BREAKING NEWS

Watsapp

Sunday, May 26, 2024

SHOLAT JANAZAH PART 5


BAROKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MU'IN

SHOLAT JANAZAH 

PART 5

﴿ فائدة ﴾

 عن الإمام تقي الدين، عن والده، عن الفقيه أبي عبد الله محمد الحافظ أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: من أخذ من تراب القبر حال الدفن بيده - أي حال إرادته - وقرأ عليه * (إنا أنزلناه في ليلة القدر) * سبع مرات، وجعله مع الميت في كفنه أو قبره، لم يعذب ذلك الميت في القبر.

Faidah

Dari Imam Taqiyuddin, dari ayahnya, dari AlFaqih Abu Abdullah Muhammad Al-Hafiz, bahwa Rasulullah - semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian - berkata: Barangsiapa mengambil tanah kubur ketika penguburan mayat dengan tangannya - yaitu sesuai kehendaknya - dan membacakan pada tanah tersebut aurat AlQodr Tujuh kali, dan menempatkannya dengan orang yang mati dalam kafannya atau dalam kuburnya. Maka mayat tidak akan disiksa didalam quburnya.

Caranya : 

Ketika terjadi pemakaman, dan tentu di butuhkan GELU ( Tanah yg dibentuk bulat,) maka GELU dibacakan surat Al Qodr 7 x.

Ianah tholibin juz 2 hal 119

Nurul ilmi.

[مُهِمَّةٌ]: يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةِ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ، - لِلِاتِّبَاعِ - ، وَ لِأَنَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا. 

(Penting). 

Sunnah hukumnya meletakkan pelepah kurma yang masih segar (23) sebagai tindak mengikuti Nabi s.a.w. karena berkat tasbih pelepah tersebut, siksa orang yang berada dalam kubur diperingan.

------------

23.

ويسن ايضاوضع حجر أوخشبة عند رأس الميت لانه ﷺ وضع عند رأس عثمان بن مظغون صخرةً وقال اتعلم بها قبر أخي لادفن فيه من مات من اهلي

Disunnahkan pula meletakkan batu atau kayu di kepala orang yang meninggal, karena Nabi Muhamnad ﷺ beliau meletakkan batu di kepala Utsman bin Madzghoon dan berkata, 

"Dengan batu itu saya akan tahu kuburan saudaraku, supaya aku dapat menguburkannya di dalamnya orang-orang yang meninggal dari keluargaku aku?”

۞ Kesunahan meletakkan batu, atau kayu diatas kuburan yang tepat diatas kepala mayit sebagai tanda (TENGER=jawa ).

Ianah tholibin juz 2 hal 119

Nurul Ilmi.

-------------

وَ قِيْسَ بِهَا مَا اُعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ

 الرَّطِبِ. 

 Disamakan dengan pelepah kurma adalah hal yang telah dibiasakan yaitu menaburkan semacam bunga yang segar.24.

 ---------------

24.apakah pelepah atau bunga yang kering sudah tak bertasbih?


Jawab:

أن اليابسة لها تسبيح ايضا . بنص وإن من شيء إلا يسبح بحمده. فلا معنی لتخصيص ذلك بالخضراء إلا ان يقال ان تسبيح الخضراء اكمل من تسبيح اليابسة

Pelepah atau bunga kering tetep bertasbih kepada mayat.

Karena adanya Nash " Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, " surat Al isro, 44. 

Cuma bertasbihnya pelepah atau bunga kering tak sekhusus tasbihnya pelepah basah,

Karena tasbinya pelepah atau bunga basah lebih sempurna dari pelepah atau bunga kering.

ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب اندرج تحت نحو كل شيء رطب كعروق الجزر وورق الخس واللفت.

Bisa dikiyaskan pelepah adalah

: misalnya menaburkan bunga yg masih segar atau basah : dan termasuk dalam kategori segala sesuatu yang basah, seperti batang wortel, daun selada, dan lobak.

Ianah tholibin juz 2 hal 119

Nurul Ilmi.

 ---------------

وَ يَحْرُمُ أَخْذُ شَيْءٍ مِنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا لِمَا فِيْ أَخْذِ الْأُوْلَى مِنْ تَفْوِيْتِ حَظِّ الْمَيِّتِ الْمَأْثُوْرِ عَنْهُ، وَ فِي الثَّانِيَةِ مِنْ تَفْوِيْتِ حَقِّ الْمَيِّتِ بِاِرْتِيَاحِ الْمَلَائِكَةِ النَّازِلِيْنَ لِذلِكَ.

Haram mengambil pelepah kurma atau bunga seperti yang tersebut di atas sebelum kering , karena pengambilan pelepah kurma dapat memutuskan bagian kemanfaatan bagi si mayat sebagaimana yang telah sampai dari Nabi s.a.w. Sedangkan mengambil bunga yang masih basah dapat memutuskan hak mayat dengan perginya para malaikat yang turun untuk mencium bunga tersebut.

 قَالَهُ شَيْخَانَا ابْنِ حَجَرٍ وَ زِيَادٍ.

 Demikianlah yang dikatakan oleh guru kami, Ibnu Ḥajar dan Ibnu Ziyād. (24)

----------------

24). 

وفصل ابن قاسم بين ان يكون قليلا كخوصة أو خوصتين فلا يجوز لمالكه اخذه لتعلق حق الميت به وان يكون كثيرا فيجوز اخذه

Imām Ibnu Qāsim memilah hukumnya: Bila jumlahnya sedikit, maka haram untuk mengambilnya dan jika jumlahnya banyak, maka tidaklah mengapa.

 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 119. NURUL ILMI

---------------

(وَ كُرِهَ بِنَاءٌ لَهُ) أَيْ لِلْقَبْرِ، (أَوْ عَلَيْهِ) لِصِحَّةِ النَّهْيِ عَنْهُ بِلَا حَاجَةٍ، كَخَوْفِ نَبْشٍ، أَوْ حَفْرِ سَبُعٍ أَوْ هَدْمِ سَيْلٍ.

Makrūh membangun kubur, baik untuk liang kubur atau di sekelilingnya – karena ada hadits shaḥīḥ yang melarangnya – , tanpa ada hajat semisal khawatir terbongkar, penggalian binatang buas atau hanyut oleh air.

 وَ مَحَلُّ كَرَاهَةِ الْبِنَاءِ، إِذَا كَانَ بِمُلْكِهِ،

 Hukum makrūh tersebut jika pembangunan kubur di tanah miliknya sendiri.

 فَإِنْ كَانَ بِنَاءُ نَفْسِ الْقَبْرِ بِغَيْرِ حَاجَةٍ مِمَّا مَرَّ، أَوْ نَحْوِ قُبَّةٍ عَلَيْهِ بِمُسَبِّلَةٍ، وَ هِيَ مَا اعْتَادَ أَهْلُ الْبَلَدِ الدَّفْنَ فِيْهَا، عُرِفَ أَصْلُهَا وَ مُسْبِلُهَا أَمْ لَا، أَوْ مَوْقُوْفَةٍ، حَرُمَ، وَ هُدِمَ وُجُوْبًا، 

Apabila membangun tanpa keperluan seperti di atas kubur di tanah milik penduduk daerah yang memang disediakan untuk penguburan mayat, baik pemilik semula diketahui atau tidak, atau dilakukan di atas kuburan wakaf, maka hukumnya adalah haram dan wajib dibongkar 

لِأَنَّهُ يَتَأَبَّدُ بَعْدَ انْمِحَاقِ الْمَيِّتِ، فَفِيْهِ تَضْيِيْقٌ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ بِمَا لَا غَرَضَ فِيْهِ.

sebab bangunan yang seperti itu akan menjadi permanen setelah mayat membusuk dan hal tersebut akan menyempitkan orang-orang Islam tanpa ada tujuan di dalamnya.


MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

Friday, May 24, 2024

PERBEDAAN KEKALNYA ALLAH DENGAN ABADINYA SYURGA DAN NERAKA


3260. PERBEDAAN KEKALNYA ALLAH DENGAN ABADINYA SYURGA DAN NERAKA 

PERTANYAAN :

 

> Zanzanti Yanti Andeslo 

Assalamu'alaikum, mau nanya nih, apa perbedaan kekalnya Allah dan kekalnya surga / neraka? 

 

JAWABAN :

 

> Ghufron Bkl 

Perbedaan antara kekalnya ALLAH dan kekalnya surga dan neraka ialah : kekalnya ALLAHnya itu sifatnya wajib (pasti), sehingga mustahil ALLAH itu rusak, sedangkan kekalnya surga dan neraka itu mungkin bagi ALLAH atau tidak akan rusak tetapi berpeluang untuk rusak /berkemungkinan rusak. 

 

قطر الغيث : ص : ١٢

.قوله الآخر بعد كل شيئ الباقي بذاته بعد استحقاق كل ما سواه الفناء وبهذا اندفع ما يقال أن الجنة والنار وما فيهما لا يطرأ عليهما الفناء لأن كل موجود بعد عدم قابل للفناء وبقاء ما ذكر بقاء الله تعالى لا ذاتي له. حاشية الصاوي ٤/١٦٩واختلف في تفسير قوله تعالى "كل شيئ هالك إلا وجهه" فإن كان معنى كون الشيئ هالكا كونه قابلا للهلاك في ذاته لأن كل ما عداه تعالى ممكن الوجود قابل للعدم فهذه السبعة محمولة على هذا المعنى وإن كان معنى كونه هالكا كونه خارجا عن كونه منتفعا به بالإماتة أو تفريق الأجزاء فهذه مستثناة من الهلاك. 

 

> Abdur Rahman Assyafi'i 

Perbedaannya adalah bahwa kekalnya Allah bersifat dzatiyah dan hukumnya wajib (pasti), baik dari segi aqal ataupun syara’ serta tidak ada permulaannya, sedangkan kekalnya surga dan neraka tidak bersifat dzatiyah namun karena dikehendaki oleh Allah dan juga wajib dari segi syara’ saja, tidak dari segi aqal, serta keduanya ada permulaanya. Namun dengan adanya kesamaan tersebut bukan berarti Allah menyamai kepada mahluq-Nya, sebab pada haqiqatnya ada perbedaan yang justru mempertegas sifat muholafatu lilhawaditsi. Sedangkan persamaannya adalah sama- sama mempunyai arti tidak ada batas akhir. 

 

الشرح القويم في حل الفاظ الصراط المستقيم صـ 137 

البقاء الذى هو واجب لله هو البقاء الذاتى اي ليس بايجاب شيء غيره له بل هو يستحقه لذاته لا لشيء اخر ولا يكون لشيء سواه هذاالبقاء الذاتي انما البقاء الذى يكون لبعض خلق الله تعالى كالجنة والنار الثابت بالاجماع فهو ليس بقاء ذاتيا لان الجنة والنار حادثتان والحادث لا يكون باقيا لذاته بقاء الجنة والنار ليس بذاتيهما بل لان الله تعالى شاء لهما البقاء فالجنة باعتبار ذاتها والنار باعتبار ذاتها يجوز عليهما الفناء عقلا لكونهما حادثتين اهـ 

 

تحفة المريد علي شرح جوهرة التوحيد ص ٣٦ 

(تنبيه)علم مما تقدم ان الله تعالي لا أول له ولا أخر وان عدمنا في الازل لا أول له وله أخر واما المخلوقات فلها أول وآخر ونعيم الجنة وعذاب النار له أول ولا آخرله فكل منهما باق لكن شرعا لا عقلا لأن العقل يجوّز عدمهما،فالاقسام أربعة. 

 

> Ibnu Al-Ihsany 

KEKALNYA AKHIRAT 

Allah SWT berfirman: 

 

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ ـ ١٠٦ ـ 

خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ ـ١٠٧ ـ 

وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ـ ١٠٨ ـ 

 

"Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain) sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya." (QS. Hud : 106-108) 

 

MEREKA BERKATA 

 

Pada ayat di atas disebutkan bahwa kekekalan surga dan neraka hanyalah seumur langit dan bumi. Ini menunjukkan bahwa surga dan neraka tidak abadi, karena pada akhirnya keduanya akan mengalami kehancuran seperti halnya langit dan bumi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: 

 

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۚ ـ ٨٨ ـ 

 

"Bahwa semua selain Allah akan hancur." (QS. Al-Qashash : 88) 

 

Ayat ini dan juga ayat di atas dengan jelas memastikan bahwa segala sesuatu, termasuk surga dan neraka, pasti akan hancur dan hanya Allah saja yang kekal selama-lamanya. 

 

KAMI MENJAWAB 

 

Kekekalan akhirat adalah keyakinan pokok yang terpatri dalam dada setiap mukmin. Mereka meyakini bahwa surga dan neraka merupakan tempat yang kekal dan tidak akan berakhir. Keyakinan ini memiliki dasar yang kuat. 

Banyak sekali ayat maupun hadits yang menunjukkan bahwa surga dan neraka adalah kekal adanya. 

Di antaranya adalah firman Allah SWT: 

 

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ـ ٢٦ ـ 

وَالَّذِينَ كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا وَتَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۖ مَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ ۖ كَأَنَّمَا أُغْشِيَتْ وُجُوهُهُمْ قِطَعًا مِنَ اللَّيْلِ مُظْلِمًا ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ـ ٢٧ ـ 

 

"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS. Yunus : 26-27) 

 

Makna ayat ini cukup jelas, bahwa penduduk surga maupun neraka akan kekal di dalamnya. 

 

Sedangkan salah satu hadits yang menetapkan kekekalan surga dan neraka adalah hadits shohih, termasuk di dalamnya tentang "penyembelihan" (diakhirinya) kematian. 

 

Perhatikan hadits berikut ini : 

عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { إذا صار أهل الجنة إلى الجنة وأهل النار إلى النار جيء بالموت حتى يجعل بين الجنة والنار ثم يذبح ثم ينادي مناد يا أهل الجنة لا موت و يا أهل النار لا موت فيزداد أهل الجنة فرحا إلى فرحهم ويزداد أهل النار حزنا إلى حزنهم} 

 

Dari Ibnu Umar berkata, Rosulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda : "Jika ahli surga telah masuk ke dalam neraka dan ahli neraka telah masuk ke dalam neraka, didatangkanlah al-maut (kematian) sampai tempat di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu akan memanggil seorang penyeru: "Wahai penduduk surga, tidak ada (lagj) kematian. Wahain penduduk neraka, tidak ada (lagi) kematian. Maka penduduk surga bertambah gembira di atas kegembiraan mereka, dan penduduk neraka bertambah sedih di atas kesedihan mereka." (HR. Bukhory). 

 

Ayat-ayat dan hadits-hadits sejenis yang menerangkan mengenai kekalnya surga dan neraka sangat banyak dan tidak bisa disebutkan di sini satu per satu. 

Semua dalil-dalil ini ditambah perkataan para ulama yang mu'tabar (kredibel) dan menjurus pada satu kesimpulan, bahwa akhirat adalah kekal dan tidak akan berakhir. 

 

Adapun mengenai Firman Allah SWT: 

 

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ ـ ١٠٦ ـ 

خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ ـ ١٠٧ ـ 

وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ـ ١٠٨ ـ 

 

"Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sebagai karunia yang tiada putusnya." (QS. Hud : 106-108) 

 

Ayat-ayat ini tidak dimaksudkan untuk menafikan kekekalan surga dan neraka, dan justru merupakan dalil mengenai kekalnya surga dan neraka. 

Di dalam ayat ini disebutkan bahwa penduduk surga dan neraka bersifat خالدين فيها (kekal di dalamnya). 

Adapun definisi خلد ـ يخلد dalam bahasa arab adalah: دوام البقاء في دار لا يخرج منها (terus menetap dalam suatu tempat dan tidak keluar dari situ). Oleh karena itulah, maka akhirat disebut sebagai دار الخلد karena kekalnya penghuni surga di dalamnya. 

 

Ungkapan ما دامت السماوات والأرض (mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi) tidak berarti bahwa akhirat itu seumur langit dan bumi. Justru perkataan seperti ini merupakan ungkapan yang biasa dipakai oleh orang-orang arab untuk mengungkapkan keabadian. Ketika kita mensifati sesuatu dengan kekekalan, biasanya orang arab akan mengatakan: 

 

هذا دائم دوام السموات والأرض 

"Ini kekal seperti kekalnya langit dan bumi" 

 

Yang mereka maksudkan adalah kekal selamanya, bukan hanya seumur langit dan bumi. 

Karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa arab, maka dalam ayat ini Allah menggunakan ungkapan yang biasa digunakan dalam bahasa mereka. 

Jadi makna firman Allah: 

خالدين فيها ما دامت السموات والأرض 

"mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi" 

tidak berarti akhirat hanya seumur langit dan bumi, tetapi merupakan penetapan kekalnya mereka di dalamnya untuk selama-lamanya. 

 

Beberapa ulama tafsir mengatakan bahwa maksud dari langit dan bumi dalam kata-kata ما دامت السموات والأرض (mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi) bukanlah langit dan bumi yang ada di dunia ini, tetapi langit dan bumi akhirat, karena pada Hari Kiamat langit dan bumi akan digantikan dengan langit dan bumi yang lain. 

Allah berfirman: 

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ ـ ٤٨ ـ 

"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikin pula) langit .. " (QS. Ibrahim : 48) 

Karena akhirat kekal, maka tentu langit dan bumi yang ada di akhirat pun kekal adanya. 

 

Setelah kita tahu mengenai kekalnya akhirat, tersisa satu pertanyaan yakni firman Allah SWT: إلا ما شاء ربك yang berarti kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Secara dhohir kata-kata ini menunjukkan bahwa mereka akan kekal di dalan surga dan neraka, kecuali jika Allah menghendaki yang lain. Dengan begitu, maka seakan-akan kekekalan akhirat bukanlah hal yang pasti. 

 

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa dalam ayat 106-107 Surat Hud, yang dimaksud dengan pengecualian disini adalah bahwa penghuni neraka akan kekal di dalamnya kecuali mereka yang Allah kehendaki untuk dikeluarkan dari neraka dari golongan orang-orang mu'min yang melakukan ma'shiat. 

 

Sedangkan makna pengecualian dalam ayat 108 Surat Hud, bahwa penduduk surga akan kekal di surga setelah dikurangi masa yang Allah kehendaki bagi mu'min yang melakukan ma'shiat untuk menetap di neraka. 

 

Sebagian ahli tafsir lain mengatakan bahwa maksud firman Allah إلا ما شاء ربك yang berarti kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), adalah jika Allah menghendaki untuk tidak menjadikan mereka kekal, maka itu adalah hal mudah. Akan tetapi yang dikehendaki oleh Allah adalah kekekalan mereka di dalam surga atau neraka. 

 

Begitu pula maksud dari ayat 88 Surat Al-Qoshosh, tidaklah berarti segala sesuatu pasti akan hancur jika Allah menghendakinya. Pada kenyataanny ada beberapa hal yang Allah kehendaki untuk kekal dan tidak mengalami kehancuran, seperti: surga, neraka, arsy, kursy, ruh, dan lain-lain yang telah ditetapkan untuk kekal. Ada juga yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah, bahwa segala sesuatu akan musnah kecuali amal yang dikerjakan karena Allah. 

 

Sekarang jadi jelas bagi kita bahwa akhirat adalah kekal. Ayat-ayat yang mereka gunakan untuk menafikan kekekalan akhirat sama sekali tidak tepat sasaran.  Semoga Bermanfaat 

Sumber : 

الدفاع في الرد على أهل البدع

Thursday, May 23, 2024

SHOLAT LI HURMATIL WAKTU

 Sholat Qodhoan karena sholat lihurmatil waktu 



Assalaamualaikum ustadz.

*DESKRIPSI SOAL Part: 71*

mohon izin ana mau tanya, lebih afdhol mana ketika kita d rumah sakit nih kan kita nih d infus kan , nah ketika kita sholat tuh afdhol nya sholat hurmat waktu ajah apa sholat yg wudhu nya seperti biasa cuman anggota wudhu yg terhalang infusan kita gnti dengan tayammum... ?

D tunggu ustadz jawaban nyah 🙏🙏🙏...


📜 *JAWABAN sementara*

Harus melakukan sholat seperti orang sehat, dan tidak boleh sholat lihurmatil waqti karena masih bisa bersuci meskipun ada alat infus di anggota wudlu, cara bersucinya sebagaimana shohibul jabiroh.


*Keterangan;*

🔖 SHALAT LI HURMATIL WAQTI Adalah shalat yang dilakukan seseorang sekedar penghormatan terhadap waktu akibat tidak terpenuhinya syarat-syarat shalat seperti suci dari hadats kecil atau besar, suci badan dan tempat shalatnya dari najis dan lain-lain.

Shalat yang dilakukan dalam kondisi semacam ini menurut syafi’iyyah wajib diulangi meskipun sudah menggugurkan tuntutan kewajiban shalat baginya saat itu dalam arti andai setelah shalat ia meninggal dunia, dirinya tidak dihukumi meninggalkan shalat dan maksiat.


🔖 SEBAB2 SHALAT LI HURMATIL WAQTI :

• Tidak mendapati sarana bersuci baik berupa air atau debu

• atau adanya kekhawatiran merusak anggota badan.

• Shalat dengan tidak mampu menghilangkan najis dari tubuhnya

• Shalat dengan tidak mampu mengetahui masuknya waktu shalat

• Shalat dengan tidak mampu menemukan tempat atau alas yang suci dari najis.


🔖 SHOHIBUL JABIROH (bersuci dengan air pada anggota yang shohih, yang luka/ada satir tidak dibasuh(diusap saja) lalu diganti dengan melakukan tayammum), hal ini ditafsil :

• Jika menurut dokter infus tidak boleh dilepas sebab akan menimbulkan bahaya, maka boleh.

• Jika diperbolehkan untuk dilepas, maka harus berwudlu’ dengan sempurna walaupun minta bantuan orang lain atau dengan ujroh.


🔖 Jika hendak melakukan sholat fardlu lagi maka cukup mengulang tayammumnya saja selagi tidak melakukan hal2 yang membatalkan wudlu'.


🔖 Boleh bersuci diawal waktu jika memang belum diperbolehkan melepas infus selama dalam waktu sholat.


🔖 Untuk kewajiban i'adah/qodlo bagi sohibil jabiroh ditafsil :

~> Jika perban/plester berada di anggota tayammum (wajah dan tangan) maka *wajib qodlo'.*

~> Jika berada diselain anggota tayammum, maka perlu dilihat:

a. Jika plaster hanya menutupi luka maka wajib membasuh anggota yg sehat dan bertayammum sebagai pengganti luka yg tak terbasuh. Hal ini *tidak wajib qodlo'*

b. Jika plaster juga menutupi sekitaran luka, maka ditafsil :

- jika plaster menutupi sekitaran luka agar bisa menempel (menutup luka) dan ketika pemasangannya dalam kondisi tidak berhadats kecil/besar maka *tidak wajib qodlo'*

- namun jika dalam kondisi berhadats atau plesternya melebihi tempat yg dibutuhkan untuk menempel (baik berhadats atau tidak) maka *wajib qodlo'.*


📚 *الموسوعة الفقهية الكويتية، ٢٧٣/١٤*

حكم فاقد الطهورين : 41 - فاقد الطهورين هو الذي لم يجد ماء ولا صعيدا يتيمم به ، كأن حبس في مكان ليس فيه واحد منهما ، أو في موضع نجس ليس فيه ما يتيمم به ، وكان محتاجا للماء الذي معه لعطش ، وكالمصلوب وراكب سفينة لا يصل إلى الماء ، وكمن لا يستطيع الوضوء ولا التيمم لمرض ونحوه .فذهب جمهور العلماء إلى أن صلاة فاقد الطهورين واجبة لحرمة الوقت ولا تسقط عنه مع وجوب إعادتها عند الحنفية والشافعية ، ولا تجب إعادتها عند الحنابلة ، أما عند المالكية فإن الصلاة عنه ساقطة على المعتمد من المذهب أداء وقضاء


📚 *الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي ١/ ٦٠٦*

فاقد الطهورين: هو فاقد الماء والتراب، كأن حبس في مكان ليس فيه واحد منهما، أو في موضع نجس لا يمكنه إخراج تراب مطهر. أو كأن وجد ما هو محتاج إليه لنحو عطش، أو وجد تراباً ندياً ولم يقدر على تجفيفه بنحو نار. ومثله المصلوب وراكب سفينة لا يصل إلى الماء.


📚 *روضة الطالبين ١/٢٦*

ومن لم يجد ماء ولا ترابا يصلي لحرمة الوقت


📚 *الشَّرْقَاوِي, ١/ ١٨٠*

وَفِيْهِ أَيْضًا: فَاِنْ لَمْ يَجِدْ مَا يَغِسِلُهُ بِهِ أَوْ خَافَ مِنِ اسْتِعْمَالِهِ تَلَفًا لِنَفْسِهِ اَوْ عُضْوِهِ اَوْ مَنْفَعَتِهِ أَوْ نَسِيَهُ أي المَاءَ صَلَّى بِحَالِهِ لِحُرْمَةِ الوَقْتِ وَأَعَادَ وُجُوْبًا لِنُدْرَةِ ذَلِكَ ( قوله صَلَّى بِحَالِهِ وَأَعَادَ ) مَحَلُّ ذَلِكَ فِي المَلْبُوْسِ إِذَا عَجَزَ عَنْ نَزْعِهِ

SHALAT JENAZAH PART 1

 

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHALAT JENAZAH

PART 1

 



 فصل

  (في الصلاة على الميت) وشرعت بالمدينة. 

  وقيل هي من خصائص هذه الامة. 

  

Salat terhadap mayat disyariatkan di Madinah. Ada yang mengatakan, bahwa salat ini adalah termasuk kekhususan umat Islam.


(صلاة الميت) أي الميت المسلم غير الشهيد (فرض كفاية) للاجماع والاخبار، (كغسله، ولو غريقا) لانا مأمورون بغسله،


Salat Jenazah orang Islam yang bukan mati syahid, hukumnya adalah fardu kifayah, berdasarkan ijmak ulama dan beberapa hadis, sebagaimana memandikannya, sekalipun akibat tenggelam di dalam air, . sebab kita diperintah memandikannya. 


 فلا يسقط الفرض عنا إلا بفعلنا، وإن شاهدنا الملائكة تغسله. 

 

Dengan demikian, perintah memandikan belum gugur, sebelum kita sendiri yang memandikan, sekalipun kita sendiri menyaksikan, bahwa ada malaikat yang memandikan mayat itu.


ويكفي غسل كافر، ويحصل أقله (بتعميم بدنه بالماء) مرة حتى ما تحت قلفة الاقلف - على الاصح - صبيا كان الاقلف أو بالغا.


Telah cukup sebagai memenuhi kewajiban, dengan adanya طseorang kafir yang memandikannya. Paling tidak, memandikan mayat itu bisa terwujud dengan Cara sekali menyiramkan air yang dapat meratai badannya, sampai bagian di bawah kulit kepala zakar (glans penis) bagi mayat yang zakarnya masih berkulit kepala, menurut pendapat Al-Ashah, baik itu anak kecil atau sudah balig.


 قال العبادي وبعض الحنفية: لا يجب غسل ما تحتها. 

 

  Imam Al-‘Ubadi dan sebagian ulama Hanafiyah berpendapat: Membasuh bagian di bawah kulit kepala zakar tersebut, hukumnya tidak wajib.

  

فعلى المرجح لو تعذر غسل ما تحت القلفة بأنها لا تتقلص إلا بجرح، يمم عما تحتها. 


 Berpijak dengan pendapat yang rajih di atas (wajib), apabila dirasakan sulit membasuh bagian bawah kulit kepala zakar tersebut, sebagaimana kulit itu tidak bisa dibuka kecuali dengan melukainya, maka bagian itu wajib ditayamumi, 

 كما قاله شيخنا، وأقره غيره.

 

Demikianlah menurut pendapat Guru kami, yang kemudian ditetapkan oleh lainnya.


MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

SHALAT JENAZAH PART 2

 

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHALAT JENAZAH

PART 2

. وَ أَكْمَلُهُ: تَثْلِيْثُهُ، وَ أَنْ يَكُوْنَ فِيْ خَلْوَةٍ، وَ قَمِيْصٍ،

Yang paling sempurnanya mandi, adalah menyiramkan air tersebut diulang sebanyak tiga kali. Dalam memandikan mayat hendaknya di tempat yang sepi , dan berbaju kurung,


 وَ عَلَى مُرْتَفِعٍ بِمَاءٍ بَارِدٍ إِلَّا لِحَاجَةٍ كَوَسَخٍ وَ بَرْدٍ، فَالْمُسَخَّنُ حِيْنَئِذٍ أَوْلَى. 


  

Dan di tempat yang lebih tinggi, dengan air dingin, kecuali ada keperluan, misalnya menghilangkan kotoran atau suasana dingin. Maka dalam keadaan seperti ini, mengenakan air panas adalah lebih utama.


وَ الْمَالِحُ أَوْلَى مِنَ الْعَذْبِ.


 Sedang menggunakan air yang asin lebih utama dari pada yang tawar.


وَ يُبَادِرُ بِغَسْلِهِ إِذَا تَيَقَّنَ مَوْتُهُ، وَ مَتَى شَكَّ فِيْ مَوْتِهِ وَجَبَ تَأْخِيْرُهُ إِلَى الْيَقِيْنِ، بِتَغَيُّرِ رِيْحٍ وَ نَحْوِهِ.


(Sunnah) segera memandikannya. Jika telah diyakini matinya. Apabila masih diragukan akan kematiannya, maka wajib menundanya (66) sampai benar-benar diyakini kematiannya, misalnya berubahnya bau mayat atau lainnya. 

-----------

66. Imām ‘Alī Sibramalisī mengataka: Sebaiknya yang wajib diakhirkan adalah menguburkan bukan memandikan dan mengkafani, sebab jika memang ia masih hidup maka hal itu tidaklah masalah. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 126. Dār-ul-Fikr.

--------------

 فَذِكْرُهُمُ الْعَلَامَاتِ الْكَثِيْرَةَ لَهُ إِنَّمَا تُفِيْدُ، حَيْثُ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ شَكٌّ. 

 

 Karena itu, para fuqahā’ menuturkan tanda-tanda kematian seseorang yang banyak sekali dan dapat berguna, bila kematiannya sudah tidak diragukan lagi.


وَ لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْغُسْلِ نَجَسٌ لَمْ يَنْقُضِ الطُّهْرُ، بَلْ تَجِبُ إِزَالَتُهُ فَقَطْ إِنْ خَرَجَ قَبْلَ التَّكْفِيْنِ، لَا بَعْدَهُ. 

 

Apabila setelah dimandikan mayat mengeluarkan najis, (77) maka kesuciannya tidak rusak tapi hanya wajib membersihkan najisnya saja, jika keluarnya sebelum dibungkus kafan , jika keluarnya najis setelah dibungkus kafan, maka tidak wajib menghilangkan najisnya.

------------

77.Dan jika najis tidak bisa berhenti, maka sah mandinya dan shalatnya sebab mayat tersebut seperti orang beser. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.

-------------

وَ مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِفَقْدِ مَاءٍ أَوْ لِغَيْرِهِ: كَاحْتِرَاقٍ، وَ لَوْ غُسِلَ تَهَرَّى يُمِمُّ وُجُوْبًا.


Mayat yang tidak bisa dimandikan karena tidak ada air atau sebab lainnya, misalnya mayat terbakar kalau dimandikan akan rontok, adalah wajib ditayammumi.


[فَرْعٌ]: 

الرَّجُلُ أَوْلَى بِغُسْلِ الرَّجُلِ، وَ الْمَرْأَةُ أَوْلَى بِغُسْلِ الْمَرْأَةِ، 

(Cabangan Masalah). 

Orang laki-laki lebih utama untuk memandikan mayat laki-laki, dan perempuan lebih utama untuk memandikan mayat perempuan


وَ لَهُ غُسْلُ حَلِيْلَةٍ، وَ لِزَوْجَةٍ لَا أَمَةٍ غُسْلُ زَوْجِهَا، وَ لَوْ نَكَحَتْ غَيْرَهُ، بِلَا مَسٍّ، بَلْ بِلَفِّ خِرْقَةٍ عَلَى يَدٍ. 


 Orang laki-laki boleh memandikan mayat yang merupakan ḥalīlah-nya (wanita yg halal dijimak baik istri atau wanita amah (hamba perempuan)).

 Sang istri – bukan termasuk amah – , juga boleh memandikan mayat suaminya, sekalipun ia telah menikah dengan laki-laki lain, dengan tanpa menyentuh mayat itu, akan tetapi tangannya dibungkus dengan kain.


فَإِنْ خَالَفَ صَحَّ الْغُسْلُ. 


Jika menyalahi aturan tersebut ( apabila tidak di bungkus kain dan menyentuh mayat ), maka mandinya tetap sah. (88)

 ------------

88.). Sebab memakai sarung tangan dan tidak menyentuh hukumnya hanya sunnah baginya. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.

-----------------


فَإِن لَمْ يَحْضُرْ إِلَّا أَجْنَبيٌّ فِي الْمَرْأَةِ أَوْ أَجْنَبِيَّةٌ فِي الرَّجُلِ يُمِّمَ الْمَيِّتُ.

Apabila untuk mayat wanita hanya ada laki-laki lain atau untuk laki-laki hanya ada wanita lain, (99) maka mayat cukup ditayammumi saja.

-----------

99.Batasan dari tidak ada yang memandikan adalah adanya orang memandikan berada pada tempat yang tidak wajib untuk mencari air di tempat tersebut. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 127. Dār-ul-Fikr.

-------------


 نَعَمْ، لَهُمَا غُسْلُ مَنْ لَا يُشْتَهَى مِنْ صَبِيٍّ أَوْ صَبِيَّةٍ، لِحِلِّ نَظَرِ كُلٍّ وَ مَسِّهِ.

 

Memang ! Baik lelaki atau wanita adalah diperbolehkan memandikan mayat yang tidak menimbulkan syahwat, baik itu berupa anak laki-laki atau anak perempuan, lantaran mereka halal memandang juga menyentuhnya.


 وَ أَوْلَى الرِّجَالِ بِهِ، أَوْلَاهُمْ بِالصَّلَاةِ كَمَا يَأْتِيْ.

 

Diantara orang Laki-laki yang lebih utama memandikan mayat , adalah laki-laki yang paling utama menshalatinya, sebagaimana akan diterangkan nanti.


وَ تَكْفِيْنُهُ بِسَاتِرِ عَوْرَةٍ) مُخْتَلِفَةٍ بِالذُّكُوْرَةِ وَ الْأُنُوْثَةِ، دُوْنَ الرِّقِّ وَ الْحُرِّيَةِ،


Mengkafani Mayit

Hukumnya juga fardhu kifāyah membungkus mayat dengan kafan yang dapat menutup auratnya (1010) yang dapat membedakan antara aurat laki-laki dan perempuan dan tidak usah dibedakan antara mayat budak dengan yang merdeka.

--------------

10. Ini adalah pendapat yang lemah, sedangkan yang kuat adalah menutup seluruh badan. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 128. Dār-ul-Fikr.

---------------

 فَيَجِبُ فِي الْمَرْأَةِ وَ لَوْ أَمَةً مَا يَسْتُرُ غَيْرَ الْوَجْهِ وَ الْكَفَّيْنِ. وَ فِي الرَّجُلِ مَا يَسْتُرُ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَ الرُّكْبَةِ. 


 Karena itu, wajib untuk mayat wanita – sekalipun budak – kafan yang dapat menutup seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangannya, dan untuk mayat laki-laki adalah kafan yang dapat menutupi antara pusat dan lutut.

وَ الْاِكْتِفَاءُ بِسَاتِرِ الْعَوْرَةِ هُوَ مَا صَحَّحَهُ النَّوَوِيُّ فِيْ أَكْثَرِ كُتُبِهِ، وَ نَقَلَهُ عَنِ الْأَكْثَرِيْنَ، لِأَنَّهُ حَقٌّ للهِ تَعَالَى.

Mencukupkan – sekedar cukup – dengan kafan yang dapat menutup aurat adalah yang dibenarkan oleh Imām An-Nawawī di dalam kebanyakan kitab beliau, di mana beliau mengutipnya dari mayoritas ‘ulamā’ sebab yang demikian tersebut (kafan yang menutup aurot ) merupakan hak Allah s.w.t.


 وَ قَالَ آخَرُوْنَ: يَجِبُ سَتْرُ جَمِيْعَ الْبَدَنِ وَ لَوْ رَجُلًا.

 

 ‘Ulamā’-‘ulamā’ lain berkata: Wajib menutup seluruh tubuh mayat, sekalipun laki-laki.


 وَ لِلْغَرِيْمِ مَنْعُ الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ كُلِّ الْبَدَنِ، لَا الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ الْعَوْرَةِ، لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ، وَ كَوْنِهِ حَقًّا لِلْمَيِّتِ بِالنِّسْبَةِ لِلْغُرَمَاءِ، 

 

Bagi pemiutang boleh melarang pemakaian kafan yang melebihi menutup seluruh tubuh si mayat , tidak yang melebihi menutup aurot, 11 karena kekuatan hukumnya dan hal itu merupakan haq si mayat bila dinisbatkan dengan para pemiutang.


MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

SHOLAT JANAZAH PART 4

 

BERKAH NGAJI KIYAI SHOLIHIN

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHOLAT JANAZAH

PART 4

Pondok pesantren/MTS/ MA Nurul FALAH Assubuki 

(وَ دَفْنُهُ فِيْ حُفْرَةٍ تَمْنَعُ) بَعْدَ طَمِّهَا (رَائِحَةً) أَيْ ظُهُوْرُهَا، (وَ سَبُعًا) أَيْ نَبْشُهُ لَهَا، فَيَأْكُلَ الْمَيِّتَ.

Menguburkan Mayit

(Fardhu kifāyah) mengubur mayat di dalam lubang yang setelah ditimbuni tanah kembali, sehingga bau mayat tidak tampak, serta aman dari binatang buas yang akan memakannya. 

 وَ خَرَجَ بِحُفْرَةٍ: وَضْعُهُ بِوَجْهِ الْأَرْضِ وَ يُبْنَى عَلَيْهِ مَا يَمْنَعُ ذَيْنِكَ، حَيْثُ لَمْ يَتَعَذَّرِ الْحَفْرُ. 

Tidak masuk dalam ketentuan “di dalam lubang” jika mayat diletakkan di atas tanah, (17) kemudian dibangun sedemikian rupa di atasnya, sehingga bau mayat tidak tampak lagi dan aman dari pembongkaran binatang buas selagi penggalian lubang tidak mendapat kesulitan. (18 ).

-------------

ای فلا يكفي لانه ليس بدفن

17). Sebab hal itu tidak dinamakan dengan menguburkan. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 116


18.

.كأن كانت الارض خوارة او ينبع منها ماء يفسد الميت واكفانه جاز ذلك

Seperti tanahnya sulit untuk digali atau muncul sumber air yang merusak mayat kain kafannya maka boleh menaruh mayat diatas bumi terus dibangun diatasnya.

Ianatutholibin juz 2 hal 116

NURUL ILMI

--------------

نَعَمْ، مَنْ مَاتَ بِسَفِيْنَةٍ وَ تَعَذَّرَ الْبَرُّ جَازَ إِلْقَاؤُهُ فِي الْبَحْرِ، وَ تَثْقِيْلُهُ لِيَرْسُبَ، وَ إِلَّا فَلَا. 

Memang benar, tapi orang yang mati di atas perahu dan sulit untuk menemukan daratan, maka boleh melemparkan ke laut dan diberi beban agar dapat tenggelam. Jika tidak sukar menemukan daratan, maka mayat tidak boleh dilemparkan ke laut.

وَ بِ  "تَمْنَعُ ذَيْنِكَ "  مَا يَمْنَعُ أَحَدُهُمَا كَأَنِ اعْتَادَتْ سِبَاعُ ذلِكَ الْمَحَلِّ الْحَفْرَ عَنْ مَوْتَاهُ 

Dan dikecualikan dengan ucapanku: “Dapat mencegah bau mayat serta mengamankan mayat dari penggalian binatang buas"  dan bila lubang tersebut mencegah salah satunya saja, seperti kebiasaan binatang buas di tempat tersebut menggali maqam mayat yang ada

فَيَجِبُ بِنَاءُ الْقَبْرِ، بِحَيْثُ يَمْنَعُ وُصُوْلَهَا إِلَيْهِ. 

maka wajib untuk membangun kubur sekira dapat mencegah  binatang tersebut mengambil mayat tersebut.

وَ أَكْمَلُهُ قَبْرٌ وَاسِعٌ عُمُقِ أَرْبَعَةِ أَذْرُعٍ وَ نِصْفٍ بِذِرَاعِ الْيَدِ. 

Kesempurnaan (18) dalam mengubur mayat adalah maqam yang luas dengan dalam 4 ½ Hasta tangan.

------------

18).

قال ع ش. وينبغی ان يكون ذلك مقدار ما يسع من ينزل القبر ومن يدفنه  لاأزيد من ذلك

 Sebaiknya kadarnya adalah sekira cukup untuk orang yang menurunkan  mayat dan mayat tersebut, tidak lebih dari itu. 

 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 116

NURUL ILMI

--------------

وَ يَجِبُ اضْطِجَاعُهُ لِلْقِبْلَةِ.

Wajib untuk memiringkan mayit ke arah qiblat. 19.

------------

19). 

اي الميت في القبر علی شقه الايمن وقوله للقبلة أي تنزيلا له منزيلة المصلي

Dengan menggunakan sisi tubuh sebelah kanan. Hal itu dilakukan sebab untuk menempatkan posisinya seperti posisi orang yang shalat.

فان دفن مستدبرا او مستلقيا نبش حتما إن لم يتغير ،، وإلا فلا ينبش

Jika dikuburkan membelakangi kiblat, atau terlentang, maka harus digali kembali, jika mayat  tidak berubah, jika mayat sudah berubah  maka tidak akan digali.

 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 117

NURUL ILMI

-----------

 وَ يُنْدَبُ الْإِفْضَاءُ بِخَدِّهِ الْأَيْمَنِ بَعْدَ تَنْحِيَةِ الْكَفْنِ عَنْهُ إِلَى نَحْوِ تُرَابٍ، مُبَالَغَةً فِي الْاِسْتِكَانَةِ وَ الذُّلِّ،

 وَ رَفْعُ رَأْسِهِ بِنَحْوِ لَبِنَةٍ. 

Sunnah untuk meletakkan pipi mayat yang kanan pada semacam tanah setelah melepas kain kafan agar terasa rendah diri dan hina. 

Sunnah untuk meninggikan kepalanya dengan semacam bantalan tanah.

وَ كُرِهَ صُنْدُوْقٌ إِلَّا لِنَحْوِ نَدَاوَةٍ فَيَجِبُ.

Makruh untuk mengubur mayat di dalam peti, kecuali tanahnya mudah longsor maka wajib untuk menaruh dalam peti

وَ يَحْرُمُ دَفْنُهُ بِلَا شَيْءٍ يَمْنَعُ وُقُوْعَ التُّرَابِ عَلَيْهِ

Haram mengubur mayat tanpa sesuatu yang dapat mencegah longsornya tanah pada mayat.

 وَ يَحْرُمُ دَفْنُ اثْنَيْنِ مِنْ جِنْسَيْنِ بِقَبْرٍ، إِنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا مَحْرَمِيَّةٌ، أَوْ زَوْجِيَّةٌ، 

Haram mengubur dua mayat yang berlainan jenis kelamin dalam satu lubang kubur, jika antara keduanya tiada hubungan mahram atau suami istri. 

وَ مَعَ أَحَدِهِمَا كُرِهَ كَجَمْعِ مُتحِدَيْ جِنْسٍ فِيْهِ بِلَا حَاجَةٍ. 

Jika masih ada hubungan mahram atau suami-istri, maka hukumnya adalah makrūh sebagaimana halnya dengan mengumpulkan dua mayat yang tunggal jenis tanpa ada hajat yang mengharuskan. 20.

--------------

20.

الحرمة مطلقا اتحد الجنس أو اختلف كان بينهما محرمية او لا وذلك لان العلة في منع الجمع في منع الجمع التأذي.  لا الشهوة فانها قد انقطعت با لموت.

Berbeda dengan pendapat Imām Ramlī yang mengatakan bahwa hukumnya haram secara mutlak, baik satu jenis atau tidak baik ada hubungan mahram atau tidak sebab alasannya adalah agar tidak menyakiti mayit, bukan karena syahwat. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 118 NURUL ILMI

-------------

وَ يَحْرُمُ أَيْضًا: إِدْخَالُ مَيِّتٍ عَلَى آخَرَ، وَ إِنِ اتَّحَدَا جِنْسًا، قَبْلَ بَلَاءِ جَمِيْعِهِ، وَ يَرْجَعُ فِيْهِ لِأَهْلِ الْخُبْرَةِ بِالْأَرْضِ.

Haram juga mengubur mayat pada lubang kubur yang sudah ditempati mayat lain sekalipun tunggal jenisnya, selama mayat lama belum lebur keseluruhannya.

---------------

 (21)

ای لاهل المعرفة بقدر المدة التی يبلی فيها الميت فی ارضهم

Untuk mengetahui leburnya adalah diserahkan kepada orang yang ahli tentang tanah.

قال سم وافهم جواز النبش بعد بلاء جميعه ويستثنی قبر عالم مشهور او ولي مشهور فيمتنع نبشه هـ

Jika mayat telah lebur, maka hukumnya boleh kuburnya digali, kecuali maqām orang Alim yang telah terkenal atau maqam wali yg terkenal maka tak boleh menggali kuburnya wali. 

I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal.118

.NURUL ILMI

-------------

 وَ لَوْ وُجِدَ بَعْضُ عَظْمِهِ قَبْلَ تَمَامِ الْحَفْرِ وَجَبَ رَدُّ تُرَابِهِ، أَوْ بَعْدَهُ فَلَا. وَ يَجُوْزُ الدَّفْنُ مَعَهُ، 

Jika ada sepotong tulang mayat yang lama ditemukan sebelum selesai penggalian kubur untuk mayat baru, maka wajib menimbunkan tanah kembali. Jika penemuannya setelah selesai penggalian, maka tidak wajib menimbun kembali, dan boleh dikubur bersama dengannya.

وَ لَا يُكْرَهُ الدَّفْنُ لَيْلًا خِلَافًا لِلْحَسَنِ الْبَصَرِيِّ وَ النَّهَارُ أَفْضَلُ لِلدَّفْنِ مِنْهُ

Tidaklah makrūh mengubur mayat di malam hari, lain halnya dengan pendapat Imām al-Ḥasan al-Bashrī. Sedang di siang hari lebih utama dari pada malam hari. 

 وَ يُرْفَعُ الْقَبْرُ قَدْرَ شِبْرٍ نَدْبًا، وَ تَسْطِيْحُهُ أَوْلَى مِنْ تَسْنِيْمِهِ.

 Sunnah meninggikan kuburan kira-kira satu jengkal, sedangkan meratakan tanah ( permukaan atas rata )lebih utama dari pada membuat gundukan  ( permukaan atas , tengahnya lebih tinggi dari sampingnya)di atasnya. 

 وَ يُنْدَبُ لِمَنْ عَلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ أَنْ يُحْثِيَ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ بِيَدَيْهِ قَائِلًا مَعَ الْأُوْلىَ: {مِنْهَا خلَقْنَاكُمْ}. وَ مَعَ الثَّانِيَةِ: {وَ فِيْهَا نُعِيْدُكُمْ}. وَ مَعَ الثَّالِثَةِ: {وَ مِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى}.

Sunnah bagi orang yang mengubur mayat yang berada di pinggir kubur untuk menaburkan debu sebanyak tiga kali. (22) ( 23) Untuk taburan pertama ucapkan: (مِنْهَا خلَقْنَاكُمْ) taburan kedua membaca: (وَ فِيْهَا نُعِيْدُكُمْ) dan untuk ketiga kali mengucapkan: (وَ مِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى).

---------------

22). Agar mayit tersebut tidak di- ‘adzāb dalam qubur tersebut.

23.

قال ع ش وينبغی الاكتفاء بذلك مرة واحدة وان تعدد المدفون

Berkata syekh Nuruddin Abu Adh-Dhiya’ Ali bin Ali Asy-Syabromallisi (w. 1087 H).

Baik juga mencukupkan satu genggaman debu walaupun mayat yang dikubur banyak, dengan tetap membaca bacaan 3 kali.



Bacaan 

منها خلقناكم

Ditambahi bacaan 

اللهم لَقِّنْهُ عِندَ المسئلةِ حُجته

Bacaan

وفيها نعيدكم

Ditambahi

اللهم افتح ابواب السماء لروحه

Bacaan

ومنها نخرجكم تارة اخری

Ditambahi

اللهم جافِ الارضَ عن جنبَيهِ


 I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 119 NURUL ILMI

--------------

MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

SHOLAT JANAZAH PART 3

TERJEMAH FATHUL MUIN

SHOLAT JANAZAH

PART 3

Gladi resik perpisahan SPENTWOGAR 2024

 وَ لِلْغَرِيْمِ مَنْعُ الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ كُلِّ الْبَدَنِ، لَا الزَّائِدِ عَلَى سَاتِرِ الْعَوْرَةِ، لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ، وَ كَوْنِهِ حَقًّا لِلْمَيِّتِ بِالنِّسْبَةِ لِلْغُرَمَاءِ،

 Bagi mayat yang punya hutang di larang pemakaian kafan yang melebihi penutupan seluruh tubuh mayat bukan melarang penutupan yang melebihi menutup aurat (11) -, sebab sangat dianjurkan perintah untuk menutup melebihi penutupan aurat dan karena merupakan hak si mayat jika dinisbatkan kepada para yang punya hutang.

--------------

وهذا ظاهر علی القول بان الواجب ستر جميع البدن اما علی القول بان الواجب ستر العورة فقط

11). Baik mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa minimal mengkafani mayat adalah menutupi aurat saja ataupun pendapat yang mengatakan bahwa kewajibannya menutupi seluruh tubuh. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 113 NURUL ILMI

----------------

 وَ أَكْمَلُهُ لِلذَّكَرِ ثَلَاثَةٌ يَعُمُّ كُلٌّ مِنْهَا الْبَدَنَ، وَ جَازَ أَنْ يُزَادَ تَحْتَهَا قَمِيْصٌ وَ عِمَامَةٌ، وَ لِلْأُنْثَى إِزَارٌ، فَقَمِيْصٌ، فَخِمَارٌ فَلَفَافَتَانِ. 

 

 Yang paling sempurna kafan untuk laki-laki adalah tiga lapis, yang masing-masing menutup seluruh tubuh dan masih boleh ditambah (12) di dalamnya dengan baju kurung dan serban. Untuk wanita adalah kebaya, baju kurung, penutup kepala dan dua lapis kafan.

 -------------

ومحل جواز الزيادة علی ذلك اذا كان الورثة اهلا للتبرع ورضوا به فان كان فيهم صغير او مجنون او محجورا عليه بسفه او غائب فلا هـ

12). Syarat penambahan tersebut bila ahli warisnya semua ahli tabarru’ dan ridha, bila ahli warisnya ada yang berupa anak kecil, orang gila atau mahjūr ‘alaih, maka penambahan tersebut dilarang. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 113. NURUL ILMI

---------------

وَ يُكْفَنُ الْمَيِّتُ بِمَا لَهُ لَبْسُهُ حَيًّا، فَيَجُوْزُ حَرِيْرٌ وَمُزَعْفَرٌ لِلْمَرْأَةِ وَ الصَّبِيِّ، مَعَ الْكَرَاهَةِ. 

Kafan mayat adalah sesuai dengan jenis kain yang boleh dipakai di waktu hidup. Karena itu, boleh bagi wanita atau anak kecil dikafani dengan kain sutra dan yang dicelup dengan za‘faran, namun hukumnya adalah makrūh. 

وَ مَحَلُّ تَجْهِيْزِهِ: التَّرْكَةُ، إِلَّا زَوْجَةٌ وَ خَادِمُهَا: فَعَلَى زَوْجٍ غَنِيٍّ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُمَا، 

Biaya (13) perawatan mayat diambilkan dari harta peninggalan mayat, kecuali yang mati itu istri atau pelayannya, maka pembiayaan ditanggug oleh suami yang kaya yang wajib memberi nafkah kepada mereka.

-----------

والمراد بالتجهيز المؤن كأجرة التغسيل وثمن الماء والكفن وأجرة الحفر والحمل

13. Maksud dari biaya ini adalah biaya memandikan, ongkos membeli air, mengkafani, menggali quburan dan membawa mayat. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 114. NURUL ILMI.

-----------

فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ تِرْكَةٌ فَعَلَى مَنْ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ، مِنْ قَرِيْبٍ، وَ سَيِّدٍ، 

Jika si mayat tidak meninggalkan harta waris, maka pembiayaannya dibebankan kepada penanggung nafkah mereka, baik itu kerabat atau majikannya. 

فَعَلَى بَيْتِ الْمَالِ، فَعَلَى مَيَاسِيْرِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Jika mayat tidak ada penanggung nafkahnya, maka pembiayaan dipikul oleh bait-ul-māl, kemudian jika bait-ul-māl tidak ada, maka orang-orang kaya dari golongan Muslimīn harus menanggungnya.

وَ يَحْرُمُ التَّكْفِيْنُ فِيْ جِلْدٍ إِنْ وُجِدَ غَيْرُهُ، وَ كَذَا الطِّيْنُ، وَ الْحَشِيْشُ،

Haram mengkafani mayat dengan kulit 14, bila masih ada yang lainnya. Begitu juga haram memakai lumpur atau rumput. 

--------------

14). Sebab hal tersebut menghina mayit. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 115 .NURUL ILMI

-------------

 فَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ ثَوْبٌ وَجَبَ جِلْدٌ، ثُمَّ حَشِيْشٌ، ثُمَّ طِيْنٌ فِيْمَا اسْتَظْهَرَهُ شَيْخُنَا.

 

Jika tidak ada pakaian, maka wajib membungkus dengan kulit, kalau tidak ada, maka memakai rumput, kalau tidak ada, maka memakai lumpur, demikian menurut pendapat yang dijelaskan oleh guru kami. 

 وَ يَحْرُمُ كِتَابَةُ شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآن وَ اسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى عَلَى الْكَفَنِ. وَ لَا بَأْسَ بِكِتَابَتِهِ بِالرِّيْقِ، لِأَنَّهُ لَا يَثْبُتُ.

 

 Haram menuliskan lafazh-lafazh al-Qur’ān atau nama-nama Allah s.w.t. di atas kafan mayat.

 (15) Kalau ditulis menggunakan air ludah, maka tidaklah menjadi masalah, sebab hal ini tidak akan membekas.

 ---------------

وان الفقيه ابن عجيل كان يأمر به ثم افتی بجواز كتابته

15. Berbeda dengan fatwā dari Imām Ibnu ‘Ujail yang memperbolehkan menulis hal tersebut. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 115

NURUL ILMI

-------------

 وَ أَفْتَى ابْنُ الصَّلَاحِ بِحُرْمَةِ سَتْرِ الْجَنَازَةِ بِحَرِيْرٍ وَ لَوِ امْرَأَةً كَمَا يَحْرُمُ تَزْيِيْنُ بَيْتِهَا بِحَرِيْرٍ. 

 

  Imām Ibnu Shalāḥ memberi fatwā bahwa menutup mayat dengan kain sutra, sekalipun mayat wanita adalah haram sebagaimana halnya seorang wanita menghiasi rumahnya dengan sutra.

  

وَ خَالَفَهُ الْجَلَالُ الْبُلْقِيْنِيُّ، فَجَوَّزَ الْحَرِيْرَ فِيْهَا وَ فِي الطِّفْلِ، وَ اعْتَمَدَهُ جَمْعٌ، مَعَ أَنَّ الْقِيَاسَ الْأَوَّلَ.

 Pendapat tersebut ditentang oleh Imām Jalāl al-Bulqīnī di mana dia memperbolekan hal itu untuk jenazah wanita dan kanak-kanak. (16) Pendapat ini lantas dibuat pegangan oleh segolongan ‘ulamā’ besertaan hukum qiyasnya adalah yang pertama (haram).

-------------

ولا يقال انه تضيع مال لانه تضيع مال لغرض وهو اكرام الميت وتعظيمه

16. Hal ini tidak disebut dengan menyia-nyiakan harta, sebab ada tujuannya ya‘ni memuliakan mayit. I‘ānat-uth-Thālibīn juz 2 hal. 132. Dār-ul-Fikr.

-------------

MOHON DIKOREKSI DAN DILENGKAPI

SEMOGA BERMANFAAT

 
Copyright © 2014 anzaaypisan. Designed by OddThemes