BREAKING NEWS

Watsapp

Thursday, August 15, 2024

SYARAT WAJIB HAJI

 SYARAT WAJIB HAJI


Syarat-syarat (orang) wajib melakukan haji itu ada 7 (tujuh) yaitu

(1) Islam.

(2) baligh (Dewasa)

(3) Berakal sehat (tidak gila)

(4) merdeka (bukan budak)

(5) (bisa mengerjakan Dan memahami Rukun haji

6) ada bekalnya (ongkos dirinya pulang pergi dan belanja untuk keluarganya yang ditinggal); (7) ada kendaraannya (kepunyaan sendiri atau menyewa, bagi penduduk di luar kota Makkah yang jauhnya 15 farsakh atau lebih lebih).

 (Aman jalannya; Bisa pergi (berkesampaian)/Sampai Tujuan Jika perempuan Harus dengan Mahrom nya.


SYARAT / RUKUN / TATA CARA HAJI 


Syarat-syarat haji itu ada 4 (empat): 

(a) Menjalankan ihram dengan niat (niat memasuki ibadah haji dengan mengenakan pakaian tak berjahit pada tanggal 9 Dzulhijjah); (b) Wukuf (berhenti) di Arafah (setelah rembang matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah); (c) Tawaf (berkeliling) di (sekitar) Ka'bah (7 kali). (masuk waktunya tengah malam Nahr / malam 10 Dzulhijjah. Akhir waktunya tak terbatas. Diakhirkannya di luar hari Nahr makruh. Diakhirkannya di luar hari-hari tasyriq sangat makruh). 

(d) Sa'i (berjalan cepat pulang pergi) antaa bukit Safa dan Marwah (7 kali, dimulai dari Shofa dan diakhiri pada Marwah).


RUKUN UMRAH


Rukun umrah itu ada 3 (tiga) yaitu Hafal

A. Ihram; 

B Thawaf dan Sa'i; 

C. Bercukur rambut kepala atau memendekkannya, menurut salah satu qaul (pendapat) yang kuat.


 WAJIB HAJI


Wajib haji selain rukun itu ada 3 (tiga) yakni:

(a) Ihram mulai dari miqat; 

(b) Melontar jumrah tiga; 

(c) Bercukur rambut kepala (memendekkannya saja. Yang lebih utama bagi pria bercukur dan bagi wanita memendekkannya). 


SUNNAHNYA HAJI


Sunnahnya haji ada 7 (tujuh): 

(1) Ifrad, yaitu mendahulukan ibadah haji sebelum umrah; 

(2) Talbiyah (mengucapkan Labbaikallahumma labbaik, Labbaika laasyarika laka labbaik, Innalhamda wanni'mata laka walmulka laa syarika lak); 

(3) Tawat qudum (tawaf sebelum wukuf di Arafah).

(4).Bermalam di Muzdalifah;

(5) Bersalat sunnah 2 rakaat setelah thawaf,

(6) Bermalam di Mina;

(7) Tawaf wada' (tawaf ketika hendak keluar dari Makkah). 


*Dan wajiblah pria ketika ihram mengenakan pakaian tak berjahid dan mengenakan kain dan selendang putin (ini menurut qaul yang terkuat, seperti yang diterangkan dalam Al-Majemuk.


CATATAN.


1. Miqat adalah masa dan tempat menjalankan haji. Masa menjalankannya adalah Syawal, Dzulqa'dah dan 10 hari dari Dzulhijjah. Tempat mulai menjalankan haji adalah 


(a) Makkah bagi penduduk Makkah.

(b) Dzulhulaifah bagi calon haji dari arah Arafah dan Madinah.

(c) Juhfah dari arah Syria, Mesir, Afrika, Barat laut. 

(d) Yalamlam dari arah Tihamah Yaman.

(e) Qam dari arah Nejed Hijaz dan Najed Yaman

(f) Dzti Irq dari arah Timur.


2. Jumrah artinya sekumpulan batu-batu kecil. Secara syariah melontar jumrah adalah melontar 7 buah batu kecil pada tempat yang telah ditentukan di waktu haji.


***


Bermalam di Muzdalifah, bermalam di Mina dan Tawaf wada' ketiga-tiganya adalah termasuk wajib haji menurut Imam Nawawi di dalam kitab Ziyadatur Raudah dan Al Majmuk Syarah Muhadzab. Ini adalah pendapat yang kuat (mu'tamad).


==================================


LARANGAN SAAT IHRAM


محرمات الحج


(فصل) ويحرم على المحرم عشرة أشياء: لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه والكفين من المرأة وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة وفي جميع ذلك الفدية إلا عقد النكاح فإنه لا ينعقد ولا يفسده إلا الوطء في الفرج ولا يخرج منه بالفساد.

ومن فاته الوقوف بعرفة تحلل بعمل عمرة وعليه القضاء والهدي. ومن ترك ركنا لم يحل من إحرامه حتى يأتي به. ومن ترك واجبا لزمه الدم. ومن ترك سنة لم يلزمه بتركها شيء.

Haram bagi orang yang ihram 10 (sepuluh) perkara: (1) Mengenakan pakaian berjahit; (2) menutup (seluruh atau sebagian) kepala bagi pria dan wajah bagi wanita; (3) Menyisir rambut; (4) Memotong rambut; (5) Memotong kuku; (6) Memakai wangi-wangian; (7) Membunuh binatang buruan (di darat); (8) Melakukan akad nikah (menikah sendiri atau menikahkan orang lain); (9) Bersetubuh; (10) Bersentuhan (antara pria dan wanita) dengan syahwat. 


Dalam (pelanggaran terhadap) semua itu ada fidyah (tebusan), kecuali akad nikah, karena akad nikah itu sesungguhnya tidak sah. Dan tidak ada yang merusakkan ihram itu kecuali persetubuhan pada kemaluan. Sedang orang yang ihram itu tidak boleh (keluar) dari (ihramnya) rusak, (tetapi harus meneruskan ibadah hajinya hingga selesai).

Barang siapa tertinggal (tidak) melakukan wuquf di Arafah, maka (wajiblah) ia tahallul (keluar dari ihram haji) dengan mengerjakan umrah dan wajiblah ia mengqadha' (hajinya) dan membayar dam (denda). 

Barangsiapa yang meninggalkan rukun (haji), tidaklah ia boleh keluar dari ihramnya sehingga ia (selesai) menunaikannya. Dan barangsiapa meninggalkan wajib (haji) haruslah ia membayar dam. Dan barangsiapa meninggalkan sunnah (haji) tidaklah wajib ia membayar sesuatu karena apa yang telah ditinggalkannya itu.


DENDA HAJI


(فصل) والدماء الواجبة في الإحرام خمسة أشياء: أحدها: الدم الواجب بترك نسك وهو على الترتيب شاة فإن لم يجد فصيام عشرة أيام ثلاثة في الحج وسبعا إذا رجع إلى أهله. والثاني: الدم الواجب بالحلق والترفه وهو على التخيير شاة أو صوم ثلاثة أيام أو التصدق بثلاثة آصع على ستة مساكين. والثالث: الدم الواجب بإحصار فيتحلل ويهدي شاة. والرابع: الدم الواجب بقتل الصيد وهو على التخيير إن كان الصيد مما له مثل أخرج المثل من النعم أو قومه واشترى بقيمته طعاما وتصدق به أو صام عن كل مد يوما وإن كان الصيد مما لا مثل له أخرج بقيمته طعاما أو صام عن كل مد يوما. والخامس: الدم الواجب بالوطء وهو على الترتيب بدنة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فسبع من الغنم فإن لم يجدها قوم البدنة واشترى بقيمتها وتصدق به فإن لم يجد صام عن كل مد يوما. ولا يجزئه الهدي ولا الإطعام إلا بالحرم ويجزئه أن يصوم حيث شاء ولا يجوز قتل صيد الحرم ولا قطع شجره والمحل والمحرم في ذلك سواء.


Denda-denda yang wajib (dibayar ketika ada pelanggaran) di dalam ihram itu ada 5 (lima) macam: Pertama, Denda yang wajib (dibayar) karena meninggalkan kelakuan yang diperintahkan di dalam haji, yaitu secara urut ialah seekor domba. Jika tidak mendapatkannya, wajib berpuasa 10 hari, 3 hari di kerjakan di waktu haji dan 7 hari dikerjakan jika telah pulang ke keluarganya (telah sampai di rumah). 


Kedua, denda yang wajib (dibayar) karena bercukur rambut dan memakai wangi-wangian, yaitu boleh dipilih: seekor domba atau puasa 3 hari atau bersedekah 3 sha' (12 mud / 72 ons) makanan pokok kepada 6 orang miskin. 


Ketiga, Denda yang wajib (dibayar) karena terkepung (oleh musuh) atau terhalang (jalan melakukan haji karena begal). Maka boleh bagi orang yang ihram itu tahallul dan barus menghadiahkan seekor domba.


Keempat, Denda yang wajib (dibayar) karena membunuh binatang buruan, yaitu boleh dipilih: jika binatang buruan itu termasuk yang ada penyerupaannya (seperti kijang, penyerupaannya ialah kambing, maka wajiblah mengeluarkan binatang penyerupaannya atau (kalau tidak) memberi harganya dan membeli dengan harga tersebut makanan dan menyedekahkannya (kepada orang miskin); atau (kalau tidak) haruslah berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Dan jika binatang buruan itu termasuk yang tidak ada penyerupaannya, maka wajib mengeluarkan (menyedekahkan) makanan seharga binatang itu (kepada orang miskin) atau berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari.


Kelima, denda yang wajib (dibayar) karena hubungan intim, yaitu secara urut: seekor onta, jika tidak ada, maka (sebagai gantinya) seekor lembu. Jika tidak diperolehnya, maka (sebagai gantinya) 7 ekor kambing. Jika tidak ada, maka hendaklah memberi harga onta tersebut dan dengan harga itu hendaklah membeli makanan dan menyedekahkannya (kepada orang fakir atau miskin). Jika tidak diperolehnya juga, maka wajib berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Hadiah dan pemberian makanan itu tidak cukup dilakukan kecuali di Tanah Haram, sedangkan berpuasa tersebut cukup dilakukan di mana saja orang yang membayar denda itu menghendaki.


Tidak boleh orang membunuh binatang buruan Tanah Haram dan tidak boleh memotong pohon-pohonnya. Orang yang sudah tahallul dan orang yang tengah berihram dalam soal ini adalah sama.

"Empat Hal yang Menghalangi Kedekatan Diri kepada Allah.."

 KULTUM SUBUH,


Kamis, 15 Agustus 2024.

( 10 Safar 1446 Hijriyah)



"Empat Hal yang Menghalangi Kedekatan Diri kepada Allah.."


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 


 

 اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: 




Hadirin Rahimakumullah,

Mari bersama-sama kita memanjatkan puja dan puji serta syukur kita kepada Allah subhanahu wata'ala yang selalu memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga kita bisa melaksanakan ibadah dengan istiqomah. 


Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, kepada para sahabat, para tabiin, dan tabi’it tabiinnya hingga kepada kita semua selaku umatnya. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan hidayah untuk senantiasa mengikuti ajarannya dan kelak di akhirat mendapatkan syafaatnya.



Hadirin Rahimakumullah,

Rintangan selalu ada dalam setiap perjalanan. Termasuk perjalanan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Oleh sebab itu, seorang hamba atau yang penempuh jalan Allah hendaknya mengetahui apa saja rintangan yang menghalangi perjalanannya. Sebab, sebagaimana diketahui bahwa Allah itu dekat dengan hamba-Nya seperti yang diungkap dalam ayat:


وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ


Artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (Qur'an Surat. Al-Baqarah [2]: 186).


Hadirin Rahimakumullah ,

Dalam kaitan ini, Imam Al-Ghazali menyebutkan ada empat rintangan atau penghalang besar yang mengganggu kedekatan kita dengan Allah.


Pertama, dunia dan perhiasannya. Tak banyak disadari bahwa salah satu sandungan besar dalam perjalanan kita mendekat kepada Allah adalah dunia dan perhiasannya. Makanya kita harus berusaha meluruskan niat dan menyingkirkan godaan dunia dari hati kita.


Ini artinya, seorang penempuh jalan Allah atau siapa pun yang ingin dekat kepada-Nya bukan tidak boleh mencari dunia, bukan tidak boleh memiliki dunia, bukan tidak boleh mencintai dunia, tetapi ia tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan, tidak boleh membiarkan hati mengikuti keinginan dunia, tidak boleh membiarkan hati dikendalikan oleh dunia.


Silahkan saja mencintai dunia tetapi jangan sampai melupakan jalan Allah. Pasalnya, mencintai dunia sudah menjadi fitrah manusia sebagaimana yang telah diselipkan Allah dalam hati mereka. Demikian seperti yang tersirat dalam ayat Al-Quran:


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ


Artinya, “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik,” Qur'an Surat. Ali Imran [3]: 14).  


Dalam istilah Al-Ghazali, kita harus zuhud dan tajarrud terhadap dunia. Zuhud dan tajarrud itu memiliki dua tujuan: (1) agar istiqamah dalam ibadah (2) mencapai ketinggian nilai ibadah itu sendiri.    


Tingginya kualitas ibadah orang yang zuhud telah ditunjukkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya: “Dua rakaat orang alim dan zuhud hatinya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada ibadahnya orang-orang yang tidak zuhud hingga akhir masa selama-lamanya.”  


Hadirin Rahimakumullah,

Kedua, hal yang menghalangi kedekatan kita dengan Allah adalah makhluk. Yang dimaksud makhluk di sini secara spesifik adalah ciptaan-ciptaan Allah yang bernyawa dan berada di sekeliling kita, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Lebih spesifik lagi manusia di sekitar kita adalah anak, istri, keluarga, tetangga, teman, kolega, atasan, bawahan, termasuk hewan atau tanaman kesayangan. 


Disebutkan oleh Al-Ghazali, sesungguhnya makhluk setelah menyibukkan kita selanjutnya akan menghalangi kita dari ibadah, bahkan adakalanya menjerumuskan pada keburukan.  


Allah telah mengingatkan dalam Al-Quran:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka,” (Qur'an Surat. at-Taghabun [64]: 14). 


Maksudnya, bukan berarti seorang salik tidak boleh bergaul dengan makhluk, tetapi jangan sampai terganggu pengaruh buruk mereka. Alih-alih dipengaruhi mereka, seorang yang ingin mendekatkan diri pada Allah harus membawa mereka ke jalan Allah.


Ingatlah pengaruh orang yang ada di sekitar kita sangat besar. Makanya, harus lebih banyak bergaul dengan para shalihin, dengan guru-guru pembimbing, dan orang-orang yang berpengalaman terhubung dengan Allah. Sekiranya bergaul dengan makhluk akan membawa pengaruh buruk, maka kita hendaknya memilih uzlah atau menjauh dari mereka atau cukup bergaul seperlunya dengan mereka, seraya yakin tujuan dirinya adalah ingin sampai kepada Allah dan harus menyingkirkan rintangan-rintangannya, termasuk rintangan makhluk.


Namun demikian, mengurangi hubungan dengan makhluk bukan berarti kita memutus silaturahim dan berhenti menebar kebaikan dengan sesama, tetapi menyingkirkan segala pengaruh dan godaan yang datang dari arah mereka, menjauhi pergaulan yang tidak membawa dirinya semakin dekat dan semakin cinta kepada Allah. Kendati masih bergaul dengan makhluk, hati kita tidak tergantung dan tidak berharap pada makhluk.


Ketiga, penghalang kedekatan kita dengan Allah Subhanahu wata'ala adalah setan. Selaku hamba yang ingin dekat dengan Allah, kita jangan pernah memberi kesempatan kepada setan untuk menggoda, kita harus tetap memusuhi setan. Pasalnya, Allah sendiri menyatakan, setan itu musuh yang nyata bagi manusia dan senantiasa menyesatkan. Kendati tampak menuntun kepada kebaikan tapi akhirnya tetap menjerumuskan.


Al-Quran telah mengingatkan, “Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (Qur'an Surat. Yasin [36]: 60).


Yang perlu diwaspadai adalah tipu daya setan sangat halus dan lembut. Al-Ghazali mengutip pernyataan Yahya bin Mu’adz ar-Razi:


الشَّيْطَانُ فَارِغٌ وَأَنْتَ مَشْغُولٌ وَالشَّيْطَانُ يَرَاك وَأَنْتَ لَا تَرَاهُ وَأَنْتَ تَنْسَاهُ وَهُوَ لَا يَنْسَاك وَمِنْ نَفْسِك لِلشَّيْطَانِ أعَوْانٌ


Artinya: “Setan itu santai, sementara engkau sibuk. Setan itu melihatmu, sedangkan engkau tidak melihatnya. Engkau melupakannya, sedangkan setan tidak melupakanmu. Lagi pula, setan itu memiliki banyak penolong dalam menggodamu.”


Salah satu cara agar kita terhindar dari godaan setan adalah memperbanyak dzikir dan berlindung kepada Allah karena tipu daya setan masuk di saat manusia lengah dan lupa pada Allah. Jangan pernah mengikuti tipu daya dan langkah setan, sebab sekali saja mengikutinya akan terus mengikutinya.


اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ اَتْبَاعِ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ


Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari mengikuti langkah-langkah setan.”


Itulah salah satu doa yang dapat kita panjatkan agar terhindar dari godaan dan langkah tipu daya setan.


Hadirin Rahimakumullah 

Keempat, penghalang kedekatan kita dengan Allah adalah nafsu, terutama nafsu amarah yang selalu menyuruh kepada keburukan. Demikian seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:


اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ 


Artinya, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Qur'an Surat. Yusuf [12]: 53).


Dijelaskan Al-Ghazali mengapa nafsu merupakan rintangan yang paling sulit ditaklukkan karena musuh dan penjahat yang berada dalam diri sendiri. Bahayanya kadang tidak terlihat karena berada dalam satu rumah.


Terakhir, Al-Ghazali memberikan tiga cara memecahkan keinginan nafsu: (1) mengekang keinginan syahwat atau hal-hal yang diinginkan, (2) menahan beratnya beban ibadah, dan (3) selalu memohon pertolongan kepada Allah.


Mudah-mudahan, kita semua termasuk ke dalam hamba yang dapat mengendalikan nafsu, selalu berhati-hati dalam bergaul dengan makhluk, selamat dari godaan setan, dan tak terpedaya dengan godaan dunia, sehingga dapat mendekatkan diri 


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah ,

Demikianlah Kultum Subuh ini 

Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab kita untuk meningkatkan ibadah, ketaqwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan. 

Ko billahit taufik wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh.

💫🕌🕋🇮🇩

Monday, August 12, 2024

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN TERJEMAH FATHUL MUIN SHIFAT SHOLAT

 

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHIFAT SHOLAT


𝕡𝕒𝕣𝕥 2⃣



(وَ سُنَّ) فِي النِّيَّةِ (إِضَافَةٌ إِلَى اللهِ) (تَعَالَى)، خُرُوْجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهَا، وَ لِيَتَحَقَّقَ مَعْنَى الْإِخْلَاصِ. 


(Disunnahkan) di dalam niat (untuk menyandarkan lafazh Allah ta‘ālā)📝, (77) karena keluar dari perselisihan ‘ulamā’ yang mewajibkannya dan sekaligus sebagai ungkapan bentuk nyata makna keikhlasan.📚

----------------

📝أي يسن أن يسند ما نواه إلى الله تعالى، أي يلاحظ ذلك.

Artinya, disunnahkan untuk mengaitkan niatnya kepada Allah Ta'ala, yaitu memperhatikan hal tersebut.


وإنما لم تجب الإضافة لأنها في الواقع لا تكون إلا لله تعالى.


Namun, kaitan ini tidak diwajibkan karena pada hakikatnya niat itu memang hanya ditujukan kepada Allah Ta'ala.


📚ومراتبه ثلاث: 

عليا، وهي أن يعمل لله وحده امتثالا لأمره وقياما بحق عبوديته.


Dan tingkatan-tingkatannya IKHLAS ada tiga:


1⃣ **Tingkatan tertinggi**, yaitu seseorang beramal hanya untuk Allah semata, semata-mata untuk menaati perintah-Nya dan menunaikan hak penghambaan kepada-Nya.


ووسطى، وهي أن يعمل لثواب الآخرة.


2⃣ **Tingkatan pertengahan**, yaitu seseorang beramal dengan tujuan untuk memperoleh pahala di akhirat.


ودنيا، وهي أن يعمل للإكرام في الدنيا والسلامة من آفاتها.


3⃣ **Tingkatan terendah**, yaitu seseorang beramal dengan tujuan untuk mendapatkan penghormatan di dunia dan keselamatan dari bencana-bencananya.



وما عدا ذلك رياء وإن تفاوتت أفراده



Adapun selain dari itu adalah riya', meskipun tingkatannya berbeda-beda.


👈قال الغزالي: وعلامة الإخلاص أن يكون الخاطر يألف العمل في الخلوة كما يألفه في الملأ،


Imam Al-Ghazali berkata: "Tanda keikhlasan adalah ketika pikiran / gagasan / krentek cenderung melakukan amal di tempat tersembunyi sebagaimana ia ( yang punya gagasan ) melakukannya di hadapan banyak orang,


 ولا يكون حضور الغير هو السبب في حضور الخاطر، كما لا يكون حضور البهيمة سببا في ذلك.


 Dan kehadiran orang lain bukanlah alasan / sebab munculnya dorongan / gagasan untuk beramal, sebagaimana kehadiran seekor hewan bukanlah alasan untuk beramal .



فما دام يفرق في أحواله بين مشاهدة إنسان ومشاهدة بهيمة فهو خارج عن صفوة الإخلاص،

مدنس الباطن بالشرك الخفي من الرياء. 


Selama seseorang masih membedakan dalam perbuatanya antara kehadliran manusia dan kehadliran hewan, maka ia masih belum mencapai ( keluar ) dari puncak keikhlasan,

Dan hatinya masih tercemar oleh syirik tersembunyi berupa riya.


  وهذا الشرك أخفى في قلب ابن آدم من دبيب النملة السوداء في الليلة الظلماء على الصخرة الصماء.


 Syirik Riyak ini lebih tersembunyi dalam hati manusia daripada gerakan semut hitam di malam yang gelap gulita di atas batu yang keras."

 

وقد ورد في الإخلاص آيات كثيرة وأحاديث شهيرة، فمن الآيات قوله تعالى: * (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين)


Dalam pembahasan mengenai keikhlasan, terdapat banyak ayat Al-Qur'an dan hadis yang membahas tentangnya. Di antara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Ta'ala: *(Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam menjalankan agama).* 


 * ومن الأحاديث ما رواه الدارقطني: أخلصوا أعمالكم لله فإن الله لا يقبل إلا ما خلص له.


Dan di antara hadis-hadisnya adalah yang diriwayatkan oleh Ad-Daraqutni: *"Ikhlaskanlah amal-amal kalian hanya untuk Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali amal yang murni untuk-Nya."*


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

---------------


(وَ تَعَرُّضٌ لِأَدَاءٍ أَوْ قَضَاءٍ) وَ لَا يَجِبُ وَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ فَائِتَةٌ مُمَاثِلَةٌ لِلْمُؤَدَّاةِ، خِلَافًا لِمَا اعْتَمَدَهُ الْأَذْرَعِيُّ. 


 (Menyebutkan 💻lafazh ‘adā’ ataupun qadhā’), hukumnya tidak wajib walaupun baginya memiliki shalat yang telah terlewat waktunya yang menyamai dengan shalat yang dikerjakan, berbeda dengan pendapat yang menjadi pedoman Imām Adzra‘ī.📒

 ----------------

💻أي وسن تعرض لذلك، ولو في النفل، لتمتاز عن غيرها.

Disunnahkan Menyebutkan lafazh ‘adā’ ataupun qadhā’ walaupun dalam sholat sunnah, supaya berbeda dari lainya.


📒أي من وجوب التعرض إذا كان عليه فائتة مماثلة للمؤداة، لأجل التميز.


Dari Wajibnya menyatakan ADAAN ATAU QODLOAN adalah apabila seseorang mempunyai sholat QODLO yang serupa dengan shalat yang sedang dilakukan, agar dapat dibedakan antara ADAAN dan QODLO.


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

-----------------


وَ الْأَصَحُّ صِحَّةُ الْأَدَاءِ بِنِيَّةِ الْقَضَاءِ، وَ عَكْسُهُ إِنْ عُذِرَ بِنَحْوِ غَيْمٍ، وَ إِلَّا بَطُلَتْ قَطْعًا لِتَلَاعُبِهِ،


 Menurut pendapat yang ashaḥ shalat yang sedang dikerjakan sah diniati dengan qadha’,🔷 begitu pula sebaliknya📌, jika ada ‘udzur semacam mendung📗, dan bila tidak ada ‘udzur, maka shalat batal secara mutlak sebab mempermainkan shalat.

 ----------------

 🔷كأن قال: نويت أصلي فرض الظهر قضاء، ظانا خروج الوقت مثلا فتبين بعد الصلاة بقاؤه، فتصح صلاته وتقع أداء.


*"Misalnya seseorang berkata: 'Saya berniat untuk shalat dzuhur qadha,' dengan mengira waktu telah habis, kemudian setelah shalat ternyata waktunya masih ada, maka shalatnya sah dan dianggap sebagai shalat pada waktunya / ADAAN."*


📌(قوله: وعكسه) وهو صحة القضاء بنية الأداء، كأن قال: أصلي فرض الظهر أداء، ظانا بقاء الوقت فتبين خروجه، فتصح صلاته وتقع قضاء.


*(Perkataan Mushonef : 'dan sebaliknya') yaitu sahnya shalat qadha dengan niat shalat pada waktunya / Ada, An, seperti seseorang berkata: 'Saya shalat dzuhur sebagai shalat Ada An dengan mengira waktunya masih ada, kemudian ternyata waktu telah habis, maka shalatnya sah dan dianggap sebagai shalat qadha."**

*

📗كأن ظن خروج وقتها فنواها قضاء فتبين بقاؤه، أو ظن بقاءه فنواها أداء فتبين خروجه، فعلى كل تصح الصلاة.


*"Seperti jika seseorang mengira waktu shalat telah habis, lalu ia meniatkan shalat tersebut sebagai qadha, kemudian ternyata waktunya masih ada, atau ia mengira waktunya masih ada lalu meniatkannya sebagai shalat pada waktunya / ada an, kemudian ternyata waktunya telah habis, maka dalam kedua keadaan tersebut shalatnya tetap sah.*



ومثله ما إذا قصد المعنى اللغوي، إذ كل يطلق على الآخر لغة، تقول: قضيت الدين وأديته، بمعنى واحد.


*Demikian pula halnya jika seseorang berniat berdasarkan makna bahasa, karena dalam bahasa, kedua istilah tersebut dapat saling menggantikan. Misalnya, kamu bisa mengatakan: 'Saya telah melunasi dan menyelesaikan hutang,' dengan makna yang sama."*


👈قال في التحفة: وأخذ البارزي من هذا أن من مكث بمحل عشرين سنة يصلي الصبح لظنه دخول وقته ثم بان خطؤه، لم يلزمه إلا قضاء واحدة.


*"Disebutkan dalam kitab *At -Tuhfah* bahwa Al-Barizi mengambil kesimpulan dari hal ini bahwa jika seseorang tinggal di suatu tempat selama dua puluh tahun dan setiap hari dia shalat subuh karena mengira waktu subuh telah masuk, lalu kemudian diketahui bahwa dia salah, maka dia hanya diwajibkan mengganti (qadha) satu shalat saja.*


 لأن صلاة كل يوم تقع عما قبله إذ لا يشترط نية القضاء.


Ini karena setiap shalat yang dilakukan setiap hari dianggap menggantikan shalat subuh sebelumnya, karena niat qadha tidak disyaratkan."*


👉KENAPA HANYA SATU SHOLAT YG HARUS DI QODLO?


Karena setiap hari dia sholat shubuh walaupun tak SAH sebagai SHOLAT ADA AN , tapi SAH sebagai sholat QODLO dari sholat sebelumnya.


Karena dalam sholat qodlo tidak diwajibkan mengatakan QODLO AN.


 IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

 ----------------


 (وَ) تَعَرُّضٌ (لِاسْتِقْبَالٍ وَ عَدَدِ رَكَعَاتٍ) لِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَ التَّعَرُّضَ لَهُمَا.


 Sunnah pula menyebutkan (menghadap qiblat dan jumlah raka‘at), untuk keluar dari perbedaan✅ ‘ulamā’ yang mewajibkan penyebutan dua hal tersebut .

 

 ------------------

 ✅أي ولتمتاز عن غيرها بالنسبة لعدد الركعات.

 

"Dan supaya berbeda shalat ini dari sholat yang lainnya dengan jumlah rakaatnya.


فإن عين عددا أو أخطأ فيه عمدا بطلت لأنه نوى غير الواقع.


 Jika ia menetapkan jumlah Rokaat tertentu atau salah dalam menentukan jumlah rokaat dengan sengaja, maka shalatnya batal karena ia meniatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 130

NURUL ILMI

 ----------------


 (وَ) سُنّ (نُطْقٌ بِمَنَوِيٍّ) قَبْلَ التَّكْبِيْرِ، لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ، وَ خُرُوْجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ. 

 

 (mengucapkan hal yang diniatkan)👇 sebelum takbīr supaya lidah membantu terhadap hati💖, dan untuk keluar dari perselisihan ‘ulamā’ yang mewajibkannya. 

 -----------------

 👇أي ولا يجب، فلو نوى الظهر بقلبه وجرى على لسانه العصر لم يضر، إذ العبرة بما في القلب.

 

 "Dan tidak wajib (mengucapkan niat secara lisan), jadi jika seseorang berniat di dalam hati untuk shalat Dzuhur dan diucapkannya di lisan 'Ashar', itu tidak masalah, karena yang diperhitungkan adalah apa yang ada di dalam hati."

 

 💖أي ولأنه أبعد من الوسواس.

"Dan karena hal itu lebih jauh dari keraguan."


وقوله: وخروجا من خلاف من أوجبه أي النطق بالمنوي.

"Dan kalimat 'keluar dari

 perselisihan orang yang mewajibkan mengucapkan niat."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 130

NURUL ILMI

 ----------------

وَ لَوْ شَكَّ: هَلْ أَتَى بِكَمَالِ النَّيَّةِ أَوْ لَا؟ أَوْ هَلْ نَوَى ظُهْرًا أَوْ عَصْرًا؟ فَإِنْ ذَكَرَ بَعْدَ طُوْلِ زَمَانٍ، أَوْ بَعْدَ إِتْيَانِهِ بِرُكْنٍ وَ لَوْ قَوْلِيًا كَالْقِرَاءَةِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ، أَوْ قَبْلَهُما فَلَا.


Jika seorang yang shalat ragu, apakah telah berniat shalat Zhuhur atau ‘Ashar?, maka jika ia ingat setelah waktu yang lama atau setelah mengerjakan satu rukun – walaupun rukun qauli seperti membaca surat al-Fātiḥah – maka shalatnya batal. Atau ingat sebelum kedua hal tersebut, maka tidaklah batal.


{ Dalam hal keraguan niyat akan dijelaskan di bab hal hal yg membatalkan sholat }


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Sunday, August 11, 2024

Hukum melaksanakan sholat Jum’at di sekolah atau perkantoran

 *Hukum melaksanakan sholat Jum’at di sekolah atau perkantoran*


Jawaban : Tidak sah, jika siswa dari penduduk setempat (mustauthin) kurang dari 40 orang. Namun menurut madzhab Hanafiah, sholat jumatnya sah karena menurut mereka, mustauthin tidak menjadi syarat sahnya sholat jumat. 


referensi:


بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ : ١٣٣مكتبة دار الفكر

( مَسْأَلَةٌ ج ) اَلْمَذْهَبُ عَدَمُ صِحَّةِ الْجُمُعَةِ بِمَنْ لَمْ يَكْمُلْ فِيْهِمْ اَلْعَدَدُ وَاخْتَارَ بَعْضُ اْلأَصْحَابِ جَوَازَها بِأَقَلَّ مِنْ أَرْبَعِيْنَ تَقْلِيْداً لِلْقَائِلِ بِه وَالْخِلاَفُ فِيْ ذَلِكَ مُنْتَشِرٌ قَالَ ابْنُ حَجَرٍ الْعَسْقَلاَنِيُّ وَجُمْلَةُ مَا لِلْعُلَمَاءِ فِيْ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ قَوْلاً بِوَاحِدٍ نَقَلَهُ ابْنُ حَزْمٍ اِثْنَانِ كَالْجَمَاعَةِ قَالَهُ اَلنَّخَعِيُّ وَأَهْلُ الظَّاهِرِ ثَلاَثَةٌ قَالَهُ أَبُوْ يُوْسُفَ وَمُحَمَّدً وَحُكِيَ عَنِ اْلأَوْزَاعِيِّ وَأَبِيْ نَصْرٍ أَرْبَعَةٌ قَالَهُ أَبُوْ حَنِيْفَةَ وَحُكِيَ عَنِ اْلأَوْزَاعِيِّ أَيْضاً وَأَبِيْ ثَوْرٍ وَاخْتَارَهُ اَلْمُزَنِيُّ وَحَكَاهُ عَنِ الثَّوْريِّ وَاللَّيْثِ وَإِلَيْهِ مَالَ أَكْثَرُ أَصْحَابِنَا فَإِنَّهُمْ كَثِيْراً مَايَقُوْلُوْنَ بِتَقْلِيْدِ أَبِي حَنِيْفَةَ فَي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ قَالَ اَلسُّيُوْطِيُّ وَهُوَ اِخْتِيَّارِيْ إِذْ هُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ قَامَ اَلدَّلِيْلُ عَلَى تَرْجِيْحِهِ عَلَى اْلقَوْلِ اَلثَّانِيْ سَبْعَةً حُكِيَ عَنْ عِكْرِمَة تِسْعَةٌ عَنْ رُبَيْعَة اِثْنَا عَشَرَ عَنِ الْمُتَوَلِّي وَالْمَاوَرْدِيِّ وَالزُّهْرِيِّ وَمُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ ثَلاَثةَ عَشَرَ عَنْ إِسْحَاق عِشْرُوْنَ عَنْ مَالِك ثَلاَثُوْنَ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِك أَيْضاً أَرْبَعُوْنَ بِاْلإِمَامِ وَهُوَ الصَّحِيْحُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ أَرْبَعُوْنَ غَيْرَ اْلإِمَامِ رُوِيَ عَنِ الشَّافِعِي أَيْضاً وَبِهِ قَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ خَمْسُوْنَ قَالَهُ أَحْمَدُ ثَمَانُوْنَ حَكَاهُ الْمَاوَرْدِيُّ جَمْعٌ كَثِيْرُوْنَ بِغَيْرِ قَيْدٍ وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ مِنْ مَذْهَبِ مَاِلكٍ أَنَّهُ لاَ يُشْتَرَطُ عَدَدٌ مُعًيَّنٌ بَلِ الشَّرْطُ جَمَاعَةٌ تَسْكُنُ بِهِمْ قَرْيَةٌ وَيَقَعُ بَيْنَهُمُ الْبَيْعُ وَلاَ تَنْعَقِدُ بِالثَّلاَثَةِ وَلَعَلَّ هَذَا هُوَ أَرْجَحُ الْمَذَاهِبِ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلِ وَاعْلَمْ أَنَّ السُّيُوْطِيَّ وَغَيْرَهُ مِنَ الْعُلَمَاءِ قَالُوْا لَمْ يَثْبُتْ فِي الْجُمُعَةِ شَيْءٌ مِنَ اْلأَحَادِيْثِ بِتَعْيِيْنِ عَدَدٍ مَخْصُوْصٍ وَإِذَا كَانَ اْلأَمْرُ كَذَلِكَ مَعَ إِجْمَاعِ اْلأُمَّةِ عَلَى أَنَّ الْجُمُعَةِ مِنْ فُرُوْضِ اْلأَعيَانِ فَالَّذِيْ يَظْهُرُ وَنَخْتَارُ أَنَّهُ مَتَى اجْتَمَعَ فِي قَرْيَةٍ عَدَدٌ نَاقِصٌ وَلَمْ يُمْكِنْهُمُ الذِّهَابُ إِلَى مَحَلِّ الْكَامِلِةِ أَوْ أَمْكَنَهُمْ بِمَشَقَّةٍ وَجَبَ عَلَيْهِمْ فِي اْلأُوْلَى وَجَازَ فِي الثَّانِيَّةِ أَنْ يُقِيْمُوْا بِمَحَلِّهِمْ الْجُمُعَةِ وَقَدِ اخْتَارَ هَذَا وَعَمَلَ بِهِ الْعَلاَّمَةُ أَحْمَدُ بْنُ زَيْدٍ الْحَبَشِيِّ نَعَمْ إِنْ أَمْكَنَ فِعْلُهَا آخِرَ الْوَقْتِ بِاْلأَرْبَعِيْنَ بِحَيْثُ يَسَعُ الْخُطْبَةَ وَالصَّلاَةَ وَجَبَ اْلتَّأْخِيْرُ لَكِنْ يَجِبُ عَلَى ذِيْ القُدْرِةِ زَجْرُهُمْ عَنِ تَأْخِيْرِهَا إِلَى هَذَا الْحَدِّ كَمَا يَجِبُ عَنْ تَعْطِيْلِهَا وَتَعْزِيْرِهِمْ بِنَحْوِ حَبْسٍ وَضَرْبٍ إِذِ التَّأْخِيْرُ الْمَذْكُوْرُ مُشْعِرٌ بِتَسَاهُلِهِمْ بِأُمُوْرِ الدِّيْنِ بَلْ مُؤَدٍّ إِلَى خُرُوْجِ الْوَقْتِ اهـ وَفِيْ ك مِثْلُهُ فِي تَعَدُّدِ اْلأَقْوَالِ إِلاَّ اْلأَوَّلَ فَإِنَّهُ قَالَ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْعَدَدِ عَلَى أَرْبَعَةَ عَشَرَ قَوْلاً بَعْدَ إِجْمَاعِهِمْ عَلَى أَنَّهْ لاَ بُدَّ مِنْ عَدَدٍ وَهُوَ اِثْنَانِ إِلَى آخ…


شرح الياقوت النفيس ص : ٢٣٥

تجب الجمعة علي كل بالغ عاقل مستوطن صحيح حرّ ذكر ,  فمن تجمعت فيه هـذه الشروط وجبت عليه وتصح منه وتنعقد به , ومعني ( وتنعقد به) اي انه يحسب من الاربعين .وهـناك فرق بين مستوطن ومقيم : فالمستوطن : هـوالذي يعتبر البلد الذي هو فيه وطنه, لايسافر منها لاصيفا ولاشتاء الا لحاجة, دائم الاقامة بها, ولم يحدث نفسه بفرقها امّاالمقيم : فهوالذي نزل بها ولم ينوي الاستيطان كطالب العلم او التاجر .    فمن نزل ببلد واقام فيها اربعة ايّام فأكثر – غيريومي الدخول والخروج – وجبت عليه الجمعة, ولاتنعقد به .وكنّا نستشكل ذلك باالنسبة للمقيمين بجدّة, تجد كثيرا من المساجد مليئة بالمقيمين يوم الجمعة, وليس بينهم من المستوطنين الّا قلة, فروجعت المسألة, ووجدنا بعض الاقوال القويّة الّتي تقول بإنعقد الجمعة بالمقيمين, وهـذه الاقوال تحمل الناس اليوم .وجاء في (المهذب) : ( وهل تنعقد بمقيمن غير مستوطنين ؟ فيه وجهاني : قال ابو علي ابن ابي هريرة : تنعقد بهم, لانّهم تلزمهم الجمعة, فانعقدت بهم كالمستوطنين, وقال ابو اسحاق : لاتنعقد, لان النبي ص.م. خرج الي عرفات, وكان معه اهل مكة, وهم في ذلك الموقع مقيمون غيرمستوطنين, فلوانعقدت بهم الجمعة . . لأقامها ) اهـ


قرة العين بفتاوى إسماعيل الزين صحـ : ٨١

( سُؤَالٌ ) هَلْ يَجُوْزُ أَنْ يُكَمَّلَ اَلْمُجْمِعُوْنَ أَرْبَعِيْنَ بِالطَّالِبِ اَلْمُتَفَقِّهِ أَيْ وَهُوَ مُقِيْمٌ فِى غَيْرِ بَلَدَتِهِ عِنْدَ إِمَامِنَا الشَّافِعِيِّ أَوْلاَ ( اَلْجَوَابُ ) لاَ يَجُوْزُ أَنْ يُكَمَّلَ بِهِ عَدَدُ اْلأَرْبَعِيْنَ لِكَوْنِ شَرْطِ اْلأَرْبَعِيْنَ أَنْ يَكُوْنُوْا كُلُّهُمْ مُسْتَوْطِنِيْنَ فَلاَ يَكُمَّلُوْنَ بِالْمُقِيْمِيْنَ اَلَّذِيْنَ يَنْوُوْنَ اَلرُّجُوْعَ إِلَى أَوْطَانِهِمْ وَإنْ كَانَتِ الْجُمُعَةُ تَجِبُ عَلَى اَلْمُقِيْمِيْنَ اَلْمَذْكُوْرِيْنَ لَكِنَّهَا لاَ تَنْعَقِدُ بِهِمْ وَاللهُ أَعْلَمُ وَهَذَا مَا ذَهَبَ اِلَيْهِ جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَذَهَبَ اْلأَحْنَافُ إلَى صِحَّةِ إِقَامَةِ الْجُمُعَةِ بِالْمُقِيْمِيْنَ اَلْمُسَافِرِيْنَ ِلأَنَّ اْلإسْتِيْطَانَ لَيْسَ شَرْطًا عِنْدَهُمْ وَاَللهُ أَعْلَمُ اهـ


الموسوعة الفقهية (٢/٥.٨٧، بترقيم الشاملة آليا)

ثانياً : أحكام السّفر لغير التّخفيف  أ – حكم انعقاد الجمعة بالمسافرذهب جمهور الفقهاء – المالكيّة والشّافعيّة والحنابلة – إلى أنّ من شروط صحّة صلاة الجمعة الاستيطان ، فلا تصحّ الجمعة بالمسافر ولا تنعقد به ، أي لا يكمل به نصابها.وذهب الحنفيّة إلى انعقاد الجمعة بالمسافر.وتفصيل ذلك في مصطلح ‘ صلاة الجمعة ‘.


تحفة المحتاج في شرح المنهاج (٨/١٨٦)

( مستوطنا ) بمحل إقامتها فلا تنعقد بمن يلزمه حضورها من غير المستوطنين لأنه صلى الله عليه وسلم لم يقم الجمعة بعرفة في حجة الوداع مع عزمه على الإقامة أياما وفيه نظر فإنه كان مسافرا إذ لم يقم بمحل أربعة أيام صحاح وعرفة لا أبنية بها فليست دار إقامة إلا أن يجاب بأنه لا مانع أن يكون عدم فعله الجمعة لأسباب منها عدم أبنية ومستوطن ثم ومر أول باب صلاة المسافر أن من توطن خارج السور لا تنعقد به الجمعة داخله وعكسه ؛ لأنه أعنى السور يجعلهما كبلدتين منفصلتين وأفتى شارح فيمن لزمته ففاتته وأمكنه إدراكها في بلده لجواز تعددها فيه أو في بلد أخرى بأنها تلزمه ولم تجزئه الظهر ما دام قادرا عليها ، ثم انتهى وما قاله في بلده واضح وفي غيرها إنما يتجه إن سمع النداء منها ؛ لأن غايته أنه بعد يأسه من الجمعة ببلده كمن لا جمعة ببلده وهو إنما يلزمه بغيرها إن سمع نداءها بشروطه والمستوطن هنا هو من .


الفقه الإسلامي وأدلته (٢/٤٣٤)

 الجماعة:الجماعة شرط، لما رواه أبو داود: «الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة..» وانعقد الإجماع على ذلك. وأقل الجماعة عند أبي حنيفة ومحمد في الأصح: ثلاثة رجال سوى الإمام، ولو كانوا مسافرين أو مرضى؛ لأن أقل الجمع الصحيح إنما هو الثلاث، والجماعة شرط مستقل في الجمعة، لقوله تعالى: {فاسعوا إلى ذكر الله } [الجمعة:9/٦٢] والجمعة مشتقة من الجماعة، ولا بد لهم من مذكر وهو الخطيب. فإن تركوا الإمام أو نفروا بعد التحريمة قبل السجود، فسدت الجمعة، وصليت الظهر. وإن عادوا وأدركوا الإمام راكعاً، أو بقي ثلاثة رجال يصلون مع الإمام. أو نفروا بعد الخطبة وصلى الإمام بآخرين، صحت الجمعة، فوجود الجماعة: شرط انعقاد الأداء، لا شرط دوام وبقاء إلى آخر الصلاة، ولا يتحقق الأداء إلا بوجود تمام الأركان وهي القيام والقراءة والركوع والسجود، فلو نفروا بعد التحريمة قبل السجود فسدت الجمعة، ويستقبل


المجمع شرح المهذب  الجزء:۵   ص:٤۷۵

قال المصنف – رحم الله تعالى – : ولاتصح الجمعة إلا بأربعين نفسا . لما روى جابر – رضى الله عنه – قال (مضت السنة أن في كل سلاسة إماما, وفي كل اربعين فما فوق ذلك جمعة وأضحى وفطرا ) ومن شرط العدد أن يكونوا رجالا أحرارا عقلاء مقيمين في الموضع , فأما النساء والعبيد والمسافرون فلاتنعقد بهم الجمعة . لأنه لاتجب عليهم الجمعة, فلا تنعقد بهم كالصبيان, وهل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين ؟ فيه وجهان : قال أبو علي بن أبو هريرة : تنعقد بهم . لأنه تلزمهم الجمعة فانعقدت بهم كالمستوطنين. قال أبوإسحاق : لاتنعقد بهم لأن النبي صلى الله عليه وسلم خرج إلى عرفات وكان معه أهل مكة , وهم في ذلك الموضع مقيمون غير مستوطنين . فلو انعقدت بهم الجمعة لأقامها.

Friday, August 9, 2024

STATUS HUKUM KESUCIAN AIR DALAM EMBER YANG DIALIRI AIR KERAN

 


*5488. STATUS HUKUM KESUCIAN AIR DALAM EMBER YANG DIALIRI AIR KERAN*


PERTANYAAN :


Assalamu’alaikum. Para yai, Maaf sebelumnya kalau kurang sopan, karena belum juga dapat pencerahan. Saya ingin menanyakan masalah air, ketika kita wudu di ember yang mana ember tersebut menjadi bak untuk air yang selalu mengocor dari keran, ketika kita wudu dengan langsung mencemplungkan tangan dan kaki kita ke ember apakah kedudukan air menjadi musta'mal ? Sedangkan air terus mengalir keember tersebut Terimakasih sebelumnya pak yai, kalo boleh pingin dikasih referensinya [Gus Zein].


JAWABAN :


Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh. Musyawirin di grup Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (PISS-KTB) berhasil mencapai kesepakatan dengan beberapa tafshil yakni :


A. Menurut pendapat jumhur ulama Syafi’iyyah :


1. Jika air yang mengalir sedikit (kurang dari dua kullah) maka air sedikit yang di bawahnya (dalam hal ini air di ember) tetap dihukumi sebagai rookid artinya tetap dihukumi sebagai air sedikit yang diam, walaupun airnya meluber, dan bisa menjadi najis / musta’mal dengan sebab kemasukan najis atau dipakai bersuci dengan syarat syaratnya sesuai syarat syarat air sedikit menjadi najis / musta’mal.


2. Air sungai yang mengalir sedang (tidak kencang) hukumnya sama dengan rookid , dan mengikuti hukum asalnya baik itu sedikit maupun banyak, jika sedikit mengikuti hukum air sedikit, jika banyak mengikuti hukum air banyak.


3. Jika air yang mengalir banyak (lebih dari dua kullah) maka yang dialirinya bisa dihukumi sebagai jaari baik itu sedikit atau banyak, sesuai syarat syarat jaari yakni air yang masuk bisa menghanyutkan / menggantikan air yang di dalam, dan hanya bisa menjadi najis jika salah satu atau lebih dari tiga sifat air itu berubah.


B. Menurut pendapat Al-Ghozali tidak najis dan musta'mal secara mutlak, baik aliran airnya lemah atau kuat


C. Pendapat dalam qaul qodim menyatakan air yang mengalir tidak bisa najis kecuali berubah.


E. Dihukumi suci. Pendapat ini didukung oleh kalangan banyak ulama' diataranya Imam Al-Haromain dan pengarang kitab At-Tahdzib.


REFERENSI :


روضة الطالبين ج ١ ص ٢٦ ـ ٢٧


فصل في الماء الجاري


هو ضربان: ماء الأنهار المعتدلة، وماء [الأنهار] العظيمة، أما الأول: فالنجاسة الواقعة فيه مائعة وجامدة، والمائعة: مغيرة وغيرها. فالمغيرة: تنجس المتغير. وحكم غيره معه كحكمه مع النجاسة الجامدة. وغير المغيرة: إن كان عدم التغير للموافقة في الأوصاف، فحكمه ما سبق في الراكد. إن كان لقلة النجاسة وامحاقها فيه، فظاهر المذهب، وقول الجمهور: أنه كالراكد. وإن كان قليلا ينجس. وإن كان كثيرا فلا. وقال الغزالي: هو طاهر مطلقا، وفي القديم: لا ينجس الجاري إلا بالتغير


قلت: واختار جماعة الطهارة، منهم إمام الحرمين، وصاحب (التهذيب) . والله أعلم. 


وأما النجاسة الجامدة، كالميتة، فإن غيرت الماء، نجسته، وإن لم تغيره، فتارة تقف، وتارة تجري مع الماء، فإن جرت جرية، فما قبلها وما بعدها طاهران. وما على يمينها وشمالها وفوقها وتحتها، إن كان قليلا، فنجس، وإن كان قلتين، فقيل: طاهر، وقيل: على قولي التباعد


وإن وقفت النجاسة، وجرى الماء عليها، فحكمه حكم الجارية، ويزيد هاهنا أن الجاري على النجاسة وهو قليل، ينجس بملاقاتها، ولا يجوز استعماله إلا أن يجتمع في موضع قلتان منه، وفيه وجه أنه إذا تباعد واغترف من موضع بينه وبين النجاسة قلتان، جاز استعماله، والصحيح الأول. وعليه يقال: ماء هو ألف قلة، نجس بلا تغير، فهذه صورته. 


أما النهر العظيم، فلا يجتنب فيه شيء، ولا حريم النجاسة، ولا يجيء فيه الخلاف في التباعد عما حوالي النجاسة. وفيه وجه شاذ أنه يجزئ، ووجه أنه يجب اجتناب الحريم خاصة، وبه قطع الغزالي، وطرده في حريم الراكد أيضا.


والمذهب: القطع بأنه لا يجب اجتناب الحريم في الجاري، ولا في الراكد. ثم العظيم: ما أمكن التباعد فيه عن جوانب النجاسة كلها بقلتين. والمعتدل: ما لا يمكن ذلك فيه. ومن المعتدل: النهر الذي بين حافتيه قلتان فقط.


وقال إمام الحرمين: المعتدل: ما يمكن تغيره بالنجاسات المعتادة. والعظيم: ما لا يمكن تغيره بها. وأما الحريم: فما ينسب إلى النجاسة  بتحريكه إياها، وانعطافه عليها، والتفافه بها.


محل الشاهد : 


فظاهر المذهب، وقول الجمهور: أنه كالراكد. وإن كان قليلا ينجس. وإن كان كثيرا فلا. وقال الغزالي: هو طاهر مطلقا، وفي القديم: لا ينجس الجاري إلا بالتغير. قلت: واختار جماعة الطهارة، منهم إمام الحرمين، وصاحب (التهذيب) . والله أعلم.


أسنى المطالب في شرح روض الطالب ج ١ ص ١٧ 


وَلَوْ كَانَ فِي، وَسَطِ النَّهْرِ حُفْرَةٌ قَالَ صَاحِبُ التَّقْرِيبِ نَقْلًا عَنْ النَّصِّ لَهَا حُكْمُ الرَّاكِدِ، وَإِنْ جَرَى الْمَاءُ فَوْقَهَا قَالَ الْغَزَالِيُّ، وَالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ إنْ كَانَ الْجَارِي يَغْلِبُ مَاءَهَا، وَيُبَدِّلُهُ فَلَهُ حُكْمُ الْجَارِي أَيْضًا، وَإِنْ كَانَ يَلْبَثُ فِيهَا قَلِيلًا ثُمَّ يُزَايِلُهَا فَلَهُ فِي وَقْتِ اللُّبْثِ حُكْمُ الرَّاكِدِ، وَكَذَا إنْ كَانَ لَا يَلْبَثُ، وَلَكِنْ تَتَثَاقَلُ حَرَكَتُهُ فَلَهُ فِي وَقْتِ التَّثَاقُلِ حُكْمُ الْمَاءِ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ ارْتِفَاعٌ. 


Wallaahu A‘lam. [ Mujaawib: Sae Nopo Sae, Fakhrur Rozy Akhid, Abdur Rofik Maksudi, أحمد علوى, Abdul Qodir Shodiqi, DLL]. 


Baca juga artikel terkait : 1384. HUKUM AIR YANG TERKENA PERCIKAN AIR MUSTA'MAL


Link Diskusi : 


web.fb.com/groups/piss.ktb/1904349879587811


www.fb.com/notes/1977333588956106


____________

Dari Aplikasi: Ustadz MenjawabAndroid

Download: 

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.zam.webpissktb

Thursday, August 8, 2024

TERJEMAH KITAB NIHAYATUZZAEN BAB SHOLAT (PART 5)

TERJEMAH KITAB NIHAYATUZZAEN

BAB SHOLAT 

PART 5



وَمِنْهَا فَاقِد الطهُورَيْنِ إِذا صلى لحُرْمَة الْوَقْت , ثمَّ وجد خَارج الْوَقْت تُرَابا لَا يسْقط بِهِ الْفَرْض , 


✅"Di antara BEBERAPA MASALAH ( yang tidak di haruskan segera qodlo sholat) adalah 

🔷orang yang tidak memiliki dua alat bersuci ( AIR DAN DEBU ) yang telah shalat karena menghormati waktu (لحرمة الوقت), kemudian menemukan DEBU di luar waktu sholatnya, maka hal itu tidak menggugurkan kewajibannya SHOLAT ( wajib QODLO ).


 كَأَن كَانَ بِمحل يغلب فِيهِ وجود المَاء فَلَا يقْضِي بِهِ إِذْ لَا فَائِدَة فِيهِ. 


 Misalnya, jika ia ( فاقد الطهورين ) berada di tempat yang biasanya tersedia air, maka ia tidak harus SEGERA MENGQODLO SHOLAT dengan MENEMUKAN AIR karena tidak ada faidahnya"

 

 👉WAJIB MENDAHULUKAN SHOLAT ADA AN, dari pada sholat QODLO karena menemukan alat sesuci { air }diluar waktu sholat.👈


وَمِنْهَا مَا إِذا وجد غريقا يجب إنقاذه فَيحرم اشْتِغَاله بِالْقضَاءِ ,ۢ ويبادر بفائت اسْتِحْبَابا مسارعة لبراءة ذمَّته إِن فَاتَ بِعُذْر ,


✅"Di antara BEBERAPA MASALAH ( yang tidak di haruskan segera qodlo sholat) adalah :

🔷 jika ia menemukan seseorang yang tenggelam dan maka wajib menyelamatkan orang tenggelam terlebih dulu, maka HARAM baginya untuk sibuk dengan SEGERA MENGQODLO SHOLAT. { 𝑞𝑜𝑑𝑙𝑜𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑜𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑙𝑎𝑚 }


ويبادر بفائت اسْتِحْبَابا مسارعة لبراءة ذمَّته إِن فَاتَ بِعُذْر ,


Ia harus segera menunaikan shalat yang terlewat sebagai ANJURAN /SUNNAH untuk membebaskan kewajibannya jika shalat tersebut terlewat karena UDZUR.


TERMASUK UDZUR SHOLAT ADALAH TIDUR 


فَإِن وجوب قَضَائِهِ على التَّرَاخِي والعذر كنوم لم يَتَعَدَّ بِهِ, بِأَن كَانَ قبل دُخُول الْوَقْت أَو فِيهِ ووثق بيقظته قبل خُرُوجه بِحَيْثُ يدْرك الصَّلَاة فِيهِ,


 Maka sesungguhnya kewajiban qadha shalatnya boleh di UNDUR ( tidak harus segera ), dan karena UDZUR seperti TIDUR yang TIDAK SEMBRONO / yang tidak dibuat buat 

 seperti :

 🔷TIDUR sebelum masuknya waktu sholat.

 🔷 atau tidur didalam waktu sholat dan ia yakin akan bangun sebelum waktu shalat berakhir sehingga ia dapat menunaikan shalat dalam waktu tersebut,"


  فَإِن كَانَ مُتَعَدِّيا بِهِ : كَأَن نَام بعد دُخُوله وَلم يَثِق بيقظته فِيهِ وَجب الْقَضَاء فَوْرًا ,

  

"Maka jika TIDURNYA TIDUR SEMBRONO seperti :

🔷 Tidur setelah masuk waktu shalat dan tidak yakin akan bangun tepat waktu, maka wajib untuk mengqadha shalat tersebut DENGAN SEGERA.

----------------

👉Jika seseorang tidur dengan melampaui batasan yang dibenarkan (muta'addi), misalnya setelah memasuki waktu shalat dan dia tidur tanpa memastikan bahwa dia akan bangun tepat waktu untuk melaksanakan shalat, maka dalam hal ini, dia wajib mengqadha (mengganti) shalat yang terlewat segera setelah dia bangun.👈

----------------


 وَحَيْثُ لم يكن مُتَعَدِّيا بِالنَّوْمِ واستيقظ من نَومه وَقد بَقِي من وَقت الْفَرِيضَة مَا لَا يسع إِلَّا الْوضُوء أَو بعضه فَحكمه حكم مَا فَاتَهُ بِعُذْر فَلَا يجب قَضَاؤُهَا فَوْرًا.

  

Namun jika ia TIDAK SEMBRONO DENGAN TIDUR , dan terbangun dari tidurnya ,dan tersisa waktu untuk shalat yang tidak cukup untuk melakukan seluruh wudhu atau sebagian wudhu, maka hukum shalatnya seperti hukum yang tertinggal karena UDZUR. Dalam hal ini, tidak wajib untuk mengqadha shalat tersebut segera."


TERMASUK UDZUR SHOLAT


وَمن الْأَعْذَار نِسْيَان لم ينشأ عَن تَقْصِير, فَإِن كَانَ عَن تَقْصِير كاشتغال بلعب فَلَيْسَ عذرا.  


"Di antara UDZUR adalah 

🔷LUPA yang tidak disebabkan oleh kelalaian. Namun, jika LUPA tersebut disebabkan oleh kelalaian seperti terlalu sibuk bermain, maka itu BUKANLAH UDZUR.


واشتغال بِمَا يلْزمه تَقْدِيمه على الصَّلَاة كدفع صائل , وتقضي الْجُمُعَة ظهرا


TERMASUK UDZUR adalah 

🔷 jika seseorang sibuk dengan sesuatu yang seharusnya didahulukan sebelum shalat, seperti menghadapi ancaman orang berbuat jahat atau ,

 melakukan shalat Jumat yang harus diganti /DIQODLO dengan shalat Dzuhur,


والله اعلم بالصواب


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Wednesday, August 7, 2024

HUKUM MENGUBAH NAMA KETIKA AKAD NIKAH

 HUKUM MENGUBAH NAMA KETIKA AKAD NIKAH

 



JAWABAN :

Hukumnya sah, mengubah nama sewaktu menikah. Kalau diberi isyaroh atau diniati bahwa anda akan dinikahkan dengan wanita ini, meskipun namanya dirubah maka sah saja.


*بغية المسترشدين ص ٢٠٠*

(مسألة: ش): غيرت اسمها ونسبها عند استئذانها في النكاح فزوّجها القاضي بذلك الاسم، ثم ظهر أن اسمها ونسبها غير ما ذكرته، فإن أشار إليها حال العقد بأن قال: زوّجتك هذه أو نوياها به صح النكاح سواء كان تغيير الاسم عمداً أو سهواً منه أو منها، إذ المدار على قصد الولي ولو قاضياً والزوج كما لو قال: زوّجتك هنداً ونويا دعداً عملا بنيتهما


Masalah :Ada seorang wanita dirubah namanya dan nasabnya dengan seizin wanita tersebut ketika menikah, lalu qodli menikahkan dia dengan nama itu, kemudian ketahuan bahwa nama dan nasabnya lain.

Jawab : Jika qodli memberi isyarah (dengan menunjuk, dsb) ketika aqad nikah, seperti : "Aku nikahkan kamu dengan wanita ini" , atau jika calon suami dan qodli melaksanakan akad nikah dengan diniati kepada wanita tersebut maka sah nikahnya, baik itu dengan sengaja ataupun tidak dalam merubah nama. Karena yang dihitung mempengaruhi sah ataupun tidaknya nikah adalah maksud dari zauj dan wali (walaupun itu qodli), seperti halnya aeorang wali / qodli berkata : "Aku nikahkan kamu dengan Hindun" namun wali berniat Da'dun maka yang sah adalah pernikahannya dengan Da'dun karena sesuai dengan niatnya wali dan zauj.


*اعانة الطالبين ج ٣ ص ٢٨٠ - ٢٨١*

قوله: وتعيين) بالرفع عطف على خلو، أي وشرط تعيين للزوجة بما يذكره حاصل من وليها (قوله: فزوجتك إحدى بناتي باطل) أي ما لم ينويا معينة، وإلا فلا يبطل، لما تقدم أن الكناية في المعقود عليه تصح (قوله: ولو مع الاشارة) أي للبنات اللاتي المزوجة إحداهن، بأن قال زوجتك إحدى بناتي هؤلاء أو إحدى هؤلاء البنات فإنه باطل للجهل يعين المزوجة، لا للمزوجة التي هي إحدى البنات، وإلا لنافى قوله بعد ويكفي التعيين بوصف أو إشارة. تأمل (قوله: ويكفي التعيين بوصف) ليس المراد به الوصف الاصطلاحي، وهو ما دل على معنى وذات: كقائم وضارب، بل المراد به المعنى القائم بغيره، سواء دل على ذات قائم بها ذلك المعنى أم لا، فهو أعم من الاصطلاحي (قوله: كزوجتك بنتي) تمثيل للتعيين بالوصف، ومثله الذي بعده (قوله: وليس له غيرها) قيد لا بد منه، فلو كان له بنت غيرها لا يكون قوله بنتي تعيينا فيكون باطلا (قوله: أو التي في الدار) أي أو قال زوجتك التي في الدار. وقوله وليس فيه، أي في الدار غيرها أي غير بنته، وهو قيد أيضا. فلو كان في الدار بنت أخرى غير بنته وقال زوجتك التي في الدار لا يكون تعيينا فيكون باطلا للابهام (قوله: أو هذه) أي أو قال زوجتك هذه وهي حاضرة (قوله: وإن سماها) أي المعينة بما ذكر، وهو غاية للاكتفاء بالتعيين بما ذكر: أي يكفي التعيين بما ذكر وإن سماها بغير اسمها، كأن قال زوجتك بنتي مريم والحال أن اسمها خديجة، أو قال زوجتك عائشة التي في الدار والحال أن اسمها فاطمة، أو قال زوجتك فاطمة هذه والحال أن اسمها زينب مثلا. وإنما اكتفى بالتعيين بما ذكر مع تغيير الاسم لان كلا من البنتية والكينونة في الدار في المثالين الاولين وصف مميز، فاعتبر ولغا الاسم، ولان العبرة بالاشارة في الثالث، لا بالاسم، فكان كالعدم (قوله: بخلاف زوجتك فاطمة) أي بخلاف التعيين بالاسم فقط: كزوجتك فاطمة من غير أن تقول بنتي، فلا يكفي لكثرة الفواطم، وإن كان هذا الاسم هو اسمها في الواقع. وقوله إلا إن نوياها، أي نوى العاقدان بفاطمة بنته فيكفي عملا بما نوياه.

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes