BREAKING NEWS

Watsapp

Tuesday, June 25, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 14 ( MATI SYAHID)

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 14


MATI SYAHID


وَ( عَلٰی شَهِيْدٍ ) وَهُوَ بِوَزْنِ فَعِيْلٍ بِمَعْنَی

 مَفْعُوْلٍ، لِأَنَّهُ مَشْهُوْدٌ لَهُ بِالْجَنَّةِ، أَوْ فَاعِلٍ، لِأَنَّ رُوْحَهُ تَشْهَدُ الْجَنَّةَ قَبْلَ غَيْرِهِ.

Definisi Syahīd

Haram menshalati jenazah orang yang mati syahīd📚. Lafazh (شَهِيْدٍ) ikut wazan (فَعِيْلٍ) yang berma‘na maf‘ūl sebab ia akan disaksikan masuk surga📒. Atau ikut wazan: (فَاعِلٍ) karena nyawanya menyasikan surga sebelum nyawa orang lain. 

---------------

📚

أي وتحرم الصلاة على الشهيد، لما صح أنه - صلى الله عليه وسلم - أمر في قتلى أحد بدفنهم بدمائهم، ولم يغسلهم، ولم يصل عليهم.

"Dan sholat dilarang / haram atas seorang syahid, karena ada hadis shahih bahwa Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- memerintahkan pada korban Perang Uhud untuk dikuburkan dengan darah mereka, tanpa dimandikan dan tanpa dishalatkan.


وأما خبر: أنه - صلى الله عليه وسلم - خرج فصلى على قتلى أحد صلاته على الميت زاد البخاري بعد ثمان سنين فالمراد - كما في المجموع - دعا لهم كدعائه للميت، والإجماع يدل له.

Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- keluar dan menshalati korban Perang Uhud seperti sholatnya atas jenazah, Al-Bukhari menambahkan setelah delapan tahun, maka yang dimaksud -sebagaimana dalam kitab Al-Majmu'- adalah beliau berdoa untuk mereka seperti doanya untuk jenazah, dan ijma' menunjukkan hal tersebut."


📒

وقيل لأنه يبعث، وله شاهد بقتله إذ يبعث، وجرحه يتفجر دما.

Dan dikatakan: Karena dia akan dibangkitkan, dan ada saksi atas pembunuhannya saat dia dibangkitkan, serta lukanya mengeluarkan darah.


وقيل: لأن ملائكة الرحمة يشهدونه فيقبضون روحه.

Dan dikatakan: Karena malaikat rahmat menyaksikannya dan mengambil nyawanya.


Ianah Tholibin juz 2 hal 135

Nurul ilmi

---------------


 وَ يُطْلَقُ لَفْظُ الشَّهِيْدِ عَلَى مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا، فَهُوَ شَهِيْدُ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ. 


Lafazh (الشَّهِيْدِ) diucapkan pada orang yang berperang menjunjung tinggi agama Allah📖 dan orang ini disebut syahīd dunia-akhirat,

---------------

📖

المراد بها كلمة التوحيد والدعوة إلى الإسلام.

Yang dikehendaki dengan kalimat Allah adalah kalimat tauhid, da,wah ke agama islam


Ianah Tholibin juz 2 hal 136

Nurul ilmi

----------------


وَ عَلَى مَنْ قَاتَلَ لِنحْوِ حَمِيَّةٍ، فَهُوَ شَهِيْدُ الدُّنْيَا.

juga dapat diterapkan pada orang yang berperang bukan untuk membela agam Allah (tapi untuk tujuan lain) 📗 dan orang ini disebut “syahīd dunia”📝. 

-------------

📗

 أي لقومه، ودخل تحت لنحو: من قاتل للرياء، أو للغنيمة، أو نحو ذلك.

 Untuk kaumnya, dan termasuk juga dalam kategori ini: orang yang berperang untuk riya, atau untuk harta rampasan perang, atau hal-hal semacam itu.

 

 📝

 أي فتجري عليه أحكام الشهادة الدنيوية، من كونه لا يغسل ولا يصلى عليه.

 Sehingga berlaku padanya hukum-hukum syahid di dunia, seperti tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

 

Ianah Tholibin juz 2 hal 136

Nurul ilmi

--------------

 وَ عَلَى مَقْتُوْلٍ ظُلْمًا وَ غَرِيْقٍ، وَ حَرِيْقٍ، وَ مَبْطُوْنٍ أَيْ مَنْ قَتَلَهُ بَطْنُهُ كَاسْتِسْقَاءٍ أَوْ إِسْهَالٍ. فَهُمُ الشُّهَدَاءُ فِي الْآخِرَةِ فَقَطْ.


Juga bisa diterapkan untuk orang yang terbunuh akibat suatu kezhāliman ✅yang menimpanya, orang yang mati sebab tenggelam💖, terbakar📇 dan akibat penyakit perut, misalnya muntah atau diare, dan orang-orang seperti ini dinamakan “syahīd akhirat” (50) 

---------------

خرج به ما إذا كان مقتولا بحق - كأن كان لقصاص - فلا يكون شهيدا.

Dikecualikan dari hukum ini adalah jika seseorang dibunuh dengan hak, seperti karena qisas, maka dia tidak dianggap sebagai syahid.

💖


(لطيفة) حكي أن شخصا نزل هو ومحبوبه يسبحان في البحر، فغرق محبوبه، فأشار إلى البحر وأنشد وقال:

(Latifa)

 Dikisahkan bahwa seseorang dan kekasihnya turun ke laut untuk berenang, lalu kekasihnya tenggelam. Dia menunjuk ke laut dan melantunkan syair:

 

ياماء: لك قد أتيت بضد ما * * قد قيل فيك مخبرا بعجيب؟ 

 "Wahai air: kamu telah datang dengan kebalikan dari apa yang * 

 * telah dikatakan tentangmu dengan hal yang mengherankan?

 * 

الله أخبر أن فيك حياتنا * * فلاي شئ مات فيك حبيبي؟ 

Allah memberitahukan bahwa di dalam dirimu terdapat kehidupan kami * * maka mengapa kekasihku mati di dalam dirimu?"


فلما قال ذلك أحياه الله تعالى، وطلع له من البحر


"Setelah dia mengucapkan hal itu, Allah SWT menghidupkan kekasihnya kembali, dan dia muncul dari laut.


📇

 (قوله: وحريق) أي ويطلق لفظ الشهيد على حريق، أي محروق بالنار.

(Perkataan mushonef: Dan yang terbakar) artinya istilah syahid juga digunakan untuk orang yang terbakar, yaitu yang mati terbakar oleh api.


فتجرى عليهم أحكام غير الشهيد، من الغسل، والصلاة، وغير ذلك.

50. Maka berlaku pada mereka hukum selain syahid, seperti dimandikan, dishalatkan, dan lain sebagainya.


Ianah Tholibin juz 2 hal 136

Nurul ilmi


---------------


(كَغَسْلِهِ) أَيِ الشَّهِيْدِ، وَ لَوْ جُنُبًا، لِأَنَّهُ لَمْ يَغْسِلْ قَتْلَى أُحُدٍ. وَ يَحْرُمُ إِزَالَةُ دَمِ شَهِيْدٍ.


Begitu juga hukum memandikan orang yang mati syahīd adalah haram sekalipun masih dalam keadaan junub📚 sebab Nabi s.a.w. tidak memandikan orang-orang yang mati dalam perang Uhud📑. Haram menghilangkan darah orang yang mati syahīd.📒

-------------

📚

أي يحرم غسله ولو كان جنبا، لأن حنظلة بن الراهب قتل يوم أحد وهو جنب، ولم يغلسه النبي - صلى الله عليه وسلم -، وقال: رأيت الملائكة تغسله.

رواه بن حبان والحاكم في صحيحهما.


Diharamkan untuk memandikan orang yg mati syahid meskipun dalam keadaan junub, karena Handhalah bin Ar-Rahib terbunuh pada perang Uhud dalam keadaan junub, dan Nabi - shallallahu 'alaihi wasallam - tidak memandikannya. Beliau bersabda: "Aku melihat para malaikat memandikannya."


📑

ولما رواه الإمام أحمد أنه - صلى الله عليه وسلم - قال: لا تغسلوهم، فإن كل جرح أو كلم أو دم يفوح مسكا يوم القيامة.

Dan karena adanya hadis yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: "Jangan mandikan mereka, karena setiap luka atau darah akan mengeluarkan bau harum seperti misik pada hari kiamat."


وحكمة ذلك أيضا: إبقاء أثر الشهادة عليهم، والتعظيم لهم باستغنائهم عن التطهير.

Dan hikmah dari hal itu juga adalah untuk mempertahankan bekas Kesyahidan pada mereka, serta memuliakan mereka dengan tidak memerlukan penyucian.


📒

والمراد بالدم الذي يحرم إزالته: الخارج من المقتول نفسه، بخلاف ما لو طرأ عليه من غيره، فإنه يزال - كالنجاسة - ولو أدى إلى


زوال دم الشهادة معه.


Dan yang dimaksud dengan darah yang haram dihilangkan adalah darah yang keluar dari tubuh orang yang terbunuh itu sendiri, berbeda halnya jika darah itu datang dari luar / selainya, maka darah tersebut boleh dihilangkan seperti halnya najis, meskipun hal itu menyebabkan hilangnya darah syahid bersamanya.


Ianah Tholibin juz 2 hal 136

Nurul ilmi

----------------


(وَ هُوَ مَنْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ كُفَّارٍ) أَوْ كَافِرٍ

 وَاحِدٍ، قَبْلَ انْقِضَائِهِ، وَ إِنْ قُتِلَ مُدْبِرًا (بِسَبَبِهِ) أَيِ الْقِتَالُ

 Syahid adalah orang yang gugur 📒di medan perang melawan orang-orang kafir atau seorang raja sebelum peperangan selesai – sekalipun terbunuh waktu mundur dari musuh – , yang matinya sebab peperangan tersebut.

 --------------

 📒

 (واعلم) أنه ذكر قيدين للشهيد، وهما: كون الموت حال المقاتلة، وكونه بسبب القتال، وبقي قيد ثالث، وهو: أن يكون القتال حلله العلماء.

Dan ketahuilah bahwa telah disebutkan dua syarat bagi syahid, yaitu: kematian saat bertempur, dan kematian disebabkan oleh pertempuran, serta ada syarat ketiga, yaitu: pertempuran tersebut dihalalkan oleh para ulama.


وخرج بالقيد الأول من مات بعد المقاتلة، فإن فيه تفصيلا سيذكره في قوله: ولا من مات بعد انقضائه إلخ.

Dengan syarat pertama, dikecualikan orang yang meninggal setelah pertempuran, karena dalam hal ini terdapat rincian yang akan disebutkan dalam perkataan: "dan tidak termasuk orang yang meninggal setelah pertempuran selesai, dll.


وبالقيد الثاني من مات لا بسبب القتال - كأن مات في حال المقاتلة بمرض أو فجأة - أي بغتة.


"Dengan syarat kedua, dikecualikan orang yang meninggal bukan karena pertempuran - seperti orang yang meninggal saat pertempuran karena penyakit atau Sakit yg tiba-tiba - yaitu secara mendadak.


وبالقيد الثالث: من مات في قتال محرم، كقتال المسلم ذميا، فلا يسمى شهيدا.


Dengan syarat ketiga, dikecualikan orang yang meninggal dalam pertempuran yang haram, seperti pertempuran seorang Muslim melawan seorang dzimmi (non-Muslim yang berada di bawah perlindungan negara Islam), maka orang tersebut tidak disebut syahid.


وقد ذكر المؤلف بعض أفراد هذه المحترزات، كما ستعرفه.


Penulis telah menyebutkan beberapa individu dari pengecualian ini, sebagaimana akan diketahui.


Ianah Tholibin juz 2 hal 137

Nurul ilmi

---------------


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Sunday, June 23, 2024

APAKAH MAHAR ITU HARUS BERUPA UANG? BAGAIMANAKAH PENJELASAN MAHAR ITU?

 

بِسۡـــــــــمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِـــــــيم


 



Apa definisi mahar(bahasa dan istilah).

Serta apakah mahar itu ada syarat,ketentuan dan kriteria nya?


_Kata mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al-mahr, jamaknya al-muhur atau al-muhurah. Menurut bahasa, kata al-mahrbermakna al-shadaq yang dalam bahasa Indonesia lebih umum dikenal dengan “maskawin”, yaitu pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri ketika berlangsungnya acara akad nikah diantara keduanya untuk menuju kehidupan bersama sebagai suami istri._


_Lebih lanjut dalam kitab Subul al-Salam Syarh Bulug al-Maram menjelaskan bahwa mahar mempunyai delapan nama sebagai berikut:_


_الصداق له ثمانية أسماء يجمعها قوله صداق و مهر نحلة و فريضة حباء و أجر ثم عقر علائق_


_Mahar mempunyai delapan nama yang dinadzamkan dalam perkataannya: shadaq, mahar, nihlah, faridhah, hiba’, ujr, ’uqr, ‘alaiq”_


_Dalam kamus al-Munjid, kata mahar dapat dilihat dalam berbagai bentuknya:_


_(مَهَرَ : مَهْراً و مُهُوْراً وَ مَهاَراً وَ مَهَارَةً _


_ yang artinya  tanda  pengikat._


_Abdurrrahman al-Jaziri, maskawin adalah nama suatu benda yang wajib diberikan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang disebut dalam akad nikah sebagai pernyataan persetujuan antara pria dan wanita itu untuk hidup bersama sebagai suami istri._


_Imam Taqiyuddin, maskawin (shadaq) ialah sebutan bagi harta yang wajib atas orang laki-laki bagi orang perempuan sebab nikah atau bersetubuh (wathi'). Di dalam al-Qur’an maskawin disebut: shadaq, nihlah, faridhah dan ajr. Dalam sunnah disebut: mahar, ‘aliqah dan ‘aqr._


_Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mahar merupakan suatu kewajiban yang harus dipikul oleh setiap calon suami yang akan menikahi calon istri sebagai tanda persetujuan dan kerelaan untuk hidup bersama sebagai suami istri, jadi mahar itu menjadi hak penuh bagi istri yang menerimanya, bukan hak bersama dan bukan pula hak walinya, tidak ada seorangpun yang berhak memanfaatkannya tanpa seizin dari perempuan itu_


_Tidak ada ketentuan syara' dalam ukuran maksimal atau minimal jumlah mahar, yang menjadi pertimbangan dalam kadarnya adalah kerelaan dan kesepakatan sepasang calon suami istri meski kadarnya kemudian dianggap lebih rendah atau lebih tinggi dari kadar mahar mitsil namun yang paling baik ukurannya adalah yang sewajarnya._


_Selangkapnya_


_فَصْلٌ : فَإِذَا ثَبَتَ أَنَّ أَقَلَّ الْمَهْرِ وَأَكْثَرَهُ غَيْرُ مُقَدَّرٍ ، فَهُوَ مُعْتَبَرٌ بِمَا تَرَاضَى عَلَيْهِ الزَّوْجَانِ مِنْ قَلِيلٍ وَكَثِيرٍ ، وَسَوَاءٌ كَانَ أَكْثَرَ مِنْ مَهْرِ الْمِثْلِ أَوْ أَقَلَّ ، إِذَا كَانَتِ الزَّوْجَةُ جَائِزَةَ الْأَمْرِ . فَإِنْ كَانَتْ صَغِيرَةً زَوَّجَهَا أَبُوهَا هل يجوز أَنْ يُزَوِّجَهَا بِأَقَلَّ مِنْ مَهْرِ مِثْلِهَا ، لَمْ يَجُزْ أَنْ يُزَوِّجَهَا بِأَقَلَّ مِنْ مَهْرِ مِثْلِهَا : لِأَنَّهُ مُعَاوِضٌ فِي حَقِّ غَيْرِهِ فَرُوعِيَ فِيهِ عِوَضُ الْمِثْلِ كَمَا يُرَاعَى فِي بَيْعِهِ لِمَالِهَا ثَمَنُ الْمِثْلِ ، وَإِنْ لَمْ يُرَاعِ ذَلِكَ فِي بَيْعِهَا لِنَفْسِهَا . وَالْأَوْلَى أَنْ يَعْدِلَ الزَّوْجَانِ عَنِ التَّنَاهِي فِي الزِّيَادَةِ الَّتِي يَقْصُرُ الْعُمُرُ عَنْهَا ، وَعَنِ التَّنَاهِي فِي النُّقْصَانِ الَّذِي لَا يَكُونُ لَهُ فِي النُّفُوسِ مَوْقِعٌ ، وَخَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَاطُهَا . وَأَنْ يُقْتَدَى بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُهُورِ نِسَائِهِ طَلَبًا لِلْبَرَكَةِ فِي مُوَافَقَتِهِ ، وَهُوَ خَمْسُمِائَةِ دِرْهَمٍ عَلَى مَا رَوَتْهُ السَّيِّدَةُ عَائِشَةُ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا . وَقَدْ جَعَلَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مَرْوَانَ مُهُورَ الشَّرِيفَاتِ مِنْ نِسَاءِ قَوْمِهِ أَرْبَعَةَ آلَافِ دِرْهَمٍ : اقْتِدَاءً بِصَدَاقِ أُمِّ حَبِيبَةَ . وَقَدْ رَوَى مُجَاهِدٌ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَيْرُهُنَّ أَيَسَرُهُنَّ صَدَاقًا . وَرُوِيَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَحْسَنُهُنَّ وَجْهًا وَأَقَلُّهُنَّ مَهْرًا_

TRADISI KHUTBAH PEGANG TONGKAT

 TRADISI KHUTBAH PEGANG TONGKAT


Masjid² kalangan Nahdatul Ulama, ketika khutbah jumat, khatib memegang tongkat ketika berdiri di atas mimbar. Ini adalah salah satu ciri khas masjid Nahdatul Ulama, tentunya akan membedakan dengan masjid² kalangan lain. 


Tradisi pegang tongkat saat khutbah Jum'at atau hari raya, bagi yg tidak sependapat selalu mempersoalkannya, mencemooh bahkan tidak mau sholat Jumat di masjid yg ada tongkatnya. Alasan mereka, katanya hal tersebut tidak ada dalil yg membenarkan. 


Bagi kalangan kita, perbedaan pendapat sudah biasa jika terkait dengan persoalan khilafiyah hukum dan tanawwu' dalam ibadah. Jikalau mau terbuka untuk tidak antipati duluan, dengan membuka literatur para ulama fiqih, insya Allah akan membuka pola pikirnya, minimal tidak menyalahkan atau menuduh sesat. Ternyata, memegang tongkat ketika khatib berdiri di atas mimbar Jumat, adalah memiliki dalil² yg kuat dan terpercaya. Termasuk pendapat dari kalangan ulama 4 madzhab.


Mayoritas ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah menganjurkan berkhutbah dgn memegang tongkat, berdasarkan hadits diatas. Berbeda dgn ulama madzhab Hanafi, yg berpendapat hal itu makruh, karena berbeda dengan sunnah. Sebagaimana keterangan Imam Burhanuddin Abu Al-Ma’ali Mahmud bin Ahmad bin Abdul Aziz ibn Mazah al-Bukhari Al-Hanafi atau Imam Ibnu Mazah rahimahullah (wafat 616 H / 1219 M di Uzbekistan) dalam Kitab Al-Muhith Al-Burhani Fi Al-Fiqhi An-Nu’mani sbg berikut :


وكذلك إذا خطب متكئاً على عصا أو على قوس جاز، إلا أنه يكره، لأنه خلاف السنّة


“Demikian itu harus (dibolehkan), apabila (khatib) berkhutbah memegang pada tongkat atau pada panah, melainkan ia makruh karena berbeda dengan sunnah”. (2/75. Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Imiyyah, 1424 H).


Ulama Wahabi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitab Ad-Durusul Fiqhiyyah, menyatakan bukan sunnah.


Sejak dahulu, masalah ini adalah ruang khilafiyyah yg mu'tabar. Setiap pihak mempunyai alasan dan sisi pandang masing². Maka, siapa yang ingin memegang tongkat atau panah atau seumpamanya, maka dia boleh melakukannya. Ini sunnah oleh sebagian besar ulama. Dan siapa yg berpendapat bukan sunnah, maka dia tidak perlu melakukannya. Tiada kesalahan dalam hal ini. Mari saling menghormati atas ragam pendapat para ulama. Janganlah bernafsu untuk ingin menang sendiri merasa paling benar. Jika anda ulama, pasti faham perbedaan dan cara menyikapinya, sebagaimana teladan para ulama Salafus sholih.


Secara historis, bahwa tongkat atau tombak pada masa Rasulullah sebagai sunah yang dianjurkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, hingga rasul selalu memegang tongkat yg biasanya ukurannya pendek atau terkadang panjang. Sebagian berpendapat bahwa tongkat (tombak) adalah sebagai senjata untuk melindungi diri, karena ketika sedang khutbah dan diserang musuh akan mudah dapat melakukan pembelaan diri, karena senjata telah ada ditangan, hal ini juga logis ketika ada anjuran juga menggunakan pedang.


Bahkan jumhurul ulama' (mayoritas ulama) fikih mengatakan, bahwa sunnah hukumnya khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya, pada saat membaca khutbah. Sebagaimaba dijelaskan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 820 M di Fustat Mesir) di dalam kitab Al-Umm, sebagai berikut : 


 قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا.


Imam Asy-Syafi'i rahimahullah ta'ala berkata : Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yg mengatakan, beliau berkhutbah dgn memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda² itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya, untuk dijadikan pegangan". (Kitab Al-Umm, juz I, halaman : 272).


عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قُلْتُ لِعَطَاءٍ: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْمُ إِذَا خَطَبَ عَلىَ عَصًا ؟ قَالَ: نَعَمْ كَانَ يَعْتَمِدُ عَلَيْهَا اِعْتِمَادًا.


“Dari Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij atau Imam Ibnu Juraij rahimahullah (wafat 767 M Jannatul Ma'la Mekkah) : “Aku berkata kepada ‘Atha’ Bin Abi Rabah Al-Makki rahimahullah (wafat 733 M di Jannatul Ma'la Mekkah) : “Apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila berkhutbah selalu berdiri pada tongkat ?” Ia menjawab : “Ya. beliau selalu berpegangan pada tongkat". (HR. Imam Abdur Razzaq Ash-Shan'ani rahimahullah wafat 827 M di Shana'a Yaman dan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam Kitab Al-Umm juz 1 halaman 177).


 عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ


Dari Syu'aib bin Zuraidj Ath-Tha'ifi Radhiyallahu Anhu, ia berkata : 'Kami menghadiri shalat Jumat pada suatu tempat, bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Maka, beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (HR. Imam Abu Dawud rahimahullah wafat 889 M di Basrah Irak).


Hadits di atas, di komentari oleh Imam As Shan’ani rahimahullah (wafat 1768 M di Shana'a Yaman) dalam Kitab Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, bahwa hadits itu menjelaskan tentang sunnahnya khatib Jumat memegang pedang atau semacamnya, pada waktu menyampaikan khutbahnya. (Kitab Subulus Salam, juz II, halaman : 59).


Imam Abu Abdullah Muhammad bin Sa'ad bin Mani' Al-Bashri Al-Hasyimi atau Imam Ibnu Sa’ad rahimahullah (wafat 16 Februari 845 M, Baghdad, Irak) menerangkan dalam Kitab Ath-Tahabaqat Al-Kabir, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memegang tongkat dalam khutbah²nya, menyebutkan hadits berikut :


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ وَبِيَدِهِ مِخْصَرَةٌ.


“Dari Abdullah bin Zubair bin Awwam radhiyallahu anhu (wafat 692 M, Jannatul Ma'la Mekkah), bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menyampaikan khutbah, sedangkan di tangan beliau memegang tongkat". (HR. Imam Abu Muhammad Al-Husain bin Mas'ud bin Muhammad Al-Farra Al-Baghawi Asy-Syafi'i atau Imam Al-Baghawi rahimahullah wafat 1122 M di Iran, dalam Kitab Syarhus Sunnah :1070, Imam Muhammad Tammam Ar-Razi rahimahullah wafat 414 H / 1023 M, dalam Kitab Al-Fawaid : 650).


Hujjatul Islam Al-Imam Al-Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari rahimahullah (wafat 1111 M di Thus Iran) mengatakan :


فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ


"Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama'ah, dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yg ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yg satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yg satu dengan yg lain. (Kitab Ihya' 'Ulumiddin, juz I, halaman : 180).


Imam Al-Khatib As Syarbini Asy-Syafi'i Al-Asy'ari Al-Mishri rahimahullah (wafat 977 H / 1570 M di Kairo Mesir) dalam Kitab Mughnil Muhtaj, menambahkan keterangan diantara hikmah berkhutbah dengan memegang tongkat, adalah isyarat bahwa Islam adalah agama yg tegak dan diperjuangkan dengan banyak pengorbanan. Sehingga, umat Islam harus senantiasa kuat dan waspada, dari berbagai ancaman luar, serta senantiasa mempersiapkan jasmani dan rohani yg kuat guna membela Islam.


Hikmah tersebut hampir sama dijelaskan juga oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi'i Al-Makki rahimahullah (wafat 1566 M di Jannatul Ma'la Mekkah) di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhil Minhaj.


Jelas diterangkan diatas bahwa ada hikmah dianjurkannya memegang tongkat ketika khutbah yaitu untuk mengikat hati (agar lebih khusyuk dan konsentrasi) dan tidak mempermainkan tangannya. Serta mengikuti jejak Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Intinya, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. 


Wallahu a’lam bish shawab. Semoga bermanfaat !!

BOLEHKAH MAHAR NIKAH DENGAN HAFALAN AL QURAN?

 

BOLEHKAH MAHAR NIKAH DENGAN HAFALAN AL QURAN?

________________________________________

Soal:

Bagaimanakah pandagan Islam (fikih) terkait mahar berupa hafalan Akquran. Mengingat ketentuan mahar harus sesuatu yang berharga atau menfaat yang kembali pada mempelai wanita?


Jawab:


Mahar nikah berupa hafalan al Quran diperbolehkan dan sah dengan ketentuan berikut :


1. Apabila yang membacakan Al-Qur'an dalam rangka mengajari Al-Quran pada sang istri maka maskawin baca Al-Qur'an tersebut sah / boleh.


2. Jika membacakan ayat tersebut dapat memberi faedah kepada calon istri (contoh, calon istri paham artinya sehingga dapat mengambil faedah dari maknanya ayat yang di baca, seperti halnya istri dapat mengetahui hukum dari ayat yang dibaca dsb) maka dalam keadaan ini maskawin tersebut juga sah / boleh.


3. Jika tidak seperti penjelasan di atas (hanya membacakan disampingnya saja) maka maskawin tersebut tidak sah. Sehingga jika hanya sekedar hafalan saja, tidak ada manfaat yang bisa diambil oleh sang istri seperti mengajari sang istri dengan hafalan tersebut, maka tidak sah.


Rerefensi:


•حاشية الباجوري (II/126)

ويجوز ان يتزوجها علي منفعة معلومة كتعليم القرأن.... ولا فرق لتعليم القرأن بين ان يكون لكله كما هو ظاهره او لسور معينة منه كالفاتحة وغيرها او لقدر معين من سورة معينة كربع من سورة يس وان كانت تعريفه.


•قرة الين بفتوى الشيخ إسماعيل، ص 162 :

ﻣﺎ ﻗﻮﻟﻜﻢ ﺳﻴﺪﻱ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻤﻬﺮ ﻗﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻓﻬﻞ ﻳﺼﺢ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻭﻼ ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ ﺍﻥ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﻭة ﺻﺤﻴﺢ ﺛﻢ ﺍﺫﺍ ﻭﻗﻊ ﺑﻤﻬﺮ ﻗﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻓﺎﻥ ﺍﺭﻳﺪ ﺑﻘﺮﺍﺀﺗﻬﺎ ﺍﻗﺮﺃﻫﺎ ﺍﻳﺎﻫﺎ ﻭﺗﻌﻠﻴﻤﻬﺎ ﺍﻳﺎﻫﺎ ﻓﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺻﺤﻴﺢ. ﻓﺎﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻘﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﺎ ﺍﻳﺎﻫﺎ ﺑﺤﻴﺚ ﺗﺴﺘﻔﻴﺪ ﻣﻦ ﻗﺮﺃﺗﻬﺎ ﻭﻛﺬﺍ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻛﺎﺳﻤﺎﻋﻬﺎ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﻧﺒﻮﻳﺎ ﻟﺘﺴﺘﻔﻴﺪ ﻣﻨﻪ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺣﻜﻢ ﺃﻭ ﺗﺰﻏﻴﺒﺎ ﺍﻭ ﺗﺮﻫﻴﺒﺎ ﻭﻛﺎﺳﻤﺎﻋﻬﺎ ﺑﻌﺾ ﺍﻸﺷﻌﺎر ﺍﻟﻤﺘﻀﻤﻨﺔ ﻟﻠﺰﻫﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻸﺧﺮة ﺃﻭ ﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﺑﺤﻴﺚ ﻳﺼﻞ ﺍﻟﻰ ﺫﻫﻨﻬﺎ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﺈﻥ ﺫﻟﻚ ﺟﺎﺋﺰ ﻭﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻧﺎﻩ ﻣﻦ ﻗﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺍﻭ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﺑﻘﺼﺪ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﺎ ﺃﻭ ﺗﻌﻠﻴﻢ ﻣﻦ ﺷﺮﻃﺘﻪ ﻫﻲ ﻛﻮﻟﺪﻫﺎ ﻭﻋﺒﺪﻫﺎ ﻭﻛﺬﺍ ﺍﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺍﺳﺘﻔﺎﺩﺗﻬﺎ ﻣﻦ ﻗﺮﺃﺓ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻓﻴﺠﺐ ﻟﻬﺎ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻣﻬﺮ ﺍﻟﻤﺜﻞ ﻷﻥ ﻣﺠﺮﺩ ﻗﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺑﺤﻀﺮﺗﻬﺎ ﻭﻫﻲ ﺗﺴﻤﻊ ﻻ ﻳﻮﺻﻞ ﺍﻟﻴﻬﺎ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺍﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻣﻬﺮﺍ ﻭﺇﺫﺍ ﻓﺴﺪ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ﻓﺎﻟﻤﺮﺟﻮﻉ ﺍﻟﻴﻪ ﻣﻬﺮ ﺍﻟﻤﺜﻞ.


•حاشية الجمال (17/237) :

حاشية الجمل للشيخ سليمان بن عمر الجمل (المتوفى : ١٢٠٤هـ) ج ١٧ ص ٢٣٧ ما نصه : ( قوله بما لا يتمول ) أي لا يعد في العرف مالا وإن كان مالا في نفسه.


•حاشية إعانة الطالبين للشيخ أبي بكر ابن السيد محمد شطا الدمياطي (4/396) 

ما نصه:( قوله وما صح كونه ثمنا الخ ) هذه في المعنى قضية شرطية صورتها وكل ما صح جعله ثمنا صح جعله صداقا والذي يصح جعله ثمنا هو الذي وجدت فيه الشروط السابقة في باب البيع من كونه طاهرا منتفعا به مقدورا على تسلمه مملوكا لذي العقد وقوله صح كونه صداقا أي في الجملة فلا يرد ما لو زوج عبده لحرة وجعل رقبته صداقا لها فإنه يصح مع صحة جعله ثمنا لأنه منع منه هنا مانع وهو أنه لا يجتمع الملك والنكاح لتناقضهما ( قوله وإن قل ) غاية لقوله ما صح كون ثمنا أي كل ما صح أن يكون ثمنا ولو قليلا يصح كونه صداقا ولا حاجة إلى تقييد القلة بأن لا تنتهي إلى حد لا يتمول لانه حينئذ لا يصح كونه ثمنا فهو خارج من موضوع المسألة.


•فتح الباري شرح صحيح البخارى حديث رقم ٤٨٥٤ :

قوله ( اذهب فقد أنكحتكها بما معك من القرآن ) في رواية زائدة مثله ، لكن قال في آخره " فعلمها من القرآن " وفي رواية مالك " قال له قد زوجتكها بما معك من القرآن " ومثله في رواية الدراوردي عن إسحاق بن راهويه ، وكذا في رواية فضيل بن سليمان ومبشر ، وفي رواية الثوري عند ابن ماجه " قد زوجتكها على ما معك من القرآن " ومثله في رواية هشام بن سعد وفي رواية الثوري عند الإسماعيلي " أنكحتكها بما معك من القرآن " وفي رواية الثوري ومعمر عند الطبراني " قد ملكتكها بما معك من القرآن " ، وكذا في رواية يعقوب وابن أبي حازم وابن [ ص: ١١٧ ] جريج وحماد بن زيد في إحدى الروايتين عنه ، وفي رواية معمر عند أحمد " قد أملكتكها " والباقي مثله ، وقال في أخرى " فرأيته يمضي وهي تتبعه " وفي رواية أبي غسان " أمكناكها " والباقي مثله ، وفي حديث ابن مسعود " قد أنكحتكها على أن تقرئها وتعلمها ، وإذا رزقك الله عوضتها ، فتزوجها الرجل على ذلك فتح الباري شرح صحيح البخاري.


Wallahu a'lam bisshowab.

SHOLAT JANAZAH PART 13 WANITA SHOLAT JANAZAH

BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 13


WANITA SHOLAT JANAZAH


(وَ سَقَطَ الْفَرْضُ) فِيْهَا (بِذَكَرٍ) وَ لَوْ صَبِيًّا مُمَيِّزًا، وَ لَوْ مَعَ وُجُوْدِ بَالِغٍ، وَ إِنْ لَمْ يَحْفَظِ الْفَاتِحَةَ، وَ لَا غَيْرَهَا، بَلْ وَقْفٌ بِقَدْرِهَا، وَ لَوْ مَعَ وُجُوْدِ مَنْ يَحْفَظُهَا، 


Hukum fardhu menshalati mayat menjadi gugur karena sudah dikerjakan oleh seorang laki-laki📒, walaupun kanak-kanak yang mumayyiz📖, sekalipun ada orang yang bāligh, walaupun laki- laki kanak- kanak tidak hafal fātiḥah dan lainnya📚, bahkan ( Kalau tak hafal fatihah ) hanya denggan diam seukuran fātiḥah dan sekalipun di situ ada orang yang hafal. 

----------------

📒

وإنما سقطت به لحصول الفرض بصلاته، ولأن الجماعة لا تشترط فيها فكذا العدد كغيرها.

Artinya, menshalati mayat menjadi gugur karena kewajiban telah terpenuhi dengan salatnya, dan karena jamaah tidak disyaratkan di dalam sholat janazah, maka demikian juga tidak disyaratkan jumlahnya ( jamaah ) seperti sholat lain.


📖

أي تسقط به ولو كان صبيا مميزا، لأنه من جنس الرجال، ولأنه يصلح أن يكون إماما لهم.


Artinya, 

Hukum fardhu menshalati mayat menjadi gugur sebab sholatnya lelaki meskipun ia seorang anak kecil yang sudah bisa membedakan, karena ia termasuk golongan laki-laki, dan karena ia pantas menjadi imam bagi mereka.


📗

قال البجيرمي: واعلم أن الصبي لا يكفي في أربعة من فروض الكفاية، وهي: رد السلام، والجماعة، وإحياء الكعبة بالحج، وإحياؤها بالعمرة.

Imam Al Bujairimi berkata: "Ketahuilah bahwa anak kecil tidak cukup dalam empat kewajiban kifayah, yaitu: menjawab salam, shalat berjamaah, menghidupkan Ka'bah dengan haji, dan menghidupkannya dengan umrah.


وما عدا ذلك يكفي فيه الصبي - كالجنازة، والجهاد، والأمر بالمعروف، وسائر فروض الكفاية - ولو مع وجود الكاملين.

Sedangkan yang lainnya, anak kecil cukup memenuhinya - seperti shalat jenazah, jihad, amar ma'ruf, dan semua kewajiban kifayah lainnya - meskipun ada orang yang dewasa dan sempurna."

📚

أي يسقط الفرض به ولو لم يحفظ الفاتحة ولا بدلها.

"Artinya, Anak kecil bisa menggeugurkan kefardluan sholat janazah walaupun tidak hafal alfatihah dan tidak hafal pengganti bacaan lainnya yang seharusnya dibaca dalam salat.


Ianah Tholibin juz 2 hal 134

Nurul Ilmi

------------------

لَا بِأُنْثَى مَعَ وُجُوْدِهِ. 


Belum gugur fardhu shalat Jenazah sebab dikerjakan oleh wanita, padahal di situ ada laki-laki📚. 

-------------

📚أي لا يسقط الفرض بأنثى - ومثلها الخنثى - مع وجود ذكر.

Belum gugur fardhu shalat Jenazah sebab dikerjakan oleh wanita dan seperti khunsa , padahal disitu ada laki - laki.


أي ولو صبيا مميزا، وذلك لأنه أكمل منهما، ودعاؤه أقرب إلى الإجابة، ولأن في ذلك استهانة بالميت.

Walaupun laki laki itu anak kecil mumazis, karena itu lebih sempurna dari keduanya, dan doa anak kecil mumazis lebih mungkin dikabulkan,

Sesungguhnya itu merendahkan mayit


Ianah Tholibin juz 2 hal 134

Nurul Ilmi

-------------------


وَ تَجُوْزُ عَلَى جَنَائِزَ صَلَاةٌ وَاحِدَةٌ، فَيَنْوِي الصَّلَاةَ عَلَيْهِمْ إِجْمَالًا.


Hukumnya boleh menshalati mayat yang banyak dengan satu kali shalat✅, maka niatnya menshalati mereka semua secara global. 4⃣8⃣

--------------

أي برضا أوليائهم - اتحدوا أو اختلفوا - وذلك لأن أم كلثوم بنت سيدنا على بن أبي طالب ماتت هي وولدها زيد بن عمر بن الخطاب - رضي الله عنهم - فصلي عليهما دفعة واحدة، وجعل الغلام مما يلي الإمام، وفي القول جماعة من كبار الصحابة رضي الله عنهم، فقالوا: هذا هو السنة.رواه ابو داود والنسائي بإسناد صحيح.

Dengan persetujuan wali mereka - baik mereka sepakat atau berbeda pendapat - karena Ummu Kultsum binti Sayyidina Ali bin Abi Thalib meninggal dunia bersama putranya, Zaid bin Umar bin Khattab - radhiyallahu 'anhum. Keduanya disalatkan secara bersamaan, dan anak laki-laki ditempatkan di dekat imam. Dalam hal ini, sekelompok besar sahabat senior - radhiyallahu 'anhum - mengatakan: "Inilah sunnah."


وصلى ابن عمر رضي الله عنهما على تسع جنائز رجال ونساء، فجعل الرجال مما يلي الإمام، والنساء مما يلي القبلة.

Ibnu Umar - radhiyallahu 'anhuma - pernah mensalatkan sembilan jenazah laki-laki dan perempuan. Ia meletakkan jenazah laki-laki di dekat imam, dan jenazah perempuan di dekat kiblat.


وإذا حضرت الجنائز دفعة واحدة، واتحد نوعهم، وفضلهم، أقرع بين الأولياء - إن تنازعوا فيمن يقرب للإمام - وإلا قدم من قدموه.

Dan jika hadir beberapa jenazah sekaligus, dengan jenis yang sama, dan keutamaannya sama, maka dilakukan undian di antara para wali - jika mereka berselisih tentang siapa yang lebih dekat dengan imam - jika tidak, maka didahulukan yang mereka sepakati.


فإن اختلف النوع قدم إليه الرجل، فالصبي، فالخنثى، فالمرأة.

Jika jenisnya berbeda, didahulukan laki-laki, kemudian anak laki-laki, kemudian khuntsa , kemudian perempuan.

أو اختلف الفضل، قدم الأفضل.

Jika tingkat keutamaannya berbeda, didahulukan yang paling utama.


4⃣8⃣

Dengan cara berniat:


 (أُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَى مَنْ حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِيْنَ.)

  atau

  (أُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَى هذَا مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الْإِمَامُ).

  

فلو عين وأخطأ، كأن صلى على عشرة، فبانوا أحد عشر لم تصح، بخلاف ما لو صلى على أحد عشر، فبانوا عشرة، فإنها تصح.

Jika jumlah jenazah telah ditentukan namun terjadi kesalahan, seperti mensalatkan sepuluh jenazah tetapi ternyata jumlahnya sebelas, maka salatnya tidak sah.

 Berbeda halnya jika mensalatkan sebelas jenazah tetapi ternyata jumlahnya sepuluh, maka salatnya sah.


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 135

 Nurul Ilmi.

-------------


 وَ حَرُمَ تَأْخِيْرُهَا عَنِ الدَّفْنِ، بَلْ يَسْقُطُ الْفَرْضُ بِالصَّلَاةِ عَلَى الْقَبْرِ.


Haram menunda menshalati mayat sampai setelah penguburannya.📑 Bahkan penundaan semacam itu akan menggugurkan kefardhuan shalat di atas kubur.

--------------

📑

أي الصلاة عن الدفن، فيأثم الدافنون الراضون بذلك لوجوب تقديمها عليه.

Artinya mengakhirkan sholat jenazah setelah penguburan, maka orang-orang yang menguburkan jenazah tanpa salat terlebih dahulu berdosa jika mereka setuju dengan hal itu, karena wajib mendahulukan salat jenazah sebelum penguburan.


وعبارة التحفة: فإن دفن قبلها أثم كل من علم به ولو بعذر، وتسقط بالصلاة على القبر.

Menurut kitab "Al-Tuhfah": Jika jenazah dikuburkan sebelum disalatkan, maka setiap orang yang mengetahui hal tersebut berdosa meskipun ada alasan, namun kewajiban salat jenazah gugur dengan melaksanakannya di atas kubur.


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 135

 Nurul Ilmi.

--------------


(وَ تَحْرُمُ صَلَاةٌ) عَلَى كَافِرٍ، لِحُرْمَةِ الدُّعَاءِ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ. قَالَ تَعَالَى: {وَ لَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا}. وَ مِنْهُمْ أَطْفَالُ الْكُفَّارِ، سَوَاءٌ أَنَطَقُوْا بِالشَّهَادَتَيْنِ أَمْ لَا فَتَحْرُمُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمْ.


Haram menshalati jenazah orang kafir,📚 sebab berdoa memintakan ampunan kepadanya adalah haram. (Berdasarkan) firman Allah s.w.t. yang artinnya: “Janganlah engkau menshalati seseorang dari mereka untuk selama-lamanya.” Termasuk mereka di sini adalah anak-anak kecil orang kafir, baik mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau belum. (49) Karena itu menshalati mereka hukumnya haram.✅

----------------

📚

أي بسائر أنواعه، حربيا كان أو ذميا، أو معاهدا، أو مستأمنا.

Artinya adalah untuk semua jenis orang kafir, baik yang terlibat perang, yang berada dalam perlindungan, yang terikat perjanjian, atau yang meminta perlindungan.


49). 

أي لأنه لا يحكم بإسلامهم بالنطق بهما إلا بعد البلوغ.

Artinya, seseorang tidak dianggap masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat kecuali setelah mencapai usia baligh.


أي وإن قلنا إنهم من أهل الجنة

Walaupun kita berpendapat bahwa anak-anak kecil kafir tersebut nantinya masuk surga.


تحفة بالمعنى.

(واعلم) أنه اختلف في أطفال الكفار على أربعة أقوال.

Tuhfat al-Muhtaj menurut maknanya."Dan ketahuilah bahwa ada perbedaan pendapat mengenai anak-anak kafir dalam empat pendapat:


أحدها: أنهم في الجنة، وعليه المحققون.

Pertama: Mereka berada di surga, ini adalah pendapat yang dipegang oleh sebagian besar peneliti agama.


الثاني: أنهم في النار تبعا لآبائهم.

Kedua: Mereka berada di neraka mengikuti orang tua mereka.


الثالث: الوقوف، ويعبر عنه بأنهم تحت المشيئة.

Ketiga: Mereka dalam keadaan menunggu, dan ini diungkapkan dengan bahwa mereka berada di bawah kehendak Allah.


الرابع: أنهم يجمعون يوم القيامة وتؤجج لهم نار ويقال لهم ادخلوها، فيدخلها من كان في علم الله شقيا.

Keempat: Mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat dan api neraka akan dinyalakan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka: 'Masuklah ke dalamnya,' dan mereka yang dalam pengetahuan Allah adalah orang-orang yang celaka akan masuk ke dalamnya."


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 135 

Nurul Ilmi

---------------


MOHON DIKOREKSI DILENGKAPI SEMOGA BERMANFAAT.

Panggilan Haji bagi yang belum Haji

Saturday, June 22, 2024

KEMBAR SIAM

 KEMBAR SIAM 




Deskripsi Masalah :

Kembar siam adalah keadaan kembar yang tubuh keduanya bersatu. Kebanyakan kembar siam memang meninggal dunia saat masih dalam usia bayi. Nmaun, sebagian dari mereka ada juga yang beranjak dewasa. Mereka pun juga ingin mempunyai keturunan seperti layaknya manusia normal. Akhirnya, ada juga dari merka yang sudah menikah dan mempunyai anak.


Pertanyaan :

1. Dalam persepektif islam kembar siam dinggap satu orang atau dua orang?

2. Jika dianggap dua organ bagaimana hukum pernikahannya terkait hubungan badan dengan pasangan?


Jawaban :

1. Dengan berbagai jenisnya, kembar siam dianggap dua orang apabila kepalanya lebih dari satu dan keduakembar tadi punya kehidupan sendiri


Keterangan tambahan:

Ada beberapa jenis kembar siam:

Thoracopagus : kedua tubuh bersatu dibagian dada (thorax). Jantung selalu terlibat dalam kasus ini. Ketika jantung hany satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi adalah rendah. (35-40 %dari seluruh kasus)

Omphalopagus : kedua tubuh bersatu dibagian bawah dada. Umumnya masing-masing tubuh memilki jantung masing-masing. Tetpi bias any kembar siam jenis ini hanya memilki satu hati, system pencernaan, diafragma dan organ-organ lain. (34%dari seluruh kasus)


Xiphopagous : kedua tubuh bersatu dibagian xiphoid cartilage.

Pygopagus (iliopagus) : bersatu dibagian belakang. (19% dari seluruh kasus).

Cephalopagus : bersatu dikepala dengan tubuh yang terpisah. Kembar siam jenis ini umumnya tidak bisa bertahan hidup karena kelainan serius di otak, dikenal juga dengan istilah jeniceps, (untuk dewa janus yang bermuka dua) atau syncephalus.

Cephalothirapagus : tubuh bersatu dikepala dan thorax, jenis kembar siam ini umumnya tidak bisa bertahan hidup. (juga dikenal dengan epholothoracopagus atau craniothoracopagus)

Craniopagus : tulang tengkorak bersatu dengan tubuh yang terpisah.(2%)Craniopagus parasiticus : bagian kepala yang kedua yang tidak memiliki tubuh.Dichepalus : dua kepala, satu tubuh  dengan dua kaki dan dua atau tiga atau empat lengan, (dibrachius, tribrachius, atau tetrabrachius,) Abigail dan bittany Hensel, adalah contoh kembar siam dari Amerika serikat jenis dicephalus tribrachius.


Ischiopagus : kembar siam anterior yang bersatu dibagian bawah tubuh. (6% dari seluruh kasus).

Ischio-omphalopagus : kembar siam yang bersatu dengan tulang belakang, memebentuk huruf-Y. Mereka memilki empat lengan dan biasanya dua atau tiga kaki, jenis ini biasanya memiliki satu system reproduksi, dan system pembuangan. 

Parapagus : kembar siam yang bertsatu pada bagian bawah tubuh, dengan jantung yang  sering kali dibagi. (5% dari seluruh kasus)Diprosopus : satu kepala dengan dua wajah pada arah berlawanan.


2. Tetap sah.Catatan: tetap wajib semapunya menjaga dari bersentuhan, melihat dan menutup auratnya orang yang bukan pasangannya.                                                 


Referensi :

حاشية البجيرمي على الخطيب (9/ 420)

تَنْبِيهٌ : قَوْلُهُ اثْنَيْنِ قَدْ يَشْمَلُ مَا لَوْ وَلَدَتْ امْرَأَةٌ وَلَدَيْنِ مُلْتَصِقَيْنِ لَهُمَا رَأْسَانِ وَأَرْبَعُ أَرْجُلٍ وَأَرْبَعُ أَيْدٍ وَفَرْجَانِ ، وَلَهُمَا ابْنٌ آخَرَ ثُمَّ مَاتَ هَذَا الِابْنُ وَتَرَكَ أُمَّهُ وَهَذَيْنِ ، فَيُصْرَفُ لَهَا السُّدُسُ وَهُوَ كَذَلِكَ لِأَنَّ حُكْمَهُمَا حُكْمُ الِاثْنَيْنِ فِي سَائِرِ الْأَحْكَامِ مِنْ قِصَاصٍ وَدِيَةٍ وَغَيْرِهِمَا . قَوْلُهُ : ( وَأَرْبَعُ أَرْجُلٍ وَأَرْبَعُ أَيْدٍ ) قَالَ حَجّ : وَظَاهِرٌ أَنَّ تَعَدُّدَ غَيْرِ الرَّأْسِ لَيْسَ بِشَرْطٍ ، بَلْ مَتَى عُلِمَ اسْتِقْلَالُ كُلٍّ بِحَيَاةٍ كَأَنْ نَامَ أَحَدُهُمَا دُونَ الْآخَرِ فَالْحُكْمُ كَذَلِكَ ا هـ .فَكَاثْنَيْنِ أَيْضًا وَإِلَّا فَكَوَاحِدٍ ا هـ .


تحفة المحتاج في شرح المنهاج (27/ 84)

ولو كانا ملتصقين ولكل رأس ويدان ورجلان وفرج إذ حكمهما حكم الاثنين في سائر الأحكام كما نقلوه عن ابن القطان وأقروه وظاهر أن تعدد غير الرأس ليس بشرط بل متى علم استقلال كل بحياة كأن نام دون الآخر كانا كذلك . ( تنبيه ) سئلت عن ملتصقين ظهر أحدهما في ظهر الآخر ولم يمكن انفصالهما فأحرما بالحج ثم أراد أحدهما تقديم السعي عقب طواف القدوم والآخر تأخيره إلى ما بعد طواف الركن فمن المجاب وهل إذا فعل أحدهما ما لزمه من الأركان والواجبات بموافقة الآخر ثم أراد الآخر ذلك يلزم الأول موافقته والمشي والركوب معه إلى الفراغ أيضا أو لا وهل يلزم كلا أن يفعل مع الآخر واجبه من نحو صلاة سواء أوجب عليه نظير ما وجب على صاحبه أو لا ضاق الوقت أم لا ؟ فأجبت بقولي الذي يظهر من قواعدنا أنه لا يجب على أحدهما موافقة الآخر في فعل شيء أراده مما يخصه أو يشاركه الآخر فيه لأن تكليف الإنسان بفعل لأجل غيره من غير نسبته لتقصير ولا لسبب فيه منه لا نظير له ولا نظر لضيق الوقت ؛ لأن صلاتهما معا لا تمكن ؛ لأن الفرض تخالف وجهيهما


حاشية البجيرمي على الخطيب (9/ 420)

تنبيه : قوله اثنين قد يشمل ما لو ولدت امرأة ولدين ملتصقين لهما رأسان وأربع أرجل وأربع أيد وفرجان ، ولهما ابن آخر ثم مات هذا الابن وترك أمه وهذين ، فيصرف لها السدس وهو كذلك لأن حكمهما حكم الاثنين في سائر الأحكام من قصاص ودية وغيرهما . قوله : ( وغيرهما ) كالنكاح ، فيجوز لكل منهما أن يتزوج سواء كانا ذكرين أو أنثيين أو مختلفين ، ويجب الستر والتحفظ ما أمكن وفي الجمعة فإنهما يعدان من الأربعين حيث كانا متوجهين إلى القبلة بأن كان كل منهما بجنب الآخر ، أما لو كانا مختلفين بأن كان ظهر أحدهما لظهر الآخر فلا يتأتى ذلك ويكون هذا عذرا في إسقاط الجمعة عن أحدهما ا هـ .


المجموع شرح المهذب (4/ 483) 

قال المصنف رحمه الله (ولا تجب الجمعة علي صبى ولا مجنون لانه لا تجب عليهما سائر الصلوات فالجمعة أولي ولا تجب علي المرأة لما روى جابر قال " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فعليه الجمعة الا على امرأة أو مسافر أو عبد أو مريض " ولانها تختلط بالرجال وذلك لا يجوز) (الشرح) حديث جابر رواه أبو داود والبيهقي وفي إسناده ضعف ولكن له شواهد ذكرها البيهقي وغيره ويغني عنه حديث طارق بن شهاب السابق والإجماع فقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع أن المرأة لا جمعة عليها وقوله ولأنها تختلط بالرجال وذلك لا يجوز لبس كما قال فإنها لا يلزم من حضورها الجمعة الاختلاط بل تكون وراءهم وقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع على أنها لو حضرت وصلت الجمعة جاز وقد ثبتت الأحاديث الصحيحة المستفيضة أن النساء كن يصلين خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسجده خلف الرجال ولأن اختلاط النساء بالرجال إذا لم يكن خلوة ليس بحرام


Copyright © 2021 IASS

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes