TERJEMAH KITAB
KHOZINATUL ASROR JALILATUL ADZKAR
PART 10
باب الأحاديث الصحيحة الواردة وأقوال الأئمة
في بيان كيفية الوحي بين الله تعالى ورسوله
وبيان نزول القرآن وحقيقة أسراره
*"Bab tentang hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dan perkataan para imam dalam menjelaskan bagaimana wahyu antara Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, serta penjelasan tentang turunnya Al-Qur'an dan hakikat rahasia-rahasia ALQUR'AN"*
قال الشيخ شهاب الدين رحمه الله تعالى في تفسيره للمحققين في إنزال القرآن قولان .
"Syekh Syihabuddin رحمه الله تعالى berkata dalam tafsirnya untuk para peneliti bahwa ada dua pendapat tentang penurunan Al-Qur'an.
🔷 الأول :
ان مجموع القرآن أنزل من اللوح المحفوظ إلى ملك السماء الدنيا وهو العقل الفعال في دفعة واحدة في ليلة القدر.
🔷 *"Pertama: Bahwa keseluruhan Al-Qur'an diturunkan dari Lauh Mahfuzh kepada malaikat di langit dunia, yaitu akal yang aktif / efektif, dalam satu kali penurunan pada malam Lailatul Qadr."*
🔷{ و الثاني } : انه من اللوح إلى العقل في دفعة واحدة مقدار ما ينزل في سنة واحدة بحسب المصالح.
*🔷"Pendapat kedua:*
Al-Qur'an diturunkan dari Lauh Mahfuzh kepada akal dalam satu kali turunnya sebanyak yang akan diturunkan selama satu tahun, sesuai dengan kebutuhan.
🔸 فحسب القول الأول يكون الإنزال من العقل إلى قلب النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم
في عشرين سنة أو ثلاث وعشرين سنة على الاختلاف بين الأصحاب.
🔸**Maka, menurut pendapat pertama, penurunan dari akal ke hati Nabi صلى الله عليه وعلى آله وسلم terjadi selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun, tergantung perbedaan pendapat di antara para sahabat.
🔸 وعلى الثاني يكون الإنزال من اللوح إلى قلبه عليه الصلاة والسلام في عشرين سنة أو ثلاث وعشرين سنة.
🔸Dan menurut pendapat kedua, penurunan dari Lauh Mahfuzh ke hati beliau عليه الصلاة والسلام terjadi selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun."**
-------------
{ وأما } ظهور القرآن بحسب الاحتياج بواسطة جبرائيل عليه السلام إلى قلب النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم ففيه طريقان ،
"Adapun kemunculan Al-Qur'an sesuai dengan kebutuhan melalui Jibril 'alaihis-salām ke dalam hati Nabi Muhammad ﷺ, maka dalam hal ini terdapat dua cara,"
🔸{ احدهما } : أن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم كان ينخلع أي ينتقل عن الصورة البشرية إلى الصورة الملكية يأخذ من جبريل عليه الصلاة والسلام وهو الطريق الأصعب.
"Salah satunya adalah bahwa Nabi ﷺ berpindah dari bentuk manusiawi ke bentuk malaikat, dan beliau menerima wahyu dari Jibril عليه السلام. Ini adalah cara yang paling sulit.
🔸{ وثانيهما } : أن الملك ينخلع من صورته إلى صورة البشر يأخذ الرسول صلى الله عليه وآله وسلم منه
🔸Sedangkan cara yang kedua adalah bahwa malaikat berubah dari bentuknya ke dalam bentuk manusia, dan Nabi ﷺ menerima wahyu darinya.
-----------
وكان يتمثل كثيراً بصورة دحية الكلبي للزوم المناسبة بين المفيد والمستفيد في باب الإفاضة كما عرف في الصلاة على النبی ﷺ
"Malaikat ini seringkali berwujud Dihyah al-Kalbi📌 karena adanya kesesuaian antara pemberi dan penerima dalam proses penyampaian wahyu, sebagaimana diketahui dalam shalawat kepada Nabi ﷺ."
-----------------
👉📌Malaikat Jibril mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rupa Dihyah Al-Kalbi.
Dalam hadits lain disebutkan:
Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Telah diperlihatkan kepadaku para nabi, maka aku melihat Musa adalah seorang laki-laki yang kuat, seakan-akan dia adalah lelaki dari kaum Syanu’ah. Dan aku melihat Isa bin Maryam, dan yang paling mirip dengannya di antara yang pernah aku lihat, adalah Urwah bin Mas’ud. Dan aku melihat Ibrahim, dan yang paling mirip denganya di antara yang pernah aku lihat ialah sahabat kalian –yaitu diri beliau sendiri—dan aku pun melihat Jibril, dan yang paling mirip dengnanya di antara yang pernah aku lihat adalah Dihyah.” (H.r.Muslim)👈
----------------
{ وقال } بعضهم : إن الله تعالى أفهم كلامه جبرائيل عليه السلام في السماء, وهو متعال عن
المكان، والمكان ظرف لجبريل عليه السلام فقط.
Dan sebagian dari mereka berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala memperdengarkan firman-Nya kepada Jibril 'alaihis salam di langit, sementara Dia Maha Tinggi dari tempat, dan tempat hanyalah wadah bagi Jibril 'alaihis salam saja.
ثم جاء جبريل من السماء إلى الأرض وعلم
النبي ﷺ فلا انتقال في كلامه تعالى أصلاً وهذان الطريقان يسميان مقام الوحي .
Kemudian Jibril datang dari langit ke bumi dan mengajarkan Nabi ﷺ, sehingga tidak ada perpindahan dalam firman-Nya Ta'ala sama sekali." Dua metode ini disebut sebagai maqam wahyu (kedudukan wahyu).
وله عليه الصلاة والسلام أعلى من هذا المقامين وطريق الجذبة والولاية , وإليه أشار عليه الصلاة والسلام بقوله مع الله تعالى وقت لا يسعني فيه ملك مقرب ولا نبي مرسل كذا في مشكاة الأنوار والإتقان .
Dan Nabi ﷺ memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari dua maqam ini, yaitu maqam al-jadzbah (kedudukan tarikan spiritual) dan al-wilayah (kedudukan kewalian).
Kepada kedudukan ini, Nabi ﷺ menunjuk dalam sabdanya: "Aku memiliki waktu bersama Allah Ta'ala di mana tidak ada malaikat yang dekat ataupun nabi yang diutus yang dapat mendekati-Nya." Demikian yang disebutkan dalam Mishkat al-Anwar dan al-Itqan.
{ مسألة اعتقادية } ، هي القرآن كلام الله غير مخلوق .
Masalah akidah, yaitu Al- QUR'AN adalah KALAM ALLAH yang BUKAN MAKHLUQ
وعقب القرآن بكلام الله تعالى لما ذكر المشايخ من أنه القرآن كلام الله تعالى غير
مخلوق ,
Al-Qur'an disebut sebagai kalam Allah Ta'ala karena para ulama menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah KALAM ALLAH Ta'ala yang bukan makhluk,
لئلا يسبق الفهم أن المؤلف من الأصوات والحروف قديم كما ذهب إليه حنابلة جهلاً أو عناداً.
agar tidak muncul pemahaman bahwa rangkaian suara dan huruf adalah qadim (tidak diciptakan), sebagaimana yang diyakini oleh sebagian Hanabilah karena kebodohan atau sikap keras kepala.
ومن قال إنه كلام الله تعالى مخلوق فهو كافر نعوذ بالله تعالى.
👉Dan barang siapa yang mengatakan bahwa kalam Allah Ta'ala adalah MAKHLUQ, maka ia KAFIR, kita berlindung kepada Allah Ta'ala.👈
🔷ومن أقوى شبه المعتزلة أنهم متفقون
على القرآن اسم لما نقل إلينا بين دفتي المصاحف تواترا .
Salah satu dalil terkuat yang digunakan oleh kaum Mu'tazilah adalah bahwa mereka sepakat bahwa Al-Qur'an adalah nama bagi sesuatu yang ditransmisikan/ NUQIL kepada kita secara mutawatir di antara dua sampul mushaf.
وهذا يستلزم كونه مكتوباً في المصاحف مقروء
بالألسن مسموعاً بالأذان وكل ذلك من سمات الحدوث بالضرورة .
Ini mengharuskan Al-Qur'an itu ditulis di dalam mushaf, dibaca dengan lisan, didengar oleh telinga, dan semua itu secara pasti merupakan tanda-tanda kemakhlukan.
فأشار إلى الجواب بقوله وهو أي القرآن الذي هو كلام الله تعالى مكتوب في مصاحفنا أي بأشكال الكتابة وصور الحروف الدالة عليه محفوظ
بقلوبنا أي بألفاظ مخيلة مقروءة بالسننا أي بالحروف الملفوظة المسموعة أي مسموع بأذاننا بذلك أيضاً
غير حال فيها أي مع ذلك ليس حالاً في المصاحف ولا في القلوب والألسنة والآذان بل هو معنى قديم
قائم بذات الله تعالی.
Maka dia mengisyaratkan jawaban dengan mengatakan bahwa : Al-Qur'an, yang merupakan kalam Allah Ta'ala, ditulis dalam mushaf-mushaf kita, yaitu dalam bentuk tulisan dan gambaran huruf-huruf yang menunjukkan padanya, dihafal dalam hati kita, yaitu dengan lafaz-lafaz yang terbayang, dibaca dengan lisan kita, yaitu dengan huruf-huruf yang dilafalkan dan didengar, yang juga terdengar oleh telinga kita, namun dengan semua itu, Al-Qur'an tidak menetap (tidak menyatu) dalam mushaf-mushaf, tidak dalam hati, lisan, atau telinga, melainkan ia adalah makna qadim yang berdiri pada Dzat Allah."
يلفظ ويسمع بالنظم الدال عليه ويحفظ بالنظم المخيل ويكتب بنقوش وصور
وأشكال موضوعة للحروف الدالة عليه كما يقال النار جوهر محرق يذكر باللفظ ويكتب بالقلم.
Sesungguhnya sesuatu itu dapat dilafalkan dan didengar melalui ucapan yang merujuk padanya, dihafalkan melalui ungkapan yang membangkitkan imajinasi, dan ditulis dengan tanda-tanda, gambar, dan bentuk-bentuk yang telah ditetapkan untuk huruf-huruf yang menunjukkannya, sebagaimana api disebut sebagai zat yang membakar, yang disebutkan dengan ucapan dan ditulis dengan pena.
ولا يلزم منه كون حقيقة النار صوتاً وحرفاً
Namun, hal itu tidak mengharuskan bahwa hakikat api adalah suara dan huruf.
{ وتحقيقه } أي الشيء وجوداً في الإيمان ووجوداً في الأذهان ووجوداً في العبارة ووجوداً في الكتابة والكتابة تدل على العبارة .
Menetapkan sesuatu, yaitu eksistensinya, ada dalam iman, dalam pikiran, dalam ungkapan, dan dalam tulisan, yang mengisyaratkan pada Ungkapan
وهي على ما في الأذهان وهو على ما في الأعيان,
Dan (ungkapan) ini sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran, dan pikiran sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan.
فحيث يوصف القرآن بما هو من لوازم القديم كما في قولنا القرآن غير مخلوق , فالمراد به حقيقة الموجود في الخالق,
Maka, ketika Al-Qur'an digambarkan dengan apa yang merupakan sifat dari Yang Maha Qodim, seperti dalam ungkapan kita bahwa "Al-Qur'an bukan makhluk," yang dimaksud adalah hakikat keberadaan dalam Sang Pencipta
وحيث يوصف بما هو من لوازم المخلوقات ير اد الألفاظ المنطوقة كما في قولنا قرأت نصف القران اوا لمخيلة كما في قولنا حفظت القرآن أو الأشكال المنقوشة كما في قولنا يحرم على المحدث مس
القرآن إلخ
"Dan jika sesuatu digambarkan dengan apa yang merupakan keharusan bagi makhluk, maka yang dimaksud adalah kata-kata yang diucapkan, seperti dalam ungkapan 'Saya membaca setengah Al-Qur'an,' atau ingatan/imajinasi, seperti dalam ungkapan 'Saya menghafal Al-Qur'an,' atau bentuk-bentuk yang tertulis, seperti dalam ungkapan 'Diharamkan bagi orang yang tidak berwudu menyentuh Al-Qur'an,' dan seterusnya.
كذا في شرح العقائد مع المتن.۞
"Demikian disebutkan dalam Syarh al-'Aqa'id bersama dengan teks aslinya.
فظهر من هذا البيان أن للقرآن ثلاث ظهورات ونزولات
📌 Dari penjelasan ini, jelaslah bahwa Al-Qur'an memiliki tiga tingkatan penampakan dan penurunan.
أحدهما ظهور نقوشه في اللوح المحفوظ بكتب إسرافيل عليه السلام
1⃣Pertama, penampakan tulisan-tulisannya di Lauh Mahfuzh dengan tulisan yang ditulis oleh Israfil 'alaihissalam.
وثانيها نزوله في البيت المعمور
بأيدي سفرة كرام بررة في السماء الدنيا أو الرابعة على الأخلاف
2⃣Kedua, penurunannya di Baitul Ma'mur oleh tangan para malaikat mulia lagi baik di langit dunia atau keempat pada masa yang berbeda-beda.
وثالثها نزوله نحو ما جبرائيل عليه
السلام على نبينا محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم.
3⃣Ketiga, penurunannya melalui wahyu yang disampaikan oleh Jibril 'alaihissalam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam.
وبهذا التقرير إندفع التعارض والتدافع بين قوله
تعالى شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن ) ( وإنا أنزلناه في ليلة القدر ) وبين قوله ( إنا أنزلناه في
ليلة مباركة ) [ الدخان : ٣]
Dengan penjelasan ini, terjawablah kontradiksi antara firman Allah Ta'ala, '۞Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an' (Al-Baqarah: 185)۞, ۞'Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam Lailatul Qadr' (Al-Qadr: 1)۞, dan firman Alloh ۞'Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi' (Ad-Dukhan: 3)۞.
على تفسير الأكثرين ليلة مباركة بالنصف من شعبان . بان حمل أحد النزولات إلى شهر رمضان وليلة القدر والآخر هو النصف من شعبان إذ الأولان من الآيات يمكن اجتماعهما بان توجد ليلة القدر في شهر رمضان
Menurut kebanyakan ulama, 'malam yang diberkahi' ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Maka, salah satu penurunan diarahkan pada bulan Ramadan dan Lailatul Qadr, dan yang lainnya pada Nisfu Sya'ban, karena kedua ayat tersebut bisa disatukan dengan menganggap Lailatul Qadr terjadi di bulan Ramadan."
والتعارض إنما يحصل في ليلة مباركة إذا فسرت
بالنصف من شعبان وأما إذا فسرت بليلة القدر فلا تعارض أيضاً كذا في الموعظة الحسنة لأستاذي السيد عبد الأحد أفندي المفتي الفرنوي عليه رحمة الله القوي.
"Dan perbedaan (pendapat) hanya terjadi pada malam yang diberkahi jika diartikan sebagai malam pertengahan bulan Sya'ban. Adapun jika diartikan sebagai malam Lailatul Qadar, maka tidak ada perbedaan (pendapat) juga. Demikian disebutkan dalam 'Al-Maw'idah Al-Hasanah' oleh guruku, Sayyid Abdul Ahad Effendi, Mufti Farnawe, semoga rahmat Allah yang kuat tercurah kepadanya."
واعلم أن هذا الاختلاف مبني على أن القرآن اسم للمعنى فقط ، أو للنظم والمعنى جميعاً.
Dan ketahuilah bahwa perbedaan ini didasarkan pada apakah Al-Qur'an itu adalah nama untuk makna saja, atau untuk susunan kata dan makna sekaligus.
فمن ذهب إلى أنه اسم للمعنى احتج بقوله تعالى وإنه لفي زبر الأولين .
Maka dari itu, mereka yang berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah nama untuk makna saja berdalil dengan firman Allah Ta'ala: "Dan sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar (terdapat) dalam kitab-kitab orang yang dahulu."
ولم يكن القرآن في زبر الأولين بلسان العرب ، والذي ليس بلسان العرب لا يسمى قرآناً،
Padahal, Al-Qur'an tidak ada dalam kitab-kitab orang yang dahulu dalam bahasa Arab, dan sesuatu yang bukan dalam bahasa Arab tidak disebut sebagai Al-Qur'an.
فيه فنظر إلى أن التوراة الذي أنزله الله على موسى يعلق عليه أنه قرآن هو ليس بلسان العرب
Dengan demikian, maka kita melihat bahwa Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa dapat dianggap sebagai Al-Qur'an, tetapi bukan dalam bahasa Arab.
وكذلك الإنجيل والزبور لأن القرآن كلام الله قائم بذاته لا يتجزأ ولا ينفصل عنه.
Begitu juga Injil dan Zabur, karena Al-Qur'an adalah firman Allah yang melekat pada Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah dariNya.
غير أنه إذا نزل بلسان العرب سمي قرآناً ولما نزل على موسى سمي توراة ولما نزل على عيسى سمي إنجيلاً ولما نزل على داود سمي زبوراً.
Hanya saja, ketika diturunkan dalam bahasa Arab, ia disebut Al-Qur'an. Ketika diturunkan kepada Musa, ia disebut Taurat; ketika diturunkan kepada Isa, ia disebut Injil; dan ketika diturunkan kepada Dawud, ia disebut Zabur.
واختلاف العبارات باختلاف الاعتبارات كذا ذكره
العيني في شرح البخاري ،۞
Perbedaan ungkapan itu terjadi karena perbedaan sudut pandang, seperti yang disebutkan oleh al-‘Aini dalam syarahnya atas Shahih al-Bukhari.
وفي رواية أخرى في المنزل على النبي عليه السلام ثلاثة أقوال،
{ أحدها } ':
أنه اللفظ والمعنى أن جبرائيل حفظ القرآن من اللوح المحفوظ كل حرف منه بقدر جبل قاف وان تحت كل منها معاني لا يحيط بها إلا الله
Dalam riwayat lain, mengenai Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi ﷺ, terdapat tiga pendapat:
1⃣Salah satunya adalah bahwa Al-Qur'an terdiri dari lafaz dan makna, di mana Jibril menghafal Al-Qur'an dari Lauh Mahfuzh, setiap huruf darinya seukuran dengan Gunung Qaf, dan di bawah setiap huruf terdapat makna-makna yang hanya Allah yang mengetahuinya.
.{ والثاني } : أن جبرائيل إنما أنزل بالمعاني خاصة وإنه علم تلك المعاني وعبر عنها بلغة العرب. وتمسك قائل هذا بظاهر قوله تعالى نزل به الروح الأمين على قلبك
2⃣*"Pendapat kedua*: Bahwa Jibril hanya menurunkan makna-makna tertentu saja, dan dia mengajarkan makna-makna tersebut serta mengungkapkannya dalam bahasa Arab. Pendapat ini didasarkan pada penampilan lahir dari firman Allah Ta'ala: 'Turun dengannya Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu.'
.
{ والثالث } : أن جبرائيل ألقى عليه المعنى وأنه عبر بهذه الألفاظ بلغة العرب كما أخرج ابن أبي حاتم عن سفيان الثوري قال لم ينزل وحي إلا بالعربية ثم ترجم كل نبي لقومه وأن أهل السماء يقرؤونه بالعربية ثم إنه أنزل كذلك
3⃣*Pendapat ketiga*: Bahwa Jibril melemparkan makna ke dalam hatinya, dan dia mengungkapkan makna tersebut dengan kata-kata dalam bahasa Arab. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sufyan ats-Tsauri, yang berkata: 'Tidak ada wahyu yang turun kecuali dalam bahasa Arab, kemudian setiap nabi menerjemahkannya kepada kaumnya, dan bahwa penduduk langit membacanya dalam bahasa Arab, kemudian diturunkan seperti itu.'
Dan juga diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari An-Nawas bin Sam'an رضي الله عنه yang marfu’ bahwa jika beliau (Nabi) berbicara...!"**
:{ وأخرج } الطبراني عن النواس بن سمعان رضي الله عنه مرفوعاً إذا تكلم الله بالوحي
أخذت السماء رجفة شديدة من خوف الله تعالى.
"Dan At-Tabarani meriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu secara marfu' (disandarkan kepada Nabi ﷺ): Ketika Allah berbicara dengan wahyu, langit mengalami guncangan yang sangat hebat karena takut kepada Allah Ta'ala.
فإذا سمع بذلك أهل السماء صعقوا وخروا سجدا.
فيكون أولهم يرفع رأسه جبرائيل فيكلمه الله من وحيه بما أراد .
Maka ketika penduduk langit mendengar hal itu, mereka pingsan dan jatuh bersujud. Orang pertama yang mengangkat kepalanya adalah Jibril, lalu Allah berbicara kepadanya dengan wahyu-Nya mengenai apa yang Dia kehendaki.
فينتهي به على الملائكة كلما مر بسماء سأله أهلها ماذا قال ربنا قال الحق فينتهي به حيث أمر.
Kemudian Jibril menyampaikan wahyu itu kepada para malaikat. Setiap kali melewati sebuah langit, penduduknya bertanya kepadanya, 'Apa yang dikatakan oleh Tuhan kita?' Dia menjawab, 'Kebenaran,' lalu dia meneruskannya ke tempat yang diperintahkan."
والله اعلم بالصواب
MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI
SEMOGA BERMANFAAT.