BREAKING NEWS

Watsapp

Monday, August 19, 2024

TERJEMAH KITAB KHOZINATUL ASROR JALILATUL ADZKAR PART 10

TERJEMAH KITAB 

KHOZINATUL ASROR JALILATUL ADZKAR


PART 10



باب الأحاديث الصحيحة الواردة وأقوال الأئمة

في بيان كيفية الوحي بين الله تعالى ورسوله

وبيان نزول القرآن وحقيقة أسراره


*"Bab tentang hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dan perkataan para imam dalam menjelaskan bagaimana wahyu antara Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, serta penjelasan tentang turunnya Al-Qur'an dan hakikat rahasia-rahasia ALQUR'AN"*


قال الشيخ شهاب الدين رحمه الله تعالى في تفسيره للمحققين في إنزال القرآن قولان .


"Syekh Syihabuddin رحمه الله تعالى berkata dalam tafsirnya untuk para peneliti bahwa ada dua pendapat tentang penurunan Al-Qur'an.


🔷 الأول :

ان مجموع القرآن أنزل من اللوح المحفوظ إلى ملك السماء الدنيا وهو العقل الفعال في دفعة واحدة في ليلة القدر.


 🔷 *"Pertama: Bahwa keseluruhan Al-Qur'an diturunkan dari Lauh Mahfuzh kepada malaikat di langit dunia, yaitu akal yang aktif / efektif, dalam satu kali penurunan pada malam Lailatul Qadr."*

 

🔷{ و الثاني } : انه من اللوح إلى العقل في دفعة واحدة مقدار ما ينزل في سنة واحدة بحسب المصالح.


*🔷"Pendapat kedua:* 

Al-Qur'an diturunkan dari Lauh Mahfuzh kepada akal dalam satu kali turunnya sebanyak yang akan diturunkan selama satu tahun, sesuai dengan kebutuhan.


🔸 فحسب القول الأول يكون الإنزال من العقل إلى قلب النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم

في عشرين سنة أو ثلاث وعشرين سنة على الاختلاف بين الأصحاب.


🔸**Maka, menurut pendapat pertama, penurunan dari akal ke hati Nabi صلى الله عليه وعلى آله وسلم terjadi selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun, tergantung perbedaan pendapat di antara para sahabat.



🔸 وعلى الثاني يكون الإنزال من اللوح إلى قلبه عليه الصلاة والسلام في عشرين سنة أو ثلاث وعشرين سنة. 


🔸Dan menurut pendapat kedua, penurunan dari Lauh Mahfuzh ke hati beliau عليه الصلاة والسلام terjadi selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun."**

-------------



{ وأما }  ظهور القرآن بحسب الاحتياج بواسطة جبرائيل عليه السلام إلى قلب النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم ففيه طريقان ،


"Adapun kemunculan  Al-Qur'an sesuai dengan kebutuhan melalui Jibril 'alaihis-salām ke dalam hati Nabi Muhammad ﷺ, maka dalam hal ini terdapat dua cara,"


🔸{ احدهما }  : أن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم كان ينخلع أي ينتقل عن الصورة البشرية إلى الصورة الملكية يأخذ من جبريل عليه الصلاة والسلام وهو الطريق الأصعب.


"Salah satunya adalah bahwa Nabi ﷺ berpindah dari bentuk manusiawi ke bentuk malaikat, dan beliau menerima wahyu dari Jibril عليه السلام. Ini adalah cara yang paling sulit.


 🔸{ وثانيهما } : أن الملك ينخلع من صورته إلى صورة البشر يأخذ الرسول صلى الله عليه وآله وسلم منه 

 

🔸Sedangkan cara yang kedua adalah bahwa malaikat berubah dari bentuknya ke dalam bentuk manusia, dan Nabi ﷺ menerima wahyu darinya.

-----------


وكان يتمثل كثيراً بصورة دحية الكلبي للزوم المناسبة بين المفيد والمستفيد في باب الإفاضة كما عرف في الصلاة على النبی ﷺ


"Malaikat ini seringkali berwujud Dihyah al-Kalbi📌 karena adanya kesesuaian antara pemberi dan penerima dalam proses penyampaian wahyu, sebagaimana diketahui dalam shalawat kepada Nabi ﷺ."

-----------------

👉📌Malaikat Jibril mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rupa Dihyah Al-Kalbi.


Dalam hadits lain disebutkan:


Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Telah diperlihatkan kepadaku para nabi, maka aku melihat Musa adalah seorang laki-laki yang kuat, seakan-akan dia adalah lelaki dari kaum Syanu’ah. Dan aku melihat Isa bin Maryam, dan yang paling mirip dengannya di antara yang pernah aku lihat, adalah Urwah bin Mas’ud. Dan aku melihat Ibrahim, dan yang paling mirip denganya di antara yang pernah aku lihat ialah sahabat kalian –yaitu diri beliau sendiri—dan aku pun melihat Jibril, dan yang paling mirip dengnanya di antara yang pernah aku lihat adalah Dihyah.” (H.r.Muslim)👈

----------------


{ وقال  }  بعضهم : إن الله تعالى أفهم كلامه جبرائيل عليه السلام في السماء,  وهو متعال عن

المكان، والمكان ظرف لجبريل عليه السلام فقط.


Dan sebagian dari mereka berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala memperdengarkan firman-Nya kepada Jibril 'alaihis salam di langit, sementara Dia Maha Tinggi dari tempat, dan tempat hanyalah wadah bagi Jibril 'alaihis salam saja.


 ثم جاء جبريل من السماء إلى الأرض وعلم

النبي ﷺ فلا انتقال في كلامه تعالى أصلاً وهذان الطريقان يسميان مقام الوحي .


Kemudian Jibril datang dari langit ke bumi dan mengajarkan Nabi ﷺ, sehingga tidak ada perpindahan dalam firman-Nya Ta'ala sama sekali." Dua metode ini disebut sebagai maqam wahyu (kedudukan wahyu).


وله عليه الصلاة والسلام أعلى من هذا المقامين وطريق الجذبة والولاية , وإليه أشار عليه الصلاة والسلام بقوله مع الله تعالى وقت لا يسعني فيه ملك مقرب ولا نبي مرسل كذا في مشكاة الأنوار والإتقان . 


 Dan Nabi ﷺ memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari dua maqam ini, yaitu maqam al-jadzbah (kedudukan tarikan spiritual) dan al-wilayah (kedudukan kewalian). 

 

Kepada kedudukan ini, Nabi ﷺ menunjuk dalam sabdanya: "Aku memiliki waktu bersama Allah Ta'ala di mana tidak ada malaikat yang dekat ataupun nabi yang diutus yang dapat mendekati-Nya." Demikian yang disebutkan dalam Mishkat al-Anwar dan al-Itqan.


{ مسألة اعتقادية } ، هي القرآن كلام الله غير مخلوق .  


Masalah akidah, yaitu Al- QUR'AN adalah KALAM ALLAH  yang BUKAN MAKHLUQ


وعقب القرآن بكلام الله تعالى لما ذكر المشايخ من أنه القرآن كلام الله تعالى غير

مخلوق , 


Al-Qur'an disebut sebagai kalam Allah Ta'ala karena para ulama menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah KALAM ALLAH Ta'ala yang bukan makhluk,


 لئلا يسبق الفهم أن المؤلف من الأصوات والحروف قديم كما ذهب إليه حنابلة جهلاً أو عناداً.


 agar tidak muncul pemahaman bahwa rangkaian suara dan huruf adalah qadim (tidak diciptakan), sebagaimana yang diyakini oleh sebagian Hanabilah karena kebodohan atau sikap keras kepala. 


ومن قال إنه كلام الله تعالى مخلوق فهو كافر نعوذ بالله تعالى. 


👉Dan barang siapa yang mengatakan bahwa kalam Allah Ta'ala adalah MAKHLUQ, maka ia KAFIR, kita berlindung kepada Allah Ta'ala.👈


🔷ومن أقوى شبه المعتزلة أنهم متفقون

على القرآن اسم لما نقل إلينا بين دفتي المصاحف تواترا .


Salah satu dalil terkuat yang digunakan oleh kaum Mu'tazilah adalah bahwa mereka sepakat bahwa Al-Qur'an adalah nama bagi sesuatu yang ditransmisikan/ NUQIL kepada kita secara mutawatir di antara dua sampul mushaf.


وهذا يستلزم كونه مكتوباً في المصاحف مقروء

بالألسن مسموعاً بالأذان وكل ذلك من سمات الحدوث بالضرورة .


 Ini mengharuskan Al-Qur'an itu ditulis di dalam mushaf, dibaca dengan lisan, didengar oleh telinga, dan semua itu secara pasti merupakan tanda-tanda kemakhlukan.

 

فأشار إلى الجواب بقوله وهو أي القرآن الذي هو كلام الله تعالى مكتوب في مصاحفنا أي بأشكال الكتابة وصور الحروف الدالة عليه محفوظ

بقلوبنا أي بألفاظ مخيلة مقروءة بالسننا أي بالحروف الملفوظة المسموعة أي مسموع بأذاننا بذلك أيضاً

غير حال فيها أي مع ذلك ليس حالاً في المصاحف ولا في القلوب والألسنة والآذان بل هو معنى قديم

قائم بذات الله تعالی.


Maka dia mengisyaratkan jawaban dengan mengatakan bahwa :  Al-Qur'an, yang merupakan kalam Allah Ta'ala, ditulis dalam mushaf-mushaf kita, yaitu dalam bentuk tulisan dan gambaran huruf-huruf yang menunjukkan padanya, dihafal dalam hati kita, yaitu dengan lafaz-lafaz yang terbayang, dibaca dengan lisan kita, yaitu dengan huruf-huruf yang dilafalkan dan didengar, yang juga terdengar oleh telinga kita, namun dengan semua itu, Al-Qur'an tidak menetap (tidak menyatu) dalam mushaf-mushaf, tidak dalam hati, lisan, atau telinga, melainkan ia adalah makna qadim yang berdiri pada Dzat Allah."


 يلفظ ويسمع بالنظم الدال عليه ويحفظ بالنظم المخيل ويكتب بنقوش وصور

وأشكال موضوعة للحروف الدالة عليه كما يقال النار جوهر محرق يذكر باللفظ ويكتب بالقلم.


Sesungguhnya sesuatu itu dapat dilafalkan dan didengar melalui ucapan yang merujuk padanya, dihafalkan melalui ungkapan yang membangkitkan imajinasi, dan ditulis dengan tanda-tanda, gambar, dan bentuk-bentuk yang telah ditetapkan untuk huruf-huruf yang menunjukkannya, sebagaimana api disebut sebagai zat yang membakar, yang disebutkan dengan ucapan dan ditulis dengan pena.


 ولا يلزم منه كون حقيقة النار صوتاً وحرفاً 

 

 Namun, hal itu tidak mengharuskan bahwa hakikat api adalah suara dan huruf.


{ وتحقيقه } أي الشيء وجوداً في الإيمان ووجوداً في الأذهان ووجوداً في العبارة ووجوداً في الكتابة  والكتابة تدل على العبارة .


Menetapkan sesuatu, yaitu eksistensinya, ada dalam iman, dalam pikiran, dalam ungkapan, dan dalam tulisan, yang mengisyaratkan pada   Ungkapan 


وهي على ما في الأذهان وهو على ما في الأعيان, 


Dan (ungkapan) ini sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran, dan pikiran sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan. 


 فحيث يوصف القرآن بما هو من لوازم القديم كما في قولنا القرآن غير مخلوق , فالمراد به حقيقة الموجود في الخالق,  

 

Maka, ketika Al-Qur'an digambarkan dengan apa yang merupakan sifat dari Yang Maha Qodim, seperti dalam ungkapan kita bahwa "Al-Qur'an bukan makhluk," yang dimaksud adalah hakikat keberadaan dalam Sang Pencipta

وحيث يوصف بما هو من لوازم المخلوقات ير اد الألفاظ المنطوقة كما في قولنا قرأت نصف القران اوا لمخيلة كما في قولنا حفظت القرآن أو الأشكال المنقوشة كما في قولنا يحرم على المحدث مس

القرآن إلخ 

"Dan jika sesuatu digambarkan dengan apa yang merupakan keharusan bagi makhluk, maka yang dimaksud adalah kata-kata yang diucapkan, seperti dalam ungkapan 'Saya membaca setengah Al-Qur'an,' atau ingatan/imajinasi, seperti dalam ungkapan 'Saya menghafal Al-Qur'an,' atau bentuk-bentuk yang tertulis, seperti dalam ungkapan 'Diharamkan bagi orang yang tidak berwudu menyentuh Al-Qur'an,' dan seterusnya.

كذا في شرح العقائد مع المتن.۞

"Demikian disebutkan dalam Syarh al-'Aqa'id bersama dengan teks aslinya.


 فظهر من هذا البيان أن للقرآن ثلاث ظهورات ونزولات

📌 Dari penjelasan ini, jelaslah bahwa Al-Qur'an memiliki tiga tingkatan penampakan dan penurunan.

 

أحدهما ظهور نقوشه في اللوح المحفوظ بكتب إسرافيل عليه السلام 

1⃣Pertama, penampakan tulisan-tulisannya di Lauh Mahfuzh dengan tulisan yang ditulis oleh Israfil 'alaihissalam.

وثانيها نزوله في البيت المعمور

بأيدي سفرة كرام بررة في السماء الدنيا أو الرابعة على الأخلاف

2⃣Kedua, penurunannya di Baitul Ma'mur oleh tangan para malaikat mulia lagi baik di langit dunia atau keempat pada masa yang berbeda-beda.


 وثالثها نزوله نحو ما جبرائيل عليه

السلام على نبينا محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم.

3⃣Ketiga, penurunannya melalui wahyu yang disampaikan oleh Jibril 'alaihissalam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam.


 وبهذا التقرير إندفع التعارض والتدافع بين قوله

تعالى شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن ) ( وإنا أنزلناه في ليلة القدر ) وبين قوله ( إنا أنزلناه في

ليلة مباركة ) [ الدخان : ٣] 


Dengan penjelasan ini, terjawablah kontradiksi antara firman Allah Ta'ala, '۞Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an' (Al-Baqarah: 185)۞, ۞'Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam Lailatul Qadr' (Al-Qadr: 1)۞, dan firman Alloh ۞'Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi' (Ad-Dukhan: 3)۞. 


على تفسير الأكثرين ليلة مباركة بالنصف من شعبان .  بان حمل أحد النزولات إلى شهر رمضان وليلة القدر والآخر هو النصف من شعبان إذ الأولان من الآيات يمكن اجتماعهما بان توجد ليلة القدر في شهر رمضان


Menurut kebanyakan ulama, 'malam yang diberkahi' ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Maka, salah satu penurunan diarahkan pada bulan Ramadan dan Lailatul Qadr, dan yang lainnya pada Nisfu Sya'ban, karena kedua ayat tersebut bisa disatukan dengan menganggap Lailatul Qadr terjadi di bulan Ramadan."

  والتعارض إنما يحصل في ليلة مباركة إذا فسرت

بالنصف من شعبان وأما إذا فسرت بليلة القدر فلا تعارض أيضاً كذا في الموعظة الحسنة لأستاذي السيد عبد الأحد أفندي المفتي الفرنوي عليه رحمة الله القوي.


"Dan perbedaan (pendapat) hanya terjadi pada malam yang diberkahi jika diartikan sebagai malam pertengahan bulan Sya'ban. Adapun jika diartikan sebagai malam Lailatul Qadar, maka tidak ada perbedaan (pendapat) juga. Demikian disebutkan dalam 'Al-Maw'idah Al-Hasanah' oleh guruku, Sayyid Abdul Ahad Effendi, Mufti Farnawe, semoga rahmat Allah yang kuat tercurah kepadanya."


واعلم أن هذا الاختلاف مبني على أن القرآن اسم للمعنى فقط ، أو للنظم والمعنى جميعاً. 


Dan ketahuilah bahwa perbedaan ini didasarkan pada apakah Al-Qur'an itu adalah nama untuk makna saja, atau untuk susunan kata dan makna sekaligus. 


فمن ذهب إلى أنه اسم للمعنى احتج بقوله تعالى وإنه لفي زبر الأولين .


Maka dari itu, mereka yang berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah nama untuk makna saja berdalil dengan firman Allah Ta'ala: "Dan sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar (terdapat) dalam kitab-kitab orang yang dahulu."


ولم يكن القرآن في زبر الأولين بلسان العرب ، والذي ليس بلسان العرب لا يسمى قرآناً،  


 Padahal, Al-Qur'an tidak ada dalam kitab-kitab orang yang dahulu dalam bahasa Arab, dan sesuatu yang bukan dalam bahasa Arab tidak disebut sebagai Al-Qur'an. 


فيه فنظر إلى أن التوراة الذي أنزله الله على موسى يعلق عليه أنه قرآن هو ليس بلسان العرب


Dengan demikian, maka kita melihat bahwa Taurat yang diturunkan Allah kepada  Nabi Musa dapat dianggap sebagai Al-Qur'an, tetapi bukan dalam bahasa Arab. 


 وكذلك الإنجيل والزبور لأن القرآن كلام الله قائم بذاته لا يتجزأ ولا ينفصل عنه.


Begitu juga Injil dan Zabur, karena Al-Qur'an adalah firman Allah yang melekat pada Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah dariNya. 


  غير أنه إذا نزل بلسان العرب سمي قرآناً ولما نزل على موسى سمي توراة ولما نزل على عيسى سمي إنجيلاً ولما نزل على داود سمي زبوراً.  


Hanya saja, ketika diturunkan dalam bahasa Arab, ia disebut Al-Qur'an. Ketika diturunkan kepada Musa, ia disebut Taurat; ketika diturunkan kepada Isa, ia disebut Injil; dan ketika diturunkan kepada Dawud, ia disebut Zabur.


واختلاف العبارات باختلاف الاعتبارات كذا ذكره

العيني في شرح البخاري ،۞


Perbedaan ungkapan itu terjadi karena perbedaan sudut pandang, seperti yang disebutkan oleh al-‘Aini dalam syarahnya atas Shahih al-Bukhari. 


 وفي رواية أخرى في المنزل على النبي عليه السلام ثلاثة أقوال، 

 { أحدها } ':

أنه اللفظ والمعنى أن جبرائيل حفظ القرآن من اللوح المحفوظ كل حرف منه بقدر جبل قاف وان تحت كل منها معاني لا يحيط بها إلا الله 


Dalam riwayat lain, mengenai Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi ﷺ, terdapat tiga pendapat: 


 1⃣Salah satunya adalah bahwa Al-Qur'an terdiri dari lafaz dan makna, di mana Jibril menghafal Al-Qur'an dari Lauh Mahfuzh, setiap huruf darinya seukuran dengan Gunung Qaf, dan di bawah setiap huruf terdapat makna-makna yang hanya Allah yang mengetahuinya.

.{ والثاني } : أن جبرائيل إنما أنزل بالمعاني خاصة وإنه علم تلك المعاني وعبر عنها بلغة العرب. وتمسك قائل هذا بظاهر قوله تعالى نزل به الروح الأمين على قلبك


2⃣*"Pendapat kedua*: Bahwa Jibril hanya menurunkan makna-makna tertentu saja, dan dia mengajarkan makna-makna tersebut serta mengungkapkannya dalam bahasa Arab. Pendapat ini didasarkan pada penampilan lahir dari firman Allah Ta'ala: 'Turun dengannya Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu.' 

 .

{ والثالث }  : أن جبرائيل ألقى عليه المعنى وأنه عبر بهذه الألفاظ بلغة العرب كما أخرج ابن أبي حاتم عن سفيان الثوري قال لم ينزل وحي إلا بالعربية ثم ترجم كل نبي لقومه وأن أهل السماء يقرؤونه بالعربية ثم إنه أنزل كذلك


3⃣*Pendapat ketiga*: Bahwa Jibril melemparkan makna ke dalam hatinya, dan dia mengungkapkan makna tersebut dengan kata-kata dalam bahasa Arab. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sufyan ats-Tsauri, yang berkata: 'Tidak ada wahyu yang turun kecuali dalam bahasa Arab, kemudian setiap nabi menerjemahkannya kepada kaumnya, dan bahwa penduduk langit membacanya dalam bahasa Arab, kemudian diturunkan seperti itu.'



Dan juga diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari An-Nawas bin Sam'an رضي الله عنه yang marfu’ bahwa jika beliau (Nabi) berbicara...!"**


:{ وأخرج } الطبراني عن النواس بن سمعان رضي الله عنه مرفوعاً إذا تكلم  الله بالوحي

أخذت السماء رجفة شديدة من خوف الله تعالى.


"Dan At-Tabarani meriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu secara marfu' (disandarkan kepada Nabi ﷺ): Ketika Allah berbicara dengan wahyu, langit mengalami guncangan yang sangat hebat karena takut kepada Allah Ta'ala. 


 فإذا سمع بذلك أهل السماء صعقوا وخروا سجدا.

فيكون أولهم يرفع رأسه جبرائيل فيكلمه الله من وحيه بما أراد . 


Maka ketika penduduk langit mendengar hal itu, mereka pingsan dan jatuh bersujud. Orang pertama yang mengangkat kepalanya adalah Jibril, lalu Allah berbicara kepadanya dengan wahyu-Nya mengenai apa yang Dia kehendaki.


فينتهي به على الملائكة كلما مر بسماء سأله أهلها ماذا قال ربنا قال الحق فينتهي به حيث أمر.


 Kemudian Jibril menyampaikan wahyu itu kepada para malaikat. Setiap kali melewati sebuah langit, penduduknya bertanya kepadanya, 'Apa yang dikatakan oleh Tuhan kita?' Dia menjawab, 'Kebenaran,' lalu dia meneruskannya ke tempat yang diperintahkan."


والله اعلم بالصواب


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT.

Sunday, August 18, 2024

Membetulkan Posisi Duduk yang Iftirosy/Tawarruk, Bagaimanakah...?

 Membetulkan Posisi Duduk yang Iftirosy/Tawarruk

Seringkali kita ketika dalam posisi tasyahud awal yang harusnya duduk iftirosy, ternyata keliru duduk tawarruk. Ataupun sebaliknya ketika posisi tasyahud akhir yang harusnya duduk tawarruk, ternyata keliru duduk iftirosy.

Lalu kita membetulkan posisi duduk kita dengan memajukan badan sampai kepala posisi melebihi lutut. Nah, bagaimanakah hukum membetulkan posisi duduk tersebut :

🧷 Menurut Imam Ibnu Hajar, membetulkan posisi yang seperti di atas tersebut membatalkan sholat, dikarenakan menambah rukuk dalam posisi duduk.

🧷 Menurut Imam Romli, tidak membatalkan sholat jika tidak dimaksudkan/diniatkan rukuk dalam posisi duduk.

🧷 Menurut Imam Qolyubi, membetulkan posisi tersebut tidak membatalkan sama sekali.


🔖 Keterangan :

📍 Iftirosy : posisi duduk ketika duduk diantara dua sujud, duduk istirohah, duduk tasyahud awal dan duduk sebelum sujud sahwi. Yaitu posisi duduk di atas mata kaki sebelah kiri, telapak kaki yang kanan ditegakkan, sedangkan jari-jari nya diletakkan di bumi menghadap kiblat.

📍 Tawarruk : posisi duduk ketika tasyahud akhir. Yaitu posisi duduk seperti duduk Iftirosy, namun kaki kiri nya disilangkan ke sebelah kanan.


📚 Referensi :

تحفة مع الشرواني ج ٢ صـــ ١٥٠

وَمِنْهُ أَنْ يَنْحَنِيَ الْجَالِسُ إلَى أَنْ تُحَاذِيَ جَبْهَتُهُ مَا أَمَامَ رُكْبَتَيْهِ وَلَوْ لِتَحْصِيلِ تَوَرُّكِهِ أَوْ افْتِرَاشِهِ الْمَنْدُوبِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِأَنَّ الْمُبْطِلَ لَا يُغْتَفَرُ لِلْمَنْدُوبِ

(قَوْلُهُ وَمِنْهُ أَنْ يَنْحَنِيَ إلَخْ) فِيهِ نَظَرٌ سم عِبَارَةُ الْكُرْدِيِّ وَرَأَيْت فِي فَتَاوَى الْجَمَالِ الرَّمْلِيِّ لَا تَبْطُلُ صَلَاتُهُ بِذَلِكَ إلَّا إنْ قَصَدَ بِهِ زِيَادَةَ رُكُوعٍ انْتَهَى وَقَالَ الْقَلْيُوبِيُّ لَا يَضُرُّ وُجُودُ صُورَةِ الرُّكُوعِ فِي تَوَرُّكِهِ وَافْتِرَاشِهِ فِي التَّشَهُّدِ خِلَافًا لِابْنِ حُجْرٌ انْتَهَى اهـ.


[سعيد باعشن ,شرح المقدمة الحضرمية المسمى بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم ,page 237]

(و) يسن لكل مصل ولو قوياً وامرأة (الاعتماد بيديه) أي: ببطن كفيه مبسوطتين (على الأرض عند القيام) من سجود أو جلوس تشهد أو استراحة؛ لأنه أعون وأشبه بالتواضع مع ثبوته عنه صلى الله عليه وسلم، أي: أنه كان يقوم كقيام العاجز، وفي رواية: العاجن، وكلاهما بإخراج رأسه إلى ما أمام ركبتيه، فتعين ذلك بالحديث ونصِّ الأئمة، وبذلك يرد القول بأنه يحصل به زيادة ركوع جالس، وهو مبطل عند (حج)؛


حاشية الشرواني ج ٢ صـــ ٧٩

(قَوْلُهُ وَإِلَّا) أَيْ بِأَنْ نَوَى تَرْكَهُ (سُنَّ لَهُ التَّوَرُّكُ) فَإِنْ عَنَّ لَهُ السُّجُودُ بَعْدَ ذَلِكَ افْتَرَشَ وَعَكْسُهُ بِعَكْسِهِ عَلَى الْأَوْجَهِ الْمُعْتَمَدُ شَيْخُنَا وَفِي سم بَعْدَ ذِكْرِ مَا يُوَافِقُهُ فَلَوْ تَوَقَّفَ افْتِرَاشُهُ عَلَى انْحِنَاءٍ بِقَدْرِ رُكُوعِ الْقَاعِدِ فَهَلْ تَبْطُلُ بِهِ صَلَاتُهُ لِزِيَادَةِ رُكُوعٍ أَوْ لَا لِتَوَلُّدِهِ مِنْ مَأْمُورٍ بِهِ فِيهِ نَظَرٌ وَسَيَأْتِي فِي كَلَامِ الشَّارِحِ الْأَوَّلِ وَالْأَوْجَهُ وِفَاقًا لِمَرِّ الثَّانِي وَيُؤَيِّدُهُ أَنَّ انْحِنَاءَ الْقَائِمِ إلَى حَدِّ الرُّكُوعِ لِنَحْوِ قَتْلِ حَيَّةٍ لَا يَضُرُّ اهـ وَجَزَمَ ع ش بِالثَّانِي


إثمد العينين هامش بغية المسترشدين ص ١٩

[مسئلة] لو كان متوركا فعنّ له السجود للسهو سنّ له الإفتراش ما لم يحصل به إنحناء كركوع الجالس، وإلا امتنع عند حج . وقال م ر وإن حصل ذلك لتولده من مأمور به.


[محمد بن قاسم الغزي، فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار، صفحة ٨٢]

(والافتراش في جميع الجلسات) الواقعة في الصلاة، كجلوس الاستراحة والجلوس بين السجدتين وجلوس التشهد الأول. والافتراس أن يجلس الشخص على كعب اليسرى جاعلاً ظهرَها للأرض وينصب قدمه اليمنى ويضع بالأرض أطراف أصابعها لجهة القبلة.

(والتورك في الجلسة الأخيرة) من جلسات الصلاة، وهي جلوس التشهد الأخير. والتورك مثل الافتراش إلا أن المصلي يُخرِج يساره على هيئتها في الافتراش من جهة يمينه، ويلصق وركه بالأرض.


والله اعلم بالصواب.

HUKUM MENGUSAP LEHER SAAT WUDHU, BAGAIMNAKAH?

Saturday, August 17, 2024

Terbaginya bid'ah menjadi beberapa bagian

 

*Terbaginya bid'ah menjadi beberapa bagian* 📌

الْبِدْعَةُ فِي الْأَصْلِ مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ، وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْعِ عَلَى مُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ عَلَى غَيْرِ سُنَّةٍ ثَابِتَةٍ، وَهِيَ مَذْمُومَةٌ بِحَسَبِ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ) إِلَّا أَنَّ مِنْهَا مَا هُوَ حَسَنٌ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً) فَالْمُحْدَثَاتُ تَنْقَسِمُ إِلَى حَسَنَةٍ وَمَذْمُومَةٍ.


[السيوطي , شرح السيوطي على مسلم].


Artinya :

"Bid'ah dalam asalnya adalah sesuatu yang diadakan tanpa contoh sebelumnya, dan istilah ini dalam syariat digunakan untuk hal-hal baru yang diadakan tanpa mengikuti sunnah yang tetap, dan ini tercela sesuai dengan sabda Nabi shallahu'alaihi wasallam: *"Setiap bid'ah adalah sesat."* Akan tetapi, di antara bid'ah itu ada yang baik berdasarkan sabda Nabi shallahu'alahi wasallam: *"Barang siapa yang memulai dalam Islam suatu sunnah yang baik,"* sehingga hal-hal baru itu terbagi menjadi yang baik dan yang tercela".


Dalam ibarot ini, As-Suyuthi menjelaskan bahwa hadits "إِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ" memang menggeneralisasi bahwa setiap hal yang diadakan tanpa dasar syariat adalah bid'ah dan sesat. Namun, hadits ini dikhususkan oleh hadits "مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً", yang menunjukkan bahwa ada inovasi dalam agama yang dianggap baik dan diterima, asalkan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.


Konteks ini menunjukkan pemahaman As-Suyuthi tentang adanya bid'ah yang hasanah (baik) dan bid'ah yang sayyi'ah (buruk).


Referensi tambahan 📚 : 


 (مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا) إِلَى آخِرِهِ فِيهِ الْحَثُّ عَلَى الِابْتِدَاءِ بِالْخَيْرَاتِ وَسَنِّ السُّنَنَ الْحَسَنَاتِ وَالتَّحْذِيرُ مِنَ اخْتِرَاعِ الْأَبَاطِيلِ وَالْمُسْتَقْبَحَاتِ وَسَبَبُ هَذَا الْكَلَامِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّهُ قَالَ فِي أَوَّلِهِ فَجَاءَ رَجُلٌ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا فَتَتَابَعَ النَّاسُ وَكَانَ الْفَضْلُ الْعَظِيمُ لِلْبَادِي بِهَذَا الْخَيْرِ وَالْفَاتِحُ لِبَابِ هَذَا الْإِحْسَانِ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ تَخْصِيصُ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ الْمُحْدَثَاتُ الْبَاطِلَةُ وَالْبِدَعُ الْمَذْمُومَةُ وَقَدْ سَبَقَ بَيَانُ هَذَا فِي كِتَابِ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ وَذَكَرْنَا هُنَاكَ أَنَّ الْبِدَعَ خَمْسَةُ أَقْسَامٍ وَاجِبَةٌ وَمَنْدُوبَةٌ وَمُحَرَّمَةٌ وَمَكْرُوهَةٌ وَمُبَاحَةٌ .


[النووي ,شرح النووي على مسلم، ١٠٤/٧-١٠٧].


22498- من سن سنة حسنة فله أجرها ما عمل بها فى حياته وبعد مماته حتى تترك ومن سن سنة سيئة فعليه إثمها حتى تترك ومن مات مرابطًا فى سبيل الله جرى له أجر المرابط حتى يبعث يوم القيامة (الطبرانى، والسجزى فى الإبانة عن واثلة)


أخرجه الطبرانى (22/74، رقم 184) . قال الهيثمى (1/168) : رجاله موثقون.


22499- من سن سنة هدى فاتبع عليها كان له أجرها وأجر من عمل بها من غير أن ينقص من أجورهم شيئًا ومن سن سنة ضلالة فاتبع عليها كان عليه مثل أوزارهم من غير أن ينقص من أوزارهم شيئًا (السجزى فى الإبانة عن أبى هريرة)


أخرجه أيضًا: أحمد (2/504، رقم 10563) .


22500- من سن فى الإسلام خيرًا فاستن به كان له أجره ومثل أجور من تبعه من غير أن ينقص من أجورهم شيئا ومن سن شرًّا فاستن به كان عليه وزره ومثل أوزار من تبعه من غير أن ينقص من أوزارهم شيئًا (أحمد، والبزار، والطبرانى فى الأوسط، والحاكم، والضياء عن أبى عبيدة بن حذيفة عن أبيه)


أخرجه أحمد (5/387 رقم 23337) والبزار (7/366، رقم 2963) ، والطبرانى فى الأوسط (3/116، رقم 2656) عن أبى عبيدة بن حذيفة مقطوعًا. والحاكم (2/561، رقم 3906) وقال: صحيح الإسناد. وأخرجه أيضًا: ابن المبارك (1/513، رقم 14621) . قال الهيثمى (1/167) : رواه أحمد، والبزار، والطبرانى فى الأوسط، ورجاله رجال الصحيح، إلا أبا عبيدة بن حذيفة، وقد وثقه ابن حبان.


22501- من سن فى الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيئًا ومن سن فى الإسلام سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيئًا (الطيالسى، وأحمد، ومسلم، والترمذى، والنسائى، وابن ماجه، والدارمى، وأبو عوانة، وابن حبان عن جرير)


[السيوطي، جامع الأحاديث، ٤١٥/٢٠-٤١٦].


*Perihal bid'ah* 📌


والبدعة عبارة عن فعلة تصادم الشريعة بالمخالفة، أو توجب التعاطي عليها بزيادة أو نقصان. وقد كان جمهور السلف يكرهون ذلك، وينفرون من كل مبتدع. وإن كان جائزاً حفاظاً للأصل، وهو الاتباع. 


وقد قال زيد بن ثابت لأبي بكر وعمر رضي الله عنهما حين قالا له " اجمع القرآن ": كيف تفعلان شيئاً لم يفعله رسول الله ؟


[السيوطي ,حقيقه السنة والبدعة = الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع , ٨٨].


Artinya :

"Bid'ah adalah tindakan yang bertentangan dengan syariat atau mengharuskan perubahan pada syariat dengan menambah atau mengurangi sesuatu. Kebanyakan para ulama salaf (ulama salaf adalah ulama yang hidup pada kurun 0-300 Hijriyah, baik itu dari golongan sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in) memakruhkan hal tersebut, dan menjauhi setiap orang yang melakukan bid'ah, meskipun bid'ah itu dianggap diperbolehkan, demi menjaga prinsip dasar yaitu mengikuti ajaran (syariat yang asli)".


"Zaid ibn tsabit telah berkata kepada abu bakar dan umar, saat abubakar dan umar berkata kepada zaid ibn tsabit "Kumpulkanlah al-alqur'an (buatlah mushaf alqur'an)", yang lalu zaid ibn tsabit berkata : "bagaimana kalian berdua melakukan sesuatu hal, yang padahal rasulullah tidak pernah melakukannya".


محدثات وبدع لا تصادم الشريعة


وقد جرت محدثات لا تصادم الشريعة؛ ولم تتعاط عليها، فلم يروا بفعلها بأساً بل قال بعضهم: إنها قربة وهو صحيح كما رُوي أن الناس كانوا يصلون في رمضان وحداناً، وكان الرجل يصلي فيصلي بصلاته الجماعة، فجمعهم عمر رضي الله عنه، فلما خرج فرآهم قال: نعمت البدعة هذه، والتي ينامون عنها أفضل من هذه - يعني صلاة آخر الليل.


وكان الناس يقومون أوله. وقال الحسن: القصص بدعن ونعمت البدعة؛ كم من أخ يستفاد، ودعوة تُستجاب.


[السيوطي ,حقيقه السنة والبدعة = الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع , ٩١].


Artinya :


*Hal-hal baru dan bid'ah yang tidak bertentangan dengan syari'at*.


"Dan telah terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak bertentangan dengan syariah; dan tidak disertai kesepakatan (para ulama) atasnya, sehingga mereka tidak melihat ada masalah dalam melakukannya. Bahkan, sebagian dari mereka berkata: 'Ini adalah amal yang mendekatkan diri kepada Allah', dan ini benar sebagaimana yang diriwayatkan bahwa orang-orang pada zaman itu shalat di bulan Ramadhan secara sendiri-sendiri, dan ada seorang laki-laki yang shalat lalu diikuti oleh orang lain hingga menjadi berjamaah. Maka Umar radhiyallahu ‘anhu mengumpulkan mereka (untuk shalat tarawih berjamaah), dan ketika ia keluar dan melihat mereka (berjamaah), ia berkata: *'Ini adalah sebaik-baik bid'ah*. 


Hasan (Al-Basri) berkata: 'Cerita (atau kisah-kisah agama) adalah bid'ah, dan sebaik-baik bid'ah; berapa banyak saudara yang diambil manfaat darinya, dan doa yang dikabulkan".


Referensi tambahan 📚 :


أنواع البدع


والحوادث تنقسم إلى: بدعة مستحسنة، وإلى بدع مستقبحة، قال الإمام الشافعي رضي الله عنه: البدعة بدعتان: بدعة محمودة، وبدعة مذمومة، فما وافق السنة فهو محمود، وما خالف السنة فهو مذموم. واحتج بقول عمر رضي الله عنه: نعمت البدعة هذه. وقال الإمام الشافعي أيضاً رضي الله تعالى عنه: المحدثات في الأمور ضربان: أحدهما ما حدث يخالف كتاباً أو سنة أو أثراً أو إجماعاً فهذه البدعة الضلالة. والثاني: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا فهي محدثة غير مذمومة. وقد قال عمر في قيام شهر رمضان نعمت البدعة هذه يعني أنها محدثة لم تكن وإذا كانت فليس فيها ردّ لما مضى وقال بعضهم: وإنما كان ذلك لأن النبي (حثّ على قيام شهر رمضان وفعله هو (، واقتدى به بعض الصحابة ليلة بعد أخرى، فهي مشروعة في الأصل. وكذا قول الحسن في القصص: نعم البدعة؛ لأن الواعظ مشروع، ومتى استند المحدث إلى أصل مشروع لم يذم.


[السيوطي ,حقيقه السنة والبدعة = الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع , ٩١-٩٢].


متى تكون البدعة حسنة؟


فالبدعة الحسنة متفق على جواز فعلها والاستحباب لها رجاء الثواب لمن حسنت نيته فيها، وهي كل مبتدع موافق لقواعد الشريعة غير مخالف لشيء، ولا يلزم من فعله محظور شرعي، وذلك نحو بناء المنابر، والربط والمدارس، وخانات السبيل، وغير ذلك من أنواع البر التي لم تعهد في صدر الإسلام؛ فإنه موافق لما جاءت به الشريعة من اصطناع المعروف والمعاونة على البر والتقوى. وما يُعد من البدع الحسنة: التصانيف في العلوم النافعة الشرعية على اختلاف فنونها، وتعيين قواعدها، وتفسير الكتاب العزيز، وجمع الأخبار النبوية، وتفسيرها، والكلام على الأسانيد والمتون، وتتبع كلام العرب واستخراج علوم جمَّة منه، فذلك كله وما شاكله من علوم حسنة ظاهر فائدته، معين على معرفة أحكام الله، وفهم معاني كلامه، وسنة رسوله. وكل ذلك مأمور به لا يلزم من فعله محظور شرعي.


قال أبو سليمان الخطابي رحمه الله في شرح قوله) : " كل مُحدَث بدعة " هذا خاص في بعض الأمور دون بعض، وهو كل شيء أحدث على غير مثال أصل من أصول الدين، وعلى غير مقياسه. وأما ما كان منها مبنياً على قواعد الأصول ومردود إليها، فليس ببدعة ولا ضلالة. وأما إذا كانت البدعة كالمتمم، فقد اعتقد نقص الشريعة، فإذا كانت مضادة فهي أعظم شيء لم يكن من قبل في الشريعة لا مستند لهم فيه.


[السيوطي ,حقيقه السنة والبدعة = الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع , ٩٢-٩٤].


البدعة المستقبحة


فالبدعة المستقبحة هي ما كان مخالفاً للشريعة أو ملتزماً لمخالفتها، وذلك منقسم إلى محرم ومكروه، ويختلف ذلك باختلاف الوقائع، وبحسب ما به مخالفة الشريعة تارة ينتهي ذلك إلى ما يوجب التحريم، وتارة لا يتجاوز كراهة التنزيه. وكل فقيه موفق يتمكن بعون الله من التمييز بين القسمين مهما رسخت قدمه في إيمانه وعلمه.


أقسام البدع المستقبحة


وهذه البدع المستقبحة تنقسم إلى قسمين: أحدهما: في العقائد المؤدية إلى الضلال والخسران، مثلها الاعتراض على ما أحدثه أهل الضلالة والظلمة.


وأهل الفرق الضالة ست، وقد انقسمت كل فرقة منها اثني عشر فرقة، فذلك اثنان وسبعون فرقة، هم الذين أخبر النبي (أنهم في النار، ولسنا نحن هنا بصدد بيانها، ولكن من لزوم السنة والجماعة وأعرض عن أصول هذه البدع وفروعها كان في الفرقة الناجية بفضل الله تعالى. القسم الثاني: في الأفعال من البدع المستقبحة: وهو المراد من هذا الباب، وينقسم قسمين: قسم تعرف العامة والخاصة أنه بدعة محدثة، إما محرمة، وإما مكروهة.


[السيوطي ,حقيقه السنة والبدعة = الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع , ٩٤-٩٥].


Referensi yang lain 📚 :


البدعة : فعل ما لم يعهد في عهد رسول الله - صلى الله عليه وسلم وهي منقسمة إلى : بدعة واجبة ، وبدعة محرمة ، وبدعة مندوبة ، وبدعة مكروهة ، وبدعة مباحة ، والطريق في معرفة ذلك أن تعرض البدعة على قواعد الشريعة فإن دخلت في قواعد الإيجاب فهي واجبة ، وإن دخلت في قواعد التحريم فهي محرمة ، وإن دخلت في قواعد المندوب فهي مندوبة ، وإن دخلت في قواعد المكروه فهي مكروهة ، وإن دخلت في قواعد المباح فهي مباحة.


[إبن عبد السلام، قواعد الأحكام في مصالح الأنام، للعز بن عبد السلام، ٢٠٤/٢].


Penyusun :


(_Muhdor al-habsyie_).

Thursday, August 15, 2024

SYARAT WAJIB HAJI

 SYARAT WAJIB HAJI


Syarat-syarat (orang) wajib melakukan haji itu ada 7 (tujuh) yaitu

(1) Islam.

(2) baligh (Dewasa)

(3) Berakal sehat (tidak gila)

(4) merdeka (bukan budak)

(5) (bisa mengerjakan Dan memahami Rukun haji

6) ada bekalnya (ongkos dirinya pulang pergi dan belanja untuk keluarganya yang ditinggal); (7) ada kendaraannya (kepunyaan sendiri atau menyewa, bagi penduduk di luar kota Makkah yang jauhnya 15 farsakh atau lebih lebih).

 (Aman jalannya; Bisa pergi (berkesampaian)/Sampai Tujuan Jika perempuan Harus dengan Mahrom nya.


SYARAT / RUKUN / TATA CARA HAJI 


Syarat-syarat haji itu ada 4 (empat): 

(a) Menjalankan ihram dengan niat (niat memasuki ibadah haji dengan mengenakan pakaian tak berjahit pada tanggal 9 Dzulhijjah); (b) Wukuf (berhenti) di Arafah (setelah rembang matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah); (c) Tawaf (berkeliling) di (sekitar) Ka'bah (7 kali). (masuk waktunya tengah malam Nahr / malam 10 Dzulhijjah. Akhir waktunya tak terbatas. Diakhirkannya di luar hari Nahr makruh. Diakhirkannya di luar hari-hari tasyriq sangat makruh). 

(d) Sa'i (berjalan cepat pulang pergi) antaa bukit Safa dan Marwah (7 kali, dimulai dari Shofa dan diakhiri pada Marwah).


RUKUN UMRAH


Rukun umrah itu ada 3 (tiga) yaitu Hafal

A. Ihram; 

B Thawaf dan Sa'i; 

C. Bercukur rambut kepala atau memendekkannya, menurut salah satu qaul (pendapat) yang kuat.


 WAJIB HAJI


Wajib haji selain rukun itu ada 3 (tiga) yakni:

(a) Ihram mulai dari miqat; 

(b) Melontar jumrah tiga; 

(c) Bercukur rambut kepala (memendekkannya saja. Yang lebih utama bagi pria bercukur dan bagi wanita memendekkannya). 


SUNNAHNYA HAJI


Sunnahnya haji ada 7 (tujuh): 

(1) Ifrad, yaitu mendahulukan ibadah haji sebelum umrah; 

(2) Talbiyah (mengucapkan Labbaikallahumma labbaik, Labbaika laasyarika laka labbaik, Innalhamda wanni'mata laka walmulka laa syarika lak); 

(3) Tawat qudum (tawaf sebelum wukuf di Arafah).

(4).Bermalam di Muzdalifah;

(5) Bersalat sunnah 2 rakaat setelah thawaf,

(6) Bermalam di Mina;

(7) Tawaf wada' (tawaf ketika hendak keluar dari Makkah). 


*Dan wajiblah pria ketika ihram mengenakan pakaian tak berjahid dan mengenakan kain dan selendang putin (ini menurut qaul yang terkuat, seperti yang diterangkan dalam Al-Majemuk.


CATATAN.


1. Miqat adalah masa dan tempat menjalankan haji. Masa menjalankannya adalah Syawal, Dzulqa'dah dan 10 hari dari Dzulhijjah. Tempat mulai menjalankan haji adalah 


(a) Makkah bagi penduduk Makkah.

(b) Dzulhulaifah bagi calon haji dari arah Arafah dan Madinah.

(c) Juhfah dari arah Syria, Mesir, Afrika, Barat laut. 

(d) Yalamlam dari arah Tihamah Yaman.

(e) Qam dari arah Nejed Hijaz dan Najed Yaman

(f) Dzti Irq dari arah Timur.


2. Jumrah artinya sekumpulan batu-batu kecil. Secara syariah melontar jumrah adalah melontar 7 buah batu kecil pada tempat yang telah ditentukan di waktu haji.


***


Bermalam di Muzdalifah, bermalam di Mina dan Tawaf wada' ketiga-tiganya adalah termasuk wajib haji menurut Imam Nawawi di dalam kitab Ziyadatur Raudah dan Al Majmuk Syarah Muhadzab. Ini adalah pendapat yang kuat (mu'tamad).


==================================


LARANGAN SAAT IHRAM


محرمات الحج


(فصل) ويحرم على المحرم عشرة أشياء: لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه والكفين من المرأة وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة وفي جميع ذلك الفدية إلا عقد النكاح فإنه لا ينعقد ولا يفسده إلا الوطء في الفرج ولا يخرج منه بالفساد.

ومن فاته الوقوف بعرفة تحلل بعمل عمرة وعليه القضاء والهدي. ومن ترك ركنا لم يحل من إحرامه حتى يأتي به. ومن ترك واجبا لزمه الدم. ومن ترك سنة لم يلزمه بتركها شيء.

Haram bagi orang yang ihram 10 (sepuluh) perkara: (1) Mengenakan pakaian berjahit; (2) menutup (seluruh atau sebagian) kepala bagi pria dan wajah bagi wanita; (3) Menyisir rambut; (4) Memotong rambut; (5) Memotong kuku; (6) Memakai wangi-wangian; (7) Membunuh binatang buruan (di darat); (8) Melakukan akad nikah (menikah sendiri atau menikahkan orang lain); (9) Bersetubuh; (10) Bersentuhan (antara pria dan wanita) dengan syahwat. 


Dalam (pelanggaran terhadap) semua itu ada fidyah (tebusan), kecuali akad nikah, karena akad nikah itu sesungguhnya tidak sah. Dan tidak ada yang merusakkan ihram itu kecuali persetubuhan pada kemaluan. Sedang orang yang ihram itu tidak boleh (keluar) dari (ihramnya) rusak, (tetapi harus meneruskan ibadah hajinya hingga selesai).

Barang siapa tertinggal (tidak) melakukan wuquf di Arafah, maka (wajiblah) ia tahallul (keluar dari ihram haji) dengan mengerjakan umrah dan wajiblah ia mengqadha' (hajinya) dan membayar dam (denda). 

Barangsiapa yang meninggalkan rukun (haji), tidaklah ia boleh keluar dari ihramnya sehingga ia (selesai) menunaikannya. Dan barangsiapa meninggalkan wajib (haji) haruslah ia membayar dam. Dan barangsiapa meninggalkan sunnah (haji) tidaklah wajib ia membayar sesuatu karena apa yang telah ditinggalkannya itu.


DENDA HAJI


(فصل) والدماء الواجبة في الإحرام خمسة أشياء: أحدها: الدم الواجب بترك نسك وهو على الترتيب شاة فإن لم يجد فصيام عشرة أيام ثلاثة في الحج وسبعا إذا رجع إلى أهله. والثاني: الدم الواجب بالحلق والترفه وهو على التخيير شاة أو صوم ثلاثة أيام أو التصدق بثلاثة آصع على ستة مساكين. والثالث: الدم الواجب بإحصار فيتحلل ويهدي شاة. والرابع: الدم الواجب بقتل الصيد وهو على التخيير إن كان الصيد مما له مثل أخرج المثل من النعم أو قومه واشترى بقيمته طعاما وتصدق به أو صام عن كل مد يوما وإن كان الصيد مما لا مثل له أخرج بقيمته طعاما أو صام عن كل مد يوما. والخامس: الدم الواجب بالوطء وهو على الترتيب بدنة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فسبع من الغنم فإن لم يجدها قوم البدنة واشترى بقيمتها وتصدق به فإن لم يجد صام عن كل مد يوما. ولا يجزئه الهدي ولا الإطعام إلا بالحرم ويجزئه أن يصوم حيث شاء ولا يجوز قتل صيد الحرم ولا قطع شجره والمحل والمحرم في ذلك سواء.


Denda-denda yang wajib (dibayar ketika ada pelanggaran) di dalam ihram itu ada 5 (lima) macam: Pertama, Denda yang wajib (dibayar) karena meninggalkan kelakuan yang diperintahkan di dalam haji, yaitu secara urut ialah seekor domba. Jika tidak mendapatkannya, wajib berpuasa 10 hari, 3 hari di kerjakan di waktu haji dan 7 hari dikerjakan jika telah pulang ke keluarganya (telah sampai di rumah). 


Kedua, denda yang wajib (dibayar) karena bercukur rambut dan memakai wangi-wangian, yaitu boleh dipilih: seekor domba atau puasa 3 hari atau bersedekah 3 sha' (12 mud / 72 ons) makanan pokok kepada 6 orang miskin. 


Ketiga, Denda yang wajib (dibayar) karena terkepung (oleh musuh) atau terhalang (jalan melakukan haji karena begal). Maka boleh bagi orang yang ihram itu tahallul dan barus menghadiahkan seekor domba.


Keempat, Denda yang wajib (dibayar) karena membunuh binatang buruan, yaitu boleh dipilih: jika binatang buruan itu termasuk yang ada penyerupaannya (seperti kijang, penyerupaannya ialah kambing, maka wajiblah mengeluarkan binatang penyerupaannya atau (kalau tidak) memberi harganya dan membeli dengan harga tersebut makanan dan menyedekahkannya (kepada orang miskin); atau (kalau tidak) haruslah berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Dan jika binatang buruan itu termasuk yang tidak ada penyerupaannya, maka wajib mengeluarkan (menyedekahkan) makanan seharga binatang itu (kepada orang miskin) atau berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari.


Kelima, denda yang wajib (dibayar) karena hubungan intim, yaitu secara urut: seekor onta, jika tidak ada, maka (sebagai gantinya) seekor lembu. Jika tidak diperolehnya, maka (sebagai gantinya) 7 ekor kambing. Jika tidak ada, maka hendaklah memberi harga onta tersebut dan dengan harga itu hendaklah membeli makanan dan menyedekahkannya (kepada orang fakir atau miskin). Jika tidak diperolehnya juga, maka wajib berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Hadiah dan pemberian makanan itu tidak cukup dilakukan kecuali di Tanah Haram, sedangkan berpuasa tersebut cukup dilakukan di mana saja orang yang membayar denda itu menghendaki.


Tidak boleh orang membunuh binatang buruan Tanah Haram dan tidak boleh memotong pohon-pohonnya. Orang yang sudah tahallul dan orang yang tengah berihram dalam soal ini adalah sama.

"Empat Hal yang Menghalangi Kedekatan Diri kepada Allah.."

 KULTUM SUBUH,


Kamis, 15 Agustus 2024.

( 10 Safar 1446 Hijriyah)



"Empat Hal yang Menghalangi Kedekatan Diri kepada Allah.."


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 


 

 اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: 




Hadirin Rahimakumullah,

Mari bersama-sama kita memanjatkan puja dan puji serta syukur kita kepada Allah subhanahu wata'ala yang selalu memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga kita bisa melaksanakan ibadah dengan istiqomah. 


Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, kepada para sahabat, para tabiin, dan tabi’it tabiinnya hingga kepada kita semua selaku umatnya. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan hidayah untuk senantiasa mengikuti ajarannya dan kelak di akhirat mendapatkan syafaatnya.



Hadirin Rahimakumullah,

Rintangan selalu ada dalam setiap perjalanan. Termasuk perjalanan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Oleh sebab itu, seorang hamba atau yang penempuh jalan Allah hendaknya mengetahui apa saja rintangan yang menghalangi perjalanannya. Sebab, sebagaimana diketahui bahwa Allah itu dekat dengan hamba-Nya seperti yang diungkap dalam ayat:


وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ


Artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (Qur'an Surat. Al-Baqarah [2]: 186).


Hadirin Rahimakumullah ,

Dalam kaitan ini, Imam Al-Ghazali menyebutkan ada empat rintangan atau penghalang besar yang mengganggu kedekatan kita dengan Allah.


Pertama, dunia dan perhiasannya. Tak banyak disadari bahwa salah satu sandungan besar dalam perjalanan kita mendekat kepada Allah adalah dunia dan perhiasannya. Makanya kita harus berusaha meluruskan niat dan menyingkirkan godaan dunia dari hati kita.


Ini artinya, seorang penempuh jalan Allah atau siapa pun yang ingin dekat kepada-Nya bukan tidak boleh mencari dunia, bukan tidak boleh memiliki dunia, bukan tidak boleh mencintai dunia, tetapi ia tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan, tidak boleh membiarkan hati mengikuti keinginan dunia, tidak boleh membiarkan hati dikendalikan oleh dunia.


Silahkan saja mencintai dunia tetapi jangan sampai melupakan jalan Allah. Pasalnya, mencintai dunia sudah menjadi fitrah manusia sebagaimana yang telah diselipkan Allah dalam hati mereka. Demikian seperti yang tersirat dalam ayat Al-Quran:


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ


Artinya, “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik,” Qur'an Surat. Ali Imran [3]: 14).  


Dalam istilah Al-Ghazali, kita harus zuhud dan tajarrud terhadap dunia. Zuhud dan tajarrud itu memiliki dua tujuan: (1) agar istiqamah dalam ibadah (2) mencapai ketinggian nilai ibadah itu sendiri.    


Tingginya kualitas ibadah orang yang zuhud telah ditunjukkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya: “Dua rakaat orang alim dan zuhud hatinya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada ibadahnya orang-orang yang tidak zuhud hingga akhir masa selama-lamanya.”  


Hadirin Rahimakumullah,

Kedua, hal yang menghalangi kedekatan kita dengan Allah adalah makhluk. Yang dimaksud makhluk di sini secara spesifik adalah ciptaan-ciptaan Allah yang bernyawa dan berada di sekeliling kita, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Lebih spesifik lagi manusia di sekitar kita adalah anak, istri, keluarga, tetangga, teman, kolega, atasan, bawahan, termasuk hewan atau tanaman kesayangan. 


Disebutkan oleh Al-Ghazali, sesungguhnya makhluk setelah menyibukkan kita selanjutnya akan menghalangi kita dari ibadah, bahkan adakalanya menjerumuskan pada keburukan.  


Allah telah mengingatkan dalam Al-Quran:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka,” (Qur'an Surat. at-Taghabun [64]: 14). 


Maksudnya, bukan berarti seorang salik tidak boleh bergaul dengan makhluk, tetapi jangan sampai terganggu pengaruh buruk mereka. Alih-alih dipengaruhi mereka, seorang yang ingin mendekatkan diri pada Allah harus membawa mereka ke jalan Allah.


Ingatlah pengaruh orang yang ada di sekitar kita sangat besar. Makanya, harus lebih banyak bergaul dengan para shalihin, dengan guru-guru pembimbing, dan orang-orang yang berpengalaman terhubung dengan Allah. Sekiranya bergaul dengan makhluk akan membawa pengaruh buruk, maka kita hendaknya memilih uzlah atau menjauh dari mereka atau cukup bergaul seperlunya dengan mereka, seraya yakin tujuan dirinya adalah ingin sampai kepada Allah dan harus menyingkirkan rintangan-rintangannya, termasuk rintangan makhluk.


Namun demikian, mengurangi hubungan dengan makhluk bukan berarti kita memutus silaturahim dan berhenti menebar kebaikan dengan sesama, tetapi menyingkirkan segala pengaruh dan godaan yang datang dari arah mereka, menjauhi pergaulan yang tidak membawa dirinya semakin dekat dan semakin cinta kepada Allah. Kendati masih bergaul dengan makhluk, hati kita tidak tergantung dan tidak berharap pada makhluk.


Ketiga, penghalang kedekatan kita dengan Allah Subhanahu wata'ala adalah setan. Selaku hamba yang ingin dekat dengan Allah, kita jangan pernah memberi kesempatan kepada setan untuk menggoda, kita harus tetap memusuhi setan. Pasalnya, Allah sendiri menyatakan, setan itu musuh yang nyata bagi manusia dan senantiasa menyesatkan. Kendati tampak menuntun kepada kebaikan tapi akhirnya tetap menjerumuskan.


Al-Quran telah mengingatkan, “Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (Qur'an Surat. Yasin [36]: 60).


Yang perlu diwaspadai adalah tipu daya setan sangat halus dan lembut. Al-Ghazali mengutip pernyataan Yahya bin Mu’adz ar-Razi:


الشَّيْطَانُ فَارِغٌ وَأَنْتَ مَشْغُولٌ وَالشَّيْطَانُ يَرَاك وَأَنْتَ لَا تَرَاهُ وَأَنْتَ تَنْسَاهُ وَهُوَ لَا يَنْسَاك وَمِنْ نَفْسِك لِلشَّيْطَانِ أعَوْانٌ


Artinya: “Setan itu santai, sementara engkau sibuk. Setan itu melihatmu, sedangkan engkau tidak melihatnya. Engkau melupakannya, sedangkan setan tidak melupakanmu. Lagi pula, setan itu memiliki banyak penolong dalam menggodamu.”


Salah satu cara agar kita terhindar dari godaan setan adalah memperbanyak dzikir dan berlindung kepada Allah karena tipu daya setan masuk di saat manusia lengah dan lupa pada Allah. Jangan pernah mengikuti tipu daya dan langkah setan, sebab sekali saja mengikutinya akan terus mengikutinya.


اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ اَتْبَاعِ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ


Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari mengikuti langkah-langkah setan.”


Itulah salah satu doa yang dapat kita panjatkan agar terhindar dari godaan dan langkah tipu daya setan.


Hadirin Rahimakumullah 

Keempat, penghalang kedekatan kita dengan Allah adalah nafsu, terutama nafsu amarah yang selalu menyuruh kepada keburukan. Demikian seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:


اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ 


Artinya, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Qur'an Surat. Yusuf [12]: 53).


Dijelaskan Al-Ghazali mengapa nafsu merupakan rintangan yang paling sulit ditaklukkan karena musuh dan penjahat yang berada dalam diri sendiri. Bahayanya kadang tidak terlihat karena berada dalam satu rumah.


Terakhir, Al-Ghazali memberikan tiga cara memecahkan keinginan nafsu: (1) mengekang keinginan syahwat atau hal-hal yang diinginkan, (2) menahan beratnya beban ibadah, dan (3) selalu memohon pertolongan kepada Allah.


Mudah-mudahan, kita semua termasuk ke dalam hamba yang dapat mengendalikan nafsu, selalu berhati-hati dalam bergaul dengan makhluk, selamat dari godaan setan, dan tak terpedaya dengan godaan dunia, sehingga dapat mendekatkan diri 


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah ,

Demikianlah Kultum Subuh ini 

Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab kita untuk meningkatkan ibadah, ketaqwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan. 

Ko billahit taufik wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh.

💫🕌🕋🇮🇩

Monday, August 12, 2024

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN TERJEMAH FATHUL MUIN SHIFAT SHOLAT

 

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHIFAT SHOLAT


𝕡𝕒𝕣𝕥 2⃣



(وَ سُنَّ) فِي النِّيَّةِ (إِضَافَةٌ إِلَى اللهِ) (تَعَالَى)، خُرُوْجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهَا، وَ لِيَتَحَقَّقَ مَعْنَى الْإِخْلَاصِ. 


(Disunnahkan) di dalam niat (untuk menyandarkan lafazh Allah ta‘ālā)📝, (77) karena keluar dari perselisihan ‘ulamā’ yang mewajibkannya dan sekaligus sebagai ungkapan bentuk nyata makna keikhlasan.📚

----------------

📝أي يسن أن يسند ما نواه إلى الله تعالى، أي يلاحظ ذلك.

Artinya, disunnahkan untuk mengaitkan niatnya kepada Allah Ta'ala, yaitu memperhatikan hal tersebut.


وإنما لم تجب الإضافة لأنها في الواقع لا تكون إلا لله تعالى.


Namun, kaitan ini tidak diwajibkan karena pada hakikatnya niat itu memang hanya ditujukan kepada Allah Ta'ala.


📚ومراتبه ثلاث: 

عليا، وهي أن يعمل لله وحده امتثالا لأمره وقياما بحق عبوديته.


Dan tingkatan-tingkatannya IKHLAS ada tiga:


1⃣ **Tingkatan tertinggi**, yaitu seseorang beramal hanya untuk Allah semata, semata-mata untuk menaati perintah-Nya dan menunaikan hak penghambaan kepada-Nya.


ووسطى، وهي أن يعمل لثواب الآخرة.


2⃣ **Tingkatan pertengahan**, yaitu seseorang beramal dengan tujuan untuk memperoleh pahala di akhirat.


ودنيا، وهي أن يعمل للإكرام في الدنيا والسلامة من آفاتها.


3⃣ **Tingkatan terendah**, yaitu seseorang beramal dengan tujuan untuk mendapatkan penghormatan di dunia dan keselamatan dari bencana-bencananya.



وما عدا ذلك رياء وإن تفاوتت أفراده



Adapun selain dari itu adalah riya', meskipun tingkatannya berbeda-beda.


👈قال الغزالي: وعلامة الإخلاص أن يكون الخاطر يألف العمل في الخلوة كما يألفه في الملأ،


Imam Al-Ghazali berkata: "Tanda keikhlasan adalah ketika pikiran / gagasan / krentek cenderung melakukan amal di tempat tersembunyi sebagaimana ia ( yang punya gagasan ) melakukannya di hadapan banyak orang,


 ولا يكون حضور الغير هو السبب في حضور الخاطر، كما لا يكون حضور البهيمة سببا في ذلك.


 Dan kehadiran orang lain bukanlah alasan / sebab munculnya dorongan / gagasan untuk beramal, sebagaimana kehadiran seekor hewan bukanlah alasan untuk beramal .



فما دام يفرق في أحواله بين مشاهدة إنسان ومشاهدة بهيمة فهو خارج عن صفوة الإخلاص،

مدنس الباطن بالشرك الخفي من الرياء. 


Selama seseorang masih membedakan dalam perbuatanya antara kehadliran manusia dan kehadliran hewan, maka ia masih belum mencapai ( keluar ) dari puncak keikhlasan,

Dan hatinya masih tercemar oleh syirik tersembunyi berupa riya.


  وهذا الشرك أخفى في قلب ابن آدم من دبيب النملة السوداء في الليلة الظلماء على الصخرة الصماء.


 Syirik Riyak ini lebih tersembunyi dalam hati manusia daripada gerakan semut hitam di malam yang gelap gulita di atas batu yang keras."

 

وقد ورد في الإخلاص آيات كثيرة وأحاديث شهيرة، فمن الآيات قوله تعالى: * (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين)


Dalam pembahasan mengenai keikhlasan, terdapat banyak ayat Al-Qur'an dan hadis yang membahas tentangnya. Di antara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Ta'ala: *(Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam menjalankan agama).* 


 * ومن الأحاديث ما رواه الدارقطني: أخلصوا أعمالكم لله فإن الله لا يقبل إلا ما خلص له.


Dan di antara hadis-hadisnya adalah yang diriwayatkan oleh Ad-Daraqutni: *"Ikhlaskanlah amal-amal kalian hanya untuk Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali amal yang murni untuk-Nya."*


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

---------------


(وَ تَعَرُّضٌ لِأَدَاءٍ أَوْ قَضَاءٍ) وَ لَا يَجِبُ وَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ فَائِتَةٌ مُمَاثِلَةٌ لِلْمُؤَدَّاةِ، خِلَافًا لِمَا اعْتَمَدَهُ الْأَذْرَعِيُّ. 


 (Menyebutkan 💻lafazh ‘adā’ ataupun qadhā’), hukumnya tidak wajib walaupun baginya memiliki shalat yang telah terlewat waktunya yang menyamai dengan shalat yang dikerjakan, berbeda dengan pendapat yang menjadi pedoman Imām Adzra‘ī.📒

 ----------------

💻أي وسن تعرض لذلك، ولو في النفل، لتمتاز عن غيرها.

Disunnahkan Menyebutkan lafazh ‘adā’ ataupun qadhā’ walaupun dalam sholat sunnah, supaya berbeda dari lainya.


📒أي من وجوب التعرض إذا كان عليه فائتة مماثلة للمؤداة، لأجل التميز.


Dari Wajibnya menyatakan ADAAN ATAU QODLOAN adalah apabila seseorang mempunyai sholat QODLO yang serupa dengan shalat yang sedang dilakukan, agar dapat dibedakan antara ADAAN dan QODLO.


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

-----------------


وَ الْأَصَحُّ صِحَّةُ الْأَدَاءِ بِنِيَّةِ الْقَضَاءِ، وَ عَكْسُهُ إِنْ عُذِرَ بِنَحْوِ غَيْمٍ، وَ إِلَّا بَطُلَتْ قَطْعًا لِتَلَاعُبِهِ،


 Menurut pendapat yang ashaḥ shalat yang sedang dikerjakan sah diniati dengan qadha’,🔷 begitu pula sebaliknya📌, jika ada ‘udzur semacam mendung📗, dan bila tidak ada ‘udzur, maka shalat batal secara mutlak sebab mempermainkan shalat.

 ----------------

 🔷كأن قال: نويت أصلي فرض الظهر قضاء، ظانا خروج الوقت مثلا فتبين بعد الصلاة بقاؤه، فتصح صلاته وتقع أداء.


*"Misalnya seseorang berkata: 'Saya berniat untuk shalat dzuhur qadha,' dengan mengira waktu telah habis, kemudian setelah shalat ternyata waktunya masih ada, maka shalatnya sah dan dianggap sebagai shalat pada waktunya / ADAAN."*


📌(قوله: وعكسه) وهو صحة القضاء بنية الأداء، كأن قال: أصلي فرض الظهر أداء، ظانا بقاء الوقت فتبين خروجه، فتصح صلاته وتقع قضاء.


*(Perkataan Mushonef : 'dan sebaliknya') yaitu sahnya shalat qadha dengan niat shalat pada waktunya / Ada, An, seperti seseorang berkata: 'Saya shalat dzuhur sebagai shalat Ada An dengan mengira waktunya masih ada, kemudian ternyata waktu telah habis, maka shalatnya sah dan dianggap sebagai shalat qadha."**

*

📗كأن ظن خروج وقتها فنواها قضاء فتبين بقاؤه، أو ظن بقاءه فنواها أداء فتبين خروجه، فعلى كل تصح الصلاة.


*"Seperti jika seseorang mengira waktu shalat telah habis, lalu ia meniatkan shalat tersebut sebagai qadha, kemudian ternyata waktunya masih ada, atau ia mengira waktunya masih ada lalu meniatkannya sebagai shalat pada waktunya / ada an, kemudian ternyata waktunya telah habis, maka dalam kedua keadaan tersebut shalatnya tetap sah.*



ومثله ما إذا قصد المعنى اللغوي، إذ كل يطلق على الآخر لغة، تقول: قضيت الدين وأديته، بمعنى واحد.


*Demikian pula halnya jika seseorang berniat berdasarkan makna bahasa, karena dalam bahasa, kedua istilah tersebut dapat saling menggantikan. Misalnya, kamu bisa mengatakan: 'Saya telah melunasi dan menyelesaikan hutang,' dengan makna yang sama."*


👈قال في التحفة: وأخذ البارزي من هذا أن من مكث بمحل عشرين سنة يصلي الصبح لظنه دخول وقته ثم بان خطؤه، لم يلزمه إلا قضاء واحدة.


*"Disebutkan dalam kitab *At -Tuhfah* bahwa Al-Barizi mengambil kesimpulan dari hal ini bahwa jika seseorang tinggal di suatu tempat selama dua puluh tahun dan setiap hari dia shalat subuh karena mengira waktu subuh telah masuk, lalu kemudian diketahui bahwa dia salah, maka dia hanya diwajibkan mengganti (qadha) satu shalat saja.*


 لأن صلاة كل يوم تقع عما قبله إذ لا يشترط نية القضاء.


Ini karena setiap shalat yang dilakukan setiap hari dianggap menggantikan shalat subuh sebelumnya, karena niat qadha tidak disyaratkan."*


👉KENAPA HANYA SATU SHOLAT YG HARUS DI QODLO?


Karena setiap hari dia sholat shubuh walaupun tak SAH sebagai SHOLAT ADA AN , tapi SAH sebagai sholat QODLO dari sholat sebelumnya.


Karena dalam sholat qodlo tidak diwajibkan mengatakan QODLO AN.


 IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 129

NURUL ILMI

 ----------------


 (وَ) تَعَرُّضٌ (لِاسْتِقْبَالٍ وَ عَدَدِ رَكَعَاتٍ) لِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَ التَّعَرُّضَ لَهُمَا.


 Sunnah pula menyebutkan (menghadap qiblat dan jumlah raka‘at), untuk keluar dari perbedaan✅ ‘ulamā’ yang mewajibkan penyebutan dua hal tersebut .

 

 ------------------

 ✅أي ولتمتاز عن غيرها بالنسبة لعدد الركعات.

 

"Dan supaya berbeda shalat ini dari sholat yang lainnya dengan jumlah rakaatnya.


فإن عين عددا أو أخطأ فيه عمدا بطلت لأنه نوى غير الواقع.


 Jika ia menetapkan jumlah Rokaat tertentu atau salah dalam menentukan jumlah rokaat dengan sengaja, maka shalatnya batal karena ia meniatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 130

NURUL ILMI

 ----------------


 (وَ) سُنّ (نُطْقٌ بِمَنَوِيٍّ) قَبْلَ التَّكْبِيْرِ، لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ، وَ خُرُوْجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ. 

 

 (mengucapkan hal yang diniatkan)👇 sebelum takbīr supaya lidah membantu terhadap hati💖, dan untuk keluar dari perselisihan ‘ulamā’ yang mewajibkannya. 

 -----------------

 👇أي ولا يجب، فلو نوى الظهر بقلبه وجرى على لسانه العصر لم يضر، إذ العبرة بما في القلب.

 

 "Dan tidak wajib (mengucapkan niat secara lisan), jadi jika seseorang berniat di dalam hati untuk shalat Dzuhur dan diucapkannya di lisan 'Ashar', itu tidak masalah, karena yang diperhitungkan adalah apa yang ada di dalam hati."

 

 💖أي ولأنه أبعد من الوسواس.

"Dan karena hal itu lebih jauh dari keraguan."


وقوله: وخروجا من خلاف من أوجبه أي النطق بالمنوي.

"Dan kalimat 'keluar dari

 perselisihan orang yang mewajibkan mengucapkan niat."


IANATUTHOLIBIN JUZ 1 HAL 130

NURUL ILMI

 ----------------

وَ لَوْ شَكَّ: هَلْ أَتَى بِكَمَالِ النَّيَّةِ أَوْ لَا؟ أَوْ هَلْ نَوَى ظُهْرًا أَوْ عَصْرًا؟ فَإِنْ ذَكَرَ بَعْدَ طُوْلِ زَمَانٍ، أَوْ بَعْدَ إِتْيَانِهِ بِرُكْنٍ وَ لَوْ قَوْلِيًا كَالْقِرَاءَةِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ، أَوْ قَبْلَهُما فَلَا.


Jika seorang yang shalat ragu, apakah telah berniat shalat Zhuhur atau ‘Ashar?, maka jika ia ingat setelah waktu yang lama atau setelah mengerjakan satu rukun – walaupun rukun qauli seperti membaca surat al-Fātiḥah – maka shalatnya batal. Atau ingat sebelum kedua hal tersebut, maka tidaklah batal.


{ Dalam hal keraguan niyat akan dijelaskan di bab hal hal yg membatalkan sholat }


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes