الرجلَيْن لِأَن الْملك لَا يتَصَوَّر للمبهم مَا دَامَ على إبهامه وَلذَلِك صَحَّ أَن يَقُول أعْطوا هَذَا لأحد هذَيْن لِأَنَّهُ تَفْوِيض لغيره وَهُوَ إِنَّمَا يعْطى معينا كَمَا صَحَّ قَوْله لوَكِيله بِعْهُ لأَحَدهمَا وَلَا تصح لمَيت لِأَنَّهُ لَيْسَ أَهلا للْملك وَلَا لدابة غير مَوْقُوفَة لذَلِك إِلَّا إِن فسر الْوَصِيَّة لَهَا بِالصرْفِ فِي عَلفهَا فَتَصِح لِأَن عَلفهَا على مَالِكهَا فَهُوَ الْمَقْصُود بِالْوَصِيَّةِ فَيشْتَرط قبُوله وَيتَعَيَّن الصّرْف إِلَى جِهَة الدَّابَّة رِعَايَة لغَرَض الْمُوصي وَلَا يسلم عَلفهَا للْمَالِك بل يصرفهُ الْوَصِيّ الَّذِي أَقَامَهُ الْمُوصي فَإِن لم يكن فَالْقَاضِي وَلَو بنائبه وَشَمل قَوْله لجِهَة حل الْقرْبَة كعمارة الْمَسَاجِد وَلَو من كَافِر وَعمارَة نَحْو قبَّة على قُبُور الْأَنْبِيَاء وَالْعُلَمَاء وَالصَّالِحِينَ لما فِي ذَلِك من إحْيَاء الزِّيَارَة والتبرك بهَا وَذَلِكَ إِذا كَانَ الدّفن فِي مَوَاضِع مَمْلُوكَة لَهُم أَو لمن دفنهم فِيهَا لأبناء الْقُبُور نَفسهَا للنَّهْي عَنهُ وَلَا فعل ذَلِك فِي الْمَقَابِر المسبلة فَإِن فِيهِ تضييقا على الْمُسلمين والمباحة كفك أُسَارَى كفار منا وَإِن كَانَ الْمُوصي ذِمِّيا وَأَعْطَاهُ غَنِي وَكَافِر وَلَو حَرْبِيّا ومرتدا إِذا لم يمت على ردته وَبِنَاء رِبَاط لنزول أهل الذِّمَّة أَو سكناهم بِهِ مَا لم يَأْتِ بِمَا يدل على أَنه للتعبد وَحده أَو مَعَ نزُول الْمَارَّة فَلَا تصح الْوَصِيَّة حِينَئِذٍ وكما لَو أوصى بِأَن يدْفن فِي بَيته فَتَصِح لِأَن الدّفن فِيهِ مُبَاح لَيْسَ بمكروه وَتَصِح الْوَصِيَّة

© 2023 Ngaji Fiqih. All right reserved.

[31/1 05.06] +62 831-5361-0998: Terimakasih, jadi inget 2 hari yang lalu pas ditv lihat pemakaman di tanah Arab, yang selalu dibongkar setelah beberapa th meninggal dan tulang belulang dijadikan 1 tempat agar pemakaman yang digunakan itu bisa digunakan kembali... dan yang dibongkar itu ulama Indonesia imam an Nawawi Al Bantani (klo tdk salah)...dan jasadnya masih tetap utuh meski sudah puluhan tahun atau ratus an th lupa...owh ternyata seperti itu klo di Arab ... 😆(Sumber acara tv di nettv😂)

[31/1 05.07] +62 831-5361-0998: Sebenernya boleh g sih tulang belulang manusia yg sudah meninggal itu disatukan jadi 1 tempat.  setelah lamaaaaaa meninggal guna tidak  menambah lahan kuburan LG?

[30/1 23.02] Hasanul Admin 4 Anwar: Dalam membangun kuburan itu haram, apa bila tanah nya itu bukan milik nya sendiri.

Dan letak keharamannya itu jika mayatnya bukan orang Sholeh, kalau orang Sholeh bleh di bangun walaupun bukan tanahnya sendiri, dengan catatan di pemakaman itu sudah ada wasiat bahwasanya di perbolehkan di bagun kuburan orang Sholeh, karena untuk mempermudah pesiyarah, atau untuk tabarrukan.

قَوْلُهُ: وَحَرُمَ أَيْ الْبِنَاءُ)  ظَاهِرًا وَبَاطِنًا إنْ لَمْ يَتَحَقَّقْ وَقْفُهَا وَمُحَلُّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاحِ وَمِنْ ثَمَّ جَازَتْ الْوَصِيَّةُ بِعِمَارَةِ قُبُورِ الصَّالِحِينَ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ إحْيَاءِ الزِّيَارَةِ أَوْ التَّبَرُّكِ ح ل

خاشية البجيرمي على شرح المنهج ج ١ ص ٤٩٦

Demikian berbagai tanggapan untuk bisa dicermati dan dipahami permasalahannya.

Terimakasih jazakumullah atas kebaikan semuanya telah memberikan kontribusi masukan pemikiran2nya sehingga dapat terwujud kumpulan kajian dan berbagai referensi.

TAK PERLU GENGSI MOTIVASI DARI ULAMA TERDAHULU

SELAMAT BERAKTIVITAS


👉JANGAN GENGSI


Banyak santri bercita-cita jadi seperti kyainya, punya pondok atau mengajar. Tapi tak semua santri mujur dari segi ekonomi, gak semuanya anak pengusaha, orang kaya, dan gak semua mendapat rizki melalui lini menjanjikan seperti pns dan semisalnya. Jika ia pengajar honorer problemnya masih sama, tak pernah kunjung usai, itu itu aja yaitu kekurangan upah gaji ngajar

Protes atau menggerutu di belakang sudah bosan, sia-sia, bak menegakkan benang basah. Alangkah baiknya cari tambahan sendiri, berdagang, berbisnis kecil-kecilan, walau terkesan remeh-temeh gak papa, asal halal no problem. Andai bisa sedikit menurunkan bandrol gengsi, semua akan baik-baik saja, suara gamang dunia miring seputar peramplopan tak akan muncul lagi. Kan aku sarjana, aku kan guru yang di hormati, aku kan pakar ini itu, jatuh harga diriku dong. Sudahlah, tak usah di bantah, cukup renungkan saja

Imam Ibrahim bin adham pernah menjadikan dirinya sebagai kuli pekerja demi mendapatkan gaji agar tak minta-minta. Sulaiman al-khowwas berprofesi sebagai pengutip biji-bijian gandum sisa orang panen. Huzaifah al-mara'syi pembuat batu-bata, ia jual buat kehidupan sehari-hari. Bahkan nabi Daud bekerja sebagai pengrajin pelepah kurma. Nabi Idris berprofesi sebagai sebagai tukang jahit. Nabi Zakaria tukang kayu. Nabi Adam petani, dan nabi Musa penggembala.

Bahkan sosok raksasa Syafi'iiyah masa lalu sekelas imam al-mawardi tak malu-malu berprofesi berjualan air mawar. Imam al-Qoffal jadi tukang ahli kunci. Hingga kedua ulama tersebut lebih dikenal dengan nama profesinya ketimbang nama aslinya.


Semoga bermanfaat dan memotivasi kita semuanya. Aamiin ya Rabbal Alamin 

Sunday, January 29, 2023

HUKUM MENGULANG SHOLAT JUMAT DENGAN SHOLAT DUHUR

Keagamaan terkait hukum mengulang sholat Jumat digantikan dengan sholat Dhuhur 

Dalam mengulang shalat jumat degan shalat dzuhur

Dalam hal ini di bagi menjadi tiga:

> Wajib, jika ada praduga kuat bahwa jumatan yg dilakukan tidak sah, seperti yg megikuti shalat jumat tidak sesuai dgn ketentuan, 40 orang menurut mayoritas madzhab Syafi'i.

> Sunnah, yaitu ketika ada dua pendapat ulama; yg satu mengatakan sah, ulama yg lain mengatakan tidak sah. Seperti satu desa terdapat dua jumatan, dan keduanya memang ada hajat untuk didirikan 2 jumat.

> Haram, shalat jumat dilakukan dgn sempurna, kemudian mengulangi shalat duhur tanpa adanya alasan. Dan inilah yg disebut bermain² dalam beribadah ('abatsan fil ibadah).

Poin pertama dan kedua masih banyak sekali pandangan ulama yg tdk sama. Sdgnkan poin yg ke tiga para ulama telah sepakat.


Sumber referensi 

Bughyah alMustarsyidiin I/170 :

(مسألة) : لو شك الحاضرون حال الخطبة هل اجتمع أربعون ؟ أو هل خطب الإمام ثنتين أو أخلّ بركن ؟ لم يؤثر ، بل لو عرض ذلك في الصلاة لم يؤثر أيضاً ، حتى في حق الإمام فضلاً عن غيره ، قاله أبو مخرمة.


- Safiinatun Najaa 94 :

وقال في فتاويه ايضا اذا دخلوا في الصلاة مع ظن الامية في بعضهم فلا تقع صلاته فالاعادة واجبة


- AlFuruuq alLughowiyyah I/303 :

الفرق بين الشك والظن: أن الشك إستواء طرفي التجويز، والظن رجحان أحد طرفي التجويز، والشاك يجوز كون ما شك فيه على إحدى الصفتين لانه لا دليل هناك ولا أمارة


- Alfatawy alfiqhiyyah qubro I/252 :

وَلَا يَجُوزُ إعَادَةُ الْجُمُعَةِ ظُهْرًا وَكَذَا عَكْسُهُ لِغَيْرِ الْمَعْذُورِ انْتَهَتْ وَوَجْهُ الْمَنْعِ في صُورَةِ السُّؤَالِ أَنَّ الْإِعَادَةَ إنَّمَا نُدِبَتْ لِتَحْصِيلِ كَمَالٍ في فَرِيضَةِ الْوَقْتِ يَقِينًا إنْ صلى الْأُولَى مُنْفَرِدًا أو ظَنًّا أو رَجَاءً إنْ صَلَّاهَا جَمَاعَةً وَلَوْ بِجَمَاعَةٍ أَكْمَلَ ظَاهِرًا وَمَنْ صلى الْجُمُعَةَ كانت هِيَ فَرْضُ وَقْتِهِ فَإِعَادَتُهُ الظُّهْرَ لَا تَرْجِعُ بِكَمَالٍ على الْجُمُعَةِ التي هِيَ فَرْضُ وَقْتِهِ أَصْلًا فلما لم يَكُنْ في إعَادَةِ الظُّهْرِ كَمَالٌ يَرْجِعُ لِفَرْضِ الْوَقْتِ امْتَنَعَتْ إعَادَةُ الظُّهْرِ لِأَنَّهَا عَبَثٌ وَالْعِبَادَةُ يُقْتَصَرُ فيها على مَحَلِّ وُرُودِهَا أو ما هو في مَعْنَاهُ من كل وَجْهٍ


Berpandangan luas dengan MEMILIKI ILMU yang luas jangan alergi dengan perbedaannya. Karena kita diciptakan dengan hasil perbedaan.

Saturday, January 28, 2023

ISLAM DAN IMAN



 #الاسلام والايمان #

فكل محسن مؤمن وكل مؤمن مسلم وليس كل مؤمن محسنا ولا كل مسلم مؤمنا كما سيأتي بيانه - إن شاء الله - في سائر الأحاديث كالحديث الذي رواه حماد بن زيد عن أيوب عن أبي قلابة عن رجل من أهل الشام عن أبيه { عن النبي صلى الله عليه وسلم قال له : أسلم تسلم . قال : وما الإسلام ؟ قال : أن تسلم قلبك لله وأن يسلم المسلمون من لسانك ويدك . قال : فأي الإسلام أفضل ؟ قال : الإيمان . قال : وما الإيمان ؟ قال : أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله وبالبعث بعد الموت . قال : فأي الإيمان أفضل ؟ قال : الهجرة . قال : وما الهجرة ؟ قال : أن تهجر السوء . قال : فأي الهجرة أفضل ؟ قال : الجهاد . قال : وما الجهاد ؟ قال : أن تجاهد أو تقاتل الكفار إذا لقيتهم ولا تغلل ولا تجبن } . 

ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { عملان هما أفضل الأعمال إلا من عمل بمثلهما - قالها ثلاثا - حجة مبرورة أو عمرة } رواه أحمد ومحمد بن نصر المروزي . 

ولهذا يذكر هذه " المراتب الأربعة { فيقول : المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم والمهاجر من هجر السيئات والمجاهد من جاهد نفسه لله } . وهذا مروي عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث عبد الله بن عمرو وفضالة بن عبيد وغيرهما بإسناد جيد وهو في " السنن " وبعضه في " الصحيحين "

وقد ثبت عنه من غير وجه أنه قال : { المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم } . ومعلوم أن من كان مأمونا على الدماء والأموال ; كان المسلمون يسلمون من لسانه ويده ولولا سلامتهم منه لما ائتمنوه .

 وكذلك في حديث عبيد بن عمير عن عمرو بن عبسة . وفي حديث عبد الله بن عبيد بن عمير أيضا عن أبيه عن جده أنه { قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم ما الإسلام ؟ قال : إطعام الطعام وطيب الكلام . قيل : فما الإيمان ؟ قال : السماحة والصبر . قيل : فمن أفضل المسلمين إسلاما ؟ قال : من سلم المسلمون من لسانه ويده . قيل : فمن أفضل المؤمنين إيمانا ؟ قال : أحسنهم خلقا . قيل فما أفضل الهجرة ؟ قال : من هجر ما حرم الله عليه . قال : أي الصلاة أفضل ؟ قال : طول القنوت . قال : أي الصدقة أفضل ؟ قال : جهد مقل . قال : أي الجهاد أفضل ؟ قال : أن تجاهد بمالك ونفسك ; فيعقر جوادك ويراق دمك . قال أي الساعات أفضل ؟ قال : جوف الليل الغابر } . 

ومعلوم أن هذا كله مراتب بعضها فوق بعض ; وإلا فالمهاجر لا بد أن يكون مؤمنا وكذلك المجاهد ولهذا قال : { الإيمان : السماحة والصبر } . وقال في الإسلام : { إطعام الطعام وطيب الكلام } . والأول مستلزم للثاني ; فإن من كان خلقه السماحة فعل هذا بخلاف الأول ; فإن الإنسان قد يفعل ذلك تخلقا ولا يكون في خلقه سماحة وصبر . 

وكذلك قال : { أفضل المسلمين من سلم المسلمون من لسانه ويده } . وقال : { أفضل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا } . 

ومعلوم أن هذا يتضمن الأول ; فمن كان 

حسن الخلق فعل ذلك . 

قيل للحسن البصري : ما حسن الخلق ؟ قال : بذل الندى وكف الأذى وطلاقة الوجه . فكف الأذى جزء من حسن الخلق . وستأتي الأحاديث الصحيحة بأنه جعل الأعمال الظاهرة من الإيمان كقوله : { الإيمان بضع وسبعون شعبة أعلاها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق } . 

{ وقوله لوفد عبد القيس : آمركم بالله وحده ، أتدرون ما الإيمان بالله وحده ؟ شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وأن تؤدوا خمس ما غنمتم } . 

ومعلوم أنه لم يرد أن هذه الأعمال تكون إيمانا بالله بدون إيمان القلب ; لما قد أخبر في غير موضع أنه لا بد من إيمان القلب فعلم أن هذه مع إيمان القلب هو الإيمان وفي " المسند " عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : { الإسلام علانية والإيمان في القلب } 

Majmu fatawa :4/ 7-8

JENIS JENIS RIBA'

👉 SAMBUTAN DEWAN KOMITE DALAM HARLAH MILAD SMPN 2 GARAWANGI YANG KE 23 DITAHUN 2023 

Assalamu'alaikum,, warahmatullahi wabarokatuh  para kyai mnta PENJELASAN,, atw definisi RIBA',, sebelmnya terimaksih 🙏🙏

Bandung


Jawaban 

Waalaikumsalam 

Riba itu ada empat macam :

1. Riba fadlol yaitu menjual barang ribawi (emas,perak dan makanan) dengan barang sejenis yang salah satunya ada yang lebih banyak seperti emas 7 gr dijual dengan emas 10 gram.

2. Riba qordl yaitu menghutangkan sesesuatu dengan mensyaratkn manfa'at pada muqridl/org yang menghutangkan seperti hutang 1000 di haruskan bayar 1100.

3. Riba yad yaitu salah satu dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli) berpisah/meninggalkan tempat transaksi/aqad sebelum menerima barangnya.

4. Riba nasaa' yaitu mensyaratkan tempo pada salah satunya dan kontan pada yang lain seperti pembeli sudah menerima barang tapi penjual belum menerima harganya.

semua riba yang di sebut di atas ulama' sepakat semuanya batal dan harom. Berdasarkan Referensinya dalam kitab I'anatut Tholibin 

وهو أنواع : ربا فضل بأن يزيد أحد العوضين ومنه ربا القرض بأن يشترط فيه ما فيه نفع للمقرض وربا يد بأن يفارق أحدهما مجلس العقد قبل التقابض وربا نساء بأن يشترط أجل في أحد العوضين وكلها مجمع عليها.


إعانة الطالبين

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes