BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, June 4, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 10

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 10

Presentasi santri 


(وَ شُرِطَ لَهَا) أَيْ لِلصَّلَاةِ عَلَى الْمَيِّتِ مَعَ شُرُوْطِ سَائِرِ الصَّلَوَاتِ

Syarat Shalat Jenazah

Disyaratkan untuk shalat kepada mayat di samping syarat-syarat lain yang ada dalam selain shalat ✅Jenazah:

---------------

📚 (،أي مما يتأتى مجيئه هنا، كستر وطهارة واستقبال، بخلاف دخول الوقت، أي ومع شروط القدوة أيضا: من نية القدوة، وعدم تقدمه على الإمام في الموقف، وعدم حائل بينهما يمنع مرورا أو رؤية.

 Dari hal yang diterangkan di sini, seperti menutup aurat, bersuci, dan menghadap kiblat, berbeda dengan masuknya waktu (shalat). Demikian pula dengan syarat-syarat mengikuti imam: seperti berniat mengikuti imam, tidak mendahului imam dalam tempat, dan tidak ada penghalang antara keduanya yang menghalangi lewatnya atau penglihatannya."

 

نعم، بحث بعضهم إنه يسن هنا النظر للجنازة.

وبعضهم النظر لمحل السجود.


Memang, sebagian ulamak membahas  sesungguhnya seseorang ketika sholat janazah disunahkan melihat ke

 janazah.

 Dan sebagian berpendapat melihat tempat sujud.

  📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 131 

 Nurul Ilmi.

---------------


 تَقَدُّمُ طُهْرِهِ) أَيِ الْمَيِّتِ بِمَاءٍ فَتُرَابٍ،

 (1. Mayat harus disucikan terlebih dahulu✅, baik dengan air atau debu.

 ------------

 ✅

📚 أي ولأن الصلاة على الميت كصلاة نفسه.

 Karena sholat janazah itu seperti sholatnya seseorang itu sendiri.

 

وكما يشترط تقدم طهره، يشترط أيضا تقدم طهر ما اتصل به، كصلاة الحي، فيضر نجاسة ببدنه أو كفنه أو برجل نعشه وهو مربوط به ولا يضر نجاسة القبر ونحو دم - من مقتول مثلا - لم ينقطع.

Dan seperti halnya disyaratkan kesucian sebelumnya, disyaratkan juga kesucian sebelumnya dari apa yang bersambung dengannya ( mayat ), seperti dalam shalat orang yang hidup, maka najis pada badan atau kain kafannya atau pada KAKI KERANDANYA yang terhubung dengannya akan merusak (keabsahan shalat), namun najis pada kubur dan seperti darah - dari yang terbunuh misalnya - yang tidak berhenti tidak merusak (keabsahan shalat).

📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 131 

 Nurul Ilmi.

---------------



 فَإِنْ وَقَعَ بِحُفْرَةٍ أَوْ بَحْرٍ وَ تَعَذَّرَ إِخْرَاجُهُ وَ طُهْرُهُ لَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ 

 Karena itu, jika ada seseorang jatuh ke dalam jurang atau tenggelam dalam lautan yang sulit diambil dan disucikan, maka menurut pendapat mu‘tamad (40) orang itu tidak wajib dishalati. (41).

 -------------

 41.

📚ای لفوات الشرط قال سم: ويؤخذ منه أنه لا يصلي على فاقد الطهورين الميت.


Karena tidak adanya syarat , Syihabuddin Ahmad bin Qosim Ash-Shobbagh Al-‘Abbadi (w. 994 H). berkata: Diambil dari ini bahwa tidak dilakukan shalat jenazah atas orang mati yang tidak memiliki dua alat bersuci.


(قوله: على المعتمد) مقابله يقول: لا وجه لترك الصلاة عليه، لأن الميسور لا يسقط بالمعسور، لما صح: وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، ولأن المقصود من هذه الصلاة الدعاء أو الشفاعة للميت.


(Katanya: Menurut pendapat yang mu'tamad ) lawannya pendapat mu'tamad mengatakan: Tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat atasnya, 

لان الميسور لا يسقط بالمعسور

karena kemudahan / apa yang dapat dilakukan tidak gugur dengan adanya kesulitan,

 karena yang sahih: "Dan jika aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah sesuai kemampuan kalian", dan karena maksud dari shalat ini adalah doa atau syafaat bagi si mati.

40.

وجزم الدارمي وغيره أن من تعذر غسله صلي عليه.

Ad Darimi dan yang lainnya tegas mengatakan bahwa orang yang tidak dapat dimandikan tetap dishalatkan.

📚 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 131 

 Nurul Ilmi.

---------------

(وَ أَنْ لَا يَتَقَدَّم) الْمُصَلِّيْ (عَلَيْهِ) أَيِ الْمَيِّتِ، إِنْ كَانَ حَاضِرًا، وَ لَوْ فِيْ قَبْرٍ، 

أَمَّا الْمَيِّتُ الْغَائِبُ فَلَا يَضُرُّ فِيْهِ كَوْنُهُ وَرَاءَ الْمُصَلِّيْ. 


(2. Orang yang menshalati tidak berada di depan mayatnya, (42) jika mayat hadir, sekalipun berada dalam kubur. 

Jika mayatnya ghā’ib, maka boleh saja keberadaan mayit di belakang orang yang menshalati.

-------------

42.

📚(قوله: وإن كان حاضرا) أي عند المصلي، لا في البلد، لما سيذكره من أنها لا تصح على ميت في البلد غائب عن مجلس المصلي.

(Perkataan mushonif : jika mayatnya

 hadir) hadir dihadapan orang yang mensholatinya, Tidak hadir/berada disatu daerah dengan orang yg mensholati. Karena mayat yg ssatu daerah dengan orang yg mensholatinya tidak sah disholati Ghoib.

 

أي وشرط عدم تقدم المصلي على الميت اتباعا لما جرى عليه الأولون، ولأن الميت كالإمام.

Di syaratkanya Orang yang menshalati tidak berada di depan mayatnya, karena mengikuti apa yang telah dilakun Al Awwalun,

Dan  Sebab mayat seperti halnya imām. 


ومقابله يقول: يجوز تقدم المصلي على الميت، لأن الميت ليس بإمام متبوع حتى يتعين تقديمه، بل هو كعبد جاء معه جماعة ليستغفروا له عند مولاه.

Dan sebaliknya, dia berkata: Diperbolehkan bagi orang yang shalat untuk berada di depan jenazah, karena jenazah bukanlah seorang imam yang diikuti sehingga harus ditempatkan di depan, melainkan seperti seorang hamba yang diiringi oleh sekelompok orang untuk memohonkan ampunan baginya kepada Tuhannya.

📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 131

NurulIlmi

--------------

وَ يُسَنُّ جَعْلُ صُفُوْفِهِمْ ثَلَاثَةً فَأَكْثَرَ، لِلْخَبَرِ الصَّحِيْحِ: “مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوْفٍ فَقَدْ أَوْجَبَ” أَيْ غُفِرَ لَهُ 

 Sunnah barisan dalam shalat Jenazah dijadikan tiga baris ✅atau lebih, berdasarkan hadits shaḥīḥ, yang artinya: “Jenazah yang dishalati oleh tiga baris, sungguh diampuni dosanya.” 

 --------------

 ✅

📚( وقوله: ثلاثة) قال في التحفة: أي حيث كان المصلون ستة فأكثر.

(Dan katanya: "Tiga." ) Dikatakan dalam kitab "Al-Tuhfah": Maksudnya, jika jumlah orang yang shalat ada enam orang atau lebih ( maka dijadikan  tiga baris).


CONTOH:

Jamaah 6 orang.

1 orang  jadi imam.

2 orang  jadi makmum baris pertama.

3 orang jadi makmum baris kedua

Ini contoh 3 baris termasuk imam.


.قال ع ش: ومفهومه أن ما دون الستة لا يطلب منه ذلك، فلو حضر مع الإمام اثنان أو ثلاثة وقفوا خلفه.اه.


Ali Asy-Syabromallisi. Nama lengkapnya Nuruddin Abu Adh-Dhiya’ ALi bin Ali Asy-Syabromallisi (w. 1087 H). Berkata:

"Dan yang dipahami dari pernyataan ini adalah bahwa jika jumlahnya kurang dari enam, hal itu tidak diminta. Jadi, jika bersama imam ada dua atau tiga orang, mereka berdiri di belakangnya imam.


وقال سم بعد كلام: فإن كانوا خمسة فقط، فهل يقف الزائد على الإمام - وهو الأربعة - صفين، لأنه أقرب إلى العدد الذي طلبه الشارع وهو الثلاثة الصفوف، ولأنهم يصيرون ثلاثة صفوف بالإمام؟ أو صفا واحدا لعدم ما طلبه الشارع من الصفوف الثلاثة؟ فيه نظر.


Syihabuddin Ahmad bin Qosim Ash-Shobbagh Al-‘Abbadi (w. 994 H). berkata:

setelah perkataan tersebut: "Jika jumlahnya hanya lima orang, apakah selebihnya dari jumlah imam - yaitu empat orang - berdiri dalam dua barisan, karena ini lebih mendekati jumlah yang diminta oleh syariat yaitu tiga barisan, dan karena mereka menjadi tiga barisan bersama imam? Atau cukup satu barisan saja karena tidak ada permintaan dari syariat mengenai tiga barisan tersebut? Ini masih menjadi bahan pertimbangan."

CONTOH:

Jamaah 5 orang.

1 orang imam

2 orang makmum barisan pertama.

2 orang makmum barisan kedua.


وفي البجيرمي: بقي ما لو كان الحاضرون ثلاثة فقط بالإمام.وينبغي أن يقف واحد خلف الإمام، والآخر وراء من هو خلف الإمام.


Dalam kitab al-Bujairami disebutkan: Jika yang hadir hanya tiga orang termasuk imam, maka seharusnya satu orang berdiri di belakang imam, dan yang lainnya di belakang orang yang berdiri di belakang imam.


ويحتمل أن يقف اثنان خلف الإمام، فيكون الإمام صفا، والاثنان صفا، وسقط الصف الثالث لتعذره.


Dan ada kemungkinan juga bahwa dua orang berdiri di belakang imam, sehingga imam membentuk satu saf, dan dua orang tersebut membentuk satu saf, dan saf ketiga gugur karena tidak memungkinkan untuk dibentuk.

📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 131

NurulIlmi

------------


وَ لَا يُنْدَبُ تَأْخِيْرُهَا لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّيْنَ، إِلَّا لِوَليّ. 


Tidak sunnah menunda shalat Jenazah lantaran menunggu orang yang menshalati bertambah banyak, kecuali bila menantikan kedatangan walinya mayit.

---------------

📚(وقوله: إلا لولي) أي إلا لأجل حضور ولي الميت ليصلي عليه، فإنه تؤخر الصلاة له، لكونه هو المستحق للإمامة.


(Dan perkataan mushonif: "kecuali untuk wali") maksudnya kecuali karena kehadiran wali mayit untuk menyalatinya, maka shalat jenazah ditunda demi kehadirannya, karena dia adalah yang paling berhak untuk menjadi imam.

لكن محله إذا رجي حضوره عن قرب وأمن من التغير.

Namun, hal ini berlaku jika diharapkan kehadirannya dalam waktu dekat dan aman dari perubahan (kondisi mayit).

📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 132

NurulIlmi

-------------

وَ اخْتَارَ بَعْضُ الْمُحَقِّقِيْنَ أَنَّهُ إِذَا لَمْ يَخْشَ تَغَيُّرُهُ، يَنْبَغِي انْتِظَارُهُ مِائَةً أَوْ أَرْبَعِيْنَ رُجِيَ حُضُوْرُهُمْ قَرِيْبًا، لِلْحَدِيْثِ.


Sebagian ‘ulamā’ muḥaqqiqīn memilih pendapat bahwa selagi tidak dikhawatirkan terjadi perubahan si mayatnya ( misalnya membusuk dan sebagainya ), maka seyogianya sholat ditunda untuk menanti  100 atau 40 orang yang bisa diharapkan kehadirannya dalam waktu dekat, berdasarkan sebuah hadits yang menerangkan seperti ini. 

------------------

📚قيل وحكمته انه لم يجتمع أربعون إلا كان لله فيهم ولي وحكمة المائة كالأربعين

Dikatakan bahwa hikmahnya adalah jika berkumpul empat puluh orang, maka di antara mereka pasti ada wali Allah, dan hikmah dari seratus orang adalah seperti hikmah dari empat puluh orang.

📚I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 132

NurulIlmi

-------------

 وَ فِيْ مُسْلِمٍ: “مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ أَمَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُوْنَ لَهُ، إِلَّا شُفِّعُوْا فِيْهِ”

 Dalam kitab Ḥadīts Muslim disebutkan: “Tidak seorang  Muslimpun yang mayatnya dishalati oleh golongan Muslim yang jumlahnya mencapai 100 orang dan mereka memintakan syafa‘at, maka syafa‘atnya diterima.” 

 

 MOHON DIKOREKSI ,DILENGKAPI

 SEMOGA BERMANFAAT

CARA BERTAUBAT DARI DOSA GHIBAH*

 *CARA BERTAUBAT DARI DOSA GHIBAH*

Yang perlu kita ketahui, bahwa *ghibah merupakan dosa yang berkaitan dengan hak Allah.* Sehingga pelakunya dituntut untuk bertaubat dan istighfar, juga menyesal serta bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. 

*Juga berkaitan dengan hak anak Adam.* Sehingga untuk menggugurkan dosa ini, ada syarat selanjutnya yang harus dipenuhi, agar taubatnya diterima dan menjadi sempurna.


*PERSELISIHAN PENDAPAT ULAMA PERIHAL KAFARAH GHIBAH*


Syarat tambahan inilah yang menjadi perbincangan para ulama. 


*Pendapat pertama* 

mengatakan seorang yang menghibahi saudaranya tebusannya cukup dengan memohonkan ampunan untuk orang yang dighibahi. 

Mereka berdalil dengan hadits,


*كفارة الغيبة أن تستغفر لمن اغتبته*


Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibahi.

Hikmah dari permohonan ampun untuk orang yang di-ghibah-i ini adalah, sebagai bentuk tebusan untuk menutup kezaliman yang telah ia lakukan kepada orang yang dighibahi. 

Jadi tidak perlu mengabarkan ghibahnya untuk meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.


Pendapat ini merupakan pendapat alternatif ." 

*MEREKA MENGUATKAN PENDAPAT INI DENGAN TIGA ALASAN*:


*1️⃣. Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibah-i akan menimbulkan dampak negatif (mafsadah) yang tak dapat dipungkiri,* 

yaitu akan menambah sakit perasaannya. Karena celaan yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dicela lebih menyakitkan ketimbang celaan yang dilakukan dengan sepengetahuan orang yang dicela. Dia mengira orang yang selama ini dekat dengannya dan berada di sekelilingnya, ternyata dia telah merobek-robek kehormatannya di balik selimut.


*2️⃣. Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibah-i akan menimbulkan permusuhan.* 


Karena jiwa manusia sering kali tidak bisa bersikap obyektif dan adil dalam menyikapi hal seperti ini.


*3️⃣. Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibahi akan memupuskan rasa kasih sayang diantara keduanya.* 


Yang terjadi justru semakin menjauhjan hubungan silaturahim.


Tak diragukan lagi, dampak kerusakan yang timbul dari mengabarkan ghibah ini, lebih buruk daripada pengaruh negatif perbuatan ghibah itu sendiri. Ini menyelisi tujuan syari’at (maqasid asy-syari’ah) yang bertujuan untuk menyatukan hati, memupuk rasa saling menyayangi dan persahabatan. Padahal diantara prinsip yang berlaku dalam syari’at Islam adalah,


*تعطيل المفاسد وتقليلها لا على تحصيلها وتكميلها*


Mencegah kerusakan atau keburukan secara merata, atau memperkecil dampaknya. Bukan menimbulkan kerusakan atau menyempurnakan kerusakan." 


*Pendapat kedua menyatakan,* 


memohonkan ampunan saja tidak cukup. Akan tetapi harus ada usaha meminta kehalalan kepada orang yang dighibahi, agar taubatnya diterima di sisi Allah.


Dan bagi pihak yang di-ghibah-i, seyogyanya untuk memaafkan saudaranya yang meminta kehalalan karena telah menggunjingnya. Agar ia mendapatkan pahala memaafkan kesalahan orang lain dan keridoan Allah terhadap orang-orang yang pemaaf.


Pendapat ini dipegang oleh Abu Hanifah, Syafi’i, Malik dan riwayat dari Imam Ahmad (ketika membahas permasalahan qadzaf (tuduhan palsu); apakah diharuskan menceritakan tuduhannya kepada orang yang telah dituduh, dalam rangka meminta kehalalannya, atau tidak perlu diceritakan)." 


Ulama yang menguatkan (merajihkan) pendapat ini adalah *al-Ghazali, Qurtubi, Imam Nawawi dan ulama ulama lainnya yang sependapat dengan mereka*.


Mereka berdalil dengan hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, yang mana beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,


*مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ*


Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” 

(HR. Bukhari no. 2449)


Dari hadis ini mereka menyimpulkan, ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. 

Maka dosa tersebut tidak bisa gugur kecuali dengan meminta kehalalan dari orang yang telah ia zalimi.


Mereka menganalogikan (meng-qiyas-kan) masalah ini dengan permasalahan hak harta benda. Dimana bila seorang merusak harta benda milik orang lain atau mengambil tanpa hak, maka bentuk taubatnya adalah dengan menggantinya atau mengembalikannya kepada tuannya.


Mengenai hadis yang dijadikan argumen pendapat pertama,


*كفارة الغيبة أن تستغفر لمن اغتبته*


Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibahi.


Mereka menilai bahwa, hadis ini maudhu‘ (palsu)." dan matan-nya (pesan yang disampaikan dalam hadis) tidak benar. 

Karena dosa ghibah itu berkaitan dengan hak anak Adam. Sehingga untuk menggugurkan dosanya harus meminta kehalalan kepada orang dizalimi."


*▪️PENDAPAT YANG RAJIH (KUAT)*


Setelah pemaparan dua pendapat ulama di atas beserta argumen yang mereka utarakan, maka pendapat yang nampaknya lebih rajih wal’ilmu indallah menurut keterbatasan ilmu kami *adalah pendapat kedua*; yang menyatakan wajibnya meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.


Terlebih bila orang yang di-ghibah-i dikenal pemaaf dan berdada lapang. 

Terkadang orang yang meng-ghibah-i tidak bermaksud menghinakan, namun hanya saja dia tergelincir ketika berbicara atau mengobrol. .


Intinya, yang perlu dipahami bersama bahwa ini adalah konsekensi asal dari tebusan ghibah, yaitu meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.


Adapun bila orang yang di-ghibah-i dikenal tidak pemaaf dan menurut prasangka kuatnya dia tidak akan memaafkan. Bahkan akan menambah kebencian dan permusuhan.

 Atau bila dia mengabarkan secara global perihal ghibah yang dia lakukan, yang bersangkutan akan meminta penjelasan secara rinci; yang mana bila ia tahu hal tersebut akan membuatnya semakin benci dan marah, maka dalam kondisi ini cukup dengan mendoakan kebaikan untuknya. Serta menyebutkan kebaikan-kebaikannya di hadapan orang-orang. 

Dan beristighfar kepada Allah atas dosa ghibah yang telah ia lakukan.


Wallahu a’lam


____

Monday, June 3, 2024

Pengelolaan Daging Kurban

 005. Pengelolaan Daging Kurban

DALAM kajian kitab risalah ahli Sunnah wal jamaah 

Ketika hewan kurban telah disembelih dengan benar, maka semestinyalah daging kurban tersebut dikelola dengan aturan yang telah ditentukan oleh agama.


Berikut ini pembagian hewan kurban dan cara pengelolaannya :


1) Daging kurban wajib


Pengelolaannya adalah wajib hukumnya semua daging kurban tersebut disedekahkan tanpa terkeculi dan orang yang berkurban wajib itu tidak boleh memakannya sedikitpun. Jikalau ia memakan daging kurban tersebut, maka ia wajib menggantinya dengan seukuran yang ia makan.


2) Daging kurban sunah 


Pengelolaannya adalah wajib hukumnya mensedekahkan sebagian dari daging kurban tersebut, sekalipun sedikit yang hanya cukup untuk satu orang miskin saja dan haram bagi orang yang berkurban sunah memakan semua daging kurban tersebut.


Sunah hukumnya bagi yang berkurban sunah tiga perkara :


1) Memakan  sepertiga dari daging kurban tersebut. Akan tetapi  paling afhdholnya yang dimakan tidak lebih tiga suap.


2) Mensedahkan sepertiga dari hewan kurban tersebut kepada orang miskin (orang yang boleh menerima zakat atas nama miskin). Akan tetapi yang paling afdhol dua pertiga dari hewan kurban tersebut.


3) Menghadiahkan sepertiga hewan kurban teersebut kepada orang yang mampu (orang yang tidak boleh menerima zakat atas nama miskin). Yang paling afdhol sisa dari yang dimakan dan disedahkan dari hewan kurban tersebut.



Catatan :


* Daging kurban yang wajib atau sunah mesti dibagikan masih keadaan mentah, tidak boleh diberikan keadaan didendeng atau sudah dimasak, agar si penerima daging kurban bisa mengelola daging tersebut seperti memasak atau menjualnya dan sebagainya.


* Bagi orang yang berkurban wajib atau sunah tidak boleh menjual hewan qurban yang telah disembelih itu, sekalipun bulu, kulit, tanduk dll.


* Yang diberikan kepada orang miskin tersebut adalah mesti berupa daging kurban, tidak cukup diberikan berupa kulit, bulu, hati, tanduk dll.


* Penerima daging kurban cukup hanya satu saja dari orang miskin dan daging kurban tersebut cukup untuk dia.


* Bagi orang yang berkurban sunah lebih afdhol baginya tidak memakan daging kurban tersebut lebih dari tiga suap dan sisa daging tersebut disedahkan kepada orang miskin dan dihadiahkan kepada orang yang mampu.


* Lebih afdhol bagi orang yang berkurban sunah memakan bagian hati hewan kurban tersebut, dengan niat untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw. dalam hadis dijelaskan :


 «أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ يَأْكُلُ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَّتِهِ».


"Bahwa Nabi Muhammada Saw. memakan dari hati hewan kurban." (HR. al-Baihaqi)


* Hikmah kenapa orang yang berkurban sunah dianjurkan memakan hatinya hewan kurban adalah berharap agar masuk surga, sebab penghuni surga memakan hatinya ikan untuk tetap selamany tinggal di surga.


* Bagi orang yang berkurban sunah tidak boleh memberikan sesuatu dari hewan kurban tersebut kepada si penyembelih sebagai upah baginya. Jika ingin diberi upah, maka jangan dari bagian hewan kurban tersebut.


* Daging hewan kurban sunah boleh diberikan kepada kafir dzimmi (kafir yang dilindungi islam dan tidak memerangi orang islam). Sedangkan kurban wajib tidak boleh diberikan kepada mereka.


* Bagi yang berkurban sunah boleh menyimpan dari bagian yang ia makan dari  daging kurban tersebut.


Sekianlah keterangan dari pengelolaan daging kurban yang kami kutib dari kitab-kitab mu'tabaroh dalam Mazhab Syafi'i.

Semoga Bermanfaat...


Referensi :


📚  al-Majmuu' Syarh al-Muhadzdzab Juz 8 Hal. 425.


📚  Roudhoh ath-Thoolibiin Juz 3 Hal. 221-224.


📚  Mughnii al-Muhtaaj  Juz 6 Hal. 134-135.


📚  I'aanah ath-Thoolibiin Juz 2 Hal. 379.


Berikut Ibaroh-Ibarohnya Langsung :


📚  [النووي ,روضة الطالبين وعمدة المفتين ,3/221]


وَأَمَّا الْمُلْتَزِمُ بِالنَّذْرِ مِنَ الضَّحَايَا وَالْهَدَايَا، فَإِنْ عَيَّنَ بِالنَّذْرِ عَمَّا فِي ذِمَّتِهِ مِنْ دَمٍ حَلَقَ وَتَطَيَّبَ أَوْ غَيْرَهُمَا شَاةً، لَمْ يَجُزْ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا، كَمَا لَوْ ذَبَحَ شَاةً بِهَذِهِ النِّيَّةِ بِغَيْرِ نَذْرٍ


📚   [الخطيب الشربيني ,مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ,6/134]


وَالْأُضْحِيَّةُ الْوَاجِبَةُ لَايَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا، فَإِنْ أَكَلَ مِنْهَا شَيْئًا غَرِمَ بَدله.


📚   [النووي ,روضة الطالبين وعمدة المفتين ,3/223]


الْأَفْضَلُ وَالْأَحْسَنُ فِي هَدْيِ التَّطَوُّعِ وَأُضْحِيَّتِهِ، التَّصَدُّaقُ بِالْجَمِيعِ إِلَّا لُقْمَةً، أَوْ لُقَمًا يُتَبَرَّكُ بِأَكْلِهَا، فَإِنْهَا مَسْنُونَةٌ. وَحَكَى فِي «الْحَاوِي» عَنْ أَبِي الطِّيبِ بْنِ سَلَمَةَ: أَنَّهُ لَا يَجُوزُ التَّصَدُّقُ بِالْجَمِيعِ، بَلْ يَجِبُ أَكْلُ شَيْءٍ. وَفِي الْقَدْرِ الَّذِي يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَنْقُصَ التَّصَدُّقُ عَنْهُ قَوْلَانِ: الْقَدِيمُ: يَأْكُلُ النِّصْفَ، وَيَتَصَدَّقُ بِالنِّصْفِ، وَاخْتَلَفُوا فِي التَّعْيِينِ عَنِ الْجَدِيدِ. فَنَقَلَ جَمَاعَةٌ عَنْهُ: أَنَّهُ يَأْكُلُ الثُلُثَ، وَيَتَصَدَّقُ بِالثُلُثَيْنِ. وَنَقَلَ آخَرُونَ عَنْهُ: أَنَّهُ يَأْكُلُ الثُلُثَ، وَيَهْدِي إِلَى الْأَغْنِيَاءِ الثُلُثَ، وَيَتَصَدَّقُ بِالثُلُثِ. وَكَذَا حَكَاهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ، ثُمَّ قَالَ: وَلَوْ تَصَدَّقَ بِالثُلُثَيْنِ كَانَ أَحَبَّ.



..

Sunday, June 2, 2024

Dimanakah ruh orang yang sudah meninggal setelah kematian?

 Dimanakah ruh orang yang sudah meninggal setelah kematian?


واعلم) أن الأرواح على خمسة أقسام: أرواح الأنبياء، وأرواح الشهداء، وأرواح المطيعين، وأرواح العصاة من المؤمنين، وأرواح الكفار.


Ketahuilah, sesungguhnya arwah terbagi kepada 5 golongan


1. Arwah para Nabi 

2. Arwah orang-orang syahid 

3. Arwah orang-orang yang ta'at 

4. Arwah orang-orang yang maksiat dari kalangan orang beriman 

5. Arwah orang-orang kafir


فأما أرواح الأنبياء: فتخرج عن أجسادها، وتصير على صورتها مثل المسك والكافور، وتكون في الجنة، تأكل، وتتنعم، وتأوي بالليل إلى قناديل معلقة تحت العرش.


Arwah para Nabi, setelah keluar dari jasadnya jadi seperti bentuk miski & kafur dan berada dalam surga ,makan dan bernikmat-nikmat pada malam hari mengambil tempat dalam sebuah kandil yang tergantung dibawah 'arasy.

وأرواح الشهداء: إذا خرجت من أجسادها فإن الله يجعلها في أجواف طيور خضر تدور بها في أنهار الجنة، وتأكل من ثمارها، وتشرب من مائها، وتأوي إلى قناديل من ذهب معلقة في ظل العرش، هكذا قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -.

Adapun arwah orang-orang syahid, apabila keluar dari jasadnya maka Allah SWT akan meletakkan nya dalam perut burung yang berwarna hijau dan terbang diantara sungai-sungai surga,makan dari buah-buahan surga,minum dari minuman surga ,dan mengambil tempat dalam sebuah kandil yang terbuat dari emas dan tergantung di naungan 'arasy, seperti itu lah yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.


وأما أرواح المطيعين من المؤمنين: فهي في رياض الجنة، لا تأكل ولا تتنعم، لكن تنظر في الجنة فقط.

Adapun ruh orang-orang ta'at dari golongan orang beriman,maka Allah tempatkan dalam kebun surga ,tidak makan dan tidak menikmati, karena hanya menunggu. 

وأما أرواح العصاة من المؤمنين: فبين السماء والأرض في الهواء.

Adapun ruh orang-orang maksiat dari kalangan orang beriman maka Allah letakkan diudara antara langit dan bumi .


وأما أرواح الكفار: فهي في أجواف طيور سود في سجين، وسجين تحت الأرض السابعة، وهي متصلة بأجسادها، فتعذب أرواحها، فيتألم بذلك الجسد.

كالشمس: في السماء الرابعة، ونورها في الأرض، كما أن أرواح المؤمنين في عليين، متنعمة ونورها متصل بالجنة.


Adapun ruh orang-orang kafir,maka dia berada dalam perut burung yang hitam dalam sijjin,dan sijjin terletak di bawah bumi yang ketujuh dan ruhnya bersambung dengan jasadnya dan ketika ruhnya diazab maka jasad nya pun merasakan kesakitan, seperti matahari yang terletak di langit ke empat dan cahaya nya tembus ke bumi.seperti itu juga ruh orang-orang beriman dan 'illiyin yang bernikmat-nikmat dan cahaya nya bersambung dengan surga.


[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,2/123]

Bagaimana hukum wudhu bagi wanita HAID?


*PERTANYAAN*

Bagaimana Hukum وضوء bagi wanita yg sedang Haid?


*JAWABAN*


📎 Haram jika wudhu nya diniatkan untuk menghilangkan hadats atau niat untuk ibadah, sehingga menjadi tala'ub (bermain-main) dalam ibadah.

📎 Diperbolehkan jika untuk kebersihan diri (linnadzofah).

📎 Sunnah jika setelah tuntas atau bersih dari haid nya karena disamakan dengan orang yg jubub, seperti sebelum makan, minum, jimak dan tidur.


*REFERENSI*


 *[الرملي، شمس الدين ,نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ,1/330]* 

 وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُودُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يَمْتَنِعْ

 *[النووي، المجموع شرح المهذب، ٣٤٩/٢]* 

(فَرْعٌ)

هَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ هُوَ فِي طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوءًا أَوْ غُسْلًا وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُونَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوفِ وَرَمْيِ الجمرة فمسونة لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ صَرَّحَ بِذَلِكَ أَصْحَابُنَا وَصَرَّحَ بِهِ الْمُصَنِّفُ أَيْضًا فِي أَوَّلِ بَابِ الْإِحْرَامِ


 *[درية العيطة، فقه العبادات على المذهب الشافعي، ١٩٨/١]* 

- 1- تحرم على الحائض والنفساء الطهارة بنية رفع الحدث، أو نية العبادة كغسل الجمعة، أما الطهارة المسنونة للنظافة كالغسل للإحرام وغسل العيد ونحوه من الأغسال المشروعة التي لا تفتقر إلى طهارة فلا تحرم، والدليل عليه قوله صلى الله عليه وسلم لعائشة رضي الله عنها حين حاضت في الحج: (افعلي كما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت حتى تطهري) (البخاري ج 2/ كتاب الحج باب 80/1567)


 *[الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ٢٨٠/١]* 

وَرَابِعُهَا: الطَّهَارَةُ لِرَفْعِ الْحَدَثِ فَتَحْرُمُ عَلَيْهَا إذَا قَصَدَتْ التَّعَبُّدَ بِهَا مَعَ عِلْمِهَا بِأَنَّهَا لَا تَصِحُّ لِتَلَاعُبِهَا. أَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَقْصُودَةُ لِلتَّنْظِيفِ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ، فَإِنَّهَا تَأْتِي بِهَا كَمَا سَيَأْتِي فِي بَابِهِ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى


 *[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢١٨٨/٣]* 

 - يغتسل تنظفاً، أو يتوضأ، والغسل أفضل؛ لأنه أتم نظافة، ولأنه عليه الصلاة والسلام اغتسل لإحرامه (1)، وهو للنظافة لا للطهارة، ولذا تفعله المرأة الحائض والنفساء، لما روى ابن عباس مرفوعاً إلى النبي صلّى الله عليه وسلم: «أن النفساء والحائض تغتسل وتُحرم، وتقضي المناسك كلها، غير أن لا تطوف بالبيت» (2) وأمر النبي صلّى الله عليه وسلم أسماء بنت عميس، وهي نفساء أن تغتسل (3).


 *(الإبانة والإفاضة ،ص، ٥٤)* 

الحادي عشر : 

الطهارة بنية التعبي إذا حاضت المرأة حرم عليها الطهارة بنية التعبد مع عليها بأنها لا تصح، فتأثم؛ لأنها متلاعبة بالعبادة.


(۱) رواه البخاري، كتاب الحيض، باب مباشرة الحائض. (۲) ينظر : بشرى الكريم (ص ١٦٤)، ... «قال الإسنوي : إن بين التعبير بالاستمتاع والمباشرة عموما وخصوصا من وجه، أي لكون المباشرة لا تكون إلا باللمس سواء أكان بشهوة أم لا، والاستمتاع يكون باللمس والنظر ولا يكـون إلا بشهوة». اهـ (نهاية المحتاج» (۱/ ۳۳۱).


وهذا الذي ذكرناه من أنه لا تصح طهارة الحائض هو في طهارة يرفع حدث سواء كانت وضوءا أو غشلًا، وأما الطهارة المسنونة للنظافة كالغسل للإحرام والوقوف ورمي الجمرة نمسنونة للحائض بلا خلاف)، ويدل عليه قول رسول الله لعائشة -رضي الله عنها- حين حاضت : «اصنعي ما يصنع الحاج غير أن لا تطوفي» : رواه البخاري ومسلم).


 *[النووي ,المجموع شرح المهذب ,2/155]* 

[ومن اجنب حرم عليه الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله لانا دللنا علي أن ذلك يحرم على المحدث فلان يحرم على الجنب اولى ويحرم عليه قراءة القرآن لِمَا رَوَى ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ القرآن) ويحرم عليه اللبث في المسجد ولا يحرم عليه العبور لقوله تَعَالَى (لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سبيل) واراد موضع الصلاة وقال في البويطي ويكره له ان ينام حتى يتوضأ لِمَا رُوِيَ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهُوَ جنب قال (نعم إذا توضأ احدكم فليرقد) قال أبو على الطبري وإذا اراد ان يطأ أو يأكل أو يشرب توضأ

 *ولا يستحب ذلك للحائض لان الوضوء لا يؤثر في حدثها ويؤثر في حدث الجنابة لانه يخففه ويزيله عن اعضاء الوضوء]*


والله اعلم

SHOLAT JANAZAH PART 9

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 9

LOMBA pencak silat siswa SDN GARAWANGI tingkat Kabupaten 


وَ يَقُوْلُ فِيْ وَلَدِ الزِّنَا: “اللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَمِّهِ”. 

 Untuk mayat kanak kanak hasil zina, doanya diganti dengan ucapan: (اللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَمِّهِ) – sampai akhir; “Ya Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk ibunya”. 📝

 ------------

📝

أي لأنه لا ينسب إلى أب، وإنما ينسب إلى أمه.

Karena anak hasil zina tidak bisa dinasabksn ke bapak, sesungguhnya dinasabkan ke ibunya.

Ianatuttholibin juz hal 128

Nurul ilmi.

-------------

وَ الْمُرَادُ بِالْإِبْدَالِ فِي الْأَهْلِ وَ الزَّوْجَةِ، إِبْدَالُ الْأَوْصَافِ لَا الذَّوَاتِ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {أَلْحِقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ} وَ لِخَبَرِ الطَّبَرَانِيِّ وَ غَيْرِهِ: “إِنَّ نِسَاءَ الْجَنَّةِ مِنْ نِسَاءِ الدُّنْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ”. اِنْتَهَى.

Yang dimaksud dengan “penggantian ahli keluarga dan istri” adalah penggantian dalam segi sifat-sifatnya, bukan pada dzātnya ( postur tubuh ). Berdasarkan firman Allah yang artinya: “….. dan Kami temukan pada mereka keturunan mereka”, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imām ath-Thabrānī dan lainnya: Bahwa wanita-wanita surga yang berasal dari wanita dunia lebih utama daripada bidadari surga. – Habis. –

---------------

ثُمَّ رَأَيْتُ شَيْخَنَا، قَالَ: وَقَوْلُهُ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجَةٍ: لِمَنْ لَا زَوْجَةَ لَهُ - يُصَدَّقُ بِتَقْدِيرِهَا لَهُ أَنْ لَوْ كَانَتْ لَهُ.

Kemudian saya melihat guru kami berkata: Dan perkataanya "dan pasangan yang lebih baik daripada istri": untuk orang yang tidak memiliki istri - dianggap benar jika diperkirakan ia memilikinya..

ويؤخذ منه أنه فيمن مات وهي في عصمته ولم تتزوج بعده، فإن لم تكن في عصمة أحدهم عند موته احتمل القول بأنها تخير، وأنها للثاني.

Dan dapat diambil dari (pernyataan)Abi Darda, ini bahwa bagi orang Lelaki yang meninggal sementara dia (istrinya) masih dalam pernikahannya dan dia tidak menikah lagi setelahnya, jika dia ( wanita ) tidak berada dalam pernikahan salah satu dari mereka saat kematiannya wanita, mungkin dikatakan bahwa dia boleh memilih, dan (mungkin juga dikatakan) bahwa dia (menjadi istri) yang kedua,

ولو مات أحدهم وهي في عصمته، ثم تزوجت وطلقت ثم ماتت، فهل هي للأول أو الثاني؟ ظاهر الحديث أنها للثاني

"Jika salah satu dari mereka meninggal sementara dia (wanita tersebut) masih dalam ikatan pernikahan dengannya, kemudian dia menikah lagi dan bercerai, lalu meninggal, apakah dia (wanita tersebut) milik yang pertama atau yang kedua? Secara lahiriah dari hadis tersebut, dia adalah milik yang kedua."

Ianah Tholibin juz 2 hal 128

Nurul Ilmi

وفي حديث رواه جمع لكنه ضعيف: المرأة منا ربما يكون لها زوجان في الدنيا فتموت ويموتان ويدخلان الجنة، لأيهما هي؟ قال: لأحسنهما خلقا كان عندها في الدنيا. اهـ

"Dan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh beberapa orang tetapi lemah: Seorang wanita dari kita mungkin memiliki dua suami di dunia, kemudian dia meninggal dan keduanya juga meninggal lalu masuk surga. Untuk siapa dia (wanita tersebut)? Dikatakan: Untuk yang paling baik akhlaknya ketika bersamanya di dunia."


Ianah Tholibin juz 2 hal 129

Nurul Ilmi

-------------

(وَ) سَابِعُهَا: (سَلَامٌ) كَغَيْرِهَا (بَعْدَ رَابِعَةٍ)، وَ لَا يَجِبُ فِيْ هذِهِ ذِكْرُ غَيْرِ السَّلَامِ 

(7. Salām – sebagaimana halnya dengan shalat-shalat lain – setelah takbīr yang keempat. Sesudah takbīr ini, tidak ada dzikir yang wajib selain salam. ✅

---------------

أي كسلام غير صلاة الجنازة من الصلوات في

الكيفية، كالالتفات في التسليمة الأولى على يمينه، وفي الثانية على اليسار. وفي العدد، ككونه تسليمتين.

"Setiap salam, selain salam dalam salat jenazah, dari salat-salat lainnya, baik dari segi cara, seperti memalingkan wajah pada salam pertama ke kanan, dan pada salam kedua ke kiri.Dan dari segi jumlah, yaitu terdiri dari dua salam."

Ianah Tholibin juz 2 hal 129

Nurul Ilmi.

---------------

لكِنْ يُسَنُّ: اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ أَيْ أَجْرَ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ، أَوْ أَجْرَ الْمُصِيْبَةِ وَ لَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ أَيْ بِارْتِكَابِ الْمَعَاصِيْ وَ اغْفِرْ لَنَا وَ لَهُ. ـ

Tetapi (sebelum salām) sunnah berdoa (37): (اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ….) dan seterusnya – Ya Allah janganlah Engkau menutup kami dari pahalanya – Maksudnya adalah pahala menshalatinya atau pahala musibah – dan janganlah Engkau turunkan fitnah setelah kematiannya – Maksudnya setelah melakukan maksiat, – dan ampunilah dosa kami dan dosanya – . 

-------------

37)

.أی ولوكان طفلا لأن المغفرة لا تستدعي سبق ذنب ولا بأس بزيادة وللمسلمين

Dan meskipun dia adalah seorang anak kecil, karena ampunan/istighfar tidak memerlukan adanya dosa sebelumnya. Tidak ada salahnya menambahkan "dan untuk kaum Muslimin".

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 129   

Nurul ilmi

-------------

وَ لَوْ تَخلَّفَ عَنْ إِمَامِهِ بِلَا عُذْرٍ بِتَكْبِيْرَةٍ حَتَّى شَرَعَ إِمَامُهُ فِيْ أُخْرَى بَطَلَتْ صَلَاتُهُ. 

Apabila dalam shalat jenazah ini seseorang tertinggal dari imām satu takbīr tanpa ada ‘udzur✅ sampai sang imam memulai takbīr lainnya, maka batallah shalat ma’mūm tersebut (38). 

 -------------

يفيد أن التخلف بتكبيرة مع العذر - كنسيان، وبطء قراءة، وعدم سماع تكبير، وجهل - يعذر به لا يبطل، بخلاف التخلف بتكبيرتين، ولا يتحقق التخلف بذلك إلا إذا شرع في الرابعة وهو في الأولى، فإنه يبطل، وهذا ما جرى عليه الجمال الرملي.

Ini menunjukkan bahwa keterlambatan satu takbir dengan alasan yang sah - seperti lupa, lambat dalam membaca, tidak mendengar takbir, atau ketidaktahuan - dimaafkan dan tidak membatalkan salat. Berbeda halnya dengan keterlambatan dua takbir, yang menyebabkan salat menjadi batal. Keterlambatan tersebut dianggap terjadi jika imam telah memulai takbir keempat sementara makmum masih pada takbir pertama, maka salatnya batal. Inilah pendapat yang dipegang oleh Jamal Ramli.


38).

وذلك لأن المتابعة لا تظهر في هذه الصلاة إلا بالتكبيرات، فيكون التخلف بها فاحشا، كالتخلف بركعة 

 Sebab mengikuti imām dalam shalat janazah ini tidak dapat tampak, kecuali mengikuti takbīr imām.

 sehingga keterlambatan dalam melakukannya dianggap keterlambatan yang parah, seperti halnya keterlambatan satu rakaat.


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 129 

 Nurul ilmi.

--------------

وَ لَوْ كَبَّرَ إِمَامُهُ تَكْبِيْرَةً أُخْرَى قَبْلَ قِرَاءَةِ الْمَسْبُوْقِ الْفَاتِحَةَ تَابَعَهُ فِيْ تَكْبِيْرِهِ، وَ سَقَطَتِ الْقِرَاءَةُ عَنْهُ. 

Apabila sang imām telah memulai takbīr berikutnya, 📝sedang ma’mūm masbūq belum sempat membaca fātiḥah, maka harus mengikuti bertakbīr, dan fātiḥah ( keseluruhan atau sebagian) gugur baginya.

------------

📝

في تكبيرة أخرى، بأن شرع الإمام في الثالثة والمأموم في الأولى، أو شرع في الرابعة والمأموم في الثانية.

Dalam takbir lainnya, apabila imam memulai takbir yang ketiga dan makmum masih dalam takbir yang pertama, atau imam memulai takbir yang keempat dan makmum masih dalam takbir yang kedua.

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 129 

 Nurul ilmi.

-----------------

وَ إِذَا سَلَمَ الْإِمَامُ تَدَارَكَ الْمَسْبُوْقُ مَا بَقِيَ عَلَيْهِ مَعَ الْأَذْكَارِ. 

 Setelah imāmnya salām, maka bagi ma’mūm masbūq tersebut harus menambah takbīr-takbīr yang belum ia kerjakan beserta dzikir-dzikirnya. 

وَ يُقَدَّمُ فِي الْإِمَامَةِ فِيْ صَلَاةِ الْمَيِّتِ وَ لَوِ امْرَأَةٌ: أَبٌ، أَوْ نَائِبُهُ، فَأَبُوْهُ، ثُمَّ ابْنٌ فَابْنُهُ، ثُمَّ أَخٌ لِأَبَوَيْنِ فَلِأَبٍ، ثُمَّ ابْنُهُمَا، ثُمَّ الْعَمُّ كَذلِكَ، ثُمَّ سَائِرُ الْعَصَبَاتِ، ثُمَّ مُعْتِقٌ، ثُمَّ ذُوْ رَحِمٍ، ثُمَّ زَوْجٌ


Di dalam shalat Jenazah – sekalipun mayatnya seorang wanita yang didahulukan untuk menjadi imām adalah dengan urutan sebagai berikut: Ayah atau gantinya, kakek dari garis laki-laki, anak laki-laki mayat, cucu laki-laki dari garis laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, keponakan laki-laki dari kedua mereka, paman seayah, waris ashabah lainnya, orang yang memerdekakan mayat dzaw-il-arḥām, kemudian suami. (39)

----+-------

39).

واعلم أن من ذكر يقدم علی غيره ولو السلطان أو إمام المسجد ولو عصی بتقديمه وذلك لانه حقه

 Urutan-urutan tersebut lebih didahulukan daripada orang lain walaupun sultan atau imām masjid walaupun mayat berwasiyat untuk mendahulukan sulatn atau imam masjid sebab itu adalah haknya. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 148. Dār-ul-Fikr.

----------------


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI 

SEMOGA BERMANFAAT

DO'A DAN CARA MENYEMBELIH HEWAN QURBAN

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes